Bab 6. Serpihan Memori. Pagi itu aku terbangun dalam pelukan hangat Mas Pras. Ku kejapkan mataku dan ku coba untuk mengingat kembali peristiwa semalam. Ya, peristiwa semalam dimana aku membiarkan Mas Pras menyentuhku. Meski sesungguhnya yang dia sentuh adalah Melly, istrinya, tapi tetap saja aku merasa bersalah. Sebab yang merasakan semua itu adalah aku, bukan Melly. Aku yang merasakan indahnya. Aku yang merasakan nikmatnya. Aku yang merasakan gairahnya. Jika nanti malam, atau malam-malam berikutnya dia menginginkan itu lagi, apakah aku bisa untuk menolaknya? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika aku juga menginginkannya? Sebab meski salah, tapi jujur saja peristiwa semalam itu membekas indah dalam hatiku. Dan ku rasa, aku mulai merasa memiliki dia sebagai suamiku. "Jam berapa, Mel?" tanya Mas Pras yang rupanya sudah terjaga. "Udah pagi," sahutku. "Tidurlah lagi. Ini hari Minggu." "Meski hari Minggu tapi aku nggak boleh malas," katanya sambil kembali memejamkan matanya. Aku memper
Read more