“Aku janji, kita akan selalu bermain bersama!” *** “Alan bilang… Alan bilang jika kita akan selalu bermain bersama… Alan, aku ingin bersamamu lebih lama lagi, aku ingin…” Aku pikir setelah memberitahu Mitsuki soal pindahan akan membuat perasaanku menjadi lega. Tapi, ternyara ini malah membuatku semakin memikirkannya. Aku semakin merasa tidak karuan, aku benar-benar membenci diriku sendiri. Sebuah senyuman yang seharusnya aku lindurngi, malah aku rusak dengan air mata. Aku benar-benar sangat menyedihkan… Kini mereka berdua mulai terpisah oleh jarak. Akankah mereka berdua dapat bertemu kembali…?
View MoreSelama ini aku bukannya tak memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya, aku hanya tak pernah membuat kesempatan itu terjadi. Tersadar akan hal itu benar-benar membuatku menyesal. Aku tidak akan melepaskannya lagi, aku tidak ingin membuatnya menangis lagi, aku tidak ingin melihat hal itu lagi. Sebuah senyuman hangat di musim panas itu… aku ingin melihatnya lagi. “Aku harap di musim panas ini aku bisa bertemu dengannya lagi. Setelah sekian lama…” Aku berencana pergi ke Jepang 2 hari setelah pulang ke rumah. Aku juga sudah menyiapkan banyak hal. Semua barang yang aku perlukan sudah dikemas ke dalam tas yang berwarna hitam ini, sebuah tas yang tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Lagipula aku tidak pergi untuk liburan, jadi tidak terlalu banyak barang yang aku bawa, aku juga tidak ingin terlalu membebani diriku sendiri ketika di perjalanan nanti. Saat baru saja selesai berganti pakaian, aku mendengar ibu mengetuk pintu, dan kemudian memangg
Suara rintikan hujan mulai terdengar dari luar, dan hujan lebat pun mulai turun. Aku baru teringat ingin mengemasi barang-barangku malam ini. Tapi, sepertinya aku tidak bisa melakukannya sekarang. Aku merasa tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Aku kembali membuka sebuah pesan penyemangat yang pernah Mitsuki kirimkan, dan ketika membacanya itu membuatku seperti orang bodoh saja. Aku masih berpikir jika semua ini hanyalah sebuah kebohongan belaka. Dirinya yang masih aku cintai pun menghilang, ingin rasanya aku memohon padanya untuk lebih memilih diriku saja dibandingkan dirinya. Meskipun aku terpisah jauh, dan tak dapat bertemu dengannya. Perasaanku tidak akan pernah berubah dari tempat ini. Karena merasa kelelahan aku memutuskan untuk pergi tidur. Lagi-lagi… setiap kali aku memejamkan mata dirinya selalu saja muncul di dalam benakku ini, ini mulai terasa berat. Rasanya aku ingin menangis meraung
“Alan! sini! kita foto bareng sama temen satu jurusan,” teman-teman yang lain menarik lenganku, dan membawaku ke arah kerumunan. Semua orang terlihat penuh senyum, dan juga kebahagiaan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang menangis haru. Tapi, aku tidak terlalu bisa menikmati suasana ini. Suasana wisuda di universitas ini. Hanya separuh kebahagiaan yang aku rasakan ketika lulus di jurusan manajemen kuliner ini. Aku hanya bisa sesekali tersenyum, dan kemudian terdiam kembali, setiap kali mengingat Mitsuki. Mungkin sudah enam Tahun lebih aku berpacaran dengan Mitsuki. Dalam waktu enam Tahun itu kami berdua menjalani hubungan jarak jauh, sambil terus berusaha untuk saling mempercayai satu sama lain. Tapi, Hari ini untuk pertama kalinya Mitsuki hilang tanpa kabar. Terakhir kali dia mengirimiku pesan itu satu bulan yang lalu, yang bertuliskan sebuah kalimat penyemangat, “mari kita berjuang bersama! Semang
PoV Risa (Sudut pandang Risa). Beberapa hari yang lalu aku mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang sudah lama aku sukai… dan aku di tolak olehnya. Semenjak di tolak olehnya aku berusaha untuk bersikap seperti biasanya, meskipun sulit. Tapi, Alan terlihat biasa-biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi. Dia benar-benar hebat, dan mungkin karena itu juga aku menyukainya. Sepertinya aku benar-benar tidak bisa untuk jadi seperti dulu lagi. Ketika mengetahui jika dia menyukai seseorang yang lain… Aku mencoba untuk menghargai perasaannya pada gadis yang disukainya itu. Melihat siapa gadis yang disukai olehnya… aku benar-benar lega. Dia terlihat cantik, manis, dia juga terlihat polos, dan baik. Mendengar Alan bercerita tentangnya pun aku semakin yakin jika gadis itu lebih baik untuknya. Hari ini tiba-tiba saja Alan menelponku, padahal setiap kali aku coba telpon dia selalu sedang be
Setelah cukup lama berpikir sambil terus menatapi layar ponsel. Pada akhirnya aku pun memutuskan untuk menjawab panggilan video dari Mitsuki itu. Aku menutup mataku, dan menekan ikon berwarna hijau untuk menjawab panggilan. Saat aku lihat, di dalam ponsel itu… tidak ada apa-apa. Panggilannya hilang, apa Mitsuki membatalkannya? Secara bersamaan aku merasa lega, dan sekaligus menyesal tidak segera menjawab panggilan tadi… Tak lama setelah itu ada sebuah pesan masuk dari Mitsuki. “M-maaf Alan… itu aku gak sengaja kepencet… m-maaf.” “Oh haha, begitu ya. Bikin kaget saja Mitsuki, tiba-tiba video call seperti itu…” “T-tapi, mungkin lain kali aku ingin melakukannya…” Tunggu… apa ini serius…? Sejujurnya aku ingin mengatakan padanya jika aku ingin melakukan itu sekarang juga. Sekarang juga aku ingin menelponnya balik, menyapanya melalui video call, d
Sebentar lagi shift kerjaku akan berakhir. Café masih terlihat cukup ramai, meskipun kebanyakan dari mereka jarang menghabiskan makanan ataupun minuman yang dipesannya. Aku baru beberapa hari bekerja disini, aku sedikit-sedikit sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya, dan aku juga sudah mulai terbiasa dengan para karyawan yang lain. Mereka ramah, dan juga baik padaku.“Alan, shift kamu udah abis kan? Udah sini biar aku aja yang lap mejanya,” ucap kak Asri yang baru saja datang untuk menggantikan shiftku.“E-eh. Terima kasih kak, kalau begitu saya permisi.”Aku langsung menyerahkan lap meja itu pada kak Asri, dan berjalan menuju ruangan ganti. Aku bersyukur jika karyawan disini itu ramah-ramah, dan kebanyakan dari mereka lebih tua dariku. Sebelum mengganti pakaian, aku memeriksa ponselku terlebih dulu. Aku melihat riwayat panggilan tak terjawab dari Anton.Aku langsung menelponnya balik karena takut jika ini hal penting. Tak
Dua hari berlalu berlalu sejak Risa mengungkapkan perasaannya padaku. Seolah tak terjadi apa pun Risa kembali bersikap seperti biasa padaku saat di sekolah, dia menyapaku seperti biasanya. Semua ini memang terlihat seperti biasanya, tapi aku merasa berbeda. Sepertinya memang tidak akan benar-benar kembali seperti biasanya… Sore ini jam pelajaran berakhir, aku dan Risa seperti biasa jalan menuju tempat parkir untuk pergi pulang bersama. Tanpa ada angin ataupun hujan, beberapa teman Risa terlihat menghampiriku dari kejauhan, dan aku mempunyai perasaan buruk tentang itu. Clara terlihat terburu-buru menghampiriku dengan wajah yang kesal, beberapa temannya yang lain berusaha menahannya, tapi tak berhasil. “Buka helmnya!” teriak Clara. Suaranya yang cempreng itu terdengar di segala sudut tempat parkir, dan menarik perhatian murid-murid lain. Aku bingung, dan membuka kaca helmku. “Kenapa?” tanyaku. Risa terlihat menahan Clara, dan berusaha untuk menena
Akibat mengobrol semalaman dengan Mitsuki, aku menjadi terjaga sampai pagi. Saat ini aku tidak merasa mengantuk ataupun kelelahan, ya itu sedikit aneh… mungkin karena aku sudah tertidur saat pulang sekolah tadi.Beberapa saat yang lalu Mitsuki memutuskan teleponnya, dan pamit untuk beristirahat. Padahal pembicaraan kami sudah selesai, tapi jantungku masih sedikit berdebar, aku berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya sekuat tenaga.Aku menyenderkan tubuhku ke bagian belakang kursi, menatap ke arah jam dinding yang menempel di sudut ruangan, disana menunjukkan pukul dua pagi. Aku kembali membuka ponselku, dan melihat sebuah notifikasi pesan menggantung. Disana tertulis 6 jam yang lalu, rasanya aku sedikit bersalah karena tidak menyadari ada pesan masuk, sepertinya ini masuk saat aku masih tertidur sore kemarin.Saat aku coba periksa ternyata itu pesan dari Risa, ada beberapa pesan darinya.“Alan, b
Suara tangisan bayi terdengar dari balik ruang bersalin, tak lama setelah itu seorang suster keluar dari ruangan.“Selamat pak, bayinya lahir dengan selamat, dan jenis kelaminnya perempuan,” ucap suster tersebut.Ya selama ibu dan adikku sehat-sehat saja, aku tidak masalah meskipun dia perempuan.Setelah itu ayah dan aku dipersilahkan untuk masuk. Begitu masuk, aku melihat ibu yang masih terbaring lemas di atas tempat tidur sambil tersenyum, disamping ibu ada seorang bayi dengan kulit yang sedikit kemerahan, permukaan kulitnya terlihat begitu halus dan juga bersih. Ayahku langsung menggendong bayi yang terbungkus selimut itu, dia terlihat senang, dan bersemangat sambil sesekali menunjukkan wajah lucu pada bayi itu. Sepertinya ayah sudah bersiap untuk memberikan nama.“Namanya siapa yah?” Aku menatap pada ayah yang sedari tadi tersenyum-senyum sendiri.&ldq
Saat baru saja keluar dari sebuah toko buku aku disambut oleh tatapan ramah seorang gadis asing dari kejauhan, gadis yang terlihat seumuran denganku itu mendekat. Dia terlihat menawan dengan rambut hitamnya yang terurai itu, kulitnya terlihat begitu putih bersih, dan mata besarnya yang bersinar itu benar-benar membuatku terpesona. Aku hanya bisa terdiam melihatnya mendekat ke arahku.“Apa kamu mau berjalan-jalan bersama?”Dia bertanya sambil mengulurkan lengannya ke arahku dengan malu-malu.“E-eh… baiklah…,” timpalku.Dia mulai menggenggam tanganku setelah itu. Aku sedikit bingung, tapi aku menikmatinya. Saat sedang sibuk berjalan gadis itu mendadak berhenti berjalan, dan menatapku.“Namamu siapa?” tanya gadis itu.Jujur saja aku terkejut ketika dia berbalik, dan tiba-tiba bertany
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments