"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.
Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."
Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut.
"Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja.
"Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.
Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"
Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya."
"Aku selalu mendoakanmu, berkat senantiasa selalu hadir untukmu, Amanda. Wow, aku masih tak menyangka dengan itu. Tapi jujur saja, kau memang sangat menggoda. Apalagi jika kau bertemu dengan Tuan Alfred," bisik Julie kemudian.
"Hei, apa yang kau bicarakan? Sudahlah," gumam Amanda seraya tersenyum. Ia bahkan tak tahu bagaimana wujud Ayah dari Katy itu. Katanya, Alfred sangatlah tampan. Mungkin memang benar, suara yang ia dengar semalam adalah suara khas dari pria tampan yang mungkin usianya 30 tahun, atau lebih. Sudahlah, kita tak bisa menilai seseorang hanya dari mendengar suaranya saja.
"Sungguh, aku berani taruhan jika Tuan Alfred akan terlena dengan pengasuh anak perempuan kesayangannya ini. Pasti ia akan menunjukkan sifat yang berbeda ketika melihatmu, Amanda," ujar Julie kepadanya.
Amanda memutar kedua matanya, ia pun terkekeh kembali, "Julie, kau ini sedang apa?"
Terlihat Juli yang berlutut di hadapan Amanda saat ini, seolah-olah ia adalah Alfred yang tengah menyatakan perasaannya kepada Amanda.
"Apakah aku harus menjawab iya?" gumam Amanda yang tengah mengikuti halusinasi dari Julie saat ini.
"Harus, kau juga harus memberikan anak laki-laki kepadaku," jawab Julie dan seketika mereka berdua tertawa.
Amanda masih tak percaya, ternyata gender di dalam keluarga ini masih terlihat jelas. Buktinya saja dengan kejadian semalam ketika Alfred menyinggung soal anak laki-laki. Padahal menurut Amanda semuanya sama saja, sama-sama menggemaskan.
"Julie, tapi apakah kehadiran anak laki-laki di keluarga ini sangatlah penting?" gumam Amanda seketika.
Julie menatapnya kembali dan mengangguk, "Seperti dengan keinginan Ayah dari Tuan Alfred. Menurutku, mereka memang lebih mengagungkan anak laki-laki selama ini. Kehadiran Tuan Alfred juga sangat membawa keberuntungan dan juga kebahagiaan untuk mereka, begitu yang aku dengar selama bekerja di sini."
Amanda mengangguk, ia bahkan tak begitu suka ketika dalam satu keluarga sangat mengagungkan anak laki-laki.
"Maka dari itu mereka selalu bertengkar?" tanya Amanda dengan suara pelan.
Julie mengangguk, "Ya, di luar dari perselingkuhan di antara keduanya. Sangat rumit, Amanda. Aku juga tak begitu paham."
Begitu pula dengan Amanda. Ia bahkan masih tak percaya dengan apa yang ia dengar semalam.
"Lalu, bagaimana dengan Katy selanjutnya?" tanya Amanda seketika.
"Aku harap, hak asuh akan jatuh kepada Tuan Alfred. Kau tahu, Gwen sangat membenci anak-anak sekaligus selalu sibuk dengan kegiatannya sendiri," jawab Julie kemudian.
Ah, sangat rumit, sungguh. Amanda hanya bisa berdoa untuk semua kebaikan Katy selama ini.
***
Amanda tengah mematut dirinya di hadapan cermin. Ia tersenyum saat melihat dress merah itu yang melekat di tubuhnya saat ini.
"Uhhh, lihatlah, kau bahkan sangat cantik. Aku tak bisa mengenalimu sekarang," goda Julie kepadanya.
Amanda tersenyum sambil menatap ke arah Julie saat ini, "Kau ini ada-ada saja. Tapi, terima kasih karena telah meminjamkan dress merah ini untukku."
"Apa pun akan kuberikan, Amanda. Cepatlah, aku tak ingin jika Andrew menunggu terlalu lama," jawab Julie kemudian.
Amanda tersenyum kepadanya, "Terima kasih, kalau begitu aku pergi dulu. Tenang saja, tak sampai malam."
Setelah itu, ia pun pergi berlalu dari rumah megah tersebut. Begitu enaknya saat tak ada majikan di rumah tempatmu bekerja. Seperti inilah jadinya, mereka memiliki cukup kebebasan untuk berjalan-jalan atau pun berkencan dengan kekasih masing-masing.
Para bodyguard yang berjaga pun memberi hormat kepada Amanda ketika ia keluar dari gerbang rumah itu. Mereka memang telah mengenal baik wanita tersebut selama enam bulan belakangan ini. Apalagi sifat Amanda yang sangat baik kepada siapa pun.
"Selamat malam, cantik, silahkan," ujar Andrew sambil membukakan pintu mobil tersebut untuknya.
Amanda menyukai sifatnya yang sangat manis itu, "Terima kasih, tampan."
Andrew tersenyum dan setelah itu menutup pintu mobil tersebut dan berjalan menuju ke arah yang berlawanan.
"Ah, aku merindukanmu, Amanda," ujar Andrew seraya memeluknya saat mereka telah berada di dalam mobil tersebut.
Amanda membalas pelukan tersebut. Ia juga sangat merasa rindu dengan pria itu, "Aku pun sama. Bagaimana dengan semua pekerjaanmu, Andrew?"
Mereka pun melepaskan pelukan tersebut dan terlihat Andrew yang menatapnya. Pria berambut pirang tersebut tersenyum ke arahnya, "Begitulah. Sangat sibuk."
"Tak masalah, itu semua untuk masa depanmu," jawab Amanda kemudian.
Andrew menggeleng, "Tidak, tapi masa depan kita berdua."
Ah, lihatlah, ia sangat manis dan juga romantis, bukan?
"Baiklah, kita akan makan malam di tempat yang telah aku reservasi sore tadi. Kau siap, sayang?" tanya Andrew seraya menggunakan sabuk pengamannya.
"Sangat siap," jawab Amanda dan setelah itu mereka pun pergi berlalu menuju ke tempat yang telah di reservasi oleh Andrew tadinya.
***
Mereka telah menikmati malam yang panjang kali ini. Mobil mewah itu pun terhenti di depan gerbang rumah Alfred, tempat di mana Amanda bekerja selama ini.
"Terima kasih, Andrew. Aku tak menyangka ternyata sekarang waktu telah menunjukkan pukul 11 malam," gumam Amanda kepadanya.
Andrew terlihat tersenyum dan setelah itu memeluknya dengan sangat erat. Namun, Amanda merasa bahwa Andrew tak hanya memeluknya kali ini. Tapi ia juga mencium leher wanita itu dengan sangat kuat.
Amanda mendorong Andrew seketika. Pria itu tentu saja merasa terkejut, "Ada apa, Amanda?"
"Apa yang kau lakukan?" tanya Amanda yang seketika terkejut dengannya.
"Amanda, ayolah. Ini sudah biasa terjadi di Kanada. Kita bahkan belum pernah melakukannya selama dua tahun ini, hm?" gumam Andrew kepadanya.
Mereka memang telah menjalin hubungan selama dua tahun penuh, tapi bukan berarti Andrew bisa dengan mudahnya mendapatkan tubuhnya. Tidak, bukan seperti itu yang ia inginkan di dalam hubungan tersebut.
"Tidak, aku tak ingin melakukannya," jawab Amanda seketika.
Andrew terlihat menatapnya dan setelah itu tersenyum, "Kau yakin?"
Amanda terdiam sejenak, sepertinya Andrew memang cukup berubah menurutnya, "Tentu saja. Aku tak akan melakukannya sebelum kau menikahiku."
Andrew pun terlihat menunduk dengan seulas senyumannya yang masih terlihat, "Baiklah, aku tak bisa memaksamu. Tak masalah, maafkan aku."
Amanda menatapnya dan tentu saja ia cukup merasa kasihan dengan kekasihnya itu. Tapi, di sisi lain ia juga harus teguh pada pendiriannya. Ia hanya tak ingin jika suaminya kelak mencemooh dirinya seperti apa yang telah di lakukan oleh Ayahnya kepada mendiang Ibunya saat itu. Tentu karena pernikahan dini dan juga berhungan di luar pernikahan maka semua itu bisa terjadi.
"Aku akan mengantarkanmu ke dalam," ujar Andrew namun Amanda menggeleng seraya tersenyum.
"Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri, terima kasih untuk malam ini," jawab Amanda dan setelah itu ia pun keluar dari dalam mobil tersebut dan pergi berlalu.
Andrew menatapnya sejenak dan setelah itu terlihat cukup kesal. Ya, ia masih belum bisa mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Padahal, ia telah sabar menunggu semuanya.
"Apalagi yang harus kulakukan?" gerutu Andrew seraya mengemudikan mobilnya menuju ke suatu tempat. Ia juga terlihat tengah menghubungi seseorang saat ini.
Tak lama kemudian, panggilan itu pun terhubung.
"Halo, sayang."
"Di mana kau sekarang? Aku merindukanmu."
"Kemarilah, aku berada di rumah, seperti biasa."
"Aku akan segera menemuimu sekarang, bersiaplah."
"Ah, tentu saja. Aku memang selalu siap."
Panggilan pun terputus. Ya, selama ini Andrew memang bermain di belakangnya. Ia cukup jenuh karena Amanda tak pernah menuruti hasratnya itu selama ini.
***
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al
Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu."Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya."Amanda?" panggil Alfred kemudian.Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan
Amanda mengetuk pintu kamar itu. Ia yakin jika kamar yang berada di lantai dua satu-satunya itu adalah kamar milik majikannya, Alfred. "Masuklah." Amanda mendengarnya dengan jelas. Ia pun membuka pintu kamar itu seraya melihat ke arah Alfred yang saat ini tengah duduk di tepi tempat tidurnya itu. "Tutup pintunya kembali, Amanda," ujar Alfred seketika. Amanda melakukannya, walaupun ia merasa kikuk kali ini, apalagi dengan cahaya yang sangat terang di dalam kamar tersebut. "Apakah kau menangis?" tanya Alfred seketika saat ia melihat kedua mata hazel milik Amanda. Wanita itu terkesiap. Apakah nampak jelas? "Ehm, maafkan aku, abaikan saja. Apakah Katy tertidur?" tanya Alfred kemudian. Amanda tersenyum dan mengangguk, "Ya, Katy sedang tertidur." "Baiklah." Setelah itu di antara keduanya terlihat sangat kikuk. Bahkan, Amanda berpikir jika semuanya sudah selesai. "Amanda.." Setelah menunggu kura
Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan."Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua."Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya."Amanda."Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya."Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman."Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Juli