Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.
Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.
Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.
Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan.
"Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua.
"Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.
Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara perlahan.
Seketika, tatapan mereka pun bertemu kembali tanpa di sengaja. Hal tersebut lantas membuat Amanda terkesiap. Alfred sangatlah tampan pagi ini.
Ia tak mengatakan apa pun dan setelah itu pergi berjalan menuju ke arah meja makan. Amanda menatap langkah lebarnya itu seketika.
"Itu Ayahmu," gumam Amanda kepada Katy. Anak itu terlihat tersenyum setelahnya.
Amanda pun juga demikian, ia lalu pergi berlalu menuju ke arah halaman depan. Mungkin, ia akan menyantap sarapannya siang nanti.
"Amanda."
Ia mendengar panggilan dari Julie. Seketika Amanda menoleh, "Hei, Julie. Selamat pagi."
"Selamat pagi, Amanda. Ayo," jawab Julie kemudian.
Amanda mengernyit. Mereka memangnya akan pergi ke mana?
Amanda tak berkutik di posisinya saat ini. Tentu saja membuat Julie seketika memberhentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap ke arah Amanda, "Hei, ayo."
"Aku akan mengajak Katy berjalan-jalan di halaman depan terlebih dahulu," jawab Amanda kemudian namun Julie menggeleng dan mendekatinya kembali.
"Tidak tidak tidak. Biarkan aku saja yang mengajaknya. Kemarilah anak pintar," ujar Julie yang saat ini telah menggendong anak cantik itu.
Amanda masih terdiam di posisinya saat ini. Ia masih tak tahu harus pergi kemana.
"Amanda."
Amanda terkesiap. Seketika ia terkejut karena di antara mereka semua terdapat kehadiran Alfred kembali. Bukankah pria itu telah pergi untuk menyantap sarapannya?
"Pergilah," bisik Julie kepadanya.
"Baik, Tuan," jawab Amanda yang masih tak mengetahui kemana mereka akan pergi.
Amanda menatap ke arah Julie dan terlihat wanita itu yang memberikan sebuah kode sambil terkekeh. Ah, ternyata sarapan bersama.
"Tapi, kenapa Julie dan mereka semua masih berada di posisi yang sama?" gumam Amanda seketika sambil berjalan membuntuti Alfred saat ini.
Wanita itu tentu saja terkesiap karena ternyata mereka tak menyantap sarapan di tempat biasa, tapi di sebuah ruangan yang ternyata adalah tempat baru yang belum pernah Amanda lihat sebelumnya.
Amanda tentu saja terkejut karena ia akan mengira jika Alfred akan menahan pintu masuk itu untuknya, tapi ternyata tidak, ia malah membiarkannya tertutup kembali. Untung saja Amanda tidak berciuman dengan pintu itu.
Tak ada pilihan lain selain Amanda membuka pintu itu kembali seorang diri dan berjalan masuk setelahnya. Ia telah melihat ada banyak sekali makanan yang berjejer di hadapan Alfred saat ini. Tak ada siapa pun selain mereka berdua dan semua makanan itu.
Amanda memilih untuk berdiri di samping Alfred saat ini, mungkin kehadirannya di sini untuk membantu Alfred jika ia mendekati kesulitan.
"Duduklah di hadapanku sekarang," ujar Alfred kepadanya.
Amanda hanya mengangguk dan setelah itu mengikuti perintah dari majikannya tersebut. Sebenarnya ia merasa kikuk karena hanya mereka berdua saja yang tengah sarapan, Amanda mereka sungkan kepada para asisten rumah tangga dan bodyguard yang lainnya. Mereka bahkan masih melaksanakan tugasnya masing-masing.
"Bagaimana dengan Julie dan yang lainnya?" tanya Amanda seketika, entah keberanian dari mana ia dapatkan saat ini.
Alfred tak menatapnya, tapi ia tetap menjawabnya, "Aku tidak tahu."
Amanda kembali terdiam. Baiklah, sepertinya ia memang tak di haruskan untuk banyak bertanya. Amanda lalu mulai menyantap sarapannya secara perlahan, sebenarnya ia juga tak begitu berselera pagi ini mengingat waktu sarapan mereka semua adalah ketika siang hari tiba. Sudah terbiasa seperti itu.
Alfred diam-diam mengawasinya. Ia menatap wanita itu dan merasa ada yang aneh. Entah mengapa ia juga menyuruh Julie untuk memanggil Amanda dan mengajaknya untuk sarapan bersama dengannya pagi ini. Bahkan, ia juga menjemputnya tadi.
Aneh sekali, bukan?
Ia bahkan tak mengenal Amanda secara utuh. Hanya membaca informasi yang ia dapatkan saja semalam. Ternyata wanita itu menjalin hubungan dengan salah satu anak dari keluarga Jackson, tentu saja Andrew Jackson.
Tak ada obrolan apa pun di sana bahkan Amanda semakin merasa kikuk saja saat ini. ia juga merasa jika Alfred sempat menatapnya tadi, namun, Amanda berpikir dua kali lebih panjang untuk tak menatap ke arah depannya. Ia hanya tak ingin memperlihatkan kedua mata sembabnya itu dan menimbulkan berbagai pertanyaan untuk Alfred.
"Bagaimana jika ini adalah jebakannya?" gumam Amanda seorang diri. Tapi, ia tak melihat sesuatu hal yang mencurigakan di ruangan ini, seperti kamera, jebakan batman, atau yang lainnya. Semuanya bersih dan aman menurutnya.
"Ada apa?" tanya Alfred seketika saat melihat Amanda yang tengah memandangi sekelilingnya saat ini.
"Tidak, maaf," jawab Amanda kemudian.
Alfred kembali menyantap makanannya itu. Sepertinya ia terlihat sangat tak fokus kali ini. Seketika Alfred memberhentikan kegiatannya itu. Ia meneguk air mineralnya dan setelah itu bangkit berdiri.
"Aku menunggumu di tempat kemarin," ujar Alfred dan setelah itu pergi berlalu.
Amanda masih menyantap makanannya itu dan terlihat menatap kepergiannya saat ini. Sepertinya pria itu memang sulit untuk di tebak. Bahkan, Amanda tak bisa mengenalinya.
"Baiklah, lebih baik kau harus cepat menghabiskan semuanya, Amanda. Jangan sampai membuat majikanmu itu menunggu lebih lama lagi," gumam Amanda kemudian dan setelah itu melanjutkan kegiatannya kembali.
***
Alfred melihat ke arah bola yang telah ia pukul tadi. Selalu sempurna. Ia menyukainya. Satu hal yang selalu ia lakukan jika pikirannya masih terasa kalut atau pun marah, maka sasaran empuknya adalah lapangan golf ini. Sejak remaja ia selalu melakukannya bersama dengan mendiang Ayahnya itu. Bahkan sampai saat ini ia masih melakukannya.
Di lain sisi, saat ini Alfred tengah memikirkan pengasuhnya itu. Amanda terlihat berbeda dari semalam. Tapi, ia memang telah menyadari semuanya.
Semalam kedua mata Amanda memerah, tapi pagi ini kedua mata itu terlihat sembab.
Alfred kembali memukul bola itu dengan sekuat tenaga. Tentu saja hasilnya tetap sempurna seperti biasanya.
"Apakah ia sedang bermarahan dengan Andrew itu?" gumam Alfred seketika sambil melanjutkan kepada bola berikutnya.
Beberapa menit setelahnya, Alfred bisa merasakan jika terdapat seseorang yang tengah berdiri di pinggir lapangan saat ini. Ia menoleh dan mendekati Amanda dengan amplop cokelat yang ia bawa kemarin.
Pria itu membiarkannya sejenak. Ia akan memukul bola terakhir sebelum berjalan untuk menemuinya di ujung lapangan.
Terlihat pukulannya yang terlalu mulus. Ia tersenyum senang dan tentu saja merasa bangga. Setelah itu Alfred meletakkan stick golfnya di tempat biasa dan berjalan menuju ke arah Amanda saat ini.
Wanita itu masih terlihat menunduk dan menurutnya tak menyadari akan kehadirannya saat ini.
Amanda pun terkesiap saat ia melihat sepasang sepatu yang berada di hadapannya saat ini. Wanita itu mendongakkan kepalanya dan mendapati Alfred di hadapannya kali ini.
"Apakah kau sudah membawa semuanya?" tanya Alfred kepadanya.
Amanda mengangguk, "Sudah, Tuan. Saya telah membawa semuanya."
"Lalu?"
"Ya, saya setuju dengan kontrak yant tertulis di sana. Saya telah menandatanganinya juga pagi tadi. Maaf karena telah membuat anda menunggu cukup lama," jawab Amanda seraya menyerahkan amplop cokelat itu kepada Alfred.
Tentu saja mendengar semua keputusan terakhir membuatnya terkejut. Padahal semalam jelas sekali bahwa Amanda menolaknya dengan keras. Tapi, apa yang membuatnya merubah pikirannya itu seketika?
"Baiklah, terima kasih. Aku akan memberikan kabar selanjutnya kepadamu," jawab Alfred seraya menerima amplop itu kembali.
Amanda mengangguk, "Baik, Tuan."
"Satu lagi," ujar Alfred tiba-tiba.
Amanda mencoba untuk menatapnya, "Ya, Tuan?"
"Tidak ada yang boleh mengetahui tentang semua ini. Siapa pun itu, termasuk Julie dan yang lainnya," jawab Alfred kemudian.
Amanda tentu saja hanya bisa mengangguk pasrah dan setelah itu tersenyum, "Baik, Tuan. Saya akan merahasiakan semuanya dari siapa pun."
"Tentu, kau boleh pergi sekarang," jawab Alfred kepadanya. Setelah itu Amanda pun pergi berlalu.
Setelahnya, Alfred merasa segan sekali dengan wanita itu. Ia merasa Amanda tak seperti wanita kebanyakan. Ia juga heran kenapa harus memilih Amanda dalam hal ini.
"Auranya terlalu positif," gumam Alfred seraya melihat kepergian Amanda yang menghilang di balik pintu itu.
***
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke