Home / Romansa / What A Boss Wants / SALAH TINGKAH

Share

SALAH TINGKAH

"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.

Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu. 

Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut.

"Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.

Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi.

"Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.

Tok! Tok!

Amanda membulatkan kedua matanya ketika mendengar ketukan pintu itu. 

Tok! Tok!

"Oh, apa yang harus aku lakukan? Di mana jaketku?" gumam Amanda seketika merasa panik. 

Ia bahkan tak menemukan jaketnya di sana atau di mana pun itu. Amanda semakin panik saat mendengar suara panggilan Alfred di luar sana.

"Amanda?"

"Tunggu sebentar," teriak Amanda kemudian sambil tetap mencari jaket miliknya itu.

Tok! Tok! Tok!

Amanda menghela napas panjang. Sepertinya Alfred memang tak memiliki kesabaran yang penuh untuk menunggu.

Tak ada pilihan lain selain membukakan pintu itu dan menyembunyikan dirinya di balik pintu.

Alfred yang tengah berdiri di hadapannya kali ini merasa cukup aneh dengan Amanda yang terlihat menyembunyikan tubuhnya di balik pintu. Tapi, ia tetap menjalankan urusannya dengan Amanda.

"Aku ingin memberikanmu ini," ujar Alfred yang telah membawa dua lembar kertas yang ia ambil dari dalam kamarnya tadi. Alfred lalu memberikannya kepada Amanda.

Amanda tak cukup untuk menjangkaunya. Pria itu juga tak berkutik di posisinya saat ini yang ternyata jaraknya cukup berjauhan dengan dirinya. Tentu saja membuat Amanda cukup kesulitan untuk menerima kertas pemberiannya itu.

"Mendekatlah, kenapa kau bersembunyi?" tanya Alfred yang terlihat mengernyit.

Amanda tak menjawabnya, ia mencoba untuk tetap mengambilnya tanpa perlu mendekat atau pun menggeser posisinya dari balik pintu.

Namun, ternyata kesempatan itu tak berpihak kepada Amanda. Ia hampir terjatuh dan membuatnya memperlihatkan tubuhnya itu di hadapan Alfred saat ini.

Pria itu seketika membulatkan kedua matanya saat melihat tubuh seksi itu yang hanya di baluti oleh lingerie merah yang sangat tipis dan tembus pandang tersebut.

Amanda tentu saja merasa terkejut dan salah tingkah. Ia lalu mengambil kertas pemberiannya dan setelah itu menutup pintu kamarnya seketika.

Alfred mengerjap dari pandangannya itu. Amanda cukup membuatnya terkejut beberapa saat tadinya.

Tentu saja membuat Alfred merasakan hal lain seketika. Alfred lalu menatap ke arah pintu kamar Amanda secara lekat sebelum akhirnya mengetuk kembali.

"Aku akan membicarakannya besok," ujar Alfred dari balik pintu itu.

Amanda yang mendengarnya tentu saja masih merasa syok dengan apa yang telah terjadi kepada dirinya. Bisa-bisanya ia hampir terjatuh saat ingin menerima kertas pemberian dari Alfred.

"Aku menunggumu besok di meja makan, Amanda," ujar Alfred setelahnya.

"Baiklah," jawab Amanda kemudian. Setelah itu ia tak mendengar apa pun lagi dari Alfred. Sepertinya pria itu telah pergi berlalu.

Setelah itu, Amanda memutuskan untuk meletakkan dua lembaran pemberian dari Alfred. Mungkin ia akan segera beristirahat sekarang dan membaca semuanya besok pagi sebelum bertemu dengan Alfred.

Amanda menghela napas panjang. Ia masih merasa malu dengan kejadian tadi. Bayangkan saja jika itu terjadi kepada kalian, wahai para pembaca.

***

Alfred tengah menunggu Amanda kali ini. Wanita itu terlihat sibuk memasak sesuatu untuk sarapan mereka pagi ini. Ia bahkan sangat lebih awal dari kemarin.

Alfred memiliki jadwal meeting siang ini. Setelah semalam ia membatalkan semuanya, Alfred lalu memutuskan untuk melaksanakannya hari ini, tepatnya sebelum jam makan siang berlangsung.

Terlihat Amanda yang membawa sepiring telur dadar untuk Alfred, di sana juga terlihat roti bakar yang ternyata menjadi menu sarapan mereka kali ini. Alfred sama sekali tak mempermasalahkan suatu makanan.

Amanda dan juga dirinya pun memutuskan untuk fokus kepada sarapan mereka masing-masing. Kali ini Amanda mencoba untuk tak mengingat apa yang terjadi semalam, apalagi terlihat Alfred yang biasa saja, seperti tak melihat apa pun semalam. Tak masalah, itu membuat Amanda semakin yakin kepada dirinya jika pria itu tak melihat semuanya. Ya, ia yakin itu.

"Bagaimana dengan keputusanmu?" tanya Alfred kemudian sambil terus menyantap sarapannya itu.

Amanda terdiam sejenak. Keputusan apa yang harus ia ambil? Memangnya ada apa?

"Keputusan apa?" tanya Amanda yang seketika menatapnya kali ini.

Alfred menatapnya dan otomatis memberhentikan kegiatannya itu, "Apakah kau belum membacanya?"

Ah, pasti dua lembar kertas putih yang diberikan olehnya semalam yang dimaksud oleh Alfred. Tentu saja ia belum membacanya bahkan melihatnya sedikit.

"Belum, sama sekali," jawab Amanda kemudian.

Alfred terdiam sejenak. Ia lalu menatapnya dan mencoba untuk memikirkan beberapa hal yang harus ia jelaskan sedikit tentang gambaran dari semuanya.

"Begini, kertas itu berisikan tentang proses bayi tabung. Kau pasti mengetahui tentang proses bayi tabung," ujar Alfred kemudian.

Amanda terdiam sejenak saat mendengar semuanya. Tentu saja ia mengetahui hal itu. Bayi tabung dilakukan dengan cara menggabungkan telur dan sperma di luar tubuh. Kemudian, sel telur yang sudah dibuahi dan sudah dalam fase siap akan dipindahkan ke dalam rahim wanita. Begitu penjelasan secara mudahnya.

Kehamilan yang terjadi dalam proses ini diawali dengan sel telur yang dibuahi oleh sperma di luar tubuh, yaitu di dalam sebuah tabung. Biasanya, prosedur ini baru bisa dilakukan jika calon ibu sudah melakukan banyak cara, misalnya mengonsumsi obat-obatan hingga tindakan bedah, tetapi tetap tidak bisa mengatasi masalah ketidaksuburan. Tapi, kenapa mereka melakukannya?

Tapi, untuk apa?

"Bayi tabung untuk kita?" tanya Amanda seketika.

Alfred mengangguk, "Ya, bayi tabung adalah pilihan pertama yang akan kutawarkan kepadamu, aku sudah memberikan semua penjelasannya kepadamu semalam. Mungkin kau bisa membacanya setelah ini."

Amanda masih terdiam dengan semua ucapan itu. Untuk apa mereka melakukannya?

"Tapi, kenapa? Apakah kau, maaf, tidak subur atau tak ingin melakukannya secara langsung?" tanya Amanda yang entah bagaimana caranya mengutarakan semua itu.

Alfred meletakkan pisau dan juga garpu miliknya itu lalu menatap ke arah Amanda kembali, "Tentu saja aku sehat, aku memberikanmu pilihan dengan menggunakan proses bayi tabung karena kurasa itu adalah keputusan yang tepat untuk dirimu, aku hanya tak ingin menyakitimu."

Amanda menggeleng, "Bagaimana jika aku menolaknya?"

"Kenapa?" tanya Alfred kemudian.

"Baiklah, mungkin ini terdengar sangat lumrah, kita adalah sepasang suami istri dan sah tentunya. Jadi, tak ada salahnya jika kita melakukannya secara langsung tanpa bantuan dari metode bayi tabung itu. Di sini aku hanya berbicara sebagai seorang istri selama kontrak itu masih berjalan. Tentu aku bisa menolak atau pun menerima keputusan yang kau berikan, bukan?" ujar Amanda kemudian. Ia tentu merasa tersinggung saat Alfred menawarkan hal itu. Ia sehat, tentu saja. Jadi, apa salahnya untuk melakukannya secara langsung seperti suami istri di luar sana?

Tidak tidak, ini bukan soal kenikmatan duniawi, tapi rasanya sangat aneh sekali ketika mereka harus melakukannya dengan bantuan metode dari bayi tabung itu.

"Itu adalah pilihan kedua yang sebenarnya aku ingin tawarkan kepadamu. Tapi, aku memberikan pilihan pertama terlebih dahulu tanpa menawarkan pilihan kedua kepadamu karena jika kau menerima pilihan pertama, maka aku tak perlu memberikan pilihan kedua. Seperti itu. Sekarang, semua keputusan berada di tanganmu," jawab Alfred kemudian.

Amanda menghela napas panjang, "Aku memilih untuk menolak pilihan pertama dan mengambil pilihan kedua karena aku sehat dan tentu saja masih suci."

Alfred menatapnya sejenak, "Sebelum itu, kita akan memeriksa semua kesehatanmu terlebih dahulu."

Ah, ia masih meragukan Amanda rupanya, "Tentu saja, lakukanlah. Kapan kita akan pergi ke dokter untuk memeriksakan kesehatan kita masing-masing?"

Alfred mengangguk, ada baiknya jika kesehatan mereka berdua, ide yang bagus.

"Hari ini juga," jawab Alfred kemudian.

Amanda kembali mengangguk, "Baiklah, jadi setelah itu, jika semuanya sehat dan normal, apakah kau akan setuju dengan pilihan kedua yang telah aku putuskan tadi?"

"Aku setuju," jawab Alfred seraya menyantap irisan telur dadar itu sambil menatap ke arah Amanda dengan sangat lekat.

***

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Listyana
mantaaappp tancap gasss
goodnovel comment avatar
ajengfitranti
up nya mana ?
goodnovel comment avatar
Hafsotun Hufaisoh
ditunggu kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status