Amanda terlihat tengah bersama dengan Katy kembali saat ini. Anak itu terlihat mengantuk dan tentu saja membuat mereka harus pergi kembali menuju ke dalam kamarnya.
"Amanda."
Ia mendengar panggilan itu lagi. Untung saja dari Julie. Wanita itu berjalan menghampirinya.
"Hm, kedua matamu telah menjelaskan semuanya soal Andrew," ujar Julie seketika.
Amanda hanya tersenyum saja mendengarnya, "Aku akan kembali setelah ini."
Julie melihat ke arah Katy yang setengah tertidur. Seketika ia terkekeh dan berjalan beriringan bersamanya, "Aku akan ikut menjaganya sekarang. Ayo."
Amanda mengangguk, mungkin itu lebih baik. Mereka lalu berjalan menuju ke arah kamar Katy untuk membiarkan anak itu tidur di ranjangnya yang nyaman.
"Jadi, apakah ia telah memberikan klarifikasi?" tanya Julie dengan nada yang setengah berbisik.
Amanda yang saat ini tengah menatap ke arah Katy pun hanya bisa tersenyum saja. Ia lalu mengalihkan pandangannya kepada Julie, "Dia bahkan telah mengakhiri hubungan kami."
Julie melongo mendengarnya, "Kau yakin? Tapi, bukankah itu adalah kesalahannya?"
"Ya, semuanya terjadi begitu saja. Aku awalnya sudah menyangka jika pria itu bukanlah Andrew, aku tetap berpikir positif tapi entah mengapa semuanya terasa sangat sulit. Seketika malam itu seorang wanita menghubungiku, tentunya dengan menggunakan ponsel milik Andrew. Bahkan, aku bisa mendengar suara tawa dari pria itu. Setelahnya, Andrew juga berbicara kepadaku. Ia mengatakan.."
Julie terlihat menunggu kelanjutannya, tapi sayang sekali karena Amanda terlihat berkaca-kaca. Ia menjadi tak tega.
"Sudahlah, tak usah di lanjutkan. Aku juga membencinya," jawab Julie seketika.
"Aku yakin semua ini memang keputusan yang baik untukku dan juga Andrew. Apalagi, ia termasuk ke dalam orang yang sangat penting, berbeda denganku yang biasa saja. Jadi, tentu saja ia berhak untuk memilih dengan siapa akan menjalin suatu hubungan. Kami berbeda, benar, bukan?" ujar Amanda kemudian.
"Kau tak berhak mengatakan hal itu, Amanda. Kau ini wanita yang spesial. Mau tahu?" goda Julie yang saat ini mencoba untuk menghiburnya.
Amanda terlihat menyeka air matanya itu, ia tersenyum dan menatap ke arah Julie saat ini, "Apa itu?"
"Tuan Alfred tertarik denganmu," goda Julie setengah berbisik.
Seketika mereka berdua tertawa mendengarnya. Julie selalu saja berhasil membuatnya tertawa.
"Ssssttt, Katy sedang tertidur," bisik Amanda kemudian.
Di lain sisi, saat ini Alfred tengah mendengar semuanya. Ia mengintip dari balik pintu yang tak di tutup rapat oleh mereka berdua.
"Oh, jadi karena itu ia menyetujuinya," gumam Alfred seorang diri. Pantas saja Amanda seketika bisa menyetujui semua kontrak yang ia berikan semalam.
Alfred pun seketika pergi berlalu. Ia harus mempersiapkan beberapa hal yang berkaitan dengan pernikahannya dengan Amanda yang akan berjalan sebentar lagi. Mungkin, Alfred akan mempercepat semuanya mulai hari ini. Kebetulan sekali sekretarisnya itu tak memberikan kabar mengenai berita tenang meetingnya.
Alfred terlihat menghampiri Nick yang saat ini tengah mengawasi keadaan di sekitarnya. Beberapa bodyguard juga terlihat menunduk hormat saat Alfred berjalan melewati mereka semua.
"Nick, antar aku menuju ke tempat yang telah kuberitahu semalam," ujar Alfred kepadanya kemudian.
"Baik, Tuan. Saya akan segera mengantarkan anda menuju ke tempat tersebut. Silahkan," jawab Nick kemudian sambil membukakan pintu limusin untuk untuk Alfred saat ini.
Alfred tengah menatap ke arah halaman depan rumahnya saat ini. Ia merasa jika Amanda adalah wanita yang sangat berbeda dari semuanya. Entah mengapa di dalam mimpinya itu, Lily mengatakan semua hal yang mencirikan dengan Amanda.
"Aku bahkan tak mengenalnya sama sekali," gumam Alfred kemudian. Ia hanya memerlukan rahimnya saja untuk mengandung dan melahirkan anak laki-laki untuknya saja. Setelah itu, semua kontrak yang mereka sepakati akan berakhir. Amanda juga berhak meminta apa pun selama bersamanya atau pun setelah masa kontrak mereka habis nantinya. Ia akan memberikan apa pun untuk wanita itu.
"Baiklah, semuanya akan berjalan sesuai rencanaku," gumam Alfred kemudian dan setelah itu menatap ke arah amplop cokelat yang sejak tadi ia bawa.
***
Katy terbangun, pas sekali saat Amanda telah menyelesaikan tugasnya tadi, membersihkan kamar Katy.
Ia berjalan mendekati ranjang itu dan tersenyum kepadanya, "Hei, cantik. Kemarilah."
Katy telah berada di dalam dekapannya kali ini. Ia terlihat sangat mengantuk rupanya, bahkan saat ini masih melanjutkan tidurnya itu. Seketika Amanda tersenyum dan kembali merebahkan Katy di posisi semula.
"Tunggu di sana ya, sebentar lagi aku akan menyelesaikan ini," gumam Amanda seraya menunjukkan pakaian milik Katy yang akan ia lipat saat ini.
Setelah beberapa menit melakukannya, Katy masih tertidur pulas, tentu saja membuat Amanda bisa beristirahat sejenak dari pekerjaannya itu. Ia bahkan telah menyelesaikan kegiatannya saat ini.
"Amanda."
Seketika Amanda terkesiap. Ia pun menatap ke arah pintu yang ternyata telah berada kehadiran Alfred di sana. Pria itu selalu saja mengawalinya dengan panggilan nama. Tentu saja membuatnya terkejut.
"Iya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Amanda seketika berdiri.
Amanda menang menggunakan rok setiap harinya, seperti pada pakaian yang di kenakan oleh para pengasuh, terkadang, ia juga selalu menggunakan pakaian yang stylish, tentu saja semua penampilannya selalu enak di pandang oleh siapa pun yang melihatnya.
"Apakah Katy masih tertidur?" tanya Alfred kemudian. Ia lalu berjalan masuk menuju ke dalam kamar Katy.
"Iya, Tuan."
Alfred melihatnya sejenak dan tersenyum. Setelah itu, pandangannya kembali ke arah Amanda, "Ikut aku, kita harus mengukur gaun pengantin sekarang."
Amanda melongo mendengarnya. Secepat itu?
"Hari ini?" gumam Amanda seketika.
Alfred mengangguk, "Aku hanya ingin semuanya berjalan secepatnya. Setelah itu kita akan melaksanakan semua kegiatan sesuai dengan kontrak itu. Bersiaplah. Biarkan Julie yang menjaga Katy hari ini."
Amanda menghela napas panjang, ia lalu tersenyum dan setelah itu bangkit berdiri. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan selain setuju dan mengangguk.
"Aku menunggumu di mobil," ujar Alfred dan setelah itu pergi berlalu, bersamaan dengan kehadiran Julie di sana yang kebetulan sekali ingin membawakan sesuatu untuk Amanda.
"Ada apa?" tanya Julie seketika.
"Aku harus pergi, Tuan Alfred mengajakku entah kemana," jawab Amanda kepadanya.
"Uhhhh, baiklah, semoga kalian langgeng," godanya kemudian.
"Julie," ujar Amanda seraya terkekeh. Ia pun kemudian memberikan mandat untuk menjaga Katy seharian ini.
Amanda tak bisa berpikir lagi, ia bahkan tak menyangka dengan semua kehidupannya yang seperti boneka. Menikah dengan pria yang tak ia cintai bahkan tak ia kenali bukanlah salah satu impiannya sampai saat ini. Tapi, entahlah, ia juga tak tahu apa yang membuatnya menyetujui semua kontrak itu.
"Apakah karena Andrew telah merusak kepercayaanku?" gumam Amanda seketika.
Entahlah, ia masih belum paham dengan dirinya sampai saat ini.
***
Selama di perjalanan hingga ia sampai di butik itu, Alfred sama sekali tak berbicara sepatah kata pun dengannya. Ia bahkan terlihat fokus dengan iPad miliknya itu. Bahkan, sesekali ia juga mengobrol dengan supir yang menjadi asisten pribadinya sekaligus, Nick.
Amanda seperti sebuah patung di antara mereka. Hanya Nick saja yang sesekali berbicara dengannya, itu pun tak begitu penting. Tapi tidak dengan Alfred, pria itu bahkan sama sekali tak bertanya atau pun mengajaknya berbicara sama sekali.
Merana sekali nasib Amanda, begitu pikir wanita tersebut. Ia bahkan masih tak bisa berpikir jernih dengan apa yang ia ambil. Keputusan yang sangat konyol, menikah hanya karena rahimnya saja. Ah, seperti di dunia novel saja kehidupan Amanda saat ini.
Mobil pun terhenti, terlihat Alfred yang lebih dulu keluar dari dalam limusin itu. Nick lantas menoleh ke arah Amanda saat ini.
"Silahkan, nona. Semoga hari-harimu menyenangkan," ujar Nick kepadanya. Amanda lantas tersenyum dab mengangguk. Sepertinya hanya Nick saja yang mengerti dengan posisinya saat ini.
Tapi, apakah pria itu mengetahui kontrak yang tengah di jalankan oleh mereka berdua?
"Amanda."
Amanda terkesiap saat melihat Alfred yang saat ini tengah menunggunya di depan limusin itu.
"Ah, maafkan saya," jawab Amanda dan setelah itu keluar dari dalam sana.
"Aku tak suka menunggu," ujar Alfred seketika dan setelah itu ia pun berjalan lebih dulu memasuki butik tersebut.
Amanda terdiam mendengarnya. Baiklah, ia harus sigap mulai saat ini.
Tapi, di lain sisi, ia cukup menyukainya saat Alfred memanggil namanya itu.
"Ia hanya memanggil namaku saja tapi seketika aku mengerti dengan perintahnya," gumam Amanda seraya mengekori bosnya itu.
***.
Amanda melihat butik itu dengan sangat takjub. Sungguh ia merasa seperti seorang putri saja kali ini. Mereka semua terlihat melayani Alfred dan juga Amanda dengan sangat sopan dan sabar. Bahkan mereka semua juga sangat ramah dengannya. "Tidak usah, biar aku saja," ujar Amanda seraya melepaskan sepatu yang ia pakai saat ini. Mereka semua tentu merasa terkejut. Tak ada yang seperti Amanda sampai detik ini. Mereka semua pasti menyuruh para pegawai butik itu untuk melakukannya. Bahkan tak segan untuk menyuruh-nyuruh mereka semua. "Anda baik sekali, nona. Tapi, biarkan kami bekerja," ujar salah satu di antaranya kepada Amanda. Amanda tersenyum. Ia pun melepaskan sepatunya di bagian sebelah saja dan setelah itu membiarkan mereka semua melakukan tugasnya, seperti keinginannya tadi. Alfred tentu saja tak terlihat, sepertinya pria itu berada di luar ruangan ini. Entahlah, ia sama sekali tak bisa melihat keadaan di luar sana. "Anda sangat berunt
Alfred berjalan memasuki ruang sidang itu. Ia masih tak melihat Gwen atau pun antek-anteknya di sana. "Apakah mereka belum tiba juga?" tanya Alfred kepada sang pengacara pribadinya itu. "Belum, Tuan. Sepertinya mereka tidak hadir lagi kali ini," jawab sang pengacara kembali. Alfred tersenyum senang. Kemenangan akan berada di depan matanya. Hak asuh itu pun akan berada di tangannya. Tentu saja Gwen tak memiliki bukti apa pun untuk menjatuhkannya di dalam persidangan kali ini. Maka dari itu, ia sama sekali tak memberikan jawaban apa pun atas kehadirannya saat ini. Sudah dua kali ia tak menghadirinya. "Kita akan menunggunya di dalam," ujar Alfred dan terlihat sang pengacaranya itu yang mengangguk. Alfred lantas terdiam di posisinya saat ini. Ia membaca beberapa berkas penting yang selalu ia bawa sejak pertama kali sidang berlangsung. "Sepertinya mereka memang tidak akan hadir lagi, Tuan," bisik pengacara Alfred saat in
Amanda telah merapikan semua pakaiannya. Besok adalah hari pernikahannya dengan Alfred. Tentu saja semuanya di adakan secara tertutup dan juga private. Bisa di bilang tak ada siapa pun yang mengetahuinya. Amanda menghela napas panjang. Pukul 2 pagi nanti, saat semuanya tertidur pulas, ia harus segera bersiap-siap ikut bersama dengan Nick. Tak ada pilihan lain selain menyetujuinya. Amanda tersenyum pahit saat mengingat semua momen menyedihkannya selama ini. Keluarganya yang hancur berantakan dan pergi meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun, merantau seorang diri ke Kanada dan bekerja sebagai seorang pengasuh anak untuk keluarga kaya raya, hubungan yang kandas karena ia tak pernah memberikan Andrew tubuhnya, selain itu, yang paling utama bahkan masih ia rasakan adalah menikah secara terpaksa dengan majikannya sendiri, karena atas dasar saling memerlukan, lebih tepatnya memerlukan rahimnya untuk melahirkan anak laki-laki untuk Alfred. "Miris sekali," gumam Ama
"Anda cantik sekali, nona," bisik seseorang kepadanya. Amanda membuka kedua matanya. Ia melihat dirinya saat ini di pantulan cermin. Ah, apakah itu adalah dirinya? "Luar biasa, aku bahkan sampai tak bisa mengenalinya," ujar salah satu di antara mereka. Kali ini Amanda telah selesai dengan semua riasannya itu. Bahkan, ia telah menggunakan gaun pengantin miliknya. "Terima kasih," ujar Amanda dan tentu saja ia suka sekali dengan hasil riasannya itu. "Bagaimana jika kita mengambil satu gambar saja sebelum pergi menemui pengantin prianya?" ujar salah satu di antara mereka kembali. Untuk saat ini, di dalam ruangan itu terdapat empat orang wanita yang sejak tadi sibuk untuk membantu dirinya. "Ide yang bagus. Ayo." Amanda hanya mengikuti mereka dan saat ini berdiri di antara mereka semua. Setelah itu, tak lupa untuk mereka mengucapkan selamat atas hari yang berbahagia saat ini. Amanda seketika tersenyum. Ya, ini sangat bahagia,
Alfred sudah lama sekali tak mengunjungi tempat itu. Mungkin satu atau dua tahun yang lalu. "Ah, akhirnya kau memiliki waktu luang lagi, ya," ujar Paula, yang merupakan temannya sejak kecil. Orang tua mereka juga saling mengenal. Sampai saat ini, wanita itu tentu saja masih menyimpan rasa kepada Alfred, entahlah hanya sekadar gurauan saja atau bersungguh-sungguh, ia tak peduli. Alfred memang menerima ajakan bersantai dari Paula. Wanita itu tentu saja merasa sangat senang setelah sekian lama ia menunggu waktu tersebut. "Apalagi mendengar berita jika kau dan juga Gwen telah resmi bercerai," tambah Paula seraya terkekeh. Alfred lantas menatap ke arah pantai yang saat ini menjadi perhatian mereka semua, "Aku juga merasa senang." "Lalu, bagaimana dengan Katy? Apakah hak asuhnya berada di tanganmu?" tanya Paula yang merasa penasaran, walaupun sebenarnya ia telah menbetahhui berita itu dari segala sumber yang ada. "Tentu," jawab Alfred singka
"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika. Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini. Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu. "Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana. "Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak me
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan