Share

Rumah Berdua

Author: elhrln
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Cassie tidak tahu ada di mana dia sekarang. Bandung bagaikan kota asing baginya. Walau kenyataannya dia sudah empat tahun berada di Bandung untuk kuliah, tapi ingatan selama empat tahun itu sama sekali tidak muncul. Bagaikan ruang kosong. Ingatannya benar-benar berhenti di momen dimana dia telah lulus SMA dan bersiap untuk hari pertama pelaksanaan orientasi di kampus barunya. Bahkan keinginan untuk datang ke ALBIU pun masih ada. Masih merasa harus pergi ke sana. 

Pintu gerbang terbuka. Mario melanjutkan membawa mobilnya dan tak lama kemudian kembali berhenti. Cassie masih sibuk memperhatikan sekeliling melalui kaca depan mobil. 

Jadi, ini rumah Mario? Atau bisa dibilang rumahnya dan Mario? 

Menarik. Unik. Rumah ini didesain seperti menyerupai beberapa balok yang disusun hingga membentuk sebuah bangunan tiga lantai yang simetris. Baru melihat bagian depannya saja Cassie sudah menyukainya.

“Ayo turun,” ajak Mario usai mematikan mesin mobil. “Ngga bisa juga lepas seat belt?”

Cassie mendesis pelan. “Bisa kok.”

Ketika turun dari mobil, Cassie menemukan mobil Andrea dan Edwin terparkir di jalan depan. Mereka tidak ikut masuk dan akan langsung kembali ke Jakarta seperti yang dikatakan Andrea sebelumnya.

Cassie mendekat sewaktu Andrea ikut turun dari mobil.

“Mama benar mau langsung pulang? Bandung-Jakarta kan dekat, kenapa ngga mampir dulu aja? Atau mungkin tinggal di sini beberapa malam?” tanya Cassie bernada sendu. Menengok sebentar ke belakang untuk memastikan keberadaan Mario. Lelaki itu sedang mengobrol dengan seorang pria paruh baya yang tadi membukakan pintu gerbang. “Rasanya aku belum siap tinggal cuma berdua sama dia.”

Andrea tersenyum. Membelai pelan kepala Cassie yang tengah menunduk.

“Maka dari itu, Mama dan Papa ingin memberi waktu lebih banyak untuk kalian berdua. Anggaplah ini sebagai kesempatan untuk kalian memulai semuanya dari awal.”

Bola mata Cassie bergulir ke samping sewaktu merasakan kehadiran Mario.

“Mama dan Papa yakin ngga mau masuk dulu ke dalam?” tanya Mario yang sudah hadir di sebelah Cassie.

“Ngga perlu, Mario. Kami langsung pulang saja,” jawab Andrea. “Ya sudah, Cassie … Mama dan Papa pergi ya, Sayang. Mama berharap dengan sangat, waktu nanti kita bertemu lagi ingatan kamu sudah kembali pulih.”

“Bye, Cassie,” ujar Edwin yang masih memilih untuk tidak turun dari dalam mobil. “Mario, kamu tolong jaga Cassie. Papa percayakan Cassie ke kamu.” 

Mario menangkap tatapan serius dari ayah mertuanya. 

“Iya, Pa.”

Berat untuk melakukan, tapi Cassie tetap berusaha mengangkat tangannya untuk memberi lambaian perpisahan di kala mobil Andrea dan Edwin mulai melaju menjauh. Terkesan berlebihan, tapi … bagaimana perasaanmu ketika tiba-tiba saja terbangun dari tidur sudah dalam keadaan tidak lagi tinggal bersama orang tua, melainkan tinggal bersama seorang lelaki yang tidak kamu kenal? Tidak perlu disampaikan jawabannya, tapi kurang lebih seperti itulah yang Cassie rasakan.

“Pak Dicky, tolong tutup pintu gerbangnya,” perintah Mario begitu berbalik masuk ke dalam. Namun, menyadari Cassie masih berdiam diri di tempat, Mario pun bertanya, “Mau sampai kapan berdiri di situ?”

Cassie mendesah, kemudian ikut masuk ke dalam dengan malas.

“Halo, Pak Dicky,” sapa Cassie sewaktu melewati Pak Dicky yang sudah siap menutup gerbang.

“Iya, Bu.”

Panggilan itu sungguh terdengar aneh.

“Umm, bisa tolong jangan panggil aku ‘Bu’?”

“Eh, tapi Bu Cassie kan istrinya Pak Mario.”

Cassie memutar mata. “Iya sih, cuma aku—ya udah deh,” ujarnya tidak jadi meneruskan apa yang ingin dikatakan.

Cassie melanjutkan langkahnya melewati beberapa anak tangga yang akhirnya membawanya ke teras utama. Penampakan interior yang minimalis pun langsung menyapa. Tidak jauh berbeda dengan tampilan eksterior yang bernuansa putih, krem juga cokelat, tampilan interiornya pun dibuat serupa. Adanya penggunaan kayu sebagai material rumah serta kaca jendela dengan ukuran besar yang sengaja digunakan untuk mengganti peran dinding pada umumnya, memberikan kesan natural dan begitu mendukung pemanfaatan cahaya matahari. Ditambah lagi, Cassie menemukan adanya konsep mezzanine—ruangan tambahan yang terletak di antara lantai dan plafon—yang sangat Cassie idam-idamkan ketika suatu hari nanti dia sudah bisa memiliki rumah sendiri.

Sungguh ini adalah rumah yang luar biasa. Cassie akui itu. Bahkan kepalanya tak henti-hentinya mendongak dan berputar untuk melihat sekeliling. Membuat Cassie bertanya-tanya bagaimana Mario bisa memiliki rumah seperti ini? Memang sudah ada yang menjual dalam bentuk jadi seperti ini atau dia menggunakan jasa orang lain untuk merancang?

“Kamarmu ada di lantai atas.”

Mario tahu-tahu muncul mengagetkan. 

“Sebenarnya di atas ada tiga kamar, tapi kamu lebih memilih untuk mengambil kamar yang ada di depan, dekat dengan taman.”

“Aku memang lebih suka kamar yang ada pemandangannya,” aku Cassie belum ingin menangkap sorot mata Mario. “Lalu kamar kamu di mana?” 

Sedetik setelah mulutnya melontarkan kalimat pertanyaan itu, Cassie langsung kembali berpaling dan berusaha memikirkan kalimat tambahan yang kira-kira bisa menjelaskan maksud dari pertanyaannya.

“Di lantai ini. Di belakang,” jawab Mario menanggapi. “Kenapa? Mau mampir?”

Cassie mengejapkan mata dan menggeleng cepat. “Ngga kok. Aku cuma—”

“Cuma mau tahu?” sergah Mario melanjutkan kalimat andalan Cassie. “Ya ngga masalah kalau kamu mau ke kamar itu, karena sebenarnya kamarku kan kamarmu juga. Kamu mau tidur di sana pun juga ngga masalah.”

Cassie berhenti mengerjap. Mario melangkah mendekat, kemudian berhenti. Menyisakan jarak kurang lebih sejengkal dari Cassie. Tidak cukup sampai di sana, wajahnya lanjut bergerak maju dan kembali berhenti di area samping wajah Cassie.

“Sekaligus untuk mengetes ketahanan tempat tidurnya, karena belum pernah dipakai untuk aktivitas fisik dua orang,” tutur Mario dengan suara pelan. Embusan napas bercampur dengan udara hangat yang menguar dari dalam mulutnya, menyapu halus sisi pipi juga daun telinga Cassie. Dan lagi-lagi, hal itu mampu membuat tubuhnya meremang.

“Tangganya ada di sana ya? Oke!” cetus Cassie salah tingkah dan langsung memelesat pergi. 

Saking canggungnya, tidak peduli bahunya itu membentur kencang bahu Mario di saat dia berlari. Mengetahui tenaga Cassie yang rupanya jauh lebih kuat dari yang dirinya pikir, Mario hanya mampu menggelengkan kepala, mengusap-usap bahunya, dan tersenyum kecil juga, karena ternyata Cassie memang asyik untuk dijaili. 

Cassie terus berlari menaiki anak tangga, lalu berhenti sejenak untuk mengatur napas di saat telah mencapai lantai kamarnya berada.

“Dasar mesum. Dipikir ucapannya itu lucu?” gerutunya mengadu pada diri sendiri. 

Cassie iseng mengintip ke bawah melalui railing dan menemukan penampakan ruang tengah yang berhiaskan beberapa lampu gantung. Tepat di sebelah kanannya, ada sebuah pintu kayu yang ketika dibuka, ternyata adalah sebuah kamar dengan pemandangan taman di sebelah kiri. Sepertinya ini kamar pilihan Cassie yang dimaksud oleh Mario. 

Cassie pun memilih untuk lanjut berkeliling. 

Ada semacam ruang belajar atau mungkin bisa juga dikatakan sebagai ruang perpustakaan dikarenakan ada beberapa kursi, meja, serta buku-buku dipajang di dalam dua buah lemari. Kemudian setelahnya terdapat taman lagi berukuran kecil, lalu area sisanya dimaksimalkan sebagai dua buah kamar lengkap dengan kamar mandi dan wardrobe.

Bukan pemilik rumahnya, melainkan rumah ini sendirilah yang sudah membuat Cassie jatuh cinta.

Cassie kembali ke kamarnya. Mengecek segala sesuatu, terutama pada bagian lemari. Segala macam pakaian, sepatu, tas, perhiasan miliknya benar-benar ada di dalam sana—tertata dengan rapi. Begitu pun make up yang ada di atas meja rias, juga perlengkapan mandi yang memang selalu dia pakai. Bahkan ada beberapa bingkai foto kecil di atas nakas, seperti foto wisudanya dalam balutan toga serta foto pernikahannya.

“Senyum yang terpaksa,” ujar Cassie mengomentari senyum Mario di foto pernikahannya,  walau sebenarnya dia tampak lebih tampan dengan balutan setelan jas hitam.

Intinya, semua yang ada di kamar ini betul-betul menandakan bahwa Cassie memang pernah tinggal di sini. Namun, kenapa Cassie sama sekali tidak ingat? Secuil ingatan pun tidak ada. 

Eh, apa ini? Cincin?

Ada sebuah kotak hitam kecil di dalam laci nakas dan ketika Cassie buka, rupanya berisikan sebuah cincin emas polos—benar-benar polos tanpa batu hiasan ataupun ukiran lainnya. Mungkinkah ini cincin pernikahannya dengan Mario? Mau coba diingat bagaimanapun caranya, tetap tidak akan berhasil.

Cassie meletakkan cincin tersebut kembali ke tempatnya.

Baiklah, Cassie. Apa yang harus dilakukan sekarang?

Dan, perutnya pun menjawab.

“Lapar,” erang Cassie menyentuh perutnya yang mulai mendemo.

Dilihatnya jam yang menggantung di dinding. Pukul setengah sebelas siang. Apakah Cassie harus menyiapkan makan siang untuk dirinya sendiri juga Mario? Mengingat Mario adalah suaminya.

“Ih, dasar ngerepotin!” gerutu Cassie berjalan mengentak keluar kamar.

Related chapters

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Mata, Hati, dan Tubuhmu

    Cassie turun ke lantai bawah. Mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang takut kepergok oleh sang pemilik rumah. Menengok ke kanan—ke area ruang tamu—tapi ternyata tidak ada siapa pun. Berlanjut berjalan ke arah kiri—yang merupakan ruang tengah atau ruang keluarga—dimana terdapat seperangkat sofa, televisi, juga meja dan kursi makan. Barulah di sebelah kanannya adalah dapur. Mungkin lebih tepatnya disebut pantry, karena terlalu bersih untuk dijadikan dapur kotor. “Ayo, Cassie. Coba kita lihat ada apa aja di sana,” ujar Cassie bermonolog.Mengambil kesempatan dari suasana rumah yang sepi, Cassie dengan cekatan bergerak menuju kulkas. Di dalamnya hanya ada aneka buah, jus, dan botol-botol air mineral. Sangat sehat. Cassie mengambil jus kemasan kecil. Lalu ada beberapa macam roti yang ditempatkan dalam wadah roti di atas meja pantry. Cassie pun mengambil selembar roti gandum.Sejauh ini sudah dirasa cukup. Meskipun tidak yakin akan mampu membuat perutnya kenyang, tapi setidaknya cu

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Momen Meresahkan Lainnya

    Mario bersungut-sungut masuk ke dalam walk in closet di dalam kamarnya. Mengambil kaus oblong putih favoritnya yang berada di tumpukan paling atas salah satu lemari. Baru saja memasukkan kepalanya ke dalam lubang leher kaus, dengan cepat Mario melepasnya lagi dan melempar kaus tersebut ke lantai dengan sekuat tenaga.“Argh! Benar-benar perempuan itu,” gerutunya menggeram seraya mengacak-acak rambut. Ditendangnya lagi kaus yang sudah terkapar tak berdaya, kemudian duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan. Di sanalah Mario menghela napas panjang seraya menyugar rambutnya yang masih setengah basah.“Jaga tubuhmu untuk perempuanmu sendiri dan jangan diumbar—shit! Kenapa kesannya kayak gue yang kurang ajar di sini?”Mario beranjak dari kursi dengan gusar dan berdiri di depan cermin besar. Memandang tubuh atletis dan proporsionalnya di sana.“Ini rumah gue, jadi gue bebas melakukan apa pun di sini. Termasuk buka baju di depan dia dan dia yang harusnya belajar untuk jaga pikiran!” pr

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Pikiranmu, Mario!

    Berlanjut hingga makan malam. Cassie tidak kunjung keluar dari kamar. Niatnya hanya ingin mengerjai perempuan itu, malah Mario sendiri yang dikerjai oleh perasaan waswas dikarenakan Cassie yang sama sekali belum makan sejak siang. Bukannya apa-apa, tapi jika dia sakit, apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti? Terlebih Mario pula yang harus bertanggung jawab. Sudah pasti akan teramat sangat merepotkan. “Masih belum ada respons juga, Bi?” tanya Mario saat menemukan Bi Endah kembali turun dengan nampan yang masih penuh dengan lauk makan malam.Sebelumnya Mario memang meminta Bi Endah mengantarkan makanan untuk Cassie. Siapa tahu dia tidak ingin makan di bawah bersama Mario, tapi tetap akan mau makan di dalam kamarnya. Namun faktanya, perempuan itu masih saja mengurung diri.Bahkan Mario sampai memilih bekerja di meja makan, karena dari posisi itulah dia bisa melihat dengan jelas pintu kamar Cassie. Hanya saja memang sejak tadi pintu itu tidak pernah terbuka. “Iya, Pak. Bu Cassie ngg

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Cassie vs Si Lelaki Mesum

    Sial. Aku terlambat!Mata Cassie membelalak dan tubuhnya tersentak. Dengan segera dia menyibak selimut, melayangkan kaki ke atas lantai, lanjut berdiri, dan sontak menjerit ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang tidak seharusnya dia temukan. Seorang lelaki—berambut pendek ala-ala messy hair dan bertelanjang dada—yang berdiri tepat di hadapannya pun spontan berputar. Hingga membuat lekuk perbukitan yang menghiasi dada, perut, serta lengannya terpampang jelas di depan mata.Melihat itu, kedua mata Cassie makin melebar.“Dasar mesum!” teriaknya seraya melempar bantal ke arah lelaki tersebut, tapi dengan mudah dia menangkis. Bahkan masih sempat-sempatnya dia menyambar kaus di atas sofa yang tak jauh darinya, kemudian memakai kaus tersebut dengan gerak cepat.Dirasa belum cukup, Cassie mengambil dua bungkus roti di atas nakas yang ada di samping tempat tidur, kemudian melemparnya lagi.“Pergi sana! Keluar!"Belum cukup juga, Cassie berlanjut melempar dua botol mineral yang masih p

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Semuanya Ingat, Kecuali Kamu

    "Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. "Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan."Jadi maksud Mama aku udah nikah?""Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!""Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. "Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Secuil Fakta

    "Memang dasar laki-laki mesum!" "Hei, stop sebut aku mesum!""Ya apa lagi kalau bukan mesum?!" balas Cassie tak mau kalah. Semakin menarik selimut menutup seluruh tubuh, hingga yang tampak di dirinya hanyalah kepalanya yang menyembul dari dalam selimut.Mario menegapkan tubuhnya dengan bersungut-sungut. Selama ini belum ada satu orang pun perempuan yang dengan berani menendangnya dan lucunya, rekor itu sekarang terpecahkan oleh seorang perempuan bernama Cassie, istrinya sendiri."Kalaupun kita memang pernah … ng … pernah lakuin itu, memang ada baiknya aku lupain aja! Aku ngga akan mau ingat-ingat lagi!" "Oh, kamu memang ngga perlu repot-repot mengingat soal itu, karena sebenarnya kamu sendiri pun juga berusaha untuk ngga pernah ingat soal pernikahan ini!” sahut Mario kesal. Masih emosi akibat tendangan Cassie tadi.Cassie merespons dengan dahi mengerut. "Maksudnya?""Kita ngga pernah melakukan apa pun." "Apa pun?" tanya Cassie memastikan ulang. "Tapi ... kita kan udah nikah," lanjut

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Suami yang Seharusnya

    “Aku kasih ide untuk bercerai?” Mario terdiam sejenak. Menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Setelah itu barulah dengan yakin dia berujar, “Iya.”“Ngga mungkin,” tampik Cassie tak kalah yakin. “Aku ngga mungkin pernah berpikiran begitu. Aku ngga mau jadi janda,” akunya sambil bergidik ngeri membayangkan statusnya berubah menjadi seekstrem itu di umur yang masih muda.Mario mendengkus. “Memangnya cuma kamu yang bakal punya status begitu? Aku sendiri juga akan menyandang status duda, tapi mau ngga mau kita harus bercerai. Kita ngga bisa terus-menerus mempertahankan rumah tangga yang ngga ada landasan perasaan apa pun.”“Ya tapi cerai bukan jawabannya.”“Lalu apa?”Pertanyaan Mario benar-benar mendesak Cassie. Sudah tertekan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah menikah, berumur empat tahun lebih tua, ditambah pula dengan kenyataan jika dirinya sempat memiliki ide untuk bercerai. Apa benar semudah itukah gagasan tersebut terlontar dari bibirnya? Saking tidak kuatnya dihantam

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Tentang Jonathan

    "Benarkah itu?"Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. Andrea mendesah berat."Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala."Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. "Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hany

Latest chapter

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Pikiranmu, Mario!

    Berlanjut hingga makan malam. Cassie tidak kunjung keluar dari kamar. Niatnya hanya ingin mengerjai perempuan itu, malah Mario sendiri yang dikerjai oleh perasaan waswas dikarenakan Cassie yang sama sekali belum makan sejak siang. Bukannya apa-apa, tapi jika dia sakit, apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti? Terlebih Mario pula yang harus bertanggung jawab. Sudah pasti akan teramat sangat merepotkan. “Masih belum ada respons juga, Bi?” tanya Mario saat menemukan Bi Endah kembali turun dengan nampan yang masih penuh dengan lauk makan malam.Sebelumnya Mario memang meminta Bi Endah mengantarkan makanan untuk Cassie. Siapa tahu dia tidak ingin makan di bawah bersama Mario, tapi tetap akan mau makan di dalam kamarnya. Namun faktanya, perempuan itu masih saja mengurung diri.Bahkan Mario sampai memilih bekerja di meja makan, karena dari posisi itulah dia bisa melihat dengan jelas pintu kamar Cassie. Hanya saja memang sejak tadi pintu itu tidak pernah terbuka. “Iya, Pak. Bu Cassie ngg

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Momen Meresahkan Lainnya

    Mario bersungut-sungut masuk ke dalam walk in closet di dalam kamarnya. Mengambil kaus oblong putih favoritnya yang berada di tumpukan paling atas salah satu lemari. Baru saja memasukkan kepalanya ke dalam lubang leher kaus, dengan cepat Mario melepasnya lagi dan melempar kaus tersebut ke lantai dengan sekuat tenaga.“Argh! Benar-benar perempuan itu,” gerutunya menggeram seraya mengacak-acak rambut. Ditendangnya lagi kaus yang sudah terkapar tak berdaya, kemudian duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan. Di sanalah Mario menghela napas panjang seraya menyugar rambutnya yang masih setengah basah.“Jaga tubuhmu untuk perempuanmu sendiri dan jangan diumbar—shit! Kenapa kesannya kayak gue yang kurang ajar di sini?”Mario beranjak dari kursi dengan gusar dan berdiri di depan cermin besar. Memandang tubuh atletis dan proporsionalnya di sana.“Ini rumah gue, jadi gue bebas melakukan apa pun di sini. Termasuk buka baju di depan dia dan dia yang harusnya belajar untuk jaga pikiran!” pr

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Mata, Hati, dan Tubuhmu

    Cassie turun ke lantai bawah. Mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang takut kepergok oleh sang pemilik rumah. Menengok ke kanan—ke area ruang tamu—tapi ternyata tidak ada siapa pun. Berlanjut berjalan ke arah kiri—yang merupakan ruang tengah atau ruang keluarga—dimana terdapat seperangkat sofa, televisi, juga meja dan kursi makan. Barulah di sebelah kanannya adalah dapur. Mungkin lebih tepatnya disebut pantry, karena terlalu bersih untuk dijadikan dapur kotor. “Ayo, Cassie. Coba kita lihat ada apa aja di sana,” ujar Cassie bermonolog.Mengambil kesempatan dari suasana rumah yang sepi, Cassie dengan cekatan bergerak menuju kulkas. Di dalamnya hanya ada aneka buah, jus, dan botol-botol air mineral. Sangat sehat. Cassie mengambil jus kemasan kecil. Lalu ada beberapa macam roti yang ditempatkan dalam wadah roti di atas meja pantry. Cassie pun mengambil selembar roti gandum.Sejauh ini sudah dirasa cukup. Meskipun tidak yakin akan mampu membuat perutnya kenyang, tapi setidaknya cu

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Rumah Berdua

    Cassie tidak tahu ada di mana dia sekarang. Bandung bagaikan kota asing baginya. Walau kenyataannya dia sudah empat tahun berada di Bandung untuk kuliah, tapi ingatan selama empat tahun itu sama sekali tidak muncul. Bagaikan ruang kosong. Ingatannya benar-benar berhenti di momen dimana dia telah lulus SMA dan bersiap untuk hari pertama pelaksanaan orientasi di kampus barunya. Bahkan keinginan untuk datang ke ALBIU pun masih ada. Masih merasa harus pergi ke sana. Pintu gerbang terbuka. Mario melanjutkan membawa mobilnya dan tak lama kemudian kembali berhenti. Cassie masih sibuk memperhatikan sekeliling melalui kaca depan mobil. Jadi, ini rumah Mario? Atau bisa dibilang rumahnya dan Mario? Menarik. Unik. Rumah ini didesain seperti menyerupai beberapa balok yang disusun hingga membentuk sebuah bangunan tiga lantai yang simetris. Baru melihat bagian depannya saja Cassie sudah menyukainya.“Ayo turun,” ajak Mario usai mematikan mesin mobil. “Ngga bisa juga lepas seat belt?”Cassie mende

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Menanamkan Informasi

    “Aku sama sekali ngga ingat semua itu,” aku Cassie memandang sayu layar ponsel yang telah berubah hitam. “Kenapa aku ngga bisa ingat apa pun yang terjadi 4 tahun belakangan ini?”Mario menghela napas. Mau tak mau menghampiri Cassie yang hanya bisa menunduk pasrah meratapi nasib. Jika tidak disudahi dengan segera, perempuan itu pasti akan menangis dan apabila hal tersebut benar terjadi, tentunya akan membuat Mario repot. Terlebih apabila Andrea dan Edwin tiba-tiba kembali.“Kamu ngga perlu berusaha ingat. Kamu hanya cukup tahu aja,” cetus Mario mengutip perkataan dokter kemarin. Mengambil ponsel dari tangan Cassie, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. “Untuk sementara hp ini aku pegang. Kelihatannya kamu harus fokus ke pemulihan ingatan kamu dulu.”Sekian detik berlalu Mario menunggu respons dari Cassie, tapi yang ada perempuan itu hanya berdiam diri menundukkan kepala. Matanya menatap kosong ke arah lantai. Mario sampai memiring-miringkan kepala untuk melihat wajah Cassie dan yang

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Tentang Jonathan

    "Benarkah itu?"Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. Andrea mendesah berat."Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala."Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. "Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hany

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Suami yang Seharusnya

    “Aku kasih ide untuk bercerai?” Mario terdiam sejenak. Menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Setelah itu barulah dengan yakin dia berujar, “Iya.”“Ngga mungkin,” tampik Cassie tak kalah yakin. “Aku ngga mungkin pernah berpikiran begitu. Aku ngga mau jadi janda,” akunya sambil bergidik ngeri membayangkan statusnya berubah menjadi seekstrem itu di umur yang masih muda.Mario mendengkus. “Memangnya cuma kamu yang bakal punya status begitu? Aku sendiri juga akan menyandang status duda, tapi mau ngga mau kita harus bercerai. Kita ngga bisa terus-menerus mempertahankan rumah tangga yang ngga ada landasan perasaan apa pun.”“Ya tapi cerai bukan jawabannya.”“Lalu apa?”Pertanyaan Mario benar-benar mendesak Cassie. Sudah tertekan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah menikah, berumur empat tahun lebih tua, ditambah pula dengan kenyataan jika dirinya sempat memiliki ide untuk bercerai. Apa benar semudah itukah gagasan tersebut terlontar dari bibirnya? Saking tidak kuatnya dihantam

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Secuil Fakta

    "Memang dasar laki-laki mesum!" "Hei, stop sebut aku mesum!""Ya apa lagi kalau bukan mesum?!" balas Cassie tak mau kalah. Semakin menarik selimut menutup seluruh tubuh, hingga yang tampak di dirinya hanyalah kepalanya yang menyembul dari dalam selimut.Mario menegapkan tubuhnya dengan bersungut-sungut. Selama ini belum ada satu orang pun perempuan yang dengan berani menendangnya dan lucunya, rekor itu sekarang terpecahkan oleh seorang perempuan bernama Cassie, istrinya sendiri."Kalaupun kita memang pernah … ng … pernah lakuin itu, memang ada baiknya aku lupain aja! Aku ngga akan mau ingat-ingat lagi!" "Oh, kamu memang ngga perlu repot-repot mengingat soal itu, karena sebenarnya kamu sendiri pun juga berusaha untuk ngga pernah ingat soal pernikahan ini!” sahut Mario kesal. Masih emosi akibat tendangan Cassie tadi.Cassie merespons dengan dahi mengerut. "Maksudnya?""Kita ngga pernah melakukan apa pun." "Apa pun?" tanya Cassie memastikan ulang. "Tapi ... kita kan udah nikah," lanjut

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Semuanya Ingat, Kecuali Kamu

    "Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. "Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan."Jadi maksud Mama aku udah nikah?""Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!""Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. "Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan

DMCA.com Protection Status