Setelah mengalami kecelakaan, Cassie tidak ingat sama sekali tentang pernikahannya—termasuk suaminya sendiri, Mario. Bertubi-tubi fakta mencengangkan serta pengalaman tak terduga hampir selalu Cassie temui di tengah-tengah pemulihan ingatannya. Terlebih ketika Cassie tahu bahwa apa yang dia percaya selama ini adalah salah, Cassie harus berani memutuskan apakah dia harus mempertahankan rumah tangganya atau justru menyudahinya.
Lihat lebih banyakBerlanjut hingga makan malam. Cassie tidak kunjung keluar dari kamar. Niatnya hanya ingin mengerjai perempuan itu, malah Mario sendiri yang dikerjai oleh perasaan waswas dikarenakan Cassie yang sama sekali belum makan sejak siang. Bukannya apa-apa, tapi jika dia sakit, apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti? Terlebih Mario pula yang harus bertanggung jawab. Sudah pasti akan teramat sangat merepotkan. “Masih belum ada respons juga, Bi?” tanya Mario saat menemukan Bi Endah kembali turun dengan nampan yang masih penuh dengan lauk makan malam.Sebelumnya Mario memang meminta Bi Endah mengantarkan makanan untuk Cassie. Siapa tahu dia tidak ingin makan di bawah bersama Mario, tapi tetap akan mau makan di dalam kamarnya. Namun faktanya, perempuan itu masih saja mengurung diri.Bahkan Mario sampai memilih bekerja di meja makan, karena dari posisi itulah dia bisa melihat dengan jelas pintu kamar Cassie. Hanya saja memang sejak tadi pintu itu tidak pernah terbuka. “Iya, Pak. Bu Cassie ngg
Mario bersungut-sungut masuk ke dalam walk in closet di dalam kamarnya. Mengambil kaus oblong putih favoritnya yang berada di tumpukan paling atas salah satu lemari. Baru saja memasukkan kepalanya ke dalam lubang leher kaus, dengan cepat Mario melepasnya lagi dan melempar kaus tersebut ke lantai dengan sekuat tenaga.“Argh! Benar-benar perempuan itu,” gerutunya menggeram seraya mengacak-acak rambut. Ditendangnya lagi kaus yang sudah terkapar tak berdaya, kemudian duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan. Di sanalah Mario menghela napas panjang seraya menyugar rambutnya yang masih setengah basah.“Jaga tubuhmu untuk perempuanmu sendiri dan jangan diumbar—shit! Kenapa kesannya kayak gue yang kurang ajar di sini?”Mario beranjak dari kursi dengan gusar dan berdiri di depan cermin besar. Memandang tubuh atletis dan proporsionalnya di sana.“Ini rumah gue, jadi gue bebas melakukan apa pun di sini. Termasuk buka baju di depan dia dan dia yang harusnya belajar untuk jaga pikiran!” pr
Cassie turun ke lantai bawah. Mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang takut kepergok oleh sang pemilik rumah. Menengok ke kanan—ke area ruang tamu—tapi ternyata tidak ada siapa pun. Berlanjut berjalan ke arah kiri—yang merupakan ruang tengah atau ruang keluarga—dimana terdapat seperangkat sofa, televisi, juga meja dan kursi makan. Barulah di sebelah kanannya adalah dapur. Mungkin lebih tepatnya disebut pantry, karena terlalu bersih untuk dijadikan dapur kotor. “Ayo, Cassie. Coba kita lihat ada apa aja di sana,” ujar Cassie bermonolog.Mengambil kesempatan dari suasana rumah yang sepi, Cassie dengan cekatan bergerak menuju kulkas. Di dalamnya hanya ada aneka buah, jus, dan botol-botol air mineral. Sangat sehat. Cassie mengambil jus kemasan kecil. Lalu ada beberapa macam roti yang ditempatkan dalam wadah roti di atas meja pantry. Cassie pun mengambil selembar roti gandum.Sejauh ini sudah dirasa cukup. Meskipun tidak yakin akan mampu membuat perutnya kenyang, tapi setidaknya cu
Cassie tidak tahu ada di mana dia sekarang. Bandung bagaikan kota asing baginya. Walau kenyataannya dia sudah empat tahun berada di Bandung untuk kuliah, tapi ingatan selama empat tahun itu sama sekali tidak muncul. Bagaikan ruang kosong. Ingatannya benar-benar berhenti di momen dimana dia telah lulus SMA dan bersiap untuk hari pertama pelaksanaan orientasi di kampus barunya. Bahkan keinginan untuk datang ke ALBIU pun masih ada. Masih merasa harus pergi ke sana. Pintu gerbang terbuka. Mario melanjutkan membawa mobilnya dan tak lama kemudian kembali berhenti. Cassie masih sibuk memperhatikan sekeliling melalui kaca depan mobil. Jadi, ini rumah Mario? Atau bisa dibilang rumahnya dan Mario? Menarik. Unik. Rumah ini didesain seperti menyerupai beberapa balok yang disusun hingga membentuk sebuah bangunan tiga lantai yang simetris. Baru melihat bagian depannya saja Cassie sudah menyukainya.“Ayo turun,” ajak Mario usai mematikan mesin mobil. “Ngga bisa juga lepas seat belt?”Cassie mende
“Aku sama sekali ngga ingat semua itu,” aku Cassie memandang sayu layar ponsel yang telah berubah hitam. “Kenapa aku ngga bisa ingat apa pun yang terjadi 4 tahun belakangan ini?”Mario menghela napas. Mau tak mau menghampiri Cassie yang hanya bisa menunduk pasrah meratapi nasib. Jika tidak disudahi dengan segera, perempuan itu pasti akan menangis dan apabila hal tersebut benar terjadi, tentunya akan membuat Mario repot. Terlebih apabila Andrea dan Edwin tiba-tiba kembali.“Kamu ngga perlu berusaha ingat. Kamu hanya cukup tahu aja,” cetus Mario mengutip perkataan dokter kemarin. Mengambil ponsel dari tangan Cassie, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. “Untuk sementara hp ini aku pegang. Kelihatannya kamu harus fokus ke pemulihan ingatan kamu dulu.”Sekian detik berlalu Mario menunggu respons dari Cassie, tapi yang ada perempuan itu hanya berdiam diri menundukkan kepala. Matanya menatap kosong ke arah lantai. Mario sampai memiring-miringkan kepala untuk melihat wajah Cassie dan yang
"Benarkah itu?"Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. Andrea mendesah berat."Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala."Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. "Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hany
“Aku kasih ide untuk bercerai?” Mario terdiam sejenak. Menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Setelah itu barulah dengan yakin dia berujar, “Iya.”“Ngga mungkin,” tampik Cassie tak kalah yakin. “Aku ngga mungkin pernah berpikiran begitu. Aku ngga mau jadi janda,” akunya sambil bergidik ngeri membayangkan statusnya berubah menjadi seekstrem itu di umur yang masih muda.Mario mendengkus. “Memangnya cuma kamu yang bakal punya status begitu? Aku sendiri juga akan menyandang status duda, tapi mau ngga mau kita harus bercerai. Kita ngga bisa terus-menerus mempertahankan rumah tangga yang ngga ada landasan perasaan apa pun.”“Ya tapi cerai bukan jawabannya.”“Lalu apa?”Pertanyaan Mario benar-benar mendesak Cassie. Sudah tertekan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah menikah, berumur empat tahun lebih tua, ditambah pula dengan kenyataan jika dirinya sempat memiliki ide untuk bercerai. Apa benar semudah itukah gagasan tersebut terlontar dari bibirnya? Saking tidak kuatnya dihantam
"Memang dasar laki-laki mesum!" "Hei, stop sebut aku mesum!""Ya apa lagi kalau bukan mesum?!" balas Cassie tak mau kalah. Semakin menarik selimut menutup seluruh tubuh, hingga yang tampak di dirinya hanyalah kepalanya yang menyembul dari dalam selimut.Mario menegapkan tubuhnya dengan bersungut-sungut. Selama ini belum ada satu orang pun perempuan yang dengan berani menendangnya dan lucunya, rekor itu sekarang terpecahkan oleh seorang perempuan bernama Cassie, istrinya sendiri."Kalaupun kita memang pernah … ng … pernah lakuin itu, memang ada baiknya aku lupain aja! Aku ngga akan mau ingat-ingat lagi!" "Oh, kamu memang ngga perlu repot-repot mengingat soal itu, karena sebenarnya kamu sendiri pun juga berusaha untuk ngga pernah ingat soal pernikahan ini!” sahut Mario kesal. Masih emosi akibat tendangan Cassie tadi.Cassie merespons dengan dahi mengerut. "Maksudnya?""Kita ngga pernah melakukan apa pun." "Apa pun?" tanya Cassie memastikan ulang. "Tapi ... kita kan udah nikah," lanjut
"Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. "Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan."Jadi maksud Mama aku udah nikah?""Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!""Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. "Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan
Sial. Aku terlambat!Mata Cassie membelalak dan tubuhnya tersentak. Dengan segera dia menyibak selimut, melayangkan kaki ke atas lantai, lanjut berdiri, dan sontak menjerit ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang tidak seharusnya dia temukan. Seorang lelaki—berambut pendek ala-ala messy hair dan bertelanjang dada—yang berdiri tepat di hadapannya pun spontan berputar. Hingga membuat lekuk perbukitan yang menghiasi dada, perut, serta lengannya terpampang jelas di depan mata.Melihat itu, kedua mata Cassie makin melebar.“Dasar mesum!” teriaknya seraya melempar bantal ke arah lelaki tersebut, tapi dengan mudah dia menangkis. Bahkan masih sempat-sempatnya dia menyambar kaus di atas sofa yang tak jauh darinya, kemudian memakai kaus tersebut dengan gerak cepat.Dirasa belum cukup, Cassie mengambil dua bungkus roti di atas nakas yang ada di samping tempat tidur, kemudian melemparnya lagi.“Pergi sana! Keluar!"Belum cukup juga, Cassie berlanjut melempar dua botol mineral yang masih p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen