Brak! "Lepaskan aku, Ares! Ingat, aku sudah menjadi mama tirimu." "Persetan dengan mama tiri. Kau, memutuskan hubungan kita, demi orang yang sangat aku kenal! Apa tujuanmu menikahi papaku!" "Ares. Aku ... aku -" Belum sempat Kaira melanjutkan ucapannya, Ares sudah lebih dulu membungkam bibir Kaira dengan bibirnya.
Lihat lebih banyakAres mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia membelah jalan yang bisa dibilang cukup lengang.
Tujuan utamanya saat ini adalah sebuah pemakaman yang berjarak cukup jauh dari tempatnya tinggal.Ares memarkirkan motornya di area pemakaman, dia menghembuskan nafas kasar, sebelum akhirnya dia melangkah ke dalam.Terlihat Ares yang sedang menatap satu per satu gundukan di tanah. Tanpa terasa, kedua matanya berkabut.Ares melangkah semakin masuk ke arah area pemakaman, kini dia berjongkok disalah satu gundukan tanah tersebut."Ma, aku sangat merindukan Mama. Kenapa Mama ninggalin aku secepat ini. Bahkan, saat tanah yang menutupi tubuh Mama masih basah. Papa sudah merencanakan pernikahannya dengan wanita lain."Ares menghirup udara di sekitarnya, "Menurut informasi yang Ares dapatkan, wanita tersebut lebih muda dari papa."Ares menggerakkan tangannya untuk mengelus batu nisan milik mamanya. Setelah lama mencurahkan isi hatinya, Ares kini berniat untuk pulang.Setelah berpamitan untuk pulang, Ares melangkah ke luar menuju tempat di mana motornya berada.*Bukannya pulang, kini Ares berada di club. Memang jam baru menunjukkan pukul empat sore, tapi hal itu sama sekali tidak mengurungkan niat Ares untuk berada di tempat laknat itu."Aku mau tambah Vodka satu botol," ucap Ares, kepada bartender yang berada di hadapannya.Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Ares memilih untuk pindah tempat duduk.Sofa yang berada di pojokan, menjadi pilihan yang tepat bagi Ares.Setelah mendudukkan pantatnya, Ares teringat dengan apa yang diucapkan oleh papanya beberapa hari lalu."Papa akan melaksanakan pernikahan kembali," ucap sang papa saat mereka berdua berada di meja makan.Ares yang hendak menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, langsung mematung seketika. Jemarinya mencengkram erat sendok yang ia genggam."Papa paham konsep orang sedang berduka gak sih? Atau papa sudah selingkuh, sedari mama sakit?"Kilas balik percakapan itu, membuat kepala Ares semakin pusing. Dia menenggak vodka yang berada di dalam genggamannya hingga tersisa setengah."Bajingan!"Brak!Ares membanting botol tersebut ke atas meja, dia menyugar rambutnya ke arah belakang.Hembusan nafas panjang terdengar dari bibir Ares. Dia merogoh saku celana, untuk mengambil ponselnya.Wallpaper di layar ponsel Ares, membuatnya kembali memijit pangkal hidungnya.Kaira, nama wanita yang fotonya tersemat di layar ponsel Ares."Kamu ke mana? Kenapa tiba-tiba pergi dan gak ada kabar sama sekali?" gumam Ares.Wanita yang selama tiga tahun itu pergi entah ke mana. Wanita yang selalu menjadi tempat curhatnya disaat Ares merasa terpuruk."Kaira. Aku sangat merindukanmu." Kembali lagi, Ares meneguk vodka yang tak jauh dari jangkauannya."Hey ... kamu sendirian?" tanya wanita yang mengenakan baju seksi.Ares mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah wanita tersebut, "Apakah pertanyaan kamu penting, untuk aku jawab?"Ares mengangkat sebelah alisnya sembari menelisik dari atas hingga bawah, tubuh wanita tersebut.Ares menarik salah satu sudut bibirnya, "Jangan menggoda."Setelah berucap seperti itu, Ares langsung beranjak dari duduknya dan berlalu pergi. Meninggalkan wanita yang menatapnya tanpa berkedip.*Lampu jalanan yang semalam menyala, kini sudah tergantikan dengan sinar mentari.Ares mengerjapkan kedua matanya sembari mengucek pelan. Hal utama yang sedang dia cari adalah, ponselnya.Ares mengulurkan tangan untuk mencari keberadaan benda pipih tersebut.Jam digital di layar ponselnya menunjukkan pukul tujuh pagi. Rasa malas mendera dirinya saat ini.Ares semalam tidak pulang, dia memilih untuk menginap di hotel. Rencananya hari ini, dia tidak akan menghadiri acara pernikahan papanya itu.Drttt ... drtttt.Getaran yang berada di ponsel Ares, membuat dirinya melirik ingin tahu ke arah notif tersebut.[Ares, jangan lupa. Hari ini, hari pernikan papa. Kamu wajib datang, suka tidak suka. Kamu sudah dewasa! Jangan seperti anak kecil yang sedang merajuk.]Ares menggenggam ponselnya dengan erat, senyum miring menghiasi bibirnya."Aku merajuk. Papa mana yang tega menikah lagi, ketika istrinya baru saja dikuburkan. Dasar, kocak!"Brak!Ares membanting ponselnya sendiri di meja, dia menghembuskan nafasnya kasar."Baiklah, jika itu yang diinginkan papa. Aku akan datang, tapi ... aku gak bakalan menjamin tentang keamanan yang berada di gedung itu."Senyum aneh terbit di bibir Ares, tiba-tiba otaknya memikirkan sebuah rencana yang cukup untuk membalaskan rasa kesalnya.Ares yang semalam memang mabuk, kini masih merasakan pusing yang mendera kepalanya. Tapi rasa itu hilang seketika, saat membaca pesan dari papanya tadi, dan hanya tersisa sedikit.Ares menyelesaikan mandinya dengan cepat, dia langsung beranjak turun ke parkiran dan mengendarai mobilnya untuk membelah jalan raya.Ares sengaja menurunkan kaca jendela mobil, dia kadang memejamkan matanya sekejap untuk menikmati angin yang berhembus masuk ke dalam mobilnya.Tin! Tin!Suara klakson di belakang mobil Ares, membuatnya berjingkat kaget dari lamunan. Ares mendongak, untuk melirik lampu lalu lintas.Hijau. Ares langsung melajukan mobilnya tanpa merasa bersalah dengan pengendara di belakangnya tadi.Tidak lama setelah dari lampu merah, kini Ares memberhentikan mobilnya di depan gedung yang lumayan besar.Terdapat beberapa penjaga yang berdiri di depan pintu masuk utama. Ares ke luar dari mobilnya, dia tidak mengenakan setelan jas formal yang disuruh oleh papanya."Tuan," ucap penjaga pintu yang memang mengenali Ares."Maaf, kenapa Anda tidak mengenakan setelan formal? Ini acara penting bagi papa Anda.""Hal yang penting bagi papa saya, belum tentu penting untuk saya. Kalian minggir, dan bukakan pintu ini. Saya ingin masuk."Penjaga itu hanya menundukkan badan untuk menghormati Ares, mereka juga menuruti keinginan Ares untuk membukakan pintu.Memang saat ini Ares hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Baju yang sama Ares kenakan saat dia berada di club.Pintu terbuka, Ares langsung masuk dan kedua matanya menelisik ke seluruh penjuru ruangan.Warna putih dan juga biru sangat mendominasi di dalam gedung, banyak hiasan dan bunga-bunga yang tertata.Sedangkan para kolega bisnis yang berada di sana, menatap ke arah Ares dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.Indra pendengaran Ares, menangkap beberapa bisikan suara."Lihat. Pasti anaknya juga sangat malu, karena papanya menikah dengan wanita yang bahkan di bawah umur anaknya."Ares mengabaikan ucapan orang tersebut, dia memilih untuk langsung memposisikan dirinya duduk di kursi deretan paling depan.Terlihat papanya yang sedang berdiri di depannya. Papanya menatap Ares dengan tatapan setajam pisau, sedangkan Ares yang ditatap sedemikian hanya bisa memalingkan muka.Rasa kecewa kentara jelas dari wajah Ares, dia menahan amarahnya dengan mengepalkan tangan erat-erat.Hingga saatnya tiba. Mempelai wanita berjalan ke depan dengan gaun berwarna putih yang sangat cantik.Ares hendak menjalankan rencananya, ketika mempelai wanita tersebut sudah berada di samping papanya.Tubuh Ares mematung, jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, jika wanita yang akan dinikahi papanya adalah sosok yang tidak asing bagi Ares.Wanita yang selama tiga tahun ini menghilang, dan pergi membawa hati Ares bersamanya.Tidak memedulikan keadaan Kaira, Ares memutuskan untuk pergi lagi dari rumahnya itu dan memilih untuk menenangkan dirinya di bar yang sudah menjadi tempat langganannya. “Ck, makin lama di rumah yang ada aku bakal semakin emosi sama wanita pembawa sial itu. Jadi lebih baik aku menghibur diri di tempat biasa,” gumam Ares, sambil terus melajukan mobilnya itu menuju ke salah satu bar yang dia maksud tersebut. Tidak berapa lama kemudian, Ares tiba di bar tersebut. Di sana dia langsung saja memarkirkan mobilnya itu di parkiran bar lalu barulah setelah itu dia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam bar itu. Tujuan Ares di sana pun hanya ingin minum-minum sebentar saja karena memang hanya itu saja yang bisa membuat dia agak melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya. “Vodka,” ucap Ares pada bartender yang sudah cukup mengenalnya itu. “Oke,” sahut bartender tersebut. Alunan suara musik di dalam bar itu pun sama sekali tidak mengganggu Ares. Dia hanya ingin menikmati minumann
Setelah cukup lama Ares menghabiskan waktunya di makam ibu kandungnya itu, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Jujur saja sampai sekarang Ares masih menahan rasa amarahnya terhadap Kaira. Bahkan di dalam pikirannya saat ini adalah untuk memukul dan menampar wanita yang menurutnya sudah menjadi penyebab ayahnya mengalami kecelakaan pesawat itu.“Harusnya wanita itu dari awal nggak hadir aja di kehidupan aku dan Papa. Dengan begitu hubungan aku sama Papa juga nggak bakal renggang kayak sebelumnya,” geram Ares, mengeratkan genggaman tangannya pada gagang motor yang dia pegangi itu. Ares pun hanya bisa menatap jalanan di depannya dengan tatapan penuh amarahnya. Hingga selang beberapa menit kemudian, akhirnya Ares tiba di rumahnya dan dia langsung memakirkan motornya ke dalam garasi yang berada di samping runahnya. Kemudian Ares melepaskan helmnya dan segera melangkah masuk ke dalam rumahnya itu. Tepat saat dia mendekat ke arah ruang tengah, di sana Ares bisa mendengar
“I-Ini nggak mungkin ....”Dengan tangan yang bergetar memegang remote televisi, Kaira tidak mampu menahan air matanya yang sudah mengalir ke kedua pipinya. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa suami yang dia cintai akan mengalami kecelakaan seperti itu. Apalagi baru beberapa jam berlalu semenjak Devin pergi ke luar kota dan meninggakan dirinya, namun kejadian seperti itu sudah terjadi. “M-Mas Devin ... nggak ... jangan tinggalin aku,” lirih Kaira, sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan saja remote yang dipegangnya tadi terjatuh ke atas lantai.Rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya benar-benar tidak bisa dibendung oleh Kaira. Bahkan sedikti demi seidkit dia bisa merasakan rasa sesak yang begitu menyakitkan. “K ... Kenapa hal ini harus terjadi sama Mas Devin? Kenapa? Baru saja kami memulai kembali semuanya ... tapi kenapa hal ini harus terjadi?” Suara tangisan Kaira memenuhi ruang tengah tersebut. Dia tidak peduli dengan Ares yang mungkin saja akan mendengar tang
Beberapa hari telah berlalu semenjak keguguran yang dialami oleh Kaira.Kaira masih merasa sedih karena dia sudah kehilangan anak yang bahkan belum sempat melihat dunia karena salah dirinya. Namun berkat ada suaminya yang selalu menguatkannya, Kaira benar-benar merasa jauh lebih baik. “Kamu bakal pergi sampai berapa hari, Mas?” tanya Kaira, sambil merapikan pakaian suaminya yang dia masukkan ke dalam koper. “Mungkin 3 sampai 4 hari, Sayang. Tapi aku usahain pulang lebih cepat, ya,” jawab Devin, tersenyum lalu mengecup lembut kening istrinya. “Maaf ya, tiba-tiba aku harus pergi perjalanan bisnis kayak gini. Padahal aku masih mau ngejagain kamu di sini.”Kaira tersenyum lalu menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Mas. Lagian kamu nggak perlu jagain aku lagi, sekarang aku udah lebih baik kok,” balas Kaira, sambil menutup kopernya. “Berkat kamu, aku udah jauh lebih baik. Makasih banyak ya, Mas, makasih karena masih mau pertahanin aku jadi istri kamu.”Devin membalas senyuman istrinya itu lal
“Ares, kamu bantu Papa bawa Mama ke mobil, kita harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Devin kepada Ares. Ares hanya menuruti perkataan papanya itu lalu membantu menggendong tubuh Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobilnya Devin. Di dalam sanna sudah ada Devin yang menyalakan mesin mobilnya. “Kami juga masuk, kita ke rumah sakit sekarang. teman kamu bisa pulang lebih dulu,” ucap Devin memandang ke arah Jeremy dengan tatapan yang cukup tegas. Dia masih ingat dengan apa saja yang dikatakan Jeremy kepada istrinya. “Kejadian hari ini, jangan dibahas lagi.”Ares pun mau tidak mau ikut bersama dengan Devin dan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Jeremy dimintai pulang oleh Ares karena tugasnya Jeremy tadi juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Ares inginkan. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Devin tidak henti-hentinya melirik ke arah Kaira dengan perasaan cemasnya. “Aku harap dia baik-baik aja,” ucap Devin
“Hey, Bro,” ucap Jeremy yang baru saja tiba di rumah Ares. “Jadi, ngapain kamu suruh aku datang ke sini?”Ares tersenyum. “Nanti kamu juga akan tahu. Masuk dulu,” ucap Ares berjalan masuk dan diikuti oleh Jeremy di belakangnya. Mereka pun memutuskan untuk duduk di ruang tamu. “Nggak ada niatan mau nawarin aku minum?” tanya Jeremy memukul lengan Ares pelan. “Aku tamu di sini.”“Ck, bentar lagi Mama aku juga bakal pulang. Nanti kamu minta aja sama dia,” ucap Ares. “Mama? Mama tiri kamu? oh iya, aku juga belum pernah lihat Mama tiri kamu, ya. Orangnya seperti apa? Papa kamu kan ganteng jadi harusnya Mama tiri kamu itu cantik dong, ya,”: ujar Jeremy yang mulai tertarik ingin mengetahui mengenai mama tiri Ares.Ares tersenyum miring mendengar perkataan Jeremy. “Mama tiri aku itu, kamu sangat mengenalnya, Jer. Nanti kamu setelah lihat pasti langsung ingat.”Jeremy mengernyitkan keningnya, bingung dengan perkataan temannya i
Kedua mata Kaira terbelalak lebar setelah dia mendengar suara Devin yang berada di luar gudang itu. Ares tersenyum miring. “Kalau aku memanggil Papa kemari, kira-kira menurut kamu apa yang akan dia pikirkan tentang kita, Kaira?” tanya Ares. Kaira menggelengkan kepalanya. Kedua matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Apapun yang terjadi Kaira tidak ingin sampai Devin mengetahui apa yang sudah dilakukan Ares pada Kaira.Ares pun menjauhkan dirinya dari Kaira. “Untuk kali ini aku nggak akan melanjutkannya. Tapi bukan berarti aku nyerah gitu aja, Kaira.”Tatapan Ares jatuh pada pertu rata Kaira. Dia berdecih kesal, mengingat sekarang ada kehidupan kecil di dalam perutnya Kaira itu. “Nikmatilah selagi kamu bisa. Jangan lupain kalau aku bisa kapan aja hancurin rasa senang kamu itu.”Setelah itu pun Ares membuka pintu gudangnya dan berjalan keluar, meninggalkan Kaira yang sudah terduduk di atas lantai gudang itu. Kedua tangan Kaira masi
“Huek! Huek!”Setelah beberapa bulan berlalu, ada yang berbeda dengan kondisi tubuh Kaira. Dia merasa begitu lemas bahkan nafsu makannya selalu berubah-ubah. Belum lagi dia yang mulai sering merasa pusing dan mual-mual. “Kaira, kamu nggak apa-apa?” tanya Devin mengetuk pintu kamar mandi setelah dia mendengar suara istrinya yang tengah muntah-muntah itu. Tidak berapa lama suara air keran yang terbuka pun terdengar. Setelahnya itu Kaira membuka pintu kamar mandi dan menatap wajah cemas suaminya itu. “Mas … aku merasa pusing,” ucap Kaira dengan lemas. “Kita ke rumah sakit sekarang. Aku takut ini bukan hanya masuk angin aja, Kaira,” ucap Devin mengelus punggung Kaira dengan lembut. Kaira pun menganggukkan kepalanya. “Iya, Mas. Aku juga sering mual-mual kayaknya aneh kalau ini masuk angin biasa.”Devin pun menuntun Kaira keluar dari kamar. Tidak lupa dia membawa kunci mobilnya lalu melangkahkan kakinya bersama dengan Kai
“K-Kamu ….” Kaira kehabisan kata-katanya. Dia masih tidak menyangka Ares menamparnya sekeras itu padahal sebelumnya Ares tidak pernah menunjukkan tindakan kekerasan padanya sama sekali apalagi ketika mereka masih dalam hubungan asmara sewaktu SMA dulu. Tidak berbeda dengan Kaira. Ares juga sama terkejutnya dengan apa yang baru saja dia lakukan. Namun Ares tidak menunjukkan raut wajah terkejutnya itu dan hanya memasang wajah normalnya.“Kaira, kamu harusnya kamu nggak nolak aku terus-terusan,” ucap Ares tiba-tiba setelah terjadi keheningan sejenak di antara dirinya dan Kaira. Pipi Kaira masih berdenyut sakit karena memang tamparan dari Ares begitu keras dan penuh teanga itu. Kaira menjauhkan tubuhnya dan Ares dan menatap Ares dengan tatapan sendu. Sebenarnya Kaira sedih dengan perubahan sikap Ares yang dulunya lembut, sekarang berubah menjadi Ares yang dengan mudah bisa bermain tangan kepadanya. “Ares, aku mohon sama kamu. Ja
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen