Amanda memulai pekerjaannya kembali. Untuk saat ini ia memang tak memiliki jadwal kencan dengan Andrew, kekasihnya itu.
Ya, ia memang memiliki seorang kekasih, yang bahkan sangat ia cintai. Mereka saling mencintai dan bertekad untuk menunjukkan cintanya itu di depan altar nantinya.
Andrew adalah pria yang manis dan juga perhatian kepadanya. Mereka telah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya. Cukup matang bisa di katakan.
Amanda lalu berjalan mendekati ranjang Katy, seorang bayi perempuan yang berusia satu tahun. Ini adalah pekerjaannya selama enam bulan terakhir, menjadi seorang pengasuh anak untuk keluarga yang sangat kaya raya.
Amanda memang tak berasal dari keluarga yang bergelimang harta seperti majikannya ini. Ia hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Tapi semua itu tak membuatnya merasa malas untuk bekerja atau pun merasa malu.
"Lihatlah, siapa yang pintar dan tak suka menangis, hm?" goda Amanda seraya menggendong Katy yang terlihat tersenyum saat menatapnya.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, tentu saja waktu yang sangat bagus untuk Katy pergi mandi.
Amanda melakukan pekerjaannya itu dengan sangat senang dan juga bersemangat. Selain karena ia memerlukan uang untuk kehidupan sehari-harinya, ia juga menyukai anak-anak.
Ya, walaupun usianya telah genap menginjak 25 tahun, tapi ia belum juga pergi ke jenjang yang lebih tinggi.
Bukan merasa takut atau tidak siap, tapi ia lebih memilih untuk menunggu semua kepastian dari Andrew, kekasihnya itu. Pria itu memang berasal dari keluarga yang kaya raya, berbeda dengannya, tapi cinta mereka sangatlah sama dan tak ada bedanya.
Amanda tak memerlukan waktu lama untuk memandikan Katy setiap kali ia melakukannya.
"Baiklah, setelah ini kau harus makan bubur yang sangat lezat itu," ujar Amanda kepadanya.
Terlihat senyum Katy yang sangat lebar. Ia bahkan sangat mengerti dengan apa yang tengah di katakan oleh Amanda saat ini.
Ohhh, ia sangat menyayangi Katy, bahkan telah menganggap anak itu sebagai anaknya sendiri.
Namun, satu hal yang masih membuatnya penasaran sampai saat ini adalah di mana keberadaan orang tua Katy?
Ia hanya melihat beberapa orang yang menurutnya adalah keluarga Katy, bukan Ayah atau pun Ibu dari anak ini. Bahkan, Katy selalu bersama dengannya selama 24 jam nonstop. Jadi, ia sangat mengetahui siapa pun yang masuk dan keluar di rumah megah itu.
Tentu saja Amanda merasa sangat kasihan dengan anak ini. Tak ada siapa pun yang menjaganya selain para asisten rumah tangga dan juga dirinya yang bekerja sebagai seorang pengasuh untuknya.
"Tak masalah, kau akan selalu aman ketika bersamaku, Katy," gumam Amanda kepadanya.
Semoga saja ia bisa secepatnya bertemu dengan orang tua dari anak ini karena yang Amanda dengar dari para asisten rumah tangga itu, mereka mengatakan jika orang tua Katy akan bercerai. Entahlah apa permasalahannya, Amanda juga tak ingin mengetahuinya, tapi ia merasa janggal atas semua itu.
Lalu, kenapa hak asuh mereka tak di tanggung? Entah dari Ibu atau pun pihak Ayah. Biasanya hak asuh akan menjadi perebutan dalam suatu keluarga. Tapi ini tidak.
Amanda menatap anak bermata biru laut itu. Ia tersenyum kepada Amanda dan setelahnya Amanda pun memeluknya erat. Ohhh, ia bisa merasakan bagaimana pahitnya berada di keluarga broken home karena ia pun juga demikian. Pergi meninggalkan Australia dan bekerja jauh di Kanada pun adalah jawabannya saat ini.
***
Amanda tengah merebahkan tubuhnya. Katy telah tertidur pulas dan tentu saja kamar mereka ini berada bersebelahan dan terkoneksi di dalamnya sehingga membuat Katy akan mudah untuk di awasi.
Amanda tak bisa tertidur malam ini. Ia begitu memikirkan banyak hal kali ini. Bahkan, cicilan uang yang masih ia tunggak pun belum terlunaskan.
Amanda kembali bangkit untuk duduk. Ia tak tahu harus berbuat apa. Terlebih lagi, kehidupan di Kanada sangatlah keras dan juga tinggi menurutnya.
"Ya Tuhan, aku tak mungkin meminta bantuan kepada Andrew kembali. Sudah cukup, aku tak ingin membuatnya merasa terbebani," gumam Amanda kemudian.
Prang!
Bug!
Amanda seketika terkejut saat mendengarnya. Ia belum pernah mendengar suara itu sama sekali selama enam bulan belakangan ini. Seketika hal tersebut lantas membuatnya kembali terbaring dan memeluk bantal gulingnya itu.
"Kau pengkhianat!"
Amanda bisa mendengar semuanya dengan sangat jelas. Bahkan, ia bisa merasakan bagaimana sesaknya momen tersebut.
"Kau bahkan lebih pengkhianat. Tak bisa memberikanku anak. Terlebih lagi untuk anak laki-laki. Satu lagi, Katy bukanlah anakku."
"Ya, Katy memang bukan anakmu. Kau yang tak bisa memberikanku seorang anak, Alfred."
Amanda terdiam mendengarnya. Alfred?
"Apakah mereka kedua orang tua Katy selama ini?" gumam Amanda seketika.
Ia tetap mendengarnya bahkan semua pertengkaran itu selesai setelah satu jam kedepan. Cukup lama menurut Amanda.
"Tetapi untung saja salah satu di antara mereka memilih pergi sehingga pertengkaran itu tak terlanjut lagi," gumam Amanda kemudian.
Amanda mendengar bahwa pintu kamar Katy telah di buka paksa oleh entah siapa itu. Ia tak bisa melihatnya karena pintu yang menghubungkan ke kamar Katy telah ia kunci untuk malam ini.
"Biarkan Katy bersamaku di sini."
"Peduli setan, kau bahkan tak pernah menjaganya."
"Biarkan Katy di tempatnya. Pergilah dari sini."
"Aku tak peduli."
Setelah itu ia mendengar bahwa suara pintu yang dipukul atau entahlah sehingga menghasilkan suara yang sangat keras.
"Aku tak bisa keluar, Katy. Maafkan aku, semoga kau baik-baik saja," gumam Amanda kemudian.
Setelah itu, ia tak mendengar apa pun lagi. Amanda merasa bersalah kali ini. Seharusnya Katy tidur bersamanya sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan pertengkaran itu.
"Maafkan aku, Katy," gumam Amanda kemudian. Entah mengapa ia merasa sesak saat ini.
***
Amanda bangun lebih awal, ia terlihat panik, tentu saja, apalagi saat mengingat semua kejadian semalam.
Tok! Tok!
Amanda menatap ke arah pintu kamarnya itu. Ia lalu bangkit berdiri dan membukakan pintu tersebut.
"Ah, Julie, maaf aku-"
"Ssstt, boleh aku masuk?" potong Julie yang merupakan salah satu asisten rumah tangga di sana. Ia juga yang telah membantu Amanda untuk menjaga Katy.
"Masuklah," jawab Amanda kemudian. Wanita itu pun masuk ke dalamnya dan setelah itu mengunci pintu tersebut.
"Apakah kau mendengar semuanya semalam?" tanya Julie kepadanya.
Amanda terdiam sejenak. Ia tak mungkin menceritakan apa yang telah ia dengar semuanya.
"Tidak, aku tertidur semalam. Memangnya ada apa? Di mana Katy?" tanya Amanda kemudian.
Julie menghela napas panjang, "Nah, itu dia yang menjadi masalahnya, Katy telah di bawa oleh Gwen, Ibunya."
Baiklah, jadi Ibu dari Katy bernama Gwen. Ia bahkan baru mengetahuinya sekarang ini.
"Kenapa? Gwen?"
"Benar, Amanda. Gwen adalah istri dari Tuan Alfred. Majikan kita semua. Tapi, kau pasti baru mengetahuinya, kan?" gumam Julie kepadanya.
Amanda mengangguk. Ia memang baru mengetahui semuanya, "Lalu, ada apa? Memangnya semalam kenapa?"
"Mereka bertengkar, seperti biasa. Memang, selama enam bulan ini pertengkaran mereka tak di rumah ini, aku tak tahu di mana, tapi aku yakin mereka pasti bertengkar. Menurutku karena Tuan Alfred memiliki wanita lain. Gwen juga memiliki pria lain. Bahkan, Katy bukan anak dari Tuan Alfred. Begitu rumor yang kita dengan semalam," jelas Julie kepadanya.
Amanda hanya mengangguk saja mendengarnya. Tentu saja ia mendengar semuanya dengan jelas semalam, "Rumit sekali rupanya."
"Biasa, permasalahan orang kaya. Bahkan, aku sangat kasihan dengan Lily," ujar Julie kemudian.
"Lily? Siapa lagi itu?" gumam Amanda kembali.
"Ibunda dari Tuan Alfred yang saat ini sedang di rawat di rumah sakit karena menderita gagal ginjal. Aku tak tahu bagaimana kabarnya sekarang," jawab Julie yang mencoba untuk menjelaskannya.
Baiklah, ada banyak hal yang baru ia ketahui. Mulai dari Alfred adalah Ayah dari Katy, Gwen adalah Ibunya, dan juga Lily yang merupakan neneknya. Ternyata mereka semua tak seindah apa yang di bayangkan.
***
"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut."Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja."Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya.""Aku selalu mendoakanmu, berkat senan
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al
Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu."Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya."Amanda?" panggil Alfred kemudian.Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan
Amanda mengetuk pintu kamar itu. Ia yakin jika kamar yang berada di lantai dua satu-satunya itu adalah kamar milik majikannya, Alfred. "Masuklah." Amanda mendengarnya dengan jelas. Ia pun membuka pintu kamar itu seraya melihat ke arah Alfred yang saat ini tengah duduk di tepi tempat tidurnya itu. "Tutup pintunya kembali, Amanda," ujar Alfred seketika. Amanda melakukannya, walaupun ia merasa kikuk kali ini, apalagi dengan cahaya yang sangat terang di dalam kamar tersebut. "Apakah kau menangis?" tanya Alfred seketika saat ia melihat kedua mata hazel milik Amanda. Wanita itu terkesiap. Apakah nampak jelas? "Ehm, maafkan aku, abaikan saja. Apakah Katy tertidur?" tanya Alfred kemudian. Amanda tersenyum dan mengangguk, "Ya, Katy sedang tertidur." "Baiklah." Setelah itu di antara keduanya terlihat sangat kikuk. Bahkan, Amanda berpikir jika semuanya sudah selesai. "Amanda.." Setelah menunggu kura
Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan."Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua."Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in