"Hai, Alfred. Kau tak pernah bercerita tentang teman masa kecilmu ini yang menyukai makanan khas Asia," ujar David seketika.
Amanda hanya menahan senyumannya sambil terus melanjutkan kegiatannya saat ini. Ia pun melangkah pergi untuk membawa tiga piring nasi goreng itu ke arah meja makan yang letaknya cukup jauh dari dapur itu. Sekalian ia harus menyiapkan yang lainnya di meja makan, apalagi dengan kehadiran David yang tiba-tiba malam ini.
Alfred membiarkan Amanda pergi, mereka hanya saling melirik saja beberapa saat sebelum wanita itu pergi berlalu.
"Kenapa kau datang kemari? Bukankah Nick sudah memberitahumu jika meeting malam ini aku batalkan?" tanya Alfred yang tentu saja merasa terkejut karena melihat kehadiran David, sekretaris pribadinya itu yang datang tiba-tiba di rumahnya. Hanya David yang mengetahui rumah ini karena mereka terkadang mengerjakan pekerjaan di sana.
"Aku tahu, tapi rasanya sangat bosan ketika berada di rumah sendiri dan tak mengerjakan apa pun. Kau pasti mengetahui bagaimana sifat ambisiusku ini," jawab David kemudian.
"Pergilah ke ruang tamu, aku akan memberikan berkas itu kepadamu sekarang," ujar Alfred namun David menggeleng dan berjalan mendekatinya.
"Eits, lupakan pekerjaan sejenak, aku sangat ingin menyantap nasi goreng buatan teman masa kecilmu yang sangat menggoda itu," jawab David kemudian seraya tersenyum penuh arti.
Alfred tentu saja sangat ingin memisahkan mereka berdua dan tak membiarkan David untuk lebih banyak mengobrol dengan Amanda. Bukan maksud apa pun, tapi David adalah pria yang cukup suka berbicara banyak sehingga ia hanya takut jika apa yang telah ia dan juga Amanda sembunyikan, akan diketahui olehnya.
"Ngomong-ngomong, ia sangat cantik. Kenapa kau tak menikahinya saja dan setelah itu hidup bahagia bersamanya. Ia sangat pandai memasak menurutku, suatu kegiatan yang sangat aku sukai dari seorang wanita, entahlah menurutmu bagaimana, aku tak tahu," gumam David kepadanya.
"Sudahlah, jangan macam-macam dengannya, aku takut jika Amanda tak akan menyukaimu," ujar Alfred kemudian.
"Oh wow, rupanya kau telah menaruh rasa ketertarikan kepada teman masa kecilmu itu. Lanjutkanlah, nak, buat Gwen merasa kepasanan karena kemesraan kalian berdua nantinya," jawab David kemudian.
"Aku tidak tertarik dengannya, kau ini selalu saja sembarangan berbicara," gumam Alfred kemudian.
David menatapnya penuh dengan godaan, "Kau yakin? Lalu, bagaimana jika aku saja yang mencoba untuk..."
Alfred terlihat tengah menunggu lanjutan dari ucapan David saat ini.
"Berkencan dengan Amanda. Kau setuju, hm?" lanjut David kemudian.
Alfred tersenyum dan mengangguk, "Silahkan saja. Semoga kau berhasil."
David membulatkan kedua matanya, "Kau yakin? Aku bahkan tak pernah bergurau dengan ucapanku sendiri."
"Tentu saja, apakah kau tak melihat ekspresi keseriusanku dalam menjawabnya?" ujar Alfred kemudian.
David menatapnya dan mengangguk, "Baiklah, semoga saja aku berhasil mendapatkan hati Amanda. Aku jatuh hati kepadanya sejak beberapa menit yang lalu."
Di lain sisi, saat ini Amanda yang tengah mendengar semua percakapan mereka merasa sesak. Tentu saja, dengan mudahnya Alfred membiarkan David untuk berkencan dengannya. Memang, semua itu telah sesuai dengan isi dari kontrak tersebut, tapi tentu saja ia merasa aneh ketika melakukannya saat ini. Rasanya sangat janggal saat berada di posisinya ini, telah memiliki seorang suami tapi pihak suami yang memberikan akses bebas untuk pria lain dalam mengajaknya berkencan.
Amanda menghela napas panjang. Jika semua itu yang di inginkan oleh Alfred, maka ia akan mengikutinya. Tak ada salahnya untuk mencoba dekat dengan pria lain, bukan? Apalagi pernikahan mereka hanya sebatas sementara saja, setelah itu tentunya Amanda harus mencari pria lain dan mencoba untuk mendekatkan dirinya kepada lawan jenis. Mungkin saja ada kecocokan di antara Amanda dan juga David nantinya. Ia tak tak akan tahu hal tersebut.
***
"Hei, ini lezat sekali. Kita ternyata adalah belahan jiwa yang telah di pertemukan oleh Tuhan," ujar David kepadanya seraya terkekeh geli.
Amanda yang telah menyelesaikan makan malamnya itu lantas terkekeh mendengarnya, "Kau ini ada-ada saja, tapi, terima kasih atas pujiannya. Aku senang jika makananku ini di sukai oleh banyak orang."
"Aku yakin seluruh warga Kanada juga menyukainya," jawab David kemudian.
Amanda hanya tersenyum dan setelah itu membereskan semua piring kotor, ia harus membiarkan mereka mengobrol sekaligus Amanda ingin mencuci semua perabotan kotor di sana agar besok pagi ia tak perlu melakukannya.
"Terima kasih, Amanda. Kau sangat rajin," ujar David kemudian saat ia melihat Amanda yang mengambil piring kotornya itu.
"Sama-sama, sudah menjadi kebiasaanku selama ini untuk segera mencuci semuanya," jawab Amanda dan setelah itu pergi berlalu bersama dengan ketiga piring kotor dan beberapa perabotan lainnya.
Saat Amanda telah menjauh, David lantas menatap Alfred yang saat ini tengah fokus dengan jus buahnya itu.
"Kau diam saja sejak tadi. Ada apa?" tanya David seraya terkekeh.
Alfred menatapnya dan menggeleng, "Memangnya apa yang harus aku lakukan? Kau juga tahu aku lebih suka berdiam diri."
"Hmm, kau yakin dengan keputusanmu itu? Membiarkanku dekat dengan Amanda?" tanya David sekali lagi.
Alfred lantas tersenyum dan menatapnya kembali, "Tentu saja, kau ini ternyata cerewet sekali."
"Tapi kenapa? Apakah Amanda bukan salah satu dari kriteriamu? Atau, ia telah memiliki seorang kekasih?" tanya David yang masih merasa penasaran rupanya.
"Kita hanyalah teman, lalu apa lagi yang harus aku jelaskan?" ujar Alfred kemudian. Ia merasa sangat puas dengan Amanda karena ternyata wanita itu telah menjalankan misi mereka dengan sangat baik.
"Bukan, maksudku, kau tak pernah mengajak Gwen ke rumah ini, apalagi dengan wanita yang lainnya. Tapi, kenapa kau mengajak Amanda datang ke rumah ini? Kau juga memperbolehkanku untuk mendekatinya. Hei, ini sangat aneh," gumam David kemudian.
"Aneh? Aku bahkan tak merasa aneh sama sekali," jawab Alfred dengan santainya.
David menatapnya kembali dan mengangguk, "Bagaimana jika kita taruhan?"
Alfred mengangguk dengan sangat mantap, "Tentu, apa yang kau inginkan?"
"Hm, aku belum memikirkannya saat ini, bagaimana menurutmu?" tanya David kemudian.
"Apartemen? Rumah? Mobil?" tanya Alfred kemudian.
"Oke, begini saja, aku akan melihat kedepannya, apakah Amanda tertarik denganku, atau justru sebaliknya. Jika ia tak memiliki rasa ketertarikan itu kepadaku maka aku akan mundur dari sisi Amanda sekaligus memberikanmu sebuah rumah mewah, bagaimana?" tanya David kemudian.
"Sebenarnya aku tak ingin rumah mewah, tapi entahlah, seketika aku menyetujuinya," ujar Alfred kemudian.
"Tapi, jika setelah itu ternyata kau menaruh hati kepada Amanda, maka kau harus menuruti tiga permintaanku. Apa pun itu, bagaimana?" ujar David kemudian.
Alfred tersenyum, "Deal."
"Deal, bagus sekali. Terima kasih dan kita lihat untuk kedepannya," jawab David seraya tersenyum senang.
Amanda yang mendengarnya lantas tersenyum penuh arti, oh, ia semakin tertarik dengan semua permainan yang di buat oleh Alfred sendiri.
***
Setelah David kembali pulang, Amanda pun memutuskan untuk berjalan menuju ke arah lift, ia harus tidur lebih awal malam ini karena rasanya tidak enak sekali bangun di saat Alfred telah pergi berlalu. Bukan maksud apa pun tapi rasanya tak etis sekali jika suaminya itu pergi tanpa ia ketahui. Amanda memang masih menghormatinya sebagai seorang suami karena status mereka saat ini.
Namun, langkah Amanda terhenti sejenak, ia melihat Alfred yang saat ini akan memasuki lift itu juga.
"Kau bisa menggunakannya lebih dulu," ujar Amanda kepadanya.
Alfred menggeleng, "Pergilah lebih dulu."
Amanda menghela napas panjang. Ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam sana lebih dulu tanpa menghiraukan pria itu lagi.
Saat pintu lift tertutup, barulah Amanda bisa menghela napas lega. Alfred memang selalu membuatnya merasa aneh saat berada di dekatnya.
Terlihat Alfred yang tengah menunggu kedatangan lift itu, cukup lama bahkan membuatnya merasa tak sabaran sendiri karena ada satu hal yang harus ia bicarakan dengan Amanda.
Di lain sisi, saat ini Amanda tengah mencari pakaian tidurnya. Rasanya ia hanya membawa beberapa potong pakaian saja. Tentunya membuat wanita itu segera melihat pakaian yang ia bawa sebelumnya.
Amanda menaikkan kedua alisnya saat melihat sebuah pakaian yang menurutnya berada di luar dugaannya.
Sebuah lingerie berwarna merah.
***
"Kurasa aku memasukkan pakaian milik Julie," gumam Amanda kemudian.Ah, ia merasa menyesal karena memasukkan lingerie merah itu ke dalam kopernya saat mengemas semua pakaiannya itu.Tapi, tak ada pakaian lain yang bisa ia gunakan malam ini, apalagi cuaca sangat panas. Memang, di dalam kamarnya sudah tersedia AC, tapi Amanda tak begitu biasa dengan udara dingin AC tersebut."Aku akan menggunakannya khusus untuk malam ini. Besok pagi, aku akan mencuci semua pakaianku dan juga mencuci lingerie ini," gumam Amanda dan setelah itu menggantinya. Ia cukup terbebas karena hanya seorang diri saja di kamar itu. Tak ada Alfred atau siapa pun itu.Amanda melihat ke arah pantulan cermin yang ada di hadapannya saat ini. Ternyata tubuhnya sangat molek dan terkesan cukup seksi."Ya Tuhan, untuk apa Julie menyimpan pakaian sejenis ini?" gumam Amanda seraya terkekeh. Ia cukup takjub dengan bagian tubuh dalamnya itu.Tok! Tok!Amanda membulatkan ke
"Daaar!"Amanda tentu saja merasa terkejut karena kehadiran David saat ini yang berada di sampingnya."Hei, untung saja piring ini tidak terjatuh," ujar Amanda seraya tersenyum. Ia lalu kembali membawa semua piring itu ke dalam rak kaca yang berada di hadapannya saat ini.David tersenyum geli mendengarnya, "Memangnya jika pecah apa yang akan terjadi?""Kau harus menggantinya," jawab Alfred yang seketika masuk ke dalam dapur itu. Mereka berdua memang telah siap dengan pakaian kantornya."Kau ini, datang di saat yang tidak tepat," geruru David kepadanya."Ayolah, kita memiliki jadwal meeting hari ini, kenapa kau melupakannya?" ujar Alfred kepadanya.David membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar lupa dengan pesan dari Alfred semalam, "Ah, maafkan aku. Baiklah, ayo."Sebelum itu, David juga terlihat mengelus pelan pipi Amanda dan tentunya membuat wanita itu terkejut bukan main."Jaga dirimu baik-baik, cantik. Setelah makan
Amanda memulai pekerjaannya kembali. Untuk saat ini ia memang tak memiliki jadwal kencan dengan Andrew, kekasihnya itu.Ya, ia memang memiliki seorang kekasih, yang bahkan sangat ia cintai. Mereka saling mencintai dan bertekad untuk menunjukkan cintanya itu di depan altar nantinya.Andrew adalah pria yang manis dan juga perhatian kepadanya. Mereka telah menjalin hubungan selama dua tahun lamanya. Cukup matang bisa di katakan.Amanda lalu berjalan mendekati ranjang Katy, seorang bayi perempuan yang berusia satu tahun. Ini adalah pekerjaannya selama enam bulan terakhir, menjadi seorang pengasuh anak untuk keluarga yang sangat kaya raya.Amanda memang tak berasal dari keluarga yang bergelimang harta seperti majikannya ini. Ia hanyalah seorang wanita yang di lahirkan dan di besarkan di keluarga yang berkecukupan. Tapi semua itu tak membuatnya merasa malas untuk bekerja atau pun merasa malu."Lihatlah, siapa yang pintar dan tak suka menangis, hm?" goda
"Amanda, apakah kau tak pergi berkencan?" goda Julie kepadanya.Amanda terkekeh, "Mungkin lain kali saja. Aku akan membantumu mengerjakan semua ini."Selama satu minggu ini, Andrew memang tak memberikannya kabar seperti biasanya. Amanda yakin bahwa pria itu sedang sibuk dengan pekerjaannya tersebut."Ah, sayang sekali. Kau sama sekali belum berkencan selama seminggu ini, Amanda. Apakah Andrew sedang sibuk?" tanya Julie yang saat ini sedang membersihkan guci mahal yang berada di hadapannya saat ini, di bantu oleh Amanda tentu saja."Ya, begitulah. Ia salah satu pewaris tunggal di keluarganya, bahkan semua pekerjaan itu ia lakukan seorang diri," jawab Amanda.Julie melongo mendengarnya. Ia lalu mendekati Amanda, "Wow, lihatlah, kau adalah calon istri dari salah satu billionaire Kanada. Kapan kalian akan segera menikah, hm?"Amanda yang mendengarnya lantas terkekeh, "Doakan saja, mungkin secepatnya.""Aku selalu mendoakanmu, berkat senan
Alfred tengah duduk seorang diri di sebuah kursi tunggu yang berada di hadapan ruang rawat Lily, ibunya itu.Sudah hampir enam bulan belakangan ini ia selalu di sibukkan oleh pekerjaannya dan juga mengurus Ibunya yang terkena gagal ginjal.Maka dari itu, Alfred mencari tenaga lainnya untuk membantu para asisten rumah tangganya dalam menjaga Katy selama enam bulan belakangan ini.Gwen tentu tak bisa melakukannya karena wanita itu selalu mengedepankan karier dan juga hobinya yang sangat mewah tersebut. Bahkan, satu hal yang baru saja Alfred ketahui adalah ternyata Katy bukanlah putri kandungnya. Entahlah wanita itu membuatnya dengan pria mana, ia tak ingin mengetahuinya lebih lanjut. Semua kesibukannya ini tentu saja membuat Alfred semakin jarang untuk mencari tahu istrinya itu. Bahkan sekarang tak ada kehadiran Gwen di sisinya. Ia begitu menyesal menerima perjodohan dari mendiang Ayahnya dua tahun yang lalu. Lihatlah, bayangkan saja jika ia menolaknya, mungkin Al
Amanda menghela napas panjang sebelum ia membuka pintu yang menghubungkannya langsung dengan lapangan golf yang berada di rumah megah itu.Terlihat lapangan yang sangat luas saat ini. Ia bahkan baru pertama kali melihatnya. Ternyata rumah itu sangat megah.Wanita itu pun melihat Alfred yang saat ini tengah memukul bola itu dengan sangat keras. Seketika Amanda terkejut, tentu saja semua itu sangat luar biasa. Ternyata Alfred adalah pemain yang hebat.Alfred memberhentikan permainannya itu sejenak. Ia menatap ke arah tepi lapangan dan di sana terlihat Amanda yang tengah berdiri sambil menatapnya. Seketika Alfred berjalan mendekati wanita itu."Berapa luas lapangan ini? Berapa pula mereka membayar tagihan listriknya?" gumam Amanda seraya memikirkan semuanya."Amanda?" panggil Alfred kemudian.Amanda tersenyum kikuk dan menunduk hormat kepadanya, "Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"Alfred terdiam sejenak, entah ia seketika lupa dengan
Amanda mengetuk pintu kamar itu. Ia yakin jika kamar yang berada di lantai dua satu-satunya itu adalah kamar milik majikannya, Alfred. "Masuklah." Amanda mendengarnya dengan jelas. Ia pun membuka pintu kamar itu seraya melihat ke arah Alfred yang saat ini tengah duduk di tepi tempat tidurnya itu. "Tutup pintunya kembali, Amanda," ujar Alfred seketika. Amanda melakukannya, walaupun ia merasa kikuk kali ini, apalagi dengan cahaya yang sangat terang di dalam kamar tersebut. "Apakah kau menangis?" tanya Alfred seketika saat ia melihat kedua mata hazel milik Amanda. Wanita itu terkesiap. Apakah nampak jelas? "Ehm, maafkan aku, abaikan saja. Apakah Katy tertidur?" tanya Alfred kemudian. Amanda tersenyum dan mengangguk, "Ya, Katy sedang tertidur." "Baiklah." Setelah itu di antara keduanya terlihat sangat kikuk. Bahkan, Amanda berpikir jika semuanya sudah selesai. "Amanda.." Setelah menunggu kura
Kedua mata Amanda menjadi sembab akibat semalam. Ia tak bisa tidur sama sekali karena memikirkan semuanya.Ia memang telah resmi putus dari Andrew. Pikirannya menjadi kacau pagi ini, namun sebisa mungkin Amanda tetap mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugasnya sebagai seorang pengasuh bagi Katy.Untuk saat ini sarapan akan berjalan, biasanya mereka tak akan sibuk seperti itu, apalagi selama enam bulan waktu itu mereka selalu bersantai di pagi hari karena tak perlu memasak apa pun.Amanda bersama dengan Katy telah siap, anak itu juga telah menyantap buburnya untuk sarapan."Ramai sekali suasana di luar," gumam Amanda kepada Katy saat ini. Ia juga tak melihat Julie sejak tadi. Itu karena pasti wanita tersebut tengah berada di antara mereka semua."Apakah kita harus keluar kamar sekarang?" tanya Amanda kepada Katy.Terlihat Katy yang sangat ingin keluar kamarnya itu. Amanda tersenyum dan setelahnya berjalan untuk membuka pintu itu secara