Kisah ini tentang manusia yang fobia dan gila akan cinta. Atisha Namira, dokter muda yang menyembunyikan kecantikannya untuk menjaga kehormatannya dan menghindari tatapan mesum kaum pria. Atisha harus terlibat dengan drama pernikahan yang dirancang oleh Raffan Ardian Ghifari akibat sebuah insiden. Cowok yang dituduh gay karena tidak tertarik ataupun suka pada perempuan manapun. Raffan menikahi Atisha demi menyelamatkan harga dirinya. Siapa sangka pernikahan itu mulai berhasil menumbuhkan rasa diantara mereka, namun kebahagiaan mereka tak sempurna, karena Raffan tak mampu memberikan nafkah batin. Saat mereka berjuang bersama untuk melawan trauma Raffan demi memiliki keturunan. Namun takdir nampaknya sedang bermain-main. Semua harapan mereka lenyap tersapu oleh nestapa. Pada akhirnya Atisha kehilangan belahan jiwanya. Tak sampai disitu, Atisha juga terpaksa harus menghadapi tingkah Rayyan Arkana Ghifari, adik iparnya yang merupakan playboy tengil yang buta akan komitmen dan tak paham arti kesetiaan, naasnya pria itu adalah suami barunya. Saat takdir mengikat mereka, bagaimana cinta merasuk hingga ke relung hati.
View More"Sayang, aku nggak bermaksud buat ingkar janji." Rayyan membujuk setengah putus asa, saat istrinya meninggalkan kamar mereka dan memilih berbaring di atas sofa ruang tengah. "Harusnya nggak usah janji sejak awal." Atisha berenggut memunggunginya. "Maaf ya, janji nggak ak—" "Nggak usah janji lagi! Jatuhnya kamu jadi pembohong tau nggak." "Sayang, maafin aku." pria itu mengambil tempat disisi istrinya, membuat Atisha kian kesal. "Lepas nggak!" Perempuan itu berontak dalam belitan tangan suaminya, sofa yang sempit membuat mereka nyaris terjengkang. "Kamu mau buat aku jatuh? Perut aku sakit tau dibelit kayak gitu. Nggak usah dekat-dekat!" Atisha berucap dengan ketus sambil menatap suaminya tajam. " Tadi Macet sayang. Aku telat, juga karena ternyata meeting-nya alot, karena meyakinkan klien tadi ternyata butuh waktu yang nggak sebentar." Rayyan berdiri di sisi sofa, sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Menghadapi Istrinya dalam mede ngambek seperti ini merupakan hal ya
Pria itu menyeka setetes air mata di pipi yang tak betah di pelupuknya. Genggaman hangatnya ditangan sang istri tak ia lepas sejak satu setengah jam yang lalu. Atisha masih terlelap pulas. Sesekali pria itu mengelus punggung tangan istrinya yang agak bengkak. Flebitis akibat bekas jarum infus, sehingga pemasangan infus di pindahkan di tangan lainnya. Pria itu terpejam, sudah banyak untaian kata maaf ia ucapkan pada sang istri. Ternyata, tak mampu menebus dosa dan mengeringkan penyesalan atas perbuatannya di masa lalu. Ia pernah teramat menyakiti sang istri secara brutal. Sakit istrinya kali ini diluar kuasanya. Ia benar-benar tak berniat menyakiti istrinya lagi. Meski secara tidak langsung ada andilnya pada sakit sang istri. Kehamilan istrinya cukup lemah, perempuannya tak jarang mengalami kram perut hingga bercak darah akhir-akhir ini. Belum lagi morning sicknes yang membuat istrinya kian pucat sejak trimester awal hingga trimester kedua ini. Rayyan mengecup tangan perempuan itu. B
Saat membuka mata dan mengerjap, Atisha mendapati suaminya tersenyum lembut padanya. Pria itu menyelipkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah istrinya. "Mas." Atisha menatap lekat suaminya, kembali mengingat percakapan mereka sebelum ia jatuh tertidur. Ia Lalu menghembuskan napas dan memeluk sang suami mencari posisi nyaman. "Kok udah bangun sih, padahal tidur baru tiga puluh menit." Rayyan mengangkat tangannya yang bebas dan melirik jam tangannya. "Nggak nyaman yah tidurnya? Pindah di kasur aja yuk." Ajak Rayyan, Atisha hanya menggeleng. "Udah jam berapa?" "Jam lima lewat." Rayyan mendekap hangat istrinya, pipinya menempel di kepala istrinya. Pria itu memejamkan mata sambil tersenyum tak dapat membendung keharuannya dengan kemajuan pesat dalam hubungan mereka setelah sekian lama. Mengungkapkan hal yang selama ini mereka pendam bertahun-tahun memang tidak mudah, bagai mengangkat bongkahan batu yang telah lama tertimbun. Namun sepadan dengan kelegaan yang kini mereka hirup
"Kamu nggak ngerti, kamu nggak ingat sama aku yang pernah ngejar-ngejar kamu saat SMA." Atisha menatap suaminya dengan serius, ia sama sekali tak tahu maksud suaminya."Kamu mah, dulu hanya melihat Jerome. Mengabaikan cowok lain yang sedang berusaha dekat sama kamu, padahal aku baru tahu suka dan cinta sama cewek itu apa, kompleks banget karena langsung mengecap sakitnya patah hati..." Rayyan berucap sambil menyentuh pelipisnya, tampak menerawang. Ternyata pengalaman buruk itu masih membuat hatinya meradang kala mengingatnya."Aku cowok yang pernah berkompetisi dengan kamu di salah-satu olimpiade mewakili SMA Gantara. Kamu ingat nggak? Cowok yang selalu berusaha ngedeketin kamu, nungguin kamu setiap pulang sekolah bahkan nekat nerobos masuk di sekolah kamu demi bisa kenal dekat dengan kamu, tapi selalu di cuekin dan kamu anggap nggak kasat mata. Terakhir di taman depan perpustakaan umum, waktu itu aku coba deketin kamu lagi dan jujur tentang perasaan aku, tapi malah nggak digubris pad
"Asha, kok udah bangun jam segini?" Tanya Raisa saat menatap siapa yang berada di depan pintu kamarnya menjelang subuh seperti ini, Asha berdiri di depan pintu kamarnya mendongak menatap wajah sang nenek dengan sorot berkaca-kaca sambil memeluk boneka koala kesayangannya."Cucu Oma kenapa, jam segini kok sudah bangun?" Mendengar pertanyaan keheranan Omanya membuat gadis kecil itu menitihkan air matanya."Mami nggak ada," lirihnya dengan bibir bergetar, Raisa segera menggendong cucunya yang langsung terisak di dekapannya. "Didinya Asha juga belum pulang ya?" Tanya Raisa yang dijawab Asha dengan gelengan kepala, semalam putranya itu belum pulang saat ia masuk kamar dan tertidur. "Asha jangan nangis. Sayang..." Raisa berujar khawatir saat cucunya menangis sesegukan. Selama ini, cucu kesayangannya itu jarang menangis seperti ini, ia lalu menoleh kearah Ghifari yang masih tertidur."Memang maminya kemana?" Tanyanya mengelus lembut punggung cucunya. Ia benar-benar bingung saat tiba-tiba cu
Atisha ditemani dua orang koas baru di stase obgyn yang tengah mengobrol dengannya mendiskusikan kondisi pasien kepadanya, teramat serius sampai tidak melihat dokter Kikan yang hendak ke poli, berpapasan dengannya andai perempuan itu tidak menyapanya lebih dulu. "Selamat pagi." "Pagi, dokter Kikan..." jawab Atisha dengan senyum ramah. "Udah lepas jaga kan, papanya Asha di depan nungguin tuh," ujarnya, sambil tersenyum."Oh iya dok, makasih infonya yah. Padahal tadi mau sarapan bareng mereka dulu di kafetaria sebelum balik. Maaf, lain kali ya..." Atisha menoleh pada dua dokter muda di sisinya. "Iyya dok, nggak papa," jawabnya berbarengan. Atisha lalu pamit sebelum meninggalkan mereka. Rayyan menjemputnya adalah suatu hal yang langka sebenarnya, jadi ia tak ingin membuat pria itu menungguinya terlalu lama."Hai," Rayyan tersenyum kearah Atisha yang menghampirinya. Perempuan itu menghela nafas lirih, sebelum balas tersenyum. "Assalamualaikum," ucapannya sebelum meraih punggung tangan
Malam harinya, pemuda itu baru pulang kerja saat mendapati apartemennya diterobos oleh seseorang. Pria itu menggeleng, melihat sosok yang sedang terpaku dalam cahaya remang-remang, penerangan ruang tamunya hanya bersumber dari TV. Bahkan seluruh penjuru ruangan lain apartemen itu, masih gelap. "Kenapa lagi Lo?" Tanya Bram mendapati Rayyan duduk termenung, menyalakan tv sambil melamun. Rayyan hanya menggeleng sambil menghembuskan nafas jengah."Apa nggak capek hidup kayak gini? Yah, gue tau Lo bahagia punya putri cantik dan menggemaskan, tapi kebahagiaan itu nggak cukup. Lo berubah drastis dan nggak lagi main cewek karena Lo takut karma berlaku. Bagaimanapun Lo punya anak cewek juga. Tapi tetap aja, Lo butuh sosok perempuan yang bisa melengkapi hidup Lo, dan gue tebak istri Lo bukan orangnya. Mending Lo nikah lagi deh Ray, jangan ngekang diri Lo sekeras ini." Bram berujar sambil meletakkan tas kerjanya, lalu duduk di samping teman karibnya melirik Rayyan dengan prihatin. Meski Rayyan t
Pagi hari, Atisha sibuk di dapur menyiapkan bekal untuk sang putri yang sudah masuk PAUD. Sementara Bibi menyiapkan sarapan. Tidak lama kemudian setelah makanan tersaji di meja, serta bekal Asha yang telah di tata menarik, putrinya muncul dengan seragam yang sudah rapi melekat di tubuh mungilnya, disusul dengan pengasuhnya yang membawa bando lalu memasangkannya pada Ashana. “Mami…” gadis itu berlari sambil merentangkan tangan kearahnya. “Sayang.” Atisha segera melepaskan apronnya sebelum meraih tubuh mungil sang putri dan menggendongnya. “Sarapan dulu nak,” Atisha mendudukkan putrinya di depan meja makan. “Gabung disini aja Ver,” ucap Atisha saat pengasuh Asha memilih masuk ke dalam. Perempuan itu tidak menyuapi Asha, karena sejak kecil Asha memang di didik untuk dibiasakan mandiri mulai dari hal kecil seperti makan sendiri tanpa di suapi, merapikan tempat tidur, merapikan barang-barangnya setelah belajar maupun bermain dan selalu diajarkan untuk meminta tolong jika dihadapkan deng
Malam harinya, Rayyan ikut membaringkan tubuhnya di sisi sang istri, meski Atisha lebih banyak diam setelah mengikuti persidangan hari ini, serta sore harinya ia malah menyerahkan kado terakhir dari Raffan padanya. Rayyan masih merutuki dirinya akan hal itu, saat istrinya justru semakin uring-uringan, makan seadanya dan lebih memilih bungkam. Ia bahkan hanya mendengar suara istrinya kala bersenandung lirih saat menidurkan putri mereka sebelum meletakkannya di boks bayi setengah jam lalu. Rayyan memperhatikan istrinya yang sibuk menatap plafon kamarnya. Pria itu dapat merasakan kekalutan istrinya saat ini. Perlahan ia menepis jarak, lalu memeluk istrinya dalam diam. Sesekali ia mengecup puncak kepala perempuan itu sambil berbisik lembut, mencoba menyalurkan ketenangan. "Jangan sedih Mami Asha." Atisha menoleh, menatapnya dengan nanar."Ray, bisa nggak kamu kembali saja ke kamar kamu?" Pinta Atisha, saat Rayyan masih memeluknya."Hmm..." Rayyan hanya bergumam, mengabaikan protes istr
“Raf, hari ini jadwal kamu kosong tidak?” tanya perempuan paruh baya pada sang putra sulung yang tengah sibuk dengan gawainya. “Hm … iya ma. Kenapa? Mau dikenalin lagi sama anak teman Mama?” Pria itu Raffan, menatap curiga kearah sang ibu. “Ketemu sama anak teman mama dong Raf,” bujuknya sambil duduk disamping Raffan. "Enggak deh, Ma." “Kenapa? orangya cantik loh Raff, kamu ingat Aletha? Anak tante Nilam yang dulu sering main kesini. Sekarang dia udah balik dari Inggris setelah menyelesaikan kuliahnya. Rencananya mau menetap di Jakarta lagi, kamu ajakin Aletha jalan gih.” "Raffan Malas Ma. Heran, Masih aja mau di ngejodoh-jodohin,” kesal Raffan, berpindah ke sofa single, menghindari teror sang mama. “Raffan Ardian Ghifari, kamu itu yah. Dulu, Mama sama Papa umur 28 itu sudah punya kamu loh. Sekarang, diusia kamu yang segini, pacar saja belum pernah ada yang dikenalkan ke mama.” Wanita itu ikut berpindah, bersandar di sisi sang putra sambil bersedekap dada. “Belum ada yang ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments