"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.
Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.
Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut.
"Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.
Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi.
"Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.
Tok! Tok!
Amanda membulatkan kedua matanya ketika mendengar ketukan pintu itu.
Tok! Tok!
"Oh, apa yang harus aku lakukan? Di mana jaketku?" gumam Amanda seketika merasa panik.
Ia bahkan tak menemukan jaketnya di sana atau di mana pun itu. Amanda semakin panik saat mendengar suara panggilan Alfred di luar sana.
"Amanda?"
"Tunggu sebentar," teriak Amanda kemudian sambil tetap mencari jaket miliknya itu.
Tok! Tok! Tok!
Amanda menghela napas panjang. Sepertinya Alfred memang tak memiliki kesabaran yang penuh untuk menunggu.
Tak ada pilihan lain selain membukakan pintu itu dan menyembunyikan dirinya di balik pintu.
Alfred yang tengah berdiri di hadapannya kali ini merasa cukup aneh dengan Amanda yang terlihat menyembunyikan tubuhnya di balik pintu. Tapi, ia tetap menjalankan urusannya dengan Amanda.
"Aku ingin memberikanmu ini," ujar Alfred yang telah membawa dua lembar kertas yang ia ambil dari dalam kamarnya tadi. Alfred lalu memberikannya kepada Amanda.
Amanda tak cukup untuk menjangkaunya. Pria itu juga tak berkutik di posisinya saat ini yang ternyata jaraknya cukup berjauhan dengan dirinya. Tentu saja membuat Amanda cukup kesulitan untuk menerima kertas pemberiannya itu.
"Mendekatlah, kenapa kau bersembunyi?" tanya Alfred yang terlihat mengernyit.
Amanda tak menjawabnya, ia mencoba untuk tetap mengambilnya tanpa perlu mendekat atau pun menggeser posisinya dari balik pintu.
Namun, ternyata kesempatan itu tak berpihak kepada Amanda. Ia hampir terjatuh dan membuatnya memperlihatkan tubuhnya itu di hadapan Alfred saat ini.
Pria itu seketika membulatkan kedua matanya saat melihat tubuh seksi itu yang hanya di baluti oleh lingerie merah yang sangat tipis dan tembus pandang tersebut.
Amanda tentu saja merasa terkejut dan salah tingkah. Ia lalu mengambil kertas pemberiannya dan setelah itu menutup pintu kamarnya seketika.
Alfred mengerjap dari pandangannya itu. Amanda cukup membuatnya terkejut beberapa saat tadinya.
Tentu saja membuat Alfred merasakan hal lain seketika. Alfred lalu menatap ke arah pintu kamar Amanda secara lekat sebelum akhirnya mengetuk kembali.
"Aku akan membicarakannya besok," ujar Alfred dari balik pintu itu.
Amanda yang mendengarnya tentu saja masih merasa syok dengan apa yang telah terjadi kepada dirinya. Bisa-bisanya ia hampir terjatuh saat ingin menerima kertas pemberian dari Alfred.
"Aku menunggumu besok di meja makan, Amanda," ujar Alfred setelahnya.
"Baiklah," jawab Amanda kemudian. Setelah itu ia tak mendengar apa pun lagi dari Alfred. Sepertinya pria itu telah pergi berlalu.
Setelah itu, Amanda memutuskan untuk meletakkan dua lembaran pemberian dari Alfred. Mungkin ia akan segera beristirahat sekarang dan membaca semuanya besok pagi sebelum bertemu dengan Alfred.
Amanda menghela napas panjang. Ia masih merasa malu dengan kejadian tadi. Bayangkan saja jika itu terjadi kepada kalian, wahai para pembaca.
***
Alfred tengah menunggu Amanda kali ini. Wanita itu terlihat sibuk memasak sesuatu untuk sarapan mereka pagi ini. Ia bahkan sangat lebih awal dari kemarin.
Alfred memiliki jadwal meeting siang ini. Setelah semalam ia membatalkan semuanya, Alfred lalu memutuskan untuk melaksanakannya hari ini, tepatnya sebelum jam makan siang berlangsung.
Terlihat Amanda yang membawa sepiring telur dadar untuk Alfred, di sana juga terlihat roti bakar yang ternyata menjadi menu sarapan mereka kali ini. Alfred sama sekali tak mempermasalahkan suatu makanan.
Amanda dan juga dirinya pun memutuskan untuk fokus kepada sarapan mereka masing-masing. Kali ini Amanda mencoba untuk tak mengingat apa yang terjadi semalam, apalagi terlihat Alfred yang biasa saja, seperti tak melihat apa pun semalam. Tak masalah, itu membuat Amanda semakin yakin kepada dirinya jika pria itu tak melihat semuanya. Ya, ia yakin itu.
"Bagaimana dengan keputusanmu?" tanya Alfred kemudian sambil terus menyantap sarapannya itu.
Amanda terdiam sejenak. Keputusan apa yang harus ia ambil? Memangnya ada apa?
"Keputusan apa?" tanya Amanda yang seketika menatapnya kali ini.
Alfred menatapnya dan otomatis memberhentikan kegiatannya itu, "Apakah kau belum membacanya?"
Ah, pasti dua lembar kertas putih yang diberikan olehnya semalam yang dimaksud oleh Alfred. Tentu saja ia belum membacanya bahkan melihatnya sedikit.
"Belum, sama sekali," jawab Amanda kemudian.
Alfred terdiam sejenak. Ia lalu menatapnya dan mencoba untuk memikirkan beberapa hal yang harus ia jelaskan sedikit tentang gambaran dari semuanya.
"Begini, kertas itu berisikan tentang proses bayi tabung. Kau pasti mengetahui tentang proses bayi tabung," ujar Alfred kemudian.
Amanda terdiam sejenak saat mendengar semuanya. Tentu saja ia mengetahui hal itu. Bayi tabung dilakukan dengan cara menggabungkan telur dan sperma di luar tubuh. Kemudian, sel telur yang sudah dibuahi dan sudah dalam fase siap akan dipindahkan ke dalam rahim wanita. Begitu penjelasan secara mudahnya.
Kehamilan yang terjadi dalam proses ini diawali dengan sel telur yang dibuahi oleh sperma di luar tubuh, yaitu di dalam sebuah tabung. Biasanya, prosedur ini baru bisa dilakukan jika calon ibu sudah melakukan banyak cara, misalnya mengonsumsi obat-obatan hingga tindakan bedah, tetapi tetap tidak bisa mengatasi masalah ketidaksuburan. Tapi, kenapa mereka melakukannya?
Tapi, untuk apa?
"Bayi tabung untuk kita?" tanya Amanda seketika.
Alfred mengangguk, "Ya, bayi tabung adalah pilihan pertama yang akan kutawarkan kepadamu, aku sudah memberikan semua penjelasannya kepadamu semalam. Mungkin kau bisa membacanya setelah ini."
Amanda masih terdiam dengan semua ucapan itu. Untuk apa mereka melakukannya?
"Tapi, kenapa? Apakah kau, maaf, tidak subur atau tak ingin melakukannya secara langsung?" tanya Amanda yang entah bagaimana caranya mengutarakan semua itu.
Alfred meletakkan pisau dan juga garpu miliknya itu lalu menatap ke arah Amanda kembali, "Tentu saja aku sehat, aku memberikanmu pilihan dengan menggunakan proses bayi tabung karena kurasa itu adalah keputusan yang tepat untuk dirimu, aku hanya tak ingin menyakitimu."
Amanda menggeleng, "Bagaimana jika aku menolaknya?"
"Kenapa?" tanya Alfred kemudian.
"Baiklah, mungkin ini terdengar sangat lumrah, kita adalah sepasang suami istri dan sah tentunya. Jadi, tak ada salahnya jika kita melakukannya secara langsung tanpa bantuan dari metode bayi tabung itu. Di sini aku hanya berbicara sebagai seorang istri selama kontrak itu masih berjalan. Tentu aku bisa menolak atau pun menerima keputusan yang kau berikan, bukan?" ujar Amanda kemudian. Ia tentu merasa tersinggung saat Alfred menawarkan hal itu. Ia sehat, tentu saja. Jadi, apa salahnya untuk melakukannya secara langsung seperti suami istri di luar sana?
Tidak tidak, ini bukan soal kenikmatan duniawi, tapi rasanya sangat aneh sekali ketika mereka harus melakukannya dengan bantuan metode dari bayi tabung itu.
"Itu adalah pilihan kedua yang sebenarnya aku ingin tawarkan kepadamu. Tapi, aku memberikan pilihan pertama terlebih dahulu tanpa menawarkan pilihan kedua kepadamu karena jika kau menerima pilihan pertama, maka aku tak perlu memberikan pilihan kedua. Seperti itu. Sekarang, semua keputusan berada di tanganmu," jawab Alfred kemudian.
Amanda menghela napas panjang, "Aku memilih untuk menolak pilihan pertama dan mengambil pilihan kedua karena aku sehat dan tentu saja masih suci."
Alfred menatapnya sejenak, "Sebelum itu, kita akan memeriksa semua kesehatanmu terlebih dahulu."
Ah, ia masih meragukan Amanda rupanya, "Tentu saja, lakukanlah. Kapan kita akan pergi ke dokter untuk memeriksakan kesehatan kita masing-masing?"
Alfred mengangguk, ada baiknya jika kesehatan mereka berdua, ide yang bagus.
"Hari ini juga," jawab Alfred kemudian.
Amanda kembali mengangguk, "Baiklah, jadi setelah itu, jika semuanya sehat dan normal, apakah kau akan setuju dengan pilihan kedua yang telah aku putuskan tadi?"
"Aku setuju," jawab Alfred seraya menyantap irisan telur dadar itu sambil menatap ke arah Amanda dengan sangat lekat.
***
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
Amanda memulai pekerjaannya kembali. Untuk saat ini ia memang tak memiliki jadwal kencan dengan Andrew, kekasihnya itu.Ya, ia memang memiliki seorang kekasih, yang bahkan sangat ia cintai. Mereka saling mencintai dan bertekad untuk menunjukkan cintanya itu di depan altar nantinya.Andrew adalah pria yang manis dan juga perhatian kepadanya. Mereka telah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya. Cukup matang bisa di katakan.Amanda lalu berjalan mendekati ranjang Katy, seorang bayi perempuan yang berusia satu tahun. Ini adalah pekerjaannya selama enam bulan terakhir, menjadi seorang pengasuh anak untuk keluarga yang sangat kaya raya.Amanda memang tak berasal dari keluarga yang bergelimang harta seperti majikannya ini. Ia hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Tapi semua itu tak membuatnya merasa malas untuk bekerja atau pun merasa malu."Lihatlah, siapa yang pintar dan tak suka menangis, hm?" goda
"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut."Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja."Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya.""Aku selalu mendoakanmu, berkat senan
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al
Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu."Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya."Amanda?" panggil Alfred kemudian.Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan
Amanda mengetuk pintu kamar itu. Ia yakin jika kamar yang berada di lantai dua satu-satunya itu adalah kamar milik majikannya, Alfred. "Masuklah." Amanda mendengarnya dengan jelas. Ia pun membuka pintu kamar itu seraya melihat ke arah Alfred yang saat ini tengah duduk di tepi tempat tidurnya itu. "Tutup pintunya kembali, Amanda," ujar Alfred seketika. Amanda melakukannya, walaupun ia merasa kikuk kali ini, apalagi dengan cahaya yang sangat terang di dalam kamar tersebut. "Apakah kau menangis?" tanya Alfred seketika saat ia melihat kedua mata hazel milik Amanda. Wanita itu terkesiap. Apakah nampak jelas? "Ehm, maafkan aku, abaikan saja. Apakah Katy tertidur?" tanya Alfred kemudian. Amanda tersenyum dan mengangguk, "Ya, Katy sedang tertidur." "Baiklah." Setelah itu di antara keduanya terlihat sangat kikuk. Bahkan, Amanda berpikir jika semuanya sudah selesai. "Amanda.." Setelah menunggu kura
Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan."Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua."Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli