Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.
Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.
Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.
Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu.
"Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya.
"Amanda?" panggil Alfred kemudian.
Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan apa yang harus ia katakan saat ini. Lagi pula, untuk apa ia memanggil Amanda kali ini?
"Katy akan datang, mungkin malam ini atau besok pagi. Jadi, kau harus bersiap-siap," jawab Alfred kemudian. Ia sebenarnya tak tahu harus mengatakan apa.
Amanda senang mendengarnya, "Tentu, Sir. Terima kasih atas informasinya."
Alfred mengangguk, "Kau bisa pergi."
Amanda mengangguk hormat kembali dan setelah itu pergi berlalu dari dalam lapangan golf tersebut.
"Huft, aku kira ia akan memecatku karena telah berkencan diam-diam selama enam bulan belakangan ini," gumam Amanda seketika saat ia telah menutup pintu itu kembali.
"Pssstt.."
Amanda menoleh ke arah kanannya, terlihat Julie yang memanggilnya untuk mendekat ke arahnya saat ini.
"Bagaimana? Apakah ia memberikanmu sebuah cincin?" tanya Julie seketika.
"Hei, apa yang kau bicarakan? Tuan Alfred hanya mengatakan bahwa Katy akan tiba di rumah malam ini atau besok pagi," jawab Amanda seraya terkekeh.
"Ah, hanya itu? Kurasa itu bukanlah sebuah rahasia umum, tapi kenapa ia harus memanggilmu terlebih dahulu? Pasti ia memiliki suatu hal yang terselubung," gumam Julie yang mencoba untuk menebaknya.
"Itu karena aku adalah pengasuh anaknya, seperti itu, sudahlah, jangan berpikrian aneh-aneh," jawab Amanda kemudian.
"Tapi, bagaimana jika nantinya ia melamarmu? Terima saja, apalagi ia melebihi Andrew kekasihmu itu, kan?" goda Julie kembali.
Ah, wanita itu selalu saja berhasil membuatnya terkekeh, "Julie, lebih baik kita bekerja sekarang, aku juga ingin pergi berbelanja hari ini. Bagaimana?"
"Ide yang bagus. Kita bisa sekalian mencuci mata," jawab Julie yang menyetujuinya saat ini.
***
"Kau tahu, bagaimana jalan cerita dari romeo dan juliet versi kami?" tanya Julie sambil membawa belanjaan mereka.
Amanda terlihat memikirkannya sejenak, "Entahlah, apakah sama seperti cerita kebanyakan? Romeo and Juliet adalah sebuah tragedi yang ditulis oleh William Shakespeare di awal karirnya tentang dua kekasih muda Italia yang bernasib sial yang kematiannya pada akhirnya mendamaikan keluarga mereka yang bertikai. Itu adalah salah satu drama paling populer Shakespeare selama hidupnya dan, bersama dengan Hamlet, adalah salah satu dramanya yang paling sering ditampilkan. Saat ini pun karakter judul dianggap sebagai tipikal pecinta muda. Benar?"
"Kau benar sekali, tapi tidak seperti itu versi kita semua sebagai para asisten yang beruntung bisa bekerja di rumah megah itu," jawab Julie kemudian.
"Lalu, seperti apa itu?" tanya Amanda yang merasa penasaran. Mereka lalu berjalan memasuki lift tersebut untuk kembali ke lantai bawah. Semua yang mereka perlukan telah terpenuhi. Saat ini adalah waktunya untuk kembali pulang.
"Romeo adalah putra bangsawan seperti Alfred, sedangkan Juliet adalah kita, oh, sangat tragis sekali, bukan?" jawab Julie bersamaan dengan terbukanya pintu lift tersebut.
"Julie, aku sudah tak tahan lagi," gumam Amanda seketika. Ia harus pergi ke toilet sekaeang juga.
"Ah, baiklah, aku akan menunggumu di sini," jawab Julie kemudian. Setelah itu, ia pun pergi berlalu menuju ke arah toilet wanita yang kebetulan sekali jaraknya cukup dekat dengan posisi mereka tadi.
Tak perlu waktu lama, Amanda pun telah menyelesaikan ritualnya di dalam sana. Ia memang cukup tersiksa tadinya dengan menahan semuanya.
"Ah, syukur sekali, akhirnya aku bisa merasa lega," gumam Amanda dan setelah itu mencuci tangannya. Ia juga terlihat menatap dirinya di pantulan cermin. Baiklah, rambutnya yang berwarna cokelat itu lantas berhasil membuat Amanda tersenyum. Ia menyukainya.
Namun, beberapa saat kemudian, ia mendengar sesuatu yang menurutnya cukup mencurigakan.
"Bukankah hanya ada aku saja di sini?" gumam Amanda kemudian.
Ia lalu berjalan mendekati ke arah suara itu, kebetulan sekali ternyata arahnya berada di dekat pintu keluar dari toilet tersebut.
"A-apa?"
Amanda tak mempercayai semua penglihatannya ini. Tidak tidak. Ia pasti sudah salah lihat.
"Itu tidak mungkin Andrew. Tidak, Andrew tak akan berselingkuh di belakangku," gumam Amanda seketika.
Tentu saja, ia melihat kekasihnya itu yang saat ini sedang berciuman dengan seorang wanita yang entah siapa itu karena ia tak bisa melihat wajahnya saat ini. Wanita itu membelakanginya.
Amanda pun pergi berlalu dari sana. Semua penglihatannya sangat salah. Itu bukanlah Andrew. Ia yakin itu.
"Amanda, ada apa?" tanya Julie yang merasa terkejut seketika.
Amanda mencoba untuk tersenyum, walaupun air matanya itu seketika berlinang, "Ayo, kita harus kembali pulang."
Setelah mengatakan hal tersebut, Amanda pun pergi berlalu menuju ke arah luar mall tersebut. Julie masih merasa bingung dan belum menemukan penyebabnya. Tak mungkin Amanda akan menangis seketika seperti itu. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Amanda menangis.
Beberapa saat kemudian, ia melihat seorang pria yang berjalan keluar dari dalam toilet wanita yang sebelumnya di datangi oleh Amanda.
"Andrew? Kapan ia masuk? Bukankah tadi Amanda hanya seorang diri saja di dalam sana?" gumam Julie terkejut. Ia pun berjalan untuk menyusuli Amanda yang entah di mana sekarang posisinya.
Julie juga tak sempat untuk melihat pria itu dan juga pasangan selingkuhannya. Lebih baik ia segera menyusuli Amanda saat ini.
Terlihat Amanda yang kali ini tengah bersama dengan supir pribadi dari salah satu pekerja Alfred. Tentu saja mereka tak bisa keluar rumah begitu saja saat siang hari seperti ini, apalagi jika Alfred sedang berada di rumah. Mereka harus di antar.
Julie mencoba untuk berpura-pura tak mengetahui keberadaan Andrew di dalam sana. Lebih baik ia membiarkan Amanda untuk menenangkan dirinya sejenak. Wanita itu pasti akan bercerita dengannya setelah semuanya tenang.
***
Alfred mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia kembali memimpikan Lily saat ini. Semua itu sangat jelas dan terjadi di dalam kamarnya ini.
"Aku akan segera memenuhi semua keinginanmu, Bu. Percayalah kepadaku," ujar Alfred kemudian.
Ia lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke arah lantai bawah, bersamaan dengan kehadiran salah satu asistennya itu dan juga Katy di sana.
"Di mana Amanda?" tanya Alfred seketika.
"Nona Amanda dan juga Julie sedang pergi berbelanja bulanan, Tuan. Apakah saya harus menemui mereka?"
"Tidak perlu. Tolong suruh Amanda untuk segera pergi ke kamarku jika ia telah sampai di rumah. Jangan lupa agar ia mengajak Katy juga nantinya," ujar Alfred dan setelah itu ia pun pergi berlalu kembali ke dalam kamarnya tanpa menunggu jawaban dari asistennya itu.
Beberapa saat kemudian, terlihat kehadiran Julie dan juga Amanda di sana. Amanda seketika tersenyum senang saat melihat Katy di antara mereka semua.
Wanita itu memang telah menceritakan semua yang ia lihat tadi kepada Julie. Bahkan ia juga menangis dan saat ini kedua matanya merah. Tak masalah, asal Amanda merasa tenang maka semua itu tak akan menjadi masalah.
"Amanda, Tuan Alfred menunggumu di kamarnya sekarang," ujar salah satu asisten tersebut.
Seketika Amanda yang telah menggendong Katy saat ini merasa terkejut. Alfred memanggilnya?
"Kau juga bisa membawa Katy ke dalam kamarnya. Cepatlah," ujarnya kembali kepada Amanda.
"Uhh, lihatlah, Tuan Alfred memang tertarik denganmu. Semoga beruntung, Amanda," bisik Julie seraya terkekeh.
Amanda hanya tersenyum simpul dan tentu saja ia masih merasa bingung. Alfred memanggilnya kali ini, apakah ia melakukan kesalahan?
***
Amanda mengetuk pintu kamar itu. Ia yakin jika kamar yang berada di lantai dua satu-satunya itu adalah kamar milik majikannya, Alfred. "Masuklah." Amanda mendengarnya dengan jelas. Ia pun membuka pintu kamar itu seraya melihat ke arah Alfred yang saat ini tengah duduk di tepi tempat tidurnya itu. "Tutup pintunya kembali, Amanda," ujar Alfred seketika. Amanda melakukannya, walaupun ia merasa kikuk kali ini, apalagi dengan cahaya yang sangat terang di dalam kamar tersebut. "Apakah kau menangis?" tanya Alfred seketika saat ia melihat kedua mata hazel milik Amanda. Wanita itu terkesiap. Apakah nampak jelas? "Ehm, maafkan aku, abaikan saja. Apakah Katy tertidur?" tanya Alfred kemudian. Amanda tersenyum dan mengangguk, "Ya, Katy sedang tertidur." "Baiklah." Setelah itu di antara keduanya terlihat sangat kikuk. Bahkan, Amanda berpikir jika semuanya sudah selesai. "Amanda.." Setelah menunggu kura
Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan."Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua."Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli