Beranda / Romansa / Suami Dari Masa Lalu / Bab 7. Suami Setiaku.

Share

Bab 7. Suami Setiaku.

Penulis: Naya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-28 16:14:01

Bab 7. Suami Setiaku.

Aku tersadar ketika ada bau yang menyengat menusuk hidungku. Perlahan ku buka mataku dan ku lihat Mas Pras yang sedang duduk di sampingku. Wajahnya tampak cemas. Dia memegang botol minyak angin sambil terus menatapku. Oh, rupanya bau minyak angin itulah yang barusan menusuk hidungku hingga membuatku tersadar dari pingsanku.

"Syukurlah kamu udah sadar, Mel. Aku cemas sekali sejak tadi," kata Mas Pras sambil membelai lembut pipiku.

Aku mengernyit menahan rasa sakit di kepalaku. Ingatan tentang kejadian barusan terasa masuk dan berjejal di kepala hingga aku merasa sangat pening. Aku ingat, aku baru saja memergoki Mas Pras yang sedang berpelukan dengan Bella, perempuan penggoda yang tinggal di sebelah rumah. Dan seketika itu juga rasa cemburuku kembali memenuhi rongga dada. Aku marah dan menepiskan tangannya perlahan.

"Jangan begitu, Mel. Kamu salah paham. Dengarkan dulu penjelasanku," kata Mas Pras bernada memohon.

Aku menggeleng, lalu mengaduh pelan. Kepalaku rasanya seperti mau pecah. Kupegangi Kepalaku sambil berharap semoga sakitnya segera hilang. Aku harus bisa menenangkan diriku. Aku tak mau jika sampai jatuh sakit karena kejadian ini.

"Kepalamu sakit, Mel? Biar ku pijit pakai minyak angin, ya?" kata Mas Pras cemas.

Sekali lagi aku menggeleng. "Yang sakit hatiku, mas," sahutku pelan.

"Jangan begitu, sayang. Biar ku jelaskan dulu apa yang sebenarnya terjadi. Semua nggak seperti yang kamu bayangkan," bujuk Mas Pras lembut.

"Mas masuk ke rumahnya dan memeluk dia," kataku kesal.

Sesungguhnya aku tak tahu, Pantaskah aku untuk cemburu? Sebab cemburu ini murni dari hatiku. Bukan karena aku sedang berperan sebagai Melly, istrinya. Aku benar-benar tak rela melihat dia disentuh oleh perempuan lain seperti itu. Hatiku sakit seolah-olah dia adalah milikku yang tak boleh disentuh oleh siapa pun selain aku.

"Tadi aku sedang duduk di teras menunggu kamu pulang. Tapi tiba-tiba aja aku dengar Bella menjerit di dalam rumahnya. Aku sontak berlari menghampiri. Ternyata Bella jatuh terpeleset dan kakinya terkilir. Karena itulah aku menolongnya berdiri dan membawanya ke kamar supaya dia bisa beristirahat. Demi tuhan, Mel, itulah yang sesungguhnya terjadi tadi." Mas Pras menjelaskan meski aku tak memintanya.

Benarkah seperti itu? Tapi hatiku masih tetap cemburu. Dan aku masih tetap kesal mengingat kejadian tadi.

"Kamu tahu, Mel? Sejak aku jatuh cinta sama kamu, aku nggak pernah lagi menginginkan perempuan lain selain kamu," kata Mas Pras lagi hingga aku menoleh padanya dengan perasaan berdebar.

"Tapi Bella cantik," sahutku memancing.

Mas Pras menggeleng. "Secantik apa pun perempuan diluar sana, tapi di mataku tetap kamu yang paling cantik."

"Jangan merayuku seperti itu," kataku menutupi debaran hatiku.

"Aku bicara jujur dari hatiku. Kamu adalah perempuan paling cantik yang ku nikahi untuk kujadikan teman hidupku selamanya."

Kata-kata itu indah dan membuatku bahagia. Tapi aku tetap mencari kejujuran lewat matanya. Adakah dia berdusta? Ah, sepertinya aku melihat kejujuran terpancar di sana. Aku bisa melihat semua itu lewat mata beningnya yang menatapku dengan lembut. Amarahku pun perlahan mereda. Kini yang ada hanyalah rasa sayang dan cinta yang memenuhi hatiku dengan indah.

"Dengar," kata Mas Pras kemudian. "Aku bisa aja selingkuh dengan banyak perempuan diluar sana. Tapi aku nggak mau. Aku nggak pernah melakukan itu. Kamu tahu kenapa? Karena aku udah berjanji sama diriku sendiri untuk selalu setia sama kamu, istriku."

Senyumku mengembang mendengar kata-katanya itu. Dengan segera ku peluk dia dengan erat. Sungguh aku semakin jatuh cinta padanya. Ku rasa, aku ingin memiliki dia dalam kehidupanku yang nyata. Aku ingin dia mencintaiku sebagai Alyssa, bukan Melly. Berdosakah aku dengan keinginanku itu?

"Sekarang hapus air matamu. Percayalah kalau aku nggak akan pernah mengkhianati kamu," kata Mas Pras sambil menghapus air mataku dengan jemari tangannya.

"Aku benar-benar cemburu melihat mas bersama Bella tadi," ucapku manja.

"Nggak usah cemburu. Aku cuma menolongnya, nggak lebih dari itu. Sekarang sebaiknya kamu istirahat, tenangin diri kamu. Aku benar-benar khawatir melihatmu pingsan tadi."

"Tapi aku belum masak," kataku teringat pada belanjaanku.

"Biar aku yang memasak," sahut Mas Pras cepat.

"Mas bisa?" tanyaku ragu.

"Jangan diragukan lagi. Suamimu ini bisa segalanya, Mel," jawabnya seraya tersenyum lebar.

Aku tertawa mendengar candanya. Dia pun mengecup pipiku dan beranjak turun dari tempat tidur. Ku pandangi dia yang melangkah keluar kamar dan meninggalkan aku sendirian di sini. Ah, alangkah bahagianya jika aku menjadi Melly. Sungguh dia seorang perempuan yang beruntung. Tidak seperti aku yang dikhianati dan tersakiti.

Ya, aku ingat, di kehidupanku yang dulu aku telah dikhianati oleh kekasihku. Aku ingat, aku berdiri di depan pintu dan melihat kekasihku sedang bersama sahabatku. Lalu aku menangis. Lalu.... Ah, aku tak ingat lagi apa yang aku lakukan setelah itu. Terlalu samar ingatan itu muncul di kepalaku. Seperti potongan mimpi yang tak jelas, aku tak bisa mengingat kejadian itu secara utuh.

Lama aku mencoba untuk mengingat kejadian itu. Aku ingin tahu apakah yang aku lakukan setelah aku mengetahui tentang pengkhianatan mereka padaku. Marahkah aku? Mengamuk membabi butakah aku? Atau, aku cuma menangis seperti yang barusan aku lakukan? Ah, kenapa aku tak bisa mengingatnya? Tolonglah, tuhan. Kembalikanlah ingatanku agar aku bisa tahu dengan jelas seperti apa kehidupanku yang dulu.

"Mel." Suara panggilan Mas Pras membuyarkan konsentrasiku. Aku pun menoleh ke arah pintu dimana wajah Mas Pras menyembul dan tersenyum manis padaku.

"Makan, yuk!" ajaknya.

"Udah matang masakannya?" tanyaku segera.

Mas Pras mengangguk dan melangkah pelan menghampiriku. "Semua udah rapi tersaji di atas meja untukmu. Pokoknya dijamin enak," jawabnya penuh percaya diri.

"Nggak seperti masakanku, ya? Rasanya selalu nggak karuan," kataku malu.

"Ah, siapa bilang? Aku jatuh cinta sama kamu karena masakanmu, kok," kata Mas Pras sambil duduk di tepi tempat tidur.

"Sungguh?" tanyaku tak percaya.

Mas Pras pun tertawa dan membawaku ke dalam pelukannya. "Aku jatuh cinta pada semua yang ada sama kamu, Mel. Termasuk pada masakanmu yang istimewa."

"Ngeledek!" seruku manja.

"Serius!" ucapnya.

"Tapi masakanku nggak istimewa."

"Ya istimewa, dong. Kan, dimasak pakai cinta."

Aku pun tertawa bahagia mendengar kata-katanya itu. Ku peluk dia erat-erat dan ku sandarkan kepalaku di pundaknya. Ah, alangkah damainya. Sungguh aku ingin merasakan damai ini selamanya.

"Sayang, nanti makanannya keburu dingin," bisiknya di telingaku. "Sekarang kita makan dulu. Habis itu baru aku peluk kamu sampai sore."

"Hanya sampai sore?"

"Ya, karena kita harus mandi dulu dan makan malam."

Aku pun terkikik lucu mendengar jawabannya. "Yuk, kita makan sekarang," ajakku kemudian.

Di ruang makan aku dibuat terkejut oleh masakan Mas Pras yang lezat sempurna. Sungguh bertolak belakang dengan hasil masakanku yang kemarin. Aku pun segera menyantapnya dengan nikmat.

"Mel," panggil Mas Pras hingga aku menoleh padanya dan menghentikan makanku.

"Huh? Ada apa, mas?"

"Nggak ada apa-apa. Aku cuma mau tanya."

"Tanya apa?"

"Bulan depan kan kamu ulang tahun, kalau kali ini kita rayakan berdua aja, gimana? Cuma kamu sama aku. Kamu mau?"

Aku pun melongo. Bulan depan? Ulang tahun? Ya, ampun! Kenapa aku bisa lupa? Bukankah aku sudah melihat data pribadi Melly kemarin? Kenapa aku bisa lupa kalau hari ulang tahunnya sudah begitu dekat?

"Ah, aku lupa. Mungkin karena aku takut mengingat umurku yang semakin tua," sahutku sekenanya.

"Hei, kamu belum tua, Sayang. Tahun ini kamu baru dua puluh enam tahun. Masih terlalu muda untuk merasa tua."

"Dua puluh enam tahun. Ya, memang belum tua." Tawaku pun berderai.

"Kalau kamu yang baru dua puluh enam tahun merasa udah tua, berarti aku beneran udah tua, dong? Karena umurku tiga puluh tahun, tahun ini."

Aku tersenyum. Ah, pasangan muda yang serasi. Andai saja lahir seorang anak dalam pernikahan mereka ini, maka kebahagiaan mereka pasti akan terasa sempurna.

Ups, anak? Tidak. Tidak selagi aku masih berada di dalam tubuh Melly. Karena tidak mungkin aku yang merasakan mengandung dan melahirkan anak untuk mereka.

"Mel," panggil Mas Pras lagi.

"Ya, ada apa lagi, mas? Tentang ulang tahunku? Ya, aku setuju kalau tahun ini kita merayakannya berdua aja. Lebih romantis, kan?" sahutku segera.

"Bukan tentang itu."

"Lalu tentang apa?"

Mas Pras pun tersenyum menatapku. "Bagaimana kalau tahun ini kita punya momongan?"

Huh?! Hampir saja aku tersedak mendengar kata-katanya. "Anak?" tanyaku terkejut. Aneh, dia seperti terhubung dengan pikiranku!

Mas Pras mengangguk dengan semangat.

"Tapi anak itu rezeki dari tuhan, mas. Kita nggak bisa mengatur kapan rezeki itu datang," kataku cepat.

"Ya, aku tahu itu. Tapi kan kalau kita lebih rajin lagi membuatnya, kemungkinan besar kamu bisa cepat hamil, Mel."

Huh? Dia mengajakku rajin buat anak? Tidak salahkah pendengaranku?

Aku tak bisa menjawabnya. Aku cuma bisa tersenyum, lalu kembali melanjutkan makanku.

Bab terkait

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 8. Gosip.

    Bab 8. Gosip. "Selamat pagi, Mel. Rajin sekali kamu," sapa seorang perempuan yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depan pintu pagar. Aku menoleh pada perempuan itu, lalu tersenyum. Pagi ini aku sedang menyiram tanaman dan membersihkan halaman. Mas Pras baru saja berangkat kerja. Dan seperti hari-hari kemarin, aku pun langsung menyibukan diri dengan pekerjaan rumah. "Biar segar," kataku menyahuti kata-kata perempuan itu. Aku sengaja tidak menambahkan satu panggilan untuknya. Memangnya aku harus memanggil dia dengan sebutan apa? Mbak? Adik? Atau aku terbiasa memanggil nama saja padanya? Aku takut salah lagi seperti kemarin ketika aku bertemu dengan bibik pertamakali. Karena itulah kali ini aku lebih berhati-hati. Perempuan itu melangkah masuk, lalu duduk di kursi yang ada di teras. Hm, dari sikapnya sepertinya dia sudah cukup akrab dengan Melly. Mungkin temannya, pikirku. Berarti aku harus lebih berhati-hati lagi supaya dia tidak sampai melihat perbedaan dalam diri Melly. Aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 9. Sebuah Perkelahian.

    Bab 9. Sebuah Perkelahian. Beberapa hari berlalu. Gosip itu ternyata belum mereda juga. Sepertinya ada sekelompok orang ibu yang tidak rela jika aku memiliki seorang suami yang setia. Karena itulah mereka terus menggosok dan menggosok lagi gosip murahan itu hingga terus menjadi hangat untuk diperbincangkan. Aneh, pikirku. Tidak adakah kegiatan lain yang lebih bermanfaat yang bisa mereka lakukan selain bergosip? Mas Pras bilang, cuma orang yang hidupnya tidak bahagia sajalah yang suka mengurusi hidup orang lain. Hm, mungkin itu benar. Mungkin karena mereka tidak bahagia makanya mereka tidak rela jika ada orang lain yang bahagia hingga mereka berusaha untuk mengorek-ngorek kekurangannya supaya bisa mereka jatuhkan. Jahat. Sebetulnya aku merasa terganggu juga dengan gosip yang terus beredar itu. Rasanya aku ingin mencaci mereka yang bermulut tajam itu agar mereka berhenti melakukannya. Apalagi setiapkali bertemu, mereka senang sekali menyindir aku dengan kata-kata yang bikin panas hat

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-30
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 10. Tamu Tak Diundang.

    Bab 10. Tamu Tak Diundang. "Halo, Mel. Apa kabar?" sapa laki-laki itu sambil tersenyum. "Baik," sahutku seraya bertanya-tanya siapakah gerangan laki-laki itu. Dia mengenalku, tapi aku tidak tahu siapa dia. "Maaf aku datang nggak kasih kabar terlebih dulu. Rencananya dadakan. Aku butuh tempat tinggal yang dekat dengan kantorku yang baru. Dan berhubung aku belum dapat kontrakan, jadinya aku memutuskan untuk tinggal di sini sementara waktu. Boleh, kan?" Laki-laki itu menatapku dan Mas Pras bergantian. Aku cuma bisa bengong, tak tahu harus menjawab apa. Tinggal di sini? Tapi tidakkah aku akan merasa risih dengan kehadirannya? Sebab dia cuma orang asing buatku. Aku tidak mengenalnya. Aku tak tahu apa hubungannya denganku dan juga Mas Pras. Tapi dari sikapnya ku rasa dia cukup akrab dengan kami. "Kantor yang baru? Jadi kamu keluar lagi dari pekerjaanmu yang dulu?" tanya Mas Pras sedikit terkejut. "Ya, aku udah berhenti dari sana," sahutnya santai. "Kenapa ganti-ganti pekerjaan terus

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-31
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 11. Mantan Kekasih.

    Bab 11. Mantan Kekasih. Aku menatap Bimo lekat-lekat. Untuk beberapa saat aku tak bisa berkata-kata. Mantan kekasih? Menyerahkan kesucian padanya? Ah, Melly..., apa yang telah kamu lakukan? Terlalu bodohkah kamu sebagai perempuan? Benarkah Mas Pras bukan laki-laki pertama untukmu? Aku kini tak tahu harus berbuat apa. Mengusir Bimo begitu saja rasanya tak mungkin. Tapi membiarkannya tetap di sini, itu sama saja dengan membuka pintu bagi orang ketiga untuk menghancurkan keutuhan rumah tangga Melly dan Mas Pras. Sungguh kamu menempatkan aku dalam posisi yang sulit, Melly. "Semua itu masa lalu. Jadi jangan diungkit lagi," kataku akhirnya. "Tapi aku nggak bisa lupain semuanya," sahut Bimo menatapku. "Aku istri Mas Pras sekarang." "Ah." Bimo mendesah pelan, lalu mengusap wajahnya dengan galau. "Semua memang salahku. Aku yang telah membuatmu pergi meninggalkan aku." Aku diam dan menyimak keluhannya itu. Ku pikir, biarlah dia sendiri yang bercerita tanpa aku harus memancingnya terlebih

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 12. Bella Dan Bimo.

    Bab 12. Bella Dan Bimo. Hari-hari berlalu. Aku selalu menjauh dari Bimo sebisa mungkin. Jujur saja, hidupku jadi terasa tak nyaman karenanya. Rasanya seperti main petak umpet. Aku bersembunyi saat dia mendekat dan aku keluar bebas ketika dia menjauh. Aku tak tahu apakah Mas Pras tahu tentang semua ini. Tapi yang ku lihat dia bersikap biasa saja seolah dia tak menyadari kalau sekarang aku sering bersembunyi di dalam kamar saat Bimo sedang berada di rumah. Atau sesungguhnya dia menyadari itu? Hanya saja dia tidak mau membuatnya menjadi satu masalah yang besar di antara kami. Aku ingin bertanya, tapi aku takut nanti akan menimbulkan masalah. Jadi, jika Mas Pras menganggap semuanya baik-baik saja, ya sudah biarkanlah. Aku hanya berharap semoga Bimo cepat pergi dan tak lagi mengganggu hidupku seperti ini. Lain dengan Bimo, lain pula dengan Bella. Jika Bimo menggangguku dengan rayuannya, maka Bella menggangguku dengan mulut usilnya. Perempuan satu itu sepertinya tidak pernah jenuh untuk

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 13. Hamil.

    Bab 13. Hamil. Aku terbangun di pagi ini dengan keadaan yang tidak biasa. Perutku terasa kembung dan mual sekali. Kepalaku juga terasa sakit dan badanku lemas tak bertenaga. Beberapakali aku harus berlari ke kamar mandi karena ingin muntah. Tapi tak ada yang keluar hingga perutku serasa diaduk-aduk. Kenapa ini? Apakah aku sakit? Mas Pras yang melihatku bolak-balik ke kamar mandi pun langsung cemas menatapku. Dia menghampiriku dan memeriksa keningku. Tidak hangat, karena aku memang tidak demam. Aku hanya merasa mual dan ingin muntah. Mungkin masuk angin, tebakku. "Kamu sakit, Mel?" tanya Mas Pras dengan wajah cemas. "Perutku mual. Mungkin masuk angin," sahutku lirih. "Mau aku panggilkan bibik? Biar badanmu dipijat pakai minyak angin. Kalau udah dipijat bibik kan biasanya kamu sembuh," kata Mas Pras menawarkan. Aku mengangguk. Meski belum pernah dipijat sebelumnya, tapi tak apalah, yang penting aku sembuh. Aku tak tahan jika harus merasakan mual ini. Rasanya benar-benar menyiksa.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 14. Ngidam.

    Bab 14. Ngidam. "Mas Pras dimana, sih?" tanyaku sambil terus berbaring dan menutup wajahku dengan selimut. "Di sini, Sayang. Aku mau mandi dulu," sahut Mas Pras yang ternyata berada tak jauh dariku. "Jangan mandi!" pintaku seraya membuka selimut yang menutupi wajah. Mas Pras pun menoleh dan menatapku dengan bingung. "Jangan mandi? Tapi kenapa aku nggak boleh mandi? Ini udah siang loh, Mel. Udah jam sembilan. Aku belum mandi dari pagi." "Pokoknya jangan mandi!" Aku terus berkeras melarang. "Badanku bau keringat," kata Mas Pras lagi. "Biarin, nggak apa-apa. Aku suka bau keringat Mas Pras. Aku nggak suka kalau Mas Pras wangi!" kataku merengek. "Huh?" Mas Pras menghampiriku, lalu duduk di tepi tempat tidur. "Kamu nggak suka kalau aku wangi?" tanyanya bingung. Aku mengangguk. Entah kenapa sekarang-sekarang ini aku suka sekali mencium aroma tubuh Mas Pras. Bau keringatnya membuatku merasa nyaman. Entahlah, mungkin ini bawaan ngidamku. Tapi yang pasti sekarang aku suka sekali memben

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-07
  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 15. Gosip Baru.

    Bab 15. Gosip Baru. Aku sedang duduk sendirian di ruang tamu ketika seorang tukang rujak keliling melintas di depan rumah. Aku pun segera keluar untuk membelinya. Kebetulan sekali Aku memang sedang ingin makan rujak. Perutku belum bisa menerima makanan lain selain buah-buahan. Sebetulnya sedikit-sedikit sudah bisa ku isi dengan bubur atau sayuran bening. Tapi aku lebih suka makan buah-buahan saja karena rasanya lebih nyaman di perut. Sambil menunggu tukang rujak itu menyiapkan pesananku, aku berdiri bersandar di pintu pagar dan memperhatikan sekeliling. Seperti biasa suasana sekitar tampak sepi. Cuma terlihat ada tiga orang ibu-ibu yang sedang berjalan santai ke arahku. Mereka berjalan sambil ngobrol dengan pandangan mata yang sepertinya tertuju padaku. Tapi aku tak berpikiran buruk melihat semua itu. Ku pikir mungkin mereka warga komplek ini yang tentunya kenal dengan Melly. Dan mungkin mereka baru melihat perutku yang mulai membuncit karena memang selama ini aku jarang sekali kelu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-08

Bab terbaru

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 30. Bertemu Lagi.

    Bab 30. Bertemu Lagi. "Mau kemana, Al?" tanya ibu ketika melihatku sudah berdandan rapi. "Mau jalan sama Bagas, bu," sahutku sambil mematut diri di depan cermin yang ada di ruang tengah. Ku pikir, aku harus terlihat cantik malam ini. "Jalan kemana?" tanya ibu lagi. "Ke rumah teman." "Ke rumah teman? Siapa? Setahu ibu kamu udah lama nggak berhubungan dengan teman-temanmu." "Dia teman baru, bu." "Teman baru? Dimana kamu berkenalan sama dia? Kamu kan jarang sekali keluar rumah." "Di rumah Bagas beberapa hari yang lalu." "Oh, temanya Bagas?" "Ya, teman kuliahnya." "Laki-laki?" Ibu terus memberondongku dengan pertanyaan. "Ya, laki-laki. Namanya Damar." Mendengar itu ibu pun tersenyum senang. "Ibu senang akhirnya kamu mau membuka diri untuk teman baru." "Tapi bagaimana dengan Tyo?" sambar Mas Fandy cepat. "Prasetyo atau siapa pun juga orangnya, yang penting dia bisa membuat Alyssa melupakan laki-laki khayalannya itu. Ibu benar-benar khawatir karena adikmu udah semakin berlaru

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 29. Kejutan.

    Bab 29. Kejutan. Bagas membawaku masuk ke rumahnya. Diajaknya aku duduk di ruang tamu. Sementara itu temannya yang tadi ikut memegangiku kini duduk di dekatku dengan wajah yang bingung. Sepertinya dia belum pernah melihat perempuan yang mengamuk seperti aku barusan. Sesungguhnya aku pun belum pernah melakukan itu sebelumnya. Kecuali saat aku menghajar Bella di kehidupanku yang lain kemarin. Tapi semua bukan aku yang memulainya. Dulu Bella yang memancing emosiku dengan kata-katanya. Sekarang juga Sarah yang memulai duluan, yang juga memancing emosiku dengan kata-katanya. Kenapa perempuan senang sekali memancing emosi seseorang dengan mulut mereka yang tajam? "Ada apa sih, Al? Kenapa kamu berkelahi seperti itu? Kalian memperebutkan Rama?" tanya Bagas sambil meletakkan segelas air putih di hadapanku. "Memperebutkan Rama? Kamu pikir aku udah gila?" bantahku cepat. "Jadi apa dong yang menyebabkan kamu sampai mengamuk seperti barusan? Untung aja ibumu dan Mas Fandy nggak dengar keributa

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 28. Jangan Ganggu Aku.

    Bab 28. Jangan Ganggu Aku! Aku menangis tersedu ketika telah berada di dalam mobil Rama. Sedih dan putus asa menyelimutiku saat ini. Aku merasa tak lagi punya harapan. Pertemuan barusan tak seindah dalam bayangan. Seharusnya pertemuan itu bisa membuatku bahagia. Sebab dia yang selama ini cuma mimpi ternyata bisa ku jumpai di alam nyata. Aku bisa menatapnya. Aku bisa bicara dengannya. Tapi setelah itu, apa? tidak ada! Dia malah menganggapku mempermainkannya lalu pergi begitu saja. Sekarang semuanya di mulai lagi dari nol. Aku tak tahu lagi tentang keberadaannya dan tak tahu harus bicara apa jika satu hari nanti berjumpa lagi dengannya. Ku yakin dia telah menganggapku gila. Sebab penjelasanku barusan pasti terdengar sangat aneh di telinganya. Masih maukah dia bicara denganku? Masih maukah dia mendengarkan penjelasanku? Sungguh aku merasa hancur kini. Benar-benar hancur! "Apa yang kamu lakukan tadi, Al?" tanya Rama ketika kami telah berada di jalan raya. "Aku telah kehilangan dia," l

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 27. Dia Yang Ku Cari.

    Bab 27. Dia Yang Ku Cari. Aku menatapnya dengan berjuta perasaan. Rasanya seperti mimpi melihat dia ada di hadapanku sepert ini. Sungguh aku ingin menangis karena bahagia hingga untuk beberapa saat lamanya aku tak sanggup berkata-kata. Sementara itu dia pun tak mengucap sepatah kata untukku. Sepertinya dia merasa bingung melihat tingkahku ini. Biarlah, aku bisa maklumi itu. Tentu saja dia merasa bingung karena bertemu dengan gadis yang tidak dia kenal yang bertingkah aneh seperti aku. "Saya senang sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi, mas," kataku setelah beberapa saat lamanya hanya bisa berdiri menatapnya. "Maksudnya?" tanya Mas Pras dengan wajah yang semakin bingung. "Saya...." "Duduklah dulu. Jangan berdiri terus seperti itu," pinta Mas Pras sambil menunjuk bangku yang ada di depannya. Aku pun segera duduk. Sementara Rama yang tak mengerti dengan apa yang ku lakukan ikut duduk di samping. Dia tak bicara. Hanya diam dan memperhatikan dengan wajah yang bingung. "Kalian ini s

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 26. Sebuah Pertemuan.

    Bab 26. Sebuah Pertemuan. Hari-hari berikutnya berlalu dalam keresahan. Aku berusaha menguatkan hati untuk memberikan sebuah penolakan pada pernyataan cinta Mas Tyo. Laki-laki itu pasti kecewa. Hatinya pasti terluka. Tapi tak ada yang bisa aku lakukan untuk menghibur hatinya. Ku pikir inilah kenyataan yang harus bisa dia terima. Bukankah apa yang kita inginkan belum tentu bisa kita miliki? Seperti aku yang sangat ingin memiliki Mas Pras, tapi sampai sekarang dia hanya sebatas mimpi. Bagaimanakah reaksi ibu dan Mas Fandy jika mereka tahu kalau aku telah menolak cinta dari Mas Tyo? Akan marahkah mereka? Atau hanya sebatas kecewa tanpa menyalahkan aku yang telah mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka? Hm, tapi aku seorang perempuan dewasa sekarang. Segala keputusan tentang hidupku ada di tanganku. Mereka hanya boleh memberi saran. Tapi tak boleh mendikte keputusan apa yang harus ku ambil untuk hidupku dan juga masa depanku. Apalagi ini masalah cinta. Urusan hati

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 25. Sebuah Cinta.

    Bab 25. Sebuah Cinta. Rintik hujan jatuh menimpa kuncup-kuncup bunga hingga ranting-rantingnya bergoyang-goyang bagai meliukkan sebuah tarian yang indah. Suara gemuruh guntur sesekali terdengar di kejauhan. Bergetar mendekat, lalu menghilang. Langit bagai mengeluh. Seperti lelah menaungi bumi yang memiliki banyak kisah. Mungkin salah satunya adalah kisahku. Kisah sedih dan kecewa yang tak bisa ku bagi pada siapa pun. Kenapa malam ini harus turun hujan, tuhan? Sedangkan ini adalah malam terakhir aku bisa mencari dia di sana. Besok pusat jajanan itu akan tutup. Harus menunggu hingga bulan depan untuk bisa kembali mencarinya di sana. Tapi apakah dia akan ada? Bagaimana jika bulan depan dia telah pindah jauh ke satu kota? Hatiku tak bisa tenang hanya karena satu kalimat yang mengatakan 'jodoh tak kan lari kemana'. Ya, jodoh memang tak kan lari kemana. Tapi bagaimana jika ternyata dia bukan jodohku? Dia akan lari ke dalam pelukan perempuan lain dan membiarkanku yang tenggelam dalam rindu

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 24. Hampa.

    Bab 24. Hampa. Keesokan paginya segera kuceritakan pada Bagas tentang laki-laki yang ku lihat semalam. Bagas serius mendengarkan, lalu mengeleng pelan saat aku selesai bercerita. "Tapi itu nggak mungkin, Al. Pasti dia cuma seseorang yang mirip dengan laki-laki dalam mimpimu itu," sanggah Bagas menentangku. "Nggak, Gas! Itu beneran dia!" Aku sedikit ngotot pada Bagas. "Al, kamu melihat dia di malam hari dan dalam jarak yang lumayan jauh. Dan wajahnya pun jauh lebih tua dari Mas Pras-mu itu, kan? Jadi bagaimana kamu bisa yakin kalau laki-laki itu adalah dia? Lagi pula percayalah kalau Mas Pras-mu itu nggak ada, Al! Tolong, kembalilah pada kenyataan." Bagas masih tak peraya dan seperti biasa memintaku untuk percaya kalau sesungguhnya Mas Pras itu tidak ada. Aku menggeleng, kukuh pada pendirianku. "Aku yakin kalau itu benar dia. Meski dalam jarak yang cukup jauh, aku bisa mengenalinya, Gas. Sebab dia suamiku! Jadi aku nggak mungkin salah mengenali suamiku sendiri!" Bagas menghela na

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 23. Mantan Dan Sahabat.

    Bab 23. Mantan Dan Sahabat. Sarah berdiri dengan wajah yang cemberut. Dia menatap Rama, lalu menatapku dengan pandangan yang cemburu. Sementara itu wajah Rama menunjukkan rasa tak suka dengan kehadiran Sarah yang tiba-tiba di antara kami. Sarah mendekat. Aku pun berusaha untuk menyembunyikan perasaan marahku padanya. aku tak ingin ribut, apa lagi di tengah keramaian seperti ini. Akhirnya dengan sikap tenang ku tunggu dia sampai dia berdiri di hadapanku. "Sedang apa kalian berdua di sini?" tanyanya tanpa basa-basi. "Memangnya kenapa kalau kami berdua ada di sini? Ini tempat umum, kan?" jawab Rama segera. "Kalian janjian?" tanya Sarah lagi dengan nada cemburu yang terdengar jelas. Rama menggeleng. "Kami bertemu nggak sengaja di sini," jawabnya jujur. Ekspresi wajah Sarah tampak tak percaya. "Benarkah?" "Memangnya untuk apa aku bohong padamu, Sarah?" kata Rama tak suka dengan kecurigaan Sarah itu. "Ku pikir kamu ingin kembali pada Alyssa dan meninggalkan aku, Rama." Sarah berkat

  • Suami Dari Masa Lalu    Bab 22. Sore Itu.

    Bab 22. Sore Itu. Tak terasa waktu terus bergulir begitu cepat. Hari berganti minggu dan minggu pun berganti bulan. Tak terhitung, entah berapakali sudah Mas Pasetyo datang ke rumah menemuiku. Tapi kami selalu menghabiskan waktu di rumah saja. Ngobrol berdua di ruang tamu karena aku selalu menolak tiap kali dia mengajakku jalan keluar. Ku pikir dia akan bosan hanya dengan ngobrol di rumah saja dan jadi enggan untuk datang lagi. Tapi ternyata dia datang dan datang lagi menemuiku. Ku akui, Mas Fandy memang benar. Mas Prasetyo temannya itu adalah seorang laki-laki yang baik dan menyenangkan. Ngobrol berdua dengannya tak pernah menimbulkan rasa bosan. Pengetahuannya yang luas membuat dia bisa mengimbangi setiap topik obrolan yang ku bahas. Tapi bagiku dia hanya sebatas teman bicara yang menyenangkan. Tak lebih. Sebab sampai hari ini dia tidak bisa menempati ruang istimewa dalam hatiku. Masih tetap tak bisa menggeser posisi Mas Pras yang teramat istimewa bagiku. "Kita jalan, yuk," aja

DMCA.com Protection Status