Share

4|Jarak

Penulis: Rama Sipit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam ini aku dan keluargaku sudah sampai di kota Bandung, kota kelahiran ibuku. Saat di bandara kami dijemput oleh tante Nanda teman lama ibu dengan mobil tuanya yang berwarna hitam. Sepanjang perjalanan aku melihat banyak pedagang yang berbaris di pinggir jalan, dan ibuku juga terlihat senang melihat pemandangan kota Bandung yang sepertinya sudah lama dia rindukan. 

“Alan baru pertama kali kesini ya? Eh, Alan bisa bahasa Indonesia gak ya?” Tanya tante Nanda.

“I-iya tante saya baru pertama kali kesini, dan t-tenang aja saya bisa bahasa Indonesia kok…”

“Hahaha, Alan ngomongnya masih kaku ya… tapi gak apa-apa, mungkin nanti juga akan terbiasa.”

Saat kecil ibu mengajariku bahasa Indonesia, dan karena aku jarang menggunakannya saat di Jepang itu membuat pengucapanku dalam bahasa Indonesia masih kaku.

Aku yang tadinya mengantuk menjadi segar kembali saat keluar dari mobil. Begitu membuka pintu mobil aku bisa merasakan udara yang segar, dan juga sejuk di malam hari ini. Jadi disini tempat tinggal baruku ya… sebuah rumah dengan bangunan 2 tingkat, halaman depan yang terlihat hidup dengan beberapa tanaman, dan juga kolam ikan. Lingkungan disini juga terlihat bersih, dan juga hijau oleh pepohonan.

Tinggal di kota ini akan menjadi pemandangan baru bagiku…

Tante Nanda pamit pulang setelah semua barang dalam mobil dikeluarkan. Aku benar-benar penasaran dengan kamar baruku di rumah ini, jadi aku langsung berlari masuk menuju lantai atas, dan memeriksanya sendiri. 

Ternyata kkamarku di rumah ini terlihat sedikit lebih luas dibanding saat di Jepang. Kamar ini juga bersih seperti baru saja dibersihkan, dan di kamar ini sudah dilengkapi ranjang, rak, dan juga lemari. Aku tidak tahu siapa yang menyiapkan semua ini tapi aku benar-benar berterima kasih padanya…

Sesampainya di rumah ini aku berniat untuk langsung menelpon Mitsuki, tapi tak kunjung tersambung juga, padahal aku sudah berhati-hati menekan nomornya dengan teliti.

“Kenapa Alan? ini sudah malam kamu tidur saja sana.”

Sambil membawa secangkir kopi di tangannya ayah bertanya padaku yang sedang kebingungan.

“Ini… aku mau menelpon teman di Jepang, tapi kok tidak tersambung ya…?”

Setelah itu ayah mengeluarkan ponsel pintar di sakunya, dan terlihat menulis sesuatu di atas kertas.

“Jika ingin menelpon ke luar negeri kamu harus melakukannya dengan cara yang berbeda. Mungkin ini agak rumit, tapi kamu ikuti saja apa yang ayah tulis disini.”

Ayah memberikan secarik kertas padaku, dan kurang lebih aku mengerti apa yang dikatakannya. Aku mulai menekan nomor di telepon satu per satu mengikuti apa yang ayah tuliskan, dan di bagian terakhir aku memasukkan nomor telpon Mitsuki.

Tak perlu waktu lama telepon pun tersambung. 

“Ya hallo, kediaman Akio disini…”

Aku tidak bisa menyembunyikan senyum lebarku saat mendengar suara telponnya sudah mulai tersambung dengan Mitsuki.

“Selamat malam, apa ini Mitsuki? Mitsuki ini aku Alan.”

“Alan? kamu sudah sampai ya? syukurlah… hmmm jadi disana bagaimana?”

“Disini ternyata tempatnya ramai Mitsuki, udaranya sejuk, dan juga segar. Aku penasaran pagi nanti akan sesegar apa ya…?”

Aku menceritakkan banyak hal saat dalam perjalanan pada Mitsuki, dia sepertinya senang mendengarkan aku bercerita. Sampai tak sadar jika malam sudah semakin larut, ibu menegurku yang masih belum tertidur, dan memintaku untuk segera tidur. Aku berusaha untuk mengulur waktu lebih lama lagi, agar bisa berbicara lebih lama bersama Mitsuki.

“Maaf Mitsuki, kita lanjut besok saja. Ibuku menyuruhku untuk beristirahat.”

“Ah ternyata sudah selarut ini… kalau begitu sampai besok Alan.”

“Ya sampai besok Mitsuki, tenang saja aku pasti akan sering menelpon, dan menceritakan hal menarik yang lainnya.”

“Terima kasih… Alan, kamu benar-benar baik.”

Mitsuki menutup telponnya lebih dulu, dan suara telpon yang terputus membuatku sedikit terkejut.

Tak lama setelah sambungan telepon terputus, ayah menghampiriku, dan memberitahuku jika perbedaan waktu di Indonesia dan Jepang itu berbeda dua jam. 

“Jika ingin menelpon temanmu yang ada di Jepang, perhatikan waktunya, jika terlalu malam itu akan merepotkan orang lain…”

“Eh benarkah…? baiklah… lain kali aku akan berhati-hati.” 

Keesokan harinya aku merasakan udara pagi yang segar sekali di luar rumah. Di teras rumah aku melihat banyak kesibukan para tetangga, sebagian dari mereka juga menyapaku dengan senyuman yang ramah. Seperti seorang kakek yang berada di depan rumahku itu, meskipun rambutnya sudah beruban badannya masih terlihat kekar dan sehat. Dia terlihat sedang menyirami beberapa tanaman di depan rumahnya.

“Alan, ayo cepat ganti bajumu.”

“Mau kemana?” tanyaku.

“Oh iya ayah lupa ngasih tau ya. Hari ini kita akan daftar ke sekolah barumu.”

Sekolah baru ya… aku penasaran akan seperti apa teman-teman baruku nanti…

Aku mengganti pakaianku, dan pergi menuju sekolah dengan menaiki bis bersama ayah. Jalanan disini mulai terlihat semakin ramai, tapi untungnya tidak terjadi macet. Dari dalam bus aku tidak bisa mengalihkan pandanganku ke luar jendela, setiap sudut pemandangan kota ini membuatku bersemangat.

“Ayo Alan, kita turun disini.”

Aku baru sadar jika setelan ayah terlihat terlalu formal, dia menggunakan jas? Yang benar saja. Kami pun turun di sebuah halte bis, tak jauh dari sini terlihat sebuah bangunan sekolah yang cukup besar. Sambil melihat-lihat aku mengikuti ayah berjalan dari belakang, sekolahnya terlihat cukup sepi, mungkin karena ini hari libur.

Aku dan ayah menemui kepala sekolah di ruangannya. Ayah dan kepala sekolah hanya berbincang-bincang sebentar, dan kemudian mulai bersalaman untuk pamit.

Kata pak kepala sekolah tersebut aku sudah bisa mulai bersekolah mulai senin nanti. Aku dan ayahku langsung pergi keluar ruangan setelah itu. 

“Alan, kamu bisa pulang sendiri kan? Maaf setelah ini ayah ada urusan.” 

“Bisa, tenang saja.” 

Setelah itu ayah langsung berlari keluar menaiki taksi yang sudah terparkir di depan gerbang sekolah. 

Saat duduk di halte sambil menunggu bis, aku secara tak sengaja menemukan sebuah dompet pink tergeletak di atas trotoar. Aku langsung berlari mengambil dompet itu, dan berusaha mencari pemiliknya. Tak jauh dari tempat dompet itu terjatuh, aku melihat seorang gadis berseragam yang terlihat kebingungan mencari sesuatu.

“Permisi, kamu kenapa?” tanyaku.

“Ini, dompetku hilang. Aduh, dimana ya…?”

“Apa ini dompetmu? Tadi aku melihatnya tergeletak disana.”

Ekspresi gadis berambut pendek itu langsung terlihat Bahagia ketika melihat dompet yang aku pegang itu.

“Wah, iya bener! Makasih banyak ya!”

“Ya, lain kali hati-hati.”

Tiba-tiba saja ada sebuah cahaya kamera yang menyorot ke arahku.

“Aduh, flash nya lupa dimatiin…,” ucap gadis itu sambil buru-buru menyembunyikan smartphone miliknya.

“Eh? kamu tadi motret aku?”

“Kamu lucu. kamu orang Korea ya?”

“Bukan… Ah, bis nya sudah datang, saya permisi.”

Saat bis datang aku langsung berjalan masuk, dan meninggalkan gadis itu. Dari balik kaca bis dia melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum jahil. 

“Terima kasih ya! terima kasih untuk fotonya juga!” 

Ternyata dia benar-benar memotretku tadi ya…? aneh. 

Ketika di rumah, aku melihat mobil milik tante Nanda terparkir di halaman rumah. Begitu masuk ke dalam, aku melihat ibuku sedang terduduk sambil tersenyum-senyum padaku, begitu juga tante Nanda.

“Alan, kamu bakal jadi kakak loh!” ucap tante Nanda dengan bersemangat.

“Kamu ingin dia laki-laki atau perempuan Alan?” tanya ibuku sambil mengusap perutnya.

“Mau yang manapun tidak masalah, hehe…” timpalku sambil sedikit tersenyum.

Mendengar berita tersebut tentunya aku sangat senang, senyum lebar terlihat jelas di wajahku. Tapi, sejujurnya aku ingin adik laki-laki saja, tapi jika itu perempuan juga aku tidak terlalu mempermasalahkannya.

Aku langsung memberitahu Mitsuki soal ini. Padahal aku hanya ingin berbicara dengannya saja…

“Aku harap dia perempuan… pasti dia akan menjadi gadis yang cantik seperti ibumu…,” ucap Mitsuki dari balik telpon.

“Oh iya Mitsuki, besok kita mau main ke-,” tunggu… apa yang aku katakan ini, “maaf tidak jadi, aku lupa mau bilang apa.”

“Jarak rumah kita sekarang jauh ya…”

“Kau benar… Tapi, meskipun hanya terhubung lewat telepon seperti ini, menurutku itu sudah cukup menyenangkan…”

Aku berusaha menghibur diri, dan mungkin Mitsuki juga berusaha melakukan hal yang sama. Berusaha untuk tidak terus menerus larut dalam sebuah kesedihan yang tidak ada artinya, yang bisa kami berdua lakukan hanyalah mengikuti arus ini berjalan, sambil terus berusaha. Jika sudah besar nanti, dan memiliki banyak uang, aku benar-benar ingin kembali menemui Mitsuki. 

Hari senin tiba, hari ini adalah hari pertamaku untuk bersekolah disini. Bangunan 3 tingkat sekolahnya cukup besar, dan dilengkapi dengan lapangan yang luas. Begitu memasuki lingkungan sekolah para murid disini terus memandangiku, apa wajahku terlihat aneh…? Aku merasa sedikit terganggu soal itu. Apa menjadi murid pindahan di SMP ini akan membuatku menjadi terkenal?

“Kita kedatangan murid baru dari luar negeri di kelas ini, silahkan masuk.”

Dari dalam ruang kelas seorang ibu guru memintaku untuk masuk. Begitu masuk tatapan semua orang tertuju padaku, mereka seperti sedang menunggu sesuatu dariku. 

“Perkenalkan dirimu,” ucap bu guru itu padaku.

“Perkenalkan nama saya Alan Hitomi. Kalian bisa panggil saja Alan.”

Setelah memperkenalkan diri bu guru memintaku untuk duduk di kursi yang kosong, dan kursi itu berada di tengah-tengah barisan tempat duduk. 

“Alan ya? Aku Anton. Ngomong-ngomong kamu orang Korea ya?” 

Begitu aku duduk seseorang dari belakang menyapaku, dia seorang anak laki-laki dengan mimik wajah yang kearab-araban.

“Eh bukan. Aku dari Jepang…”

Wajah Anton terlihat sedikit kecewa setelah mendengar jawaban dariku. Saat jam istirahat tiba, Anton mengajakku untuk pergi menuju kantin bersama-sama. Di kantin aku sedikit bingung untuk membeli hidangan apa, hingga akhirnya kami berdua menyamakan pesanan.

Saat duduk menunggu pesanan datang, secara tak sengaja aku melihat seseorang yang terlihat tidak asing. Aku baru mengingatnya ketika mataku bertatapan dengannya. Dia adalah gadis kemarin yang memotretku! Dari kejauhan dia tersenyum padaku, dan kemudian berlari menghampiriku.

“Eh murid pindahan itu kamu?! Kamu ada di kelas mana!? Kelas mana!?” tanya gadis itu dengan bersemangat.

“E-eh kelas 1 A,” timpalku.

“Kelas 1? Hmmm… karena aku satu tahun lebih tua darimu jadi panggil aku kak Risa ya! dan namamu siapa?”

“Namaku Alan.”

“Alan ya? nama yang bagus! ngomong-ngomong kemarin aku benar-benar berterima kasih, soalnya dompet itu berisi uang kas kelasku, jika hilang…”

“Ya, tapi lain kali lebih berhati-hati saja…”

Ternyata dia adalah kakak kelasku disini, dia mempunyai rambut coklat sebahu, dengan hidungnya yang sedikit pesek. Aku baru sadar jika dia sedikit lebih tinggi dariku, meskipun hanya beda sedikit, entah kenapa dia mulai mengejekku soal tinggi badan.

“Hihihi, pendek…”

Aku mulai merasa jika dia ini orang yang cukup menyebalkan…

Jam sekolah selesai, dan waktunya pulang. Saat waktu pulang, kak Risa tiba-tiba menyapaku dari belakang.

“Kamu naik bis ya Alan?” tanya kak Risa.

“Iya.”

“Aku juga naik bis, pulang bareng yuk!”

Aku tidak punya hak untuk menolak ajakannya itu, dan pada akhirnya kami berdua pun pulang bersama menaiki bis.

“Ah sudah sampai, haha tidak terasa. Kalau begitu sampai jumpa besok Alan.” 

Kak Risa melambaikan tangannya padaku sambil tersenyum, dan kemudian pergi turun dari bis. Suasana bis mulai sepi tanpa ocehannya itu.

“Sekarang Mitsuki lagi ngapain ya…?”

Bab terkait

  • You Are My Moon   5|Ponsel

    Karena terlalu sering menelpon keluar negeri, tagihan telepon rumahku jadi membengkak. Rasanya aku juga sedikit merasa bersalah soal itu. Aku mulai mengurangi waktuku untuk berbicara dengan Mitsuki. Tapi, aku bersyukur itu tidak bertahan lama. Ayahku memberiku solusi lain agar aku bisa terus berkomunikasi dengannya, yaitu dengan membelikanku sebuah ponsel.Tentunya aku langsung mengabari Mitsuki soal ini. Beberapa waktu yang lalu Mitsuki pernah bercerita jika dia dibelikan sebuah ponsel oleh ibunya, jadi aku pikir ini akan menjadi berita bagus. Aku dan Mitsuki mulai saling berbagi nomor telepon dan alamat email masing-masing. Hampir semalaman aku memainkan ponsel, padahal yang aku lakukan hanya membuka tutup isi pesan yang pernah Mitsuki kirimkan.Esok harinya, saat di kelas aku dimintai nomor telepon oleh Anton, dan juga teman-temanku yang lainnya. Aku merasa menjadi lebih dekat dengan yang lainnya, satu persatu dari mereka mulai mengirimi

  • You Are My Moon   6|Rindu

    Suara tangisan bayi terdengar dari balik ruang bersalin, tak lama setelah itu seorang suster keluar dari ruangan.“Selamat pak, bayinya lahir dengan selamat, dan jenis kelaminnya perempuan,” ucap suster tersebut.Ya selama ibu dan adikku sehat-sehat saja, aku tidak masalah meskipun dia perempuan.Setelah itu ayah dan aku dipersilahkan untuk masuk. Begitu masuk, aku melihat ibu yang masih terbaring lemas di atas tempat tidur sambil tersenyum, disamping ibu ada seorang bayi dengan kulit yang sedikit kemerahan, permukaan kulitnya terlihat begitu halus dan juga bersih. Ayahku langsung menggendong bayi yang terbungkus selimut itu, dia terlihat senang, dan bersemangat sambil sesekali menunjukkan wajah lucu pada bayi itu. Sepertinya ayah sudah bersiap untuk memberikan nama.“Namanya siapa yah?” Aku menatap pada ayah yang sedari tadi tersenyum-senyum sendiri.&ldq

  • You Are My Moon   7|Sebuah Perasaan

    Akibat mengobrol semalaman dengan Mitsuki, aku menjadi terjaga sampai pagi. Saat ini aku tidak merasa mengantuk ataupun kelelahan, ya itu sedikit aneh… mungkin karena aku sudah tertidur saat pulang sekolah tadi.Beberapa saat yang lalu Mitsuki memutuskan teleponnya, dan pamit untuk beristirahat. Padahal pembicaraan kami sudah selesai, tapi jantungku masih sedikit berdebar, aku berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya sekuat tenaga.Aku menyenderkan tubuhku ke bagian belakang kursi, menatap ke arah jam dinding yang menempel di sudut ruangan, disana menunjukkan pukul dua pagi. Aku kembali membuka ponselku, dan melihat sebuah notifikasi pesan menggantung. Disana tertulis 6 jam yang lalu, rasanya aku sedikit bersalah karena tidak menyadari ada pesan masuk, sepertinya ini masuk saat aku masih tertidur sore kemarin.Saat aku coba periksa ternyata itu pesan dari Risa, ada beberapa pesan darinya.“Alan, b

  • You Are My Moon   8|Merah

    Dua hari berlalu berlalu sejak Risa mengungkapkan perasaannya padaku. Seolah tak terjadi apa pun Risa kembali bersikap seperti biasa padaku saat di sekolah, dia menyapaku seperti biasanya. Semua ini memang terlihat seperti biasanya, tapi aku merasa berbeda. Sepertinya memang tidak akan benar-benar kembali seperti biasanya… Sore ini jam pelajaran berakhir, aku dan Risa seperti biasa jalan menuju tempat parkir untuk pergi pulang bersama. Tanpa ada angin ataupun hujan, beberapa teman Risa terlihat menghampiriku dari kejauhan, dan aku mempunyai perasaan buruk tentang itu. Clara terlihat terburu-buru menghampiriku dengan wajah yang kesal, beberapa temannya yang lain berusaha menahannya, tapi tak berhasil. “Buka helmnya!” teriak Clara. Suaranya yang cempreng itu terdengar di segala sudut tempat parkir, dan menarik perhatian murid-murid lain. Aku bingung, dan membuka kaca helmku. “Kenapa?” tanyaku. Risa terlihat menahan Clara, dan berusaha untuk menena

  • You Are My Moon   9|Akhir Pekan

    Sebentar lagi shift kerjaku akan berakhir. Café masih terlihat cukup ramai, meskipun kebanyakan dari mereka jarang menghabiskan makanan ataupun minuman yang dipesannya. Aku baru beberapa hari bekerja disini, aku sedikit-sedikit sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya, dan aku juga sudah mulai terbiasa dengan para karyawan yang lain. Mereka ramah, dan juga baik padaku.“Alan, shift kamu udah abis kan? Udah sini biar aku aja yang lap mejanya,” ucap kak Asri yang baru saja datang untuk menggantikan shiftku.“E-eh. Terima kasih kak, kalau begitu saya permisi.”Aku langsung menyerahkan lap meja itu pada kak Asri, dan berjalan menuju ruangan ganti. Aku bersyukur jika karyawan disini itu ramah-ramah, dan kebanyakan dari mereka lebih tua dariku. Sebelum mengganti pakaian, aku memeriksa ponselku terlebih dulu. Aku melihat riwayat panggilan tak terjawab dari Anton.Aku langsung menelponnya balik karena takut jika ini hal penting. Tak

  • You Are My Moon   10|Gemuruh Hujan

    Setelah cukup lama berpikir sambil terus menatapi layar ponsel. Pada akhirnya aku pun memutuskan untuk menjawab panggilan video dari Mitsuki itu. Aku menutup mataku, dan menekan ikon berwarna hijau untuk menjawab panggilan. Saat aku lihat, di dalam ponsel itu… tidak ada apa-apa. Panggilannya hilang, apa Mitsuki membatalkannya? Secara bersamaan aku merasa lega, dan sekaligus menyesal tidak segera menjawab panggilan tadi… Tak lama setelah itu ada sebuah pesan masuk dari Mitsuki. “M-maaf Alan… itu aku gak sengaja kepencet… m-maaf.” “Oh haha, begitu ya. Bikin kaget saja Mitsuki, tiba-tiba video call seperti itu…” “T-tapi, mungkin lain kali aku ingin melakukannya…” Tunggu… apa ini serius…? Sejujurnya aku ingin mengatakan padanya jika aku ingin melakukan itu sekarang juga. Sekarang juga aku ingin menelponnya balik, menyapanya melalui video call, d

  • You Are My Moon   11|Sebuah Hubungan

    PoV Risa (Sudut pandang Risa). Beberapa hari yang lalu aku mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang sudah lama aku sukai… dan aku di tolak olehnya. Semenjak di tolak olehnya aku berusaha untuk bersikap seperti biasanya, meskipun sulit. Tapi, Alan terlihat biasa-biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi. Dia benar-benar hebat, dan mungkin karena itu juga aku menyukainya. Sepertinya aku benar-benar tidak bisa untuk jadi seperti dulu lagi. Ketika mengetahui jika dia menyukai seseorang yang lain… Aku mencoba untuk menghargai perasaannya pada gadis yang disukainya itu. Melihat siapa gadis yang disukai olehnya… aku benar-benar lega. Dia terlihat cantik, manis, dia juga terlihat polos, dan baik. Mendengar Alan bercerita tentangnya pun aku semakin yakin jika gadis itu lebih baik untuknya. Hari ini tiba-tiba saja Alan menelponku, padahal setiap kali aku coba telpon dia selalu sedang be

  • You Are My Moon   12|Panggilan Terakhir

    “Alan! sini! kita foto bareng sama temen satu jurusan,” teman-teman yang lain menarik lenganku, dan membawaku ke arah kerumunan. Semua orang terlihat penuh senyum, dan juga kebahagiaan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang menangis haru. Tapi, aku tidak terlalu bisa menikmati suasana ini. Suasana wisuda di universitas ini. Hanya separuh kebahagiaan yang aku rasakan ketika lulus di jurusan manajemen kuliner ini. Aku hanya bisa sesekali tersenyum, dan kemudian terdiam kembali, setiap kali mengingat Mitsuki. Mungkin sudah enam Tahun lebih aku berpacaran dengan Mitsuki. Dalam waktu enam Tahun itu kami berdua menjalani hubungan jarak jauh, sambil terus berusaha untuk saling mempercayai satu sama lain. Tapi, Hari ini untuk pertama kalinya Mitsuki hilang tanpa kabar. Terakhir kali dia mengirimiku pesan itu satu bulan yang lalu, yang bertuliskan sebuah kalimat penyemangat, “mari kita berjuang bersama! Semang

Bab terbaru

  • You Are My Moon   14|Tak Terengkuh

    Selama ini aku bukannya tak memiliki kesempatan untuk bertemu dengannya, aku hanya tak pernah membuat kesempatan itu terjadi. Tersadar akan hal itu benar-benar membuatku menyesal. Aku tidak akan melepaskannya lagi, aku tidak ingin membuatnya menangis lagi, aku tidak ingin melihat hal itu lagi. Sebuah senyuman hangat di musim panas itu… aku ingin melihatnya lagi. “Aku harap di musim panas ini aku bisa bertemu dengannya lagi. Setelah sekian lama…” Aku berencana pergi ke Jepang 2 hari setelah pulang ke rumah. Aku juga sudah menyiapkan banyak hal. Semua barang yang aku perlukan sudah dikemas ke dalam tas yang berwarna hitam ini, sebuah tas yang tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Lagipula aku tidak pergi untuk liburan, jadi tidak terlalu banyak barang yang aku bawa, aku juga tidak ingin terlalu membebani diriku sendiri ketika di perjalanan nanti. Saat baru saja selesai berganti pakaian, aku mendengar ibu mengetuk pintu, dan kemudian memangg

  • You Are My Moon   13| Membangun Kesempatan

    Suara rintikan hujan mulai terdengar dari luar, dan hujan lebat pun mulai turun. Aku baru teringat ingin mengemasi barang-barangku malam ini. Tapi, sepertinya aku tidak bisa melakukannya sekarang. Aku merasa tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Aku kembali membuka sebuah pesan penyemangat yang pernah Mitsuki kirimkan, dan ketika membacanya itu membuatku seperti orang bodoh saja. Aku masih berpikir jika semua ini hanyalah sebuah kebohongan belaka. Dirinya yang masih aku cintai pun menghilang, ingin rasanya aku memohon padanya untuk lebih memilih diriku saja dibandingkan dirinya. Meskipun aku terpisah jauh, dan tak dapat bertemu dengannya. Perasaanku tidak akan pernah berubah dari tempat ini. Karena merasa kelelahan aku memutuskan untuk pergi tidur. Lagi-lagi… setiap kali aku memejamkan mata dirinya selalu saja muncul di dalam benakku ini, ini mulai terasa berat. Rasanya aku ingin menangis meraung

  • You Are My Moon   12|Panggilan Terakhir

    “Alan! sini! kita foto bareng sama temen satu jurusan,” teman-teman yang lain menarik lenganku, dan membawaku ke arah kerumunan. Semua orang terlihat penuh senyum, dan juga kebahagiaan. Bahkan ada beberapa dari mereka yang menangis haru. Tapi, aku tidak terlalu bisa menikmati suasana ini. Suasana wisuda di universitas ini. Hanya separuh kebahagiaan yang aku rasakan ketika lulus di jurusan manajemen kuliner ini. Aku hanya bisa sesekali tersenyum, dan kemudian terdiam kembali, setiap kali mengingat Mitsuki. Mungkin sudah enam Tahun lebih aku berpacaran dengan Mitsuki. Dalam waktu enam Tahun itu kami berdua menjalani hubungan jarak jauh, sambil terus berusaha untuk saling mempercayai satu sama lain. Tapi, Hari ini untuk pertama kalinya Mitsuki hilang tanpa kabar. Terakhir kali dia mengirimiku pesan itu satu bulan yang lalu, yang bertuliskan sebuah kalimat penyemangat, “mari kita berjuang bersama! Semang

  • You Are My Moon   11|Sebuah Hubungan

    PoV Risa (Sudut pandang Risa). Beberapa hari yang lalu aku mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang sudah lama aku sukai… dan aku di tolak olehnya. Semenjak di tolak olehnya aku berusaha untuk bersikap seperti biasanya, meskipun sulit. Tapi, Alan terlihat biasa-biasa saja, seolah tidak ada yang terjadi. Dia benar-benar hebat, dan mungkin karena itu juga aku menyukainya. Sepertinya aku benar-benar tidak bisa untuk jadi seperti dulu lagi. Ketika mengetahui jika dia menyukai seseorang yang lain… Aku mencoba untuk menghargai perasaannya pada gadis yang disukainya itu. Melihat siapa gadis yang disukai olehnya… aku benar-benar lega. Dia terlihat cantik, manis, dia juga terlihat polos, dan baik. Mendengar Alan bercerita tentangnya pun aku semakin yakin jika gadis itu lebih baik untuknya. Hari ini tiba-tiba saja Alan menelponku, padahal setiap kali aku coba telpon dia selalu sedang be

  • You Are My Moon   10|Gemuruh Hujan

    Setelah cukup lama berpikir sambil terus menatapi layar ponsel. Pada akhirnya aku pun memutuskan untuk menjawab panggilan video dari Mitsuki itu. Aku menutup mataku, dan menekan ikon berwarna hijau untuk menjawab panggilan. Saat aku lihat, di dalam ponsel itu… tidak ada apa-apa. Panggilannya hilang, apa Mitsuki membatalkannya? Secara bersamaan aku merasa lega, dan sekaligus menyesal tidak segera menjawab panggilan tadi… Tak lama setelah itu ada sebuah pesan masuk dari Mitsuki. “M-maaf Alan… itu aku gak sengaja kepencet… m-maaf.” “Oh haha, begitu ya. Bikin kaget saja Mitsuki, tiba-tiba video call seperti itu…” “T-tapi, mungkin lain kali aku ingin melakukannya…” Tunggu… apa ini serius…? Sejujurnya aku ingin mengatakan padanya jika aku ingin melakukan itu sekarang juga. Sekarang juga aku ingin menelponnya balik, menyapanya melalui video call, d

  • You Are My Moon   9|Akhir Pekan

    Sebentar lagi shift kerjaku akan berakhir. Café masih terlihat cukup ramai, meskipun kebanyakan dari mereka jarang menghabiskan makanan ataupun minuman yang dipesannya. Aku baru beberapa hari bekerja disini, aku sedikit-sedikit sudah mulai terbiasa dengan pekerjaannya, dan aku juga sudah mulai terbiasa dengan para karyawan yang lain. Mereka ramah, dan juga baik padaku.“Alan, shift kamu udah abis kan? Udah sini biar aku aja yang lap mejanya,” ucap kak Asri yang baru saja datang untuk menggantikan shiftku.“E-eh. Terima kasih kak, kalau begitu saya permisi.”Aku langsung menyerahkan lap meja itu pada kak Asri, dan berjalan menuju ruangan ganti. Aku bersyukur jika karyawan disini itu ramah-ramah, dan kebanyakan dari mereka lebih tua dariku. Sebelum mengganti pakaian, aku memeriksa ponselku terlebih dulu. Aku melihat riwayat panggilan tak terjawab dari Anton.Aku langsung menelponnya balik karena takut jika ini hal penting. Tak

  • You Are My Moon   8|Merah

    Dua hari berlalu berlalu sejak Risa mengungkapkan perasaannya padaku. Seolah tak terjadi apa pun Risa kembali bersikap seperti biasa padaku saat di sekolah, dia menyapaku seperti biasanya. Semua ini memang terlihat seperti biasanya, tapi aku merasa berbeda. Sepertinya memang tidak akan benar-benar kembali seperti biasanya… Sore ini jam pelajaran berakhir, aku dan Risa seperti biasa jalan menuju tempat parkir untuk pergi pulang bersama. Tanpa ada angin ataupun hujan, beberapa teman Risa terlihat menghampiriku dari kejauhan, dan aku mempunyai perasaan buruk tentang itu. Clara terlihat terburu-buru menghampiriku dengan wajah yang kesal, beberapa temannya yang lain berusaha menahannya, tapi tak berhasil. “Buka helmnya!” teriak Clara. Suaranya yang cempreng itu terdengar di segala sudut tempat parkir, dan menarik perhatian murid-murid lain. Aku bingung, dan membuka kaca helmku. “Kenapa?” tanyaku. Risa terlihat menahan Clara, dan berusaha untuk menena

  • You Are My Moon   7|Sebuah Perasaan

    Akibat mengobrol semalaman dengan Mitsuki, aku menjadi terjaga sampai pagi. Saat ini aku tidak merasa mengantuk ataupun kelelahan, ya itu sedikit aneh… mungkin karena aku sudah tertidur saat pulang sekolah tadi.Beberapa saat yang lalu Mitsuki memutuskan teleponnya, dan pamit untuk beristirahat. Padahal pembicaraan kami sudah selesai, tapi jantungku masih sedikit berdebar, aku berusaha menenangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya sekuat tenaga.Aku menyenderkan tubuhku ke bagian belakang kursi, menatap ke arah jam dinding yang menempel di sudut ruangan, disana menunjukkan pukul dua pagi. Aku kembali membuka ponselku, dan melihat sebuah notifikasi pesan menggantung. Disana tertulis 6 jam yang lalu, rasanya aku sedikit bersalah karena tidak menyadari ada pesan masuk, sepertinya ini masuk saat aku masih tertidur sore kemarin.Saat aku coba periksa ternyata itu pesan dari Risa, ada beberapa pesan darinya.“Alan, b

  • You Are My Moon   6|Rindu

    Suara tangisan bayi terdengar dari balik ruang bersalin, tak lama setelah itu seorang suster keluar dari ruangan.“Selamat pak, bayinya lahir dengan selamat, dan jenis kelaminnya perempuan,” ucap suster tersebut.Ya selama ibu dan adikku sehat-sehat saja, aku tidak masalah meskipun dia perempuan.Setelah itu ayah dan aku dipersilahkan untuk masuk. Begitu masuk, aku melihat ibu yang masih terbaring lemas di atas tempat tidur sambil tersenyum, disamping ibu ada seorang bayi dengan kulit yang sedikit kemerahan, permukaan kulitnya terlihat begitu halus dan juga bersih. Ayahku langsung menggendong bayi yang terbungkus selimut itu, dia terlihat senang, dan bersemangat sambil sesekali menunjukkan wajah lucu pada bayi itu. Sepertinya ayah sudah bersiap untuk memberikan nama.“Namanya siapa yah?” Aku menatap pada ayah yang sedari tadi tersenyum-senyum sendiri.&ldq

DMCA.com Protection Status