"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya.
Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya?
"Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka.
Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya.
"Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu.
"Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya.
"Ide yang bagus. Ayo."
Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini.
Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia, tapi hanya untuk Alfred saja.
Setelah itu, Amanda lalu di antarkan menuju ke sebuah tempat di mana acara itu akan di lakukan. Sepertinya pernikahan ini semacam pernikahan siri menurutnya. Tentu saja, ia bahkan tak mengurus perlengkapan apa pun untuk pernikahan mereka saat ini. Semuanya telah di handle langsung oleh Alfred dan juga orang-orangnya itu.
Pintu di buka, terlihat Alfred yang saat ini tengah berdiri di hadapannya. Ah, rupanya Alfred memang benar-benar menikahinya secara sah. Ini adalah gereja dan baru pertama kalinya ia lihat, mungkin karena jaraknya yang begitu jauh dengan tempat kerjanya saat itu.
Tak ada satu pun kata yang di ucapkan oleh pria itu saat Amanda telah berdiri di sampingnya. Bahkan sampai acara itu mulai.
"Saya, Alfred, membawa Anda, Amanda, untuk menjadi istri saya. Saya berjanji untuk mencintai dan menghormati Anda sejak hari ini, untuk lebih baik, lebih buruk, untuk kaya, untuk miskin, sakit, dan kesehatan semua hari-hari kehidupan kita, sampai kematian memisahkan kita," ucap Alfred.
"Saya, Amanda, membawa Anda, Adam, menjadi suami saya. Saya berjanji untuk mencintai dan menghormati Anda sejak hari ini, untuk lebih baik, lebih buruk, untuk kaya, untuk miskin, sakit, dan kesehatan semua hari-hari kehidupan kita, sampai kematian memisahkan kita," jawab Amanda dan tersenyum kepada Alfred. Tapi, pria itu lantas tak melakukannya. Ah, tak masalah.
"Selamat, kalian akan selalu di berkati oleh Tuhan. Semoga dalam hubungan ini kalian akan merasa saling melengkapi satu sama lain."
Amanda tersenyum mendengarnya. Semoga saja ia akan mendapatkan yang terbaik untuk ke depannya.
Alfred mendekatinya. Ia pun membisikkan sesuatu saat ini, "Aku tak akan melakukannya, seperti pada kontrak yang telah kubuat sebelumnya."
Ah, Amanda mengerti apa yang di maksud oleh pria itu. Ciuman dan mungkin juga termasuk pelukan di dalamnya.
Amanda hanya mengangguk saja dan setelah itu kembali menunduk.
Jadi, apakah para pengantin yang berbahagia di luar sana akan merasakan apa yang tengah di rasakan olehnya saat ini.
***
Amanda telah melepaskan semua pakaiannya. Ia juga telah bersih kali ini. Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Ia juga telah menyantap makan malamnya tadi, walaupun hanya seorang diri saja.
Ia lalu merebahkan tubuhnya. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain memikirkan hari esok. Ia juga belum mengetahui seluk beluk rumah megah ini. Tak ada siapa pun di sana. Jadi, menurutnya Amandalah yang harus membersihkan semuanya.
Tok! Tok!
Amanda seketika bangkit untuk duduk dan menunggu seseorang yang berada di balik pintu itu.
Tok! Tok!
"Ah, masuklah."
Pintu terbuka, terlihat Alfred yang menengokkan kepalanya di sana. Ia tak masuk ke dalam kamar Amanda saat ini.
"Ambilah."
Amanda lantas bangkit berdiri dan berjalan mendekatinya. Terlihat Alfred yang memberikan sebuah bungkusan yang menurutnya adalah sekotak pizza. Makanan favoritnya.
"Terima kasih, Alfred," jawab Amanda setelah itu pria tersebut pergi berlalu menuju ke kamarnya yang letaknya berada di sebelah kamar Amanda saat ini.
Ya, mereka memang memilih untuk pisah ranjang setelah pernikahan itu usai, bahkan sampai kontrak itu usai, begitu ucap Alfred setelah acara itu selesai.
"Pizza berisi keju mozzarella, sudah lama sekali aku tak menyantap ini," gumam Amanda seraya tersenyum. Ia pun memilih mengambil satu slice lebih dulu dan menyantapnya. Oh, sungguh lezat, apalagi di sana terdapat taburan daging sapi di atasnya.
"Alfred mengetahui makanan favoritku ini, tapi dari mana ia bisa mengetahuinya? Atau, hanya sebuah kebetulan saja?" gumam Amanda yang mencoba untuk menerkanya.
Ia memutuskan untuk tak memikirkan semua itu sejenak. Lebih baik menikmati makanan favoritnya itu lebih dulu dan melupakan sejenak apa yang sedang terjadi dalam dirinya.
***
Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat ke arah jam dinding emas itu. Ternyata saat ini pukul 7 pagi. Seketika ia bangkit berdiri dan menatap ke arah sekelilingnya.
"Aku sudah menikah," gumam Amanda seketika. Ah, pernikahan itu rupanya. Pantas saja ia melihat kamar yang berbeda dan di sana tak terdapat pintu yang terkoneksi.
Amanda segera membersihkan tubuhnya secepat kilat dan membersihkan tempat tidurnya itu sejenak sebelum memutuskan untuk keluar kamarnya.
Amanda melihat ke arah kamar yang berada di sebelah kamarnya saat ini. Tak ada kehidupan di sana.
"Apakah ia sudah bangun?" gumam Amanda kemudian.
Sebenarnya ia sangat ingin masuk ke dalam kamar suaminya itu, tapi rasanya sungkan sekali. Pada akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke lantai bawah dan terlihat Nick di sana. Sepertinya pria itu baru saja datang dari luar rumah.
"Selamat lagi, Nyonya Clark," sapa Nick kepadanya.
Amanda terdiam sejenak. Clark?
"Selamat pagi, Nick. Oh iya, di mana Alfred? M-maksud saya, Tuan Alfred," tanya Amanda seketika.
Nick tersenyum dan terlihat memakluminya, "Tuan Alfred sudah pergi untuk mempersiapkan meetingnya malam ini. Kira-kira pukul 5 pagi tadi ia pergi."
Amanda mengangguk. Alfred pasti sangat sibuk, "Baiklah, terima kasih, Nick."
Setelah mengetahui informasi mengenai Alfred, Amanda pun memutuskan untuk membersihkan beberapa objek yang menurutnya cukup kotor. Setelah itu, ia juga berniat untuk memasak sarapan. Mungkin ia bisa memasak sarapan lebih dari satu, mungkin saja Nick menginginkannya. Pria itu terlihat masih berdiri di ambang pintu, sepertinya untuk berjaga-jaga atau entahlah karena Amanda tak bisa melihatnya dengan jelas, apalagi ditambah dengan kacamata hitam yang digunakan olehnya.
Di lain sisi, Nick merasa prihatin dengan Amanda. Sebenarnya Alfred tak pergi ke kantor apalagi untuk meeting, tentunya ia juga mengetahui semua jadwal Alfred, pria itu hanya memiliki meeting secara online saja malam ini. Sejak pagi, pria itu memang pergi lebih awal, tentunya untuk bertemu dengan seseorang, entah itu klien atau pun teman-temannya. Nick tak mengetahuinya karena saat ia sampai di tujuan, Alfred menyuruhnya untuk segera kembali pulang dan menjemputnya jika Alfred telah menghubunginya siang nanti.
"Semoga saja kalian selalu berbahagia," gumam Nick yang saat ini memilih untuk berjaga di depan pintu rumah itu.
***
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
Amanda memulai pekerjaannya kembali. Untuk saat ini ia memang tak memiliki jadwal kencan dengan Andrew, kekasihnya itu.Ya, ia memang memiliki seorang kekasih, yang bahkan sangat ia cintai. Mereka saling mencintai dan bertekad untuk menunjukkan cintanya itu di depan altar nantinya.Andrew adalah pria yang manis dan juga perhatian kepadanya. Mereka telah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya. Cukup matang bisa di katakan.Amanda lalu berjalan mendekati ranjang Katy, seorang bayi perempuan yang berusia satu tahun. Ini adalah pekerjaannya selama enam bulan terakhir, menjadi seorang pengasuh anak untuk keluarga yang sangat kaya raya.Amanda memang tak berasal dari keluarga yang bergelimang harta seperti majikannya ini. Ia hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Tapi semua itu tak membuatnya merasa malas untuk bekerja atau pun merasa malu."Lihatlah, siapa yang pintar dan tak suka menangis, hm?" goda
"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut."Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja."Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya.""Aku selalu mendoakanmu, berkat senan
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al
Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu."Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya."Amanda?" panggil Alfred kemudian.Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan