Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya.
Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya.
Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred.
"Miris sekali," gumam Amanda seraya menyeka air matanya yang telah berlinang.
Ia hanya perlu membawa beberapa potong pakaian saja dan juga beberapa perlengkapan yang ia butuhkan di tempat barunya nanti.
Ini tak akan lama, setelah ia menikah maka Amanda akan kembali ke rumah ini dan bertemu dengan mereka semua. Tapi, ia tak tahu kapan pastinya.
"Amanda."
Amanda terkesiap dan setelah itu memikih untuk mengusap wajahnya secara kilat. Ia lalu bangkit berdiri dan menatap ke arah Alfred yang saat ini telah berada di ambang pintu kamarnya.
"Iya, Tuan?"
Alfred menggeleng, "Mulai sekarang biasakan dirimu untuk memanggilku Alfred dan kau tak perlu menggunakan bahasa yang kaku itu selagi kita tengah berdua saja. Tapi ingat, semua itu hanya berlaku jika kita sedang berdua saja. Mengerti?"
Amanda terdiam sejenak saat mendengarnya. Setelahnya, ia pun mengangguk patuh, "Baik, Alfred."
"Apakah kau sudah mempersiapkan barang-barangmu?" tanya Alfred kepadanya.
"Sudah, aku telah mempersiapkan semuanya. Kita akan pergi pukul 2 pagi, bukan?" ujar Amanda kepadanya.
Alfred mengangguk, "Tidurlah. Ini sudah larut. Aku tak ingin kau terlambat."
Alfred me berhenti langkahnya sejenak, ia lalu berbalik, "Satu lagi, aku telah membuat berita tentang liburanmu selama satu bulan ke depan. Tak akan ada yang mencurigaimu. Aku telah mengatur semuanya. Untuk Katy, ia akan sesekali bertemu denganmu di rumah kita nantinya."
"Baiklah, terima kasih," jawab Amanda.
Amanda tersenyum dan membiarkan Alfred keluar dari dalam kamarnya itu.
Amanda pun seketika menghela napas panjang. Ia tentu tak habis pikir dengan semua ini. Kehidupan yang sebenarnya akan di mulai besok.
***
Amanda membuka kedua matanya secara perlahan. Ia melihat ke arah jam dinding yang berada di hadapannya saat ini. Pukul 1 dini hari rupanya. Masih ada waktu satu jam lagi untuk mempersiapkan dirinya.
"Amanda, kau harus bisa menjalankan semuanya," gumam wanita itu seraya tersenyum.
Ia pun bangkit berdiri dan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Saat ini ia hanya akan menggunakan baju tidurnya itu dan juga celana pendeknya saja. Lagi pula Alfred mengatakan jika ia hanya di antar oleh Nick saja, bukan? Itu berarti tak ada kehadiran Alfred di mobil itu.
Setelah waktu menunjukkan pukul 1:50 dini hari, Amanda segera membawa tasnya dan juga sebuah tas kecil yang merupakan perlengkapannya itu.
Ia menghela napas panjang dan setelahnya membuka pintu kamarnya yang terkoneksi dengan kamar Katy. Tentunya ia akan berpamitan terlebih dahulu dengan anak itu.
"Selamat pagi, Katy. Tenanglah, kita akan bertemu lagi nanti, Ayahmu sudah berjanji untuk mempertemukan kita berdua. Jaga dirimu baik-baik," ujar Amanda seraya tersenyum menatapnya. Ia pun berjalan pergi setelah itu meninggalkannya.
Amanda mempercepat langkahnya, ia hanya takut jika para asisten di sini akan terbangun dan mendengar kebisingan langkahnya itu.
Terlihat Nick yang telah mempersiapkan limusin mewah itu di depan halaman rumah tersebut.
"Selamat pagi, nona. Mari, saya bantu anda untuk memasukkan barang-barang ini," ujar Nick kepadanya.
Amanda tersenyum dan membantu Nick dalam memasukkan kedua tasnya itu ke dalam bagasi. Ternyata kali ini mereka akan menggunakan dua mobil.
"Anda bisa masuk ke dalam limusin di depan itu, Nona."
"Terima kasih, Nick," jawab Amanda dan setelah itu membuka pintu tersebut dan duduk di sana.
Ia menghela napas panjang melihat kegelapan tersebut.
"Tepat waktu."
Amanda terkesiap mendengarnya, ia pun seketika menoleh ke arah kanannya. Rupanya Alfred yang saat ini tengah memainkan ponselnya itu.
"Selamat pagi, Tuan. Ehm, maksudku Alfred," ujar Amanda kepadanya.
Alfred menatapnya saat ini dan tentu saja ia terkejut melihat pakaian Amanda pagi ini, tapi sebisa mungkin ia tak menunjukkan rasa terkejutnya itu.
"Pagi," jawab Alfred singkat.
Amanda merasa kikuk dan menyesal karena ia telah menggunakan celana pendek saja dan juga atasan tanpa lengan itu. Untung saja ia membawa sweater kali ini. Tentu saja membantunya untuk menutupi pahanya itu. Tapi tidak dengan bagian atasannya.
"Pakailah jaketku," ujar Alfred kemudian.
Amanda menatapnya dan terlihat Alfred yang memberikan jaketnya itu sambil tetap memainkan iPad miliknya.
Amanda menerimanya, "Terima kasih."
Ia pun menggunakan jaket berbahan dasar jeans milik Alfred.
Pria itu sesekali meliriknya untuk melihat penampilan Amanda kali ini. Cukup membuatnya tenang.
"Kita akan pergi ke rumahku yang letaknya cukup jauh dari sini. Kau bisa melanjutkan tidurmu kembali karena perjalanan ini memerlukan waktu sekitar tiga jam lamanya."
Amanda hanya mengangguk saja mendengarnya. Ia pun memilih untuk melihat pemandangan dini hari di Kanada. Ia merasa cukup takjub dengan indahnya dini hari saat ini.
Namun, setelah beberapa menit mereka terfokus dengan pemikiran masing-masing, tentunya membuat Amanda mengantuk. Ia tetap mencoba untuk bersiaga, tapi rasanya sulit, apalagi tadinya ia hanya tertidur dua jam saja.
Amanda memejamkan kedua matanya dan memilih untuk tertidur. Ia bahkan menikmati tidurnya itu.
Alfred terlihat masih melihat fokus kepada iPad miliknya tersebut. Beberapa berkas harus ia tanda tangani sebelum meeting online yang akan ia laksanakan besok malam.
Sesaat kemudian, Alfred merasa jika kepala Amanda menyender ke arah lengannya itu.
Alfred terdiam sejenak. Ia mencoba untuk tetap fokus pada pekerjaannya saat ini, tapi rasanya ia tak bisa melakukannya.
Ia melihat Amanda yang saat ini tengah tertidur dengan posisi kepala yang menyender ke arah lengan Alfred.
"Amanda."
Namun, Amanda tak mendengarnya tentu saja. Ia pun kembali memanggilnya untuk yang ketiga kalinya, tapi tetap saja Amanda tak memberikan reaksi apa pun.
Alfred menghela napas panjang. Ia meletakkan iPad miliknya itu dan setelahnya tetap membiarkan Amanda dengan posisi seperti itu.
Sebenarnya ia tak merasa keberatan, tapi rasanya merasa kasihan dengan posisi Amanda saat ini, wanita itu pasti akan merasakan sakit pada lehernya satu jam lagi dan membuatnya tak bisa berkonsen kepada acara pernikahan yang akan di adakan beberapa jam lagi.
"Amanda."
"Ehmmm."
Amanda hanya menggeliat kecil dan setelah itu tetap dengan posisinya saat ini.
Alfred menaikkan sebelah alisnya. Mau tak mau ia pun harus mengubah posisi Amanda saat ini.
"Nah, begini lebih baik," ujar Alfred seraya tersenyum. Kali ini Amanda telah terbaring di atas pangkuannya. Ia pun kembali dengan pekerjaannya saat ini dan membiarkan Amanda tetap tertidur.
Di lain sisi, saat ini Nick melihat semuanya sejak tadi. Ia tersenyum saat Alfred ternyata begitu perhatian dengan Amanda. Ia bahkan tak pernah melihat jika pria itu akan bertingkah manis kepada Gwen.
Mereka bahkan memilih untuk duduk berjauhan dan fokus dengan ponsel masing-masing. Tidak seperti Amanda dan juga Alfred yang ia lihat tadi.
"Aku tak yakin jika pernikahan itu akan berjalan selama satu tahun saja. Lalu, bagaimana jika ternyata Nona Amanda belum mengandung anak untuknya?" gumam Nick seorang diri.
Di samping itu, ia juga berpikir jika Alfred memang menyimpan rasa ketertarikannya kepada Amanda selama beberapa waktu belakangan ini. Ia juga tak pernah melihat Alfred yang akan sibuk untuk mengurus semua perlengkapan apa pun, ia pasti akan menyuruh orang-orangnya itu. Tapi, dalam pernikahan yang akan di laksanakan beberapa jam lagi, Alfred tentu turun tangan untuk melakukannya.
Satu lagi, Alfred merupakan pria yang sangat selektif. Ia menerima Gwen karena cantik, walaupun tetap terpaksa pada saat itu.
Jadi, apakah ia menjadikan Amanda seorang istri karena paras cantiknya dan juga sifat baiknya itu?
***
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
Amanda memulai pekerjaannya kembali. Untuk saat ini ia memang tak memiliki jadwal kencan dengan Andrew, kekasihnya itu.Ya, ia memang memiliki seorang kekasih, yang bahkan sangat ia cintai. Mereka saling mencintai dan bertekad untuk menunjukkan cintanya itu di depan altar nantinya.Andrew adalah pria yang manis dan juga perhatian kepadanya. Mereka telah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya. Cukup matang bisa di katakan.Amanda lalu berjalan mendekati ranjang Katy, seorang bayi perempuan yang berusia satu tahun. Ini adalah pekerjaannya selama enam bulan terakhir, menjadi seorang pengasuh anak untuk keluarga yang sangat kaya raya.Amanda memang tak berasal dari keluarga yang bergelimang harta seperti majikannya ini. Ia hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Tapi semua itu tak membuatnya merasa malas untuk bekerja atau pun merasa malu."Lihatlah, siapa yang pintar dan tak suka menangis, hm?" goda
"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut."Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja."Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya.""Aku selalu mendoakanmu, berkat senan
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al