Aku masuk ke tubuh istrinya dan aku jatuh cinta padanya. Dapatkah ku miliki dia? Sedangkan aku hanyalah seorang yang asing baginya....
Lihat lebih banyakBab 30. Bertemu Lagi. "Mau kemana, Al?" tanya ibu ketika melihatku sudah berdandan rapi. "Mau jalan sama Bagas, bu," sahutku sambil mematut diri di depan cermin yang ada di ruang tengah. Ku pikir, aku harus terlihat cantik malam ini. "Jalan kemana?" tanya ibu lagi. "Ke rumah teman." "Ke rumah teman? Siapa? Setahu ibu kamu udah lama nggak berhubungan dengan teman-temanmu." "Dia teman baru, bu." "Teman baru? Dimana kamu berkenalan sama dia? Kamu kan jarang sekali keluar rumah." "Di rumah Bagas beberapa hari yang lalu." "Oh, temanya Bagas?" "Ya, teman kuliahnya." "Laki-laki?" Ibu terus memberondongku dengan pertanyaan. "Ya, laki-laki. Namanya Damar." Mendengar itu ibu pun tersenyum senang. "Ibu senang akhirnya kamu mau membuka diri untuk teman baru." "Tapi bagaimana dengan Tyo?" sambar Mas Fandy cepat. "Prasetyo atau siapa pun juga orangnya, yang penting dia bisa membuat Alyssa melupakan laki-laki khayalannya itu. Ibu benar-benar khawatir karena adikmu udah semakin berlaru
Bab 29. Kejutan. Bagas membawaku masuk ke rumahnya. Diajaknya aku duduk di ruang tamu. Sementara itu temannya yang tadi ikut memegangiku kini duduk di dekatku dengan wajah yang bingung. Sepertinya dia belum pernah melihat perempuan yang mengamuk seperti aku barusan. Sesungguhnya aku pun belum pernah melakukan itu sebelumnya. Kecuali saat aku menghajar Bella di kehidupanku yang lain kemarin. Tapi semua bukan aku yang memulainya. Dulu Bella yang memancing emosiku dengan kata-katanya. Sekarang juga Sarah yang memulai duluan, yang juga memancing emosiku dengan kata-katanya. Kenapa perempuan senang sekali memancing emosi seseorang dengan mulut mereka yang tajam? "Ada apa sih, Al? Kenapa kamu berkelahi seperti itu? Kalian memperebutkan Rama?" tanya Bagas sambil meletakkan segelas air putih di hadapanku. "Memperebutkan Rama? Kamu pikir aku udah gila?" bantahku cepat. "Jadi apa dong yang menyebabkan kamu sampai mengamuk seperti barusan? Untung aja ibumu dan Mas Fandy nggak dengar keributa
Bab 28. Jangan Ganggu Aku! Aku menangis tersedu ketika telah berada di dalam mobil Rama. Sedih dan putus asa menyelimutiku saat ini. Aku merasa tak lagi punya harapan. Pertemuan barusan tak seindah dalam bayangan. Seharusnya pertemuan itu bisa membuatku bahagia. Sebab dia yang selama ini cuma mimpi ternyata bisa ku jumpai di alam nyata. Aku bisa menatapnya. Aku bisa bicara dengannya. Tapi setelah itu, apa? tidak ada! Dia malah menganggapku mempermainkannya lalu pergi begitu saja. Sekarang semuanya di mulai lagi dari nol. Aku tak tahu lagi tentang keberadaannya dan tak tahu harus bicara apa jika satu hari nanti berjumpa lagi dengannya. Ku yakin dia telah menganggapku gila. Sebab penjelasanku barusan pasti terdengar sangat aneh di telinganya. Masih maukah dia bicara denganku? Masih maukah dia mendengarkan penjelasanku? Sungguh aku merasa hancur kini. Benar-benar hancur! "Apa yang kamu lakukan tadi, Al?" tanya Rama ketika kami telah berada di jalan raya. "Aku telah kehilangan dia," l
Bab 27. Dia Yang Ku Cari. Aku menatapnya dengan berjuta perasaan. Rasanya seperti mimpi melihat dia ada di hadapanku sepert ini. Sungguh aku ingin menangis karena bahagia hingga untuk beberapa saat lamanya aku tak sanggup berkata-kata. Sementara itu dia pun tak mengucap sepatah kata untukku. Sepertinya dia merasa bingung melihat tingkahku ini. Biarlah, aku bisa maklumi itu. Tentu saja dia merasa bingung karena bertemu dengan gadis yang tidak dia kenal yang bertingkah aneh seperti aku. "Saya senang sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi, mas," kataku setelah beberapa saat lamanya hanya bisa berdiri menatapnya. "Maksudnya?" tanya Mas Pras dengan wajah yang semakin bingung. "Saya...." "Duduklah dulu. Jangan berdiri terus seperti itu," pinta Mas Pras sambil menunjuk bangku yang ada di depannya. Aku pun segera duduk. Sementara Rama yang tak mengerti dengan apa yang ku lakukan ikut duduk di samping. Dia tak bicara. Hanya diam dan memperhatikan dengan wajah yang bingung. "Kalian ini s
Bab 26. Sebuah Pertemuan. Hari-hari berikutnya berlalu dalam keresahan. Aku berusaha menguatkan hati untuk memberikan sebuah penolakan pada pernyataan cinta Mas Tyo. Laki-laki itu pasti kecewa. Hatinya pasti terluka. Tapi tak ada yang bisa aku lakukan untuk menghibur hatinya. Ku pikir inilah kenyataan yang harus bisa dia terima. Bukankah apa yang kita inginkan belum tentu bisa kita miliki? Seperti aku yang sangat ingin memiliki Mas Pras, tapi sampai sekarang dia hanya sebatas mimpi. Bagaimanakah reaksi ibu dan Mas Fandy jika mereka tahu kalau aku telah menolak cinta dari Mas Tyo? Akan marahkah mereka? Atau hanya sebatas kecewa tanpa menyalahkan aku yang telah mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka? Hm, tapi aku seorang perempuan dewasa sekarang. Segala keputusan tentang hidupku ada di tanganku. Mereka hanya boleh memberi saran. Tapi tak boleh mendikte keputusan apa yang harus ku ambil untuk hidupku dan juga masa depanku. Apalagi ini masalah cinta. Urusan hati
Bab 25. Sebuah Cinta. Rintik hujan jatuh menimpa kuncup-kuncup bunga hingga ranting-rantingnya bergoyang-goyang bagai meliukkan sebuah tarian yang indah. Suara gemuruh guntur sesekali terdengar di kejauhan. Bergetar mendekat, lalu menghilang. Langit bagai mengeluh. Seperti lelah menaungi bumi yang memiliki banyak kisah. Mungkin salah satunya adalah kisahku. Kisah sedih dan kecewa yang tak bisa ku bagi pada siapa pun. Kenapa malam ini harus turun hujan, tuhan? Sedangkan ini adalah malam terakhir aku bisa mencari dia di sana. Besok pusat jajanan itu akan tutup. Harus menunggu hingga bulan depan untuk bisa kembali mencarinya di sana. Tapi apakah dia akan ada? Bagaimana jika bulan depan dia telah pindah jauh ke satu kota? Hatiku tak bisa tenang hanya karena satu kalimat yang mengatakan 'jodoh tak kan lari kemana'. Ya, jodoh memang tak kan lari kemana. Tapi bagaimana jika ternyata dia bukan jodohku? Dia akan lari ke dalam pelukan perempuan lain dan membiarkanku yang tenggelam dalam rindu
Bab 24. Hampa. Keesokan paginya segera kuceritakan pada Bagas tentang laki-laki yang ku lihat semalam. Bagas serius mendengarkan, lalu mengeleng pelan saat aku selesai bercerita. "Tapi itu nggak mungkin, Al. Pasti dia cuma seseorang yang mirip dengan laki-laki dalam mimpimu itu," sanggah Bagas menentangku. "Nggak, Gas! Itu beneran dia!" Aku sedikit ngotot pada Bagas. "Al, kamu melihat dia di malam hari dan dalam jarak yang lumayan jauh. Dan wajahnya pun jauh lebih tua dari Mas Pras-mu itu, kan? Jadi bagaimana kamu bisa yakin kalau laki-laki itu adalah dia? Lagi pula percayalah kalau Mas Pras-mu itu nggak ada, Al! Tolong, kembalilah pada kenyataan." Bagas masih tak peraya dan seperti biasa memintaku untuk percaya kalau sesungguhnya Mas Pras itu tidak ada. Aku menggeleng, kukuh pada pendirianku. "Aku yakin kalau itu benar dia. Meski dalam jarak yang cukup jauh, aku bisa mengenalinya, Gas. Sebab dia suamiku! Jadi aku nggak mungkin salah mengenali suamiku sendiri!" Bagas menghela na
Bab 23. Mantan Dan Sahabat. Sarah berdiri dengan wajah yang cemberut. Dia menatap Rama, lalu menatapku dengan pandangan yang cemburu. Sementara itu wajah Rama menunjukkan rasa tak suka dengan kehadiran Sarah yang tiba-tiba di antara kami. Sarah mendekat. Aku pun berusaha untuk menyembunyikan perasaan marahku padanya. aku tak ingin ribut, apa lagi di tengah keramaian seperti ini. Akhirnya dengan sikap tenang ku tunggu dia sampai dia berdiri di hadapanku. "Sedang apa kalian berdua di sini?" tanyanya tanpa basa-basi. "Memangnya kenapa kalau kami berdua ada di sini? Ini tempat umum, kan?" jawab Rama segera. "Kalian janjian?" tanya Sarah lagi dengan nada cemburu yang terdengar jelas. Rama menggeleng. "Kami bertemu nggak sengaja di sini," jawabnya jujur. Ekspresi wajah Sarah tampak tak percaya. "Benarkah?" "Memangnya untuk apa aku bohong padamu, Sarah?" kata Rama tak suka dengan kecurigaan Sarah itu. "Ku pikir kamu ingin kembali pada Alyssa dan meninggalkan aku, Rama." Sarah berkat
Bab 22. Sore Itu. Tak terasa waktu terus bergulir begitu cepat. Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan. Tak terhitung, entah berapakali sudah Mas Pasetyo datang ke rumah menemuiku. Tapi kami selalu menghabiskan waktu di rumah saja. Ngobrol berdua di ruang tamu karena aku selalu menolak tiap kali dia mengajakku jalan keluar. Ku pikir dia akan bosan hanya dengan ngobrol di rumah saja dan jadi enggan untuk datang lagi. Tapi ternyata dia datang dan datang lagi menemuiku. Ku akui, Mas Fandy memang benar. Mas Prasetyo temannya itu adalah seorang laki-laki yang baik dan menyenangkan. Ngobrol berdua dengannya tak pernah menimbulkan rasa bosan. Pengetahuannya yang luas membuat dia bisa mengimbangi setiap topik obrolan yang ku bahas. Tapi bagiku dia hanya sebatas teman bicara yang menyenangkan. Tak lebih. Sebab sampai hari ini dia tidak bisa menempati ruang istimewa dalam hatiku. Masih tetap tak bisa menggeser posisi Mas Pras yang teramat istimewa bagiku. "Kita jalan, yuk," aja
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen