Share

Suami yang Seharusnya

Penulis: elhrln
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aku kasih ide untuk bercerai?” 

Mario terdiam sejenak. Menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Setelah itu barulah dengan yakin dia berujar, “Iya.”

“Ngga mungkin,” tampik Cassie tak kalah yakin. “Aku ngga mungkin pernah berpikiran begitu. Aku ngga mau jadi janda,” akunya sambil bergidik ngeri membayangkan statusnya berubah menjadi seekstrem itu di umur yang masih muda.

Mario mendengkus. 

“Memangnya cuma kamu yang bakal punya status begitu? Aku sendiri juga akan menyandang status duda, tapi mau ngga mau kita harus bercerai. Kita ngga bisa terus-menerus mempertahankan rumah tangga yang ngga ada landasan perasaan apa pun.”

“Ya tapi cerai bukan jawabannya.”

“Lalu apa?”

Pertanyaan Mario benar-benar mendesak Cassie. Sudah tertekan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah menikah, berumur empat tahun lebih tua, ditambah pula dengan kenyataan jika dirinya sempat memiliki ide untuk bercerai. Apa benar semudah itukah gagasan tersebut terlontar dari bibirnya? Saking tidak kuatnya dihantam oleh bertubi-tubi fakta mencengangkan, kepala Cassie rasanya ingin meledak.

“Beri tahu aku jalan lain apa yang mesti kita ambil selain bercerai?” desak Mario.

“Cukup. Kepalaku sakit,” rintih Cassie kembali menekuk kedua lutut ke atas dan menenggelamkan wajahnya di sana. 

Belum cukup sebenarnya bagi Mario, tapi dia memang tidak bisa memaksa Cassie di tengah keadaannya yang memprihatinkan seperti ini. Mario harus lebih bersabar. 

Pintu kamar terbuka. Sosok Andrea, Edwin, Lily, dan Samuel muncul dari balik pintu, kemudian berbondong-bondong masuk ke dalam kamar. Mario beranjak dari duduknya. Meraih kedua bahu Cassie dan mengajaknya berbaring.

“Aku minta jangan bahas apa pun soal tadi." Mario berbisik.

Cassie yang masih digerayangi oleh rasa pusing yang tak kunjung hilang, membiarkan begitu saja Mario menyentuh area tubuhnya. Setelah itu Mario berlanjut menyelimuti Cassie dengan selimut yang ada dan mengusap lembut dahi Cassie tatkala kedua orang tua beserta mertuanya mendekat.

“Bagaimana? Apa yang terjadi selama kami tinggal?” tanya Samuel pada Mario.

Mario melirik sekilas ke arah sang papa yang sudah ada di sampingnya. Disusul dengan kemunculan sang mama, Andrea juga Edwin—mertuanya. Mereka berempat berdiri di setiap sisi tempat tidur Cassie. Rasanya seperti kedatangan empat orang polisi yang siap menginterogasi dan Mario cukup gugup karenanya.

“Aku cuma ajak Cassie bicara sebentar dan minta dia untuk istirahat.”

Andrea yang merasa aneh dengan gerak-gerik Cassie pun akhirnya bertanya, “Cassie, kamu kenapa?”

Cassie terdian lemas. Matanya terpejam selagi menahan sakit di kepalanya. Sepertinya perbincangan dengan Mario tadi memang terlampau berat. Tidak seharusnya Cassie memutuskan ingin tahu semuanya sekarang dan tidak seharusnya juga Mario mengutarakan semuanya saat ini juga. 

“Apa boleh aku pulang sekarang?” cetus Cassie tiba-tiba. Saat itu juga bola mata Andrea langsung meluncur ke arah Edwin yang berdiri di sisi depan ranjang. “Aku lebih nyaman istirahat di kamarku sendiri dibanding di sini.”

“Umm, Cassie …,” Andrea kembali menatap Cassie, “dokter bilang kamu baru bisa pulang besok dan itu pun kamu juga ngga pulang ke rumah Mama dan Papa, tapi kamu pulang ke rumah kamu dan Mario.”

Ini dia. Satu kejutan lainnya kembali datang. Entah akan ada berapa lagi kejutan yang harus Cassie dengar di hari ini. 

Cassie bertukar pandang antara Andrea dan Mario. 

“Rumahku dan Mario?” 

Andrea tersenyum. “Iya. Kamu tinggal dengan Mario di sini—di Bandung. Mario dan orang tuanya kan memang tinggal di Bandung. Tempat kerja Mario juga di Bandung, jadi kamu ikut dengan Mario tinggal di Bandung,” jelas Andrea dengan intonasi pelan dan lembut. Berharap informasi yang dia sampaikan tidak terlalu membuat Cassie terkejut.

“Atau mungkin,” sontak semua pasang mata mengarah pada Mario sekalinya lelaki itu bicara. Tidak terkecuali Cassie. “Atau mungkin ada baiknya untuk sementara waktu ini Cassie tinggal di Jakarta dulu dengan Mama?”

Baru kali ini Cassie setuju dengan ucapan Mario.

“Aku setuju," cetus Cassie mengangguk kencang dan cepat.

“Mario, Cassie kan sekarang sudah menjadi tanggung jawab kamu. Sudah seharusnya kamu yang bantu Cassie selama dia dalam proses pemulihan," ujar Lily memberi saran seraya menyentuh lembut punggung Mario.

Jika sang mama telah bertitah, sulit bagi Mario untuk menolak. Apalagi di depan mertuanya. Begitu pun Cassie. Meskipun dia tidak ingat sedekat apa dirinya dengan sang mama mertua, tapi yang Cassie tahu, ucapan orang tua memanglah tidak bisa dibantah. Alhasil, keduanya hanya bungkam dan tidak bisa mengelak apa pun.

“Oke, Ma. Cassie tetap tinggal dengan Mario,” ujar Mario memutuskan hasil akhir.

Sungguh Cassie merasa tidak senang mendengar keputusan itu. 

“Begitu dong. Anggap saja ini sebagai cobaan pertama kalian berdua. Siapa tahu dengan begitu rumah tangga kalian bisa menjadi jauh lebih baik. Lebih saling memahami dan menguatkan satu sama lain,” tutur Lily mengulas senyuman tulus. Tangannya tak henti-hentinya mengelus lengan Mario.

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita makan siang dulu?” Samuel tiba-tiba mencetuskan ide yang disetujui oleh yang lainnya.

Mario melirik sekilas ke arah Cassie, “Mario di sini aja, Pa. Jaga Cassie."

Saat mertua serta kedua orang tuanya pergi, pintu telah tertutup dan tersisa dirinya dan Mario lagi, Cassie langsung bangun dari posisinya. 

"Kenapa kamu ngga bilang kalau kita udah tinggal berdua?" tanya Cassie mengutarakan keterkejutannya yang tertunda.

Mario bersedekap seraya menarik napas. Lelah menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya tidak penting untuk dijawab. 

"Tanpa aku kasih tahu, harusnya kamu udah tahu dengan sendirinya."

"Tapi kita kan ngga saling suka, terus buat apa tinggal satu rumah?" lanjut Cassie terus-menerus menagih rasa ingin tahunya. "Jangan bilang kalau kita juga tidur di kamar yang sama?"

"Kita memang ngga punya perasaan apa pun, tapi bukan berarti kita bisa seenaknya menunjukkan itu di depan orang tua kita, karena yang mereka tahu hubungan kita berjalan sesuai dengan yang mereka mau. Jadi, iya. Kita tinggal serumah, tapi kita tidur di kamar yang berbeda."

Mendengar jawaban Mario, Cassie mengembuskan napas melalui mulut. Satu tangannya pun memegangi dada. Leganya bukan main.

"Lalu bagaimana?" tanya Mario kemudian. 

Kedua alis Cassie terangkat menanggapi pertanyaan Mario. 

"Bagaimana apa?"

"Soal perceraian kita."

"Tapi kalau kita cerai bukannya orang tua kita juga bakal jadi sedih dan marah? Ngga ada bedanya sama dulu kalau kita menolak menikah dari awal."

"Seenggaknya kita udah mengikuti apa yang mereka mau," balas Mario. "Kita pun udah berusaha menjalani, tapi kenyataannya kita memang ngga cocok. Apa kamu ngga ingat kalau kita selalu bertengkar hebat cuma karena masalah kecil?"

Ingin mencoba mengingat-ingat, tapi Cassie rasa tidak perlu. Dia memang tidak ingat apa pun tentang masa 6 bulan pernikahannya. 

"Mau dipaksa bagaimanapun caranya, pernikahan kita ngga akan berhasil, Cassie. Dan kalau memang udah begitu akhirnya, aku yakin orang tua kita pun juga pasti mengerti bahwa rumah tangga kita ngga akan bisa dilanjutkan."

Apa benar semudah itu?

"Tapi it's okay kalau misalnya kamu masih perlu berpikir. Cuma aku tekankan sekali lagi. Kita menikah tanpa ada rasa apa pun. Kamu pun masih muda. Harusnya masih bisa bebas melakukan apa pun tanpa ada suami yang menghalangi. Dan memangnya kalau hidupmu diatur olehku, kamu udah siap?"

Membayangkan hidupnya diatur oleh lelaki ketus seperti Mario, membuat bahu Cassie bergidik. Itu terlihat menyeramkan. Rasanya pasti bagaikan terjebak di dalam mimpi buruk seumur hidup.

"Belum siap, 'kan?" tebak Mario seratus persen benar. "Dan kamu pun pasti punya kriteria pasanganmu sendiri, Cassie. Begitu pun aku," lanjutnya mencoba lebih meyakinkan Cassie.

Itu dia! Kriteria pasangan!

Eh.

Tunggu.

"Oh, God." Cassie berseru pelan seraya mematung. Matanya terbuka lebar saat teringat sesuatu yang entah kenapa sama sekali tidak muncul di dalam kepalanya sejak awal. 

"Ada apa?" tanya Mario agak takut usai melihat ekspresi Cassie.

"Jonathan."

Mario mengernyit. "Jonathan?" tanyanya dikarenakan nama itu terdengar asing di telinganya. Jauh sebelum kecelakaan pun, Cassie juga tidak pernah menyebut nama itu.

Bukannya menanggapi Mario dengan memberi jawaban yang jelas, Cassie justru kelabakan mencari-cari sesuatu di sekelilingnya. Kepalanya terjulur ke sana kemari diikuti dengan gerak mata yang berpindah dengan cepat.

"Kamu cari apa sih?"

"Handphone! Di mana handphone-ku?"

Mario ikut mencari. Dia ingat jika semua barang-barang Cassie ada di dalam koper. Mungkin ponselnya juga ada di sana. Selama ini Mario tidak terlalu peduli dengan ponsel sang istri.

"Oke. Akan aku ambil, tapi siapa Jonathan?"

Di tengah-tengah kepanikannya, akhirnya Cassie menetapkan arah matanya pada Mario.

"Jonathan," katanya. "Dia pacarku dan dia yang harusnya nikah sama aku. Bukan kamu."

Bab terkait

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Tentang Jonathan

    "Benarkah itu?"Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. Andrea mendesah berat."Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala."Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. "Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hany

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Menanamkan Informasi

    “Aku sama sekali ngga ingat semua itu,” aku Cassie memandang sayu layar ponsel yang telah berubah hitam. “Kenapa aku ngga bisa ingat apa pun yang terjadi 4 tahun belakangan ini?”Mario menghela napas. Mau tak mau menghampiri Cassie yang hanya bisa menunduk pasrah meratapi nasib. Jika tidak disudahi dengan segera, perempuan itu pasti akan menangis dan apabila hal tersebut benar terjadi, tentunya akan membuat Mario repot. Terlebih apabila Andrea dan Edwin tiba-tiba kembali.“Kamu ngga perlu berusaha ingat. Kamu hanya cukup tahu aja,” cetus Mario mengutip perkataan dokter kemarin. Mengambil ponsel dari tangan Cassie, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. “Untuk sementara hp ini aku pegang. Kelihatannya kamu harus fokus ke pemulihan ingatan kamu dulu.”Sekian detik berlalu Mario menunggu respons dari Cassie, tapi yang ada perempuan itu hanya berdiam diri menundukkan kepala. Matanya menatap kosong ke arah lantai. Mario sampai memiring-miringkan kepala untuk melihat wajah Cassie dan yang

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Rumah Berdua

    Cassie tidak tahu ada di mana dia sekarang. Bandung bagaikan kota asing baginya. Walau kenyataannya dia sudah empat tahun berada di Bandung untuk kuliah, tapi ingatan selama empat tahun itu sama sekali tidak muncul. Bagaikan ruang kosong. Ingatannya benar-benar berhenti di momen dimana dia telah lulus SMA dan bersiap untuk hari pertama pelaksanaan orientasi di kampus barunya. Bahkan keinginan untuk datang ke ALBIU pun masih ada. Masih merasa harus pergi ke sana. Pintu gerbang terbuka. Mario melanjutkan membawa mobilnya dan tak lama kemudian kembali berhenti. Cassie masih sibuk memperhatikan sekeliling melalui kaca depan mobil. Jadi, ini rumah Mario? Atau bisa dibilang rumahnya dan Mario? Menarik. Unik. Rumah ini didesain seperti menyerupai beberapa balok yang disusun hingga membentuk sebuah bangunan tiga lantai yang simetris. Baru melihat bagian depannya saja Cassie sudah menyukainya.“Ayo turun,” ajak Mario usai mematikan mesin mobil. “Ngga bisa juga lepas seat belt?”Cassie mende

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Mata, Hati, dan Tubuhmu

    Cassie turun ke lantai bawah. Mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang takut kepergok oleh sang pemilik rumah. Menengok ke kanan—ke area ruang tamu—tapi ternyata tidak ada siapa pun. Berlanjut berjalan ke arah kiri—yang merupakan ruang tengah atau ruang keluarga—dimana terdapat seperangkat sofa, televisi, juga meja dan kursi makan. Barulah di sebelah kanannya adalah dapur. Mungkin lebih tepatnya disebut pantry, karena terlalu bersih untuk dijadikan dapur kotor. “Ayo, Cassie. Coba kita lihat ada apa aja di sana,” ujar Cassie bermonolog.Mengambil kesempatan dari suasana rumah yang sepi, Cassie dengan cekatan bergerak menuju kulkas. Di dalamnya hanya ada aneka buah, jus, dan botol-botol air mineral. Sangat sehat. Cassie mengambil jus kemasan kecil. Lalu ada beberapa macam roti yang ditempatkan dalam wadah roti di atas meja pantry. Cassie pun mengambil selembar roti gandum.Sejauh ini sudah dirasa cukup. Meskipun tidak yakin akan mampu membuat perutnya kenyang, tapi setidaknya cu

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Momen Meresahkan Lainnya

    Mario bersungut-sungut masuk ke dalam walk in closet di dalam kamarnya. Mengambil kaus oblong putih favoritnya yang berada di tumpukan paling atas salah satu lemari. Baru saja memasukkan kepalanya ke dalam lubang leher kaus, dengan cepat Mario melepasnya lagi dan melempar kaus tersebut ke lantai dengan sekuat tenaga.“Argh! Benar-benar perempuan itu,” gerutunya menggeram seraya mengacak-acak rambut. Ditendangnya lagi kaus yang sudah terkapar tak berdaya, kemudian duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan. Di sanalah Mario menghela napas panjang seraya menyugar rambutnya yang masih setengah basah.“Jaga tubuhmu untuk perempuanmu sendiri dan jangan diumbar—shit! Kenapa kesannya kayak gue yang kurang ajar di sini?”Mario beranjak dari kursi dengan gusar dan berdiri di depan cermin besar. Memandang tubuh atletis dan proporsionalnya di sana.“Ini rumah gue, jadi gue bebas melakukan apa pun di sini. Termasuk buka baju di depan dia dan dia yang harusnya belajar untuk jaga pikiran!” pr

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Pikiranmu, Mario!

    Berlanjut hingga makan malam. Cassie tidak kunjung keluar dari kamar. Niatnya hanya ingin mengerjai perempuan itu, malah Mario sendiri yang dikerjai oleh perasaan waswas dikarenakan Cassie yang sama sekali belum makan sejak siang. Bukannya apa-apa, tapi jika dia sakit, apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti? Terlebih Mario pula yang harus bertanggung jawab. Sudah pasti akan teramat sangat merepotkan. “Masih belum ada respons juga, Bi?” tanya Mario saat menemukan Bi Endah kembali turun dengan nampan yang masih penuh dengan lauk makan malam.Sebelumnya Mario memang meminta Bi Endah mengantarkan makanan untuk Cassie. Siapa tahu dia tidak ingin makan di bawah bersama Mario, tapi tetap akan mau makan di dalam kamarnya. Namun faktanya, perempuan itu masih saja mengurung diri.Bahkan Mario sampai memilih bekerja di meja makan, karena dari posisi itulah dia bisa melihat dengan jelas pintu kamar Cassie. Hanya saja memang sejak tadi pintu itu tidak pernah terbuka. “Iya, Pak. Bu Cassie ngg

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Cassie vs Si Lelaki Mesum

    Sial. Aku terlambat!Mata Cassie membelalak dan tubuhnya tersentak. Dengan segera dia menyibak selimut, melayangkan kaki ke atas lantai, lanjut berdiri, dan sontak menjerit ketika kedua matanya menangkap pemandangan yang tidak seharusnya dia temukan. Seorang lelaki—berambut pendek ala-ala messy hair dan bertelanjang dada—yang berdiri tepat di hadapannya pun spontan berputar. Hingga membuat lekuk perbukitan yang menghiasi dada, perut, serta lengannya terpampang jelas di depan mata.Melihat itu, kedua mata Cassie makin melebar.“Dasar mesum!” teriaknya seraya melempar bantal ke arah lelaki tersebut, tapi dengan mudah dia menangkis. Bahkan masih sempat-sempatnya dia menyambar kaus di atas sofa yang tak jauh darinya, kemudian memakai kaus tersebut dengan gerak cepat.Dirasa belum cukup, Cassie mengambil dua bungkus roti di atas nakas yang ada di samping tempat tidur, kemudian melemparnya lagi.“Pergi sana! Keluar!"Belum cukup juga, Cassie berlanjut melempar dua botol mineral yang masih p

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Semuanya Ingat, Kecuali Kamu

    "Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. "Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan."Jadi maksud Mama aku udah nikah?""Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!""Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. "Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan

Bab terbaru

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Pikiranmu, Mario!

    Berlanjut hingga makan malam. Cassie tidak kunjung keluar dari kamar. Niatnya hanya ingin mengerjai perempuan itu, malah Mario sendiri yang dikerjai oleh perasaan waswas dikarenakan Cassie yang sama sekali belum makan sejak siang. Bukannya apa-apa, tapi jika dia sakit, apa yang akan dikatakan orang tuanya nanti? Terlebih Mario pula yang harus bertanggung jawab. Sudah pasti akan teramat sangat merepotkan. “Masih belum ada respons juga, Bi?” tanya Mario saat menemukan Bi Endah kembali turun dengan nampan yang masih penuh dengan lauk makan malam.Sebelumnya Mario memang meminta Bi Endah mengantarkan makanan untuk Cassie. Siapa tahu dia tidak ingin makan di bawah bersama Mario, tapi tetap akan mau makan di dalam kamarnya. Namun faktanya, perempuan itu masih saja mengurung diri.Bahkan Mario sampai memilih bekerja di meja makan, karena dari posisi itulah dia bisa melihat dengan jelas pintu kamar Cassie. Hanya saja memang sejak tadi pintu itu tidak pernah terbuka. “Iya, Pak. Bu Cassie ngg

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Momen Meresahkan Lainnya

    Mario bersungut-sungut masuk ke dalam walk in closet di dalam kamarnya. Mengambil kaus oblong putih favoritnya yang berada di tumpukan paling atas salah satu lemari. Baru saja memasukkan kepalanya ke dalam lubang leher kaus, dengan cepat Mario melepasnya lagi dan melempar kaus tersebut ke lantai dengan sekuat tenaga.“Argh! Benar-benar perempuan itu,” gerutunya menggeram seraya mengacak-acak rambut. Ditendangnya lagi kaus yang sudah terkapar tak berdaya, kemudian duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan. Di sanalah Mario menghela napas panjang seraya menyugar rambutnya yang masih setengah basah.“Jaga tubuhmu untuk perempuanmu sendiri dan jangan diumbar—shit! Kenapa kesannya kayak gue yang kurang ajar di sini?”Mario beranjak dari kursi dengan gusar dan berdiri di depan cermin besar. Memandang tubuh atletis dan proporsionalnya di sana.“Ini rumah gue, jadi gue bebas melakukan apa pun di sini. Termasuk buka baju di depan dia dan dia yang harusnya belajar untuk jaga pikiran!” pr

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Jaga Mata, Hati, dan Tubuhmu

    Cassie turun ke lantai bawah. Mengendap-endap layaknya seorang pencuri yang takut kepergok oleh sang pemilik rumah. Menengok ke kanan—ke area ruang tamu—tapi ternyata tidak ada siapa pun. Berlanjut berjalan ke arah kiri—yang merupakan ruang tengah atau ruang keluarga—dimana terdapat seperangkat sofa, televisi, juga meja dan kursi makan. Barulah di sebelah kanannya adalah dapur. Mungkin lebih tepatnya disebut pantry, karena terlalu bersih untuk dijadikan dapur kotor. “Ayo, Cassie. Coba kita lihat ada apa aja di sana,” ujar Cassie bermonolog.Mengambil kesempatan dari suasana rumah yang sepi, Cassie dengan cekatan bergerak menuju kulkas. Di dalamnya hanya ada aneka buah, jus, dan botol-botol air mineral. Sangat sehat. Cassie mengambil jus kemasan kecil. Lalu ada beberapa macam roti yang ditempatkan dalam wadah roti di atas meja pantry. Cassie pun mengambil selembar roti gandum.Sejauh ini sudah dirasa cukup. Meskipun tidak yakin akan mampu membuat perutnya kenyang, tapi setidaknya cu

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Rumah Berdua

    Cassie tidak tahu ada di mana dia sekarang. Bandung bagaikan kota asing baginya. Walau kenyataannya dia sudah empat tahun berada di Bandung untuk kuliah, tapi ingatan selama empat tahun itu sama sekali tidak muncul. Bagaikan ruang kosong. Ingatannya benar-benar berhenti di momen dimana dia telah lulus SMA dan bersiap untuk hari pertama pelaksanaan orientasi di kampus barunya. Bahkan keinginan untuk datang ke ALBIU pun masih ada. Masih merasa harus pergi ke sana. Pintu gerbang terbuka. Mario melanjutkan membawa mobilnya dan tak lama kemudian kembali berhenti. Cassie masih sibuk memperhatikan sekeliling melalui kaca depan mobil. Jadi, ini rumah Mario? Atau bisa dibilang rumahnya dan Mario? Menarik. Unik. Rumah ini didesain seperti menyerupai beberapa balok yang disusun hingga membentuk sebuah bangunan tiga lantai yang simetris. Baru melihat bagian depannya saja Cassie sudah menyukainya.“Ayo turun,” ajak Mario usai mematikan mesin mobil. “Ngga bisa juga lepas seat belt?”Cassie mende

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Menanamkan Informasi

    “Aku sama sekali ngga ingat semua itu,” aku Cassie memandang sayu layar ponsel yang telah berubah hitam. “Kenapa aku ngga bisa ingat apa pun yang terjadi 4 tahun belakangan ini?”Mario menghela napas. Mau tak mau menghampiri Cassie yang hanya bisa menunduk pasrah meratapi nasib. Jika tidak disudahi dengan segera, perempuan itu pasti akan menangis dan apabila hal tersebut benar terjadi, tentunya akan membuat Mario repot. Terlebih apabila Andrea dan Edwin tiba-tiba kembali.“Kamu ngga perlu berusaha ingat. Kamu hanya cukup tahu aja,” cetus Mario mengutip perkataan dokter kemarin. Mengambil ponsel dari tangan Cassie, lalu memasukkannya ke dalam saku celana. “Untuk sementara hp ini aku pegang. Kelihatannya kamu harus fokus ke pemulihan ingatan kamu dulu.”Sekian detik berlalu Mario menunggu respons dari Cassie, tapi yang ada perempuan itu hanya berdiam diri menundukkan kepala. Matanya menatap kosong ke arah lantai. Mario sampai memiring-miringkan kepala untuk melihat wajah Cassie dan yang

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Tentang Jonathan

    "Benarkah itu?"Andrea bertanya tidak percaya. Tangannya mencengkeram erat punggung tangan Edwin yang berada di atas pahanya. Baik Andrea maupun Edwin, keduanya langsung menoleh ke arah Cassie yang sedang tertidur. Andrea mendesah berat."Kenapa di saat seperti ini Cassie justru ingat laki-laki itu?" keluhnya menundukkan kepala."Tenang, Ma. Ini kan cuma sementara. Mario juga sudah ada di sini. Sudah pasti Mario ngga akan biarkan Cassie terus-terusan ingat laki-laki jahat itu."Emosi yang sepertinya sudah terpendam sekian lama, mendadak kembali meledak. Terlihat dari ekspresi Edwin beserta nada bicaranya. "Ya, tapi … rasanya belum siap kalau harus menceritakan dari awal pada Cassie, Pa. Bagaimana kalau dia menangis sesenggukan kayak dulu lagi? Ngga mau makan, ngga mau keluar kamar, ngga mau pergi kuliah. Apalagi kondisi Cassie yang seperti sekarang. Mustahil kita cerita ke dia yang sebenarnya."Andrea membenamkan wajahnya ke dalam telapak tangan. Edwin yang duduk di sampingnya, hany

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Suami yang Seharusnya

    “Aku kasih ide untuk bercerai?” Mario terdiam sejenak. Menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Setelah itu barulah dengan yakin dia berujar, “Iya.”“Ngga mungkin,” tampik Cassie tak kalah yakin. “Aku ngga mungkin pernah berpikiran begitu. Aku ngga mau jadi janda,” akunya sambil bergidik ngeri membayangkan statusnya berubah menjadi seekstrem itu di umur yang masih muda.Mario mendengkus. “Memangnya cuma kamu yang bakal punya status begitu? Aku sendiri juga akan menyandang status duda, tapi mau ngga mau kita harus bercerai. Kita ngga bisa terus-menerus mempertahankan rumah tangga yang ngga ada landasan perasaan apa pun.”“Ya tapi cerai bukan jawabannya.”“Lalu apa?”Pertanyaan Mario benar-benar mendesak Cassie. Sudah tertekan dengan kenyataan bahwa dirinya sudah menikah, berumur empat tahun lebih tua, ditambah pula dengan kenyataan jika dirinya sempat memiliki ide untuk bercerai. Apa benar semudah itukah gagasan tersebut terlontar dari bibirnya? Saking tidak kuatnya dihantam

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Secuil Fakta

    "Memang dasar laki-laki mesum!" "Hei, stop sebut aku mesum!""Ya apa lagi kalau bukan mesum?!" balas Cassie tak mau kalah. Semakin menarik selimut menutup seluruh tubuh, hingga yang tampak di dirinya hanyalah kepalanya yang menyembul dari dalam selimut.Mario menegapkan tubuhnya dengan bersungut-sungut. Selama ini belum ada satu orang pun perempuan yang dengan berani menendangnya dan lucunya, rekor itu sekarang terpecahkan oleh seorang perempuan bernama Cassie, istrinya sendiri."Kalaupun kita memang pernah … ng … pernah lakuin itu, memang ada baiknya aku lupain aja! Aku ngga akan mau ingat-ingat lagi!" "Oh, kamu memang ngga perlu repot-repot mengingat soal itu, karena sebenarnya kamu sendiri pun juga berusaha untuk ngga pernah ingat soal pernikahan ini!” sahut Mario kesal. Masih emosi akibat tendangan Cassie tadi.Cassie merespons dengan dahi mengerut. "Maksudnya?""Kita ngga pernah melakukan apa pun." "Apa pun?" tanya Cassie memastikan ulang. "Tapi ... kita kan udah nikah," lanjut

  • Sandiwara Suami Tercinta untuk Istri Amnesia   Semuanya Ingat, Kecuali Kamu

    "Su-suami?" tanya Cassie bingung seraya memandang Si Lelaki Mesum—yang rupanya bernama Mario. Dia pun membalas tatapan Cassie dengan wajah sedikit terangkat seiring dengan kedua tangan yang dijejalkan ke dalam saku celana. "Iya. Mario. Suami kamu." Andrea menekankan."Jadi maksud Mama aku udah nikah?""Tentu saja, Sayang. Bahkan pernikahan kamu sudah jalan 6 bulan. Kamu lupa itu?"Mata besar Cassie memelotot. "6 bulan?!""Hei, Sayang, ada apa dengan kamu? Kenapa kamu bisa lupa dengan Tante Lily, Om Samuel, juga Mario?"Andrea membelai kepala dan pipi Cassie di saat mata Cassie masih melekat pada Mario. Masih terlampau syok tatkala tahu lelaki itu adalah suaminya. "Cassie, kamu benar-benar ngga ingat apa pun tentang kami?" tanya wanita asing yang telah diketahui bernama Lily. Pria plontos yang juga diketahui bernama Samuel pun merangkul sang istri dengan tatapan sedih. Jadi, mereka berdua adalah mertuanya? Sungguh?Entah kenapa Cassie jadi tidak enak hati. Dia tampak seperti melakukan

DMCA.com Protection Status