“Ares, kamu bantu Papa bawa Mama ke mobil, kita harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Devin kepada Ares.
Ares hanya menuruti perkataan papanya itu lalu membantu menggendong tubuh Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobilnya Devin. Di dalam sanna sudah ada Devin yang menyalakan mesin mobilnya.“Kami juga masuk, kita ke rumah sakit sekarang. teman kamu bisa pulang lebih dulu,” ucap Devin memandang ke arah Jeremy dengan tatapan yang cukup tegas. Dia masih ingat dengan apa saja yang dikatakan Jeremy kepada istrinya. “Kejadian hari ini, jangan dibahas lagi.”Ares pun mau tidak mau ikut bersama dengan Devin dan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Jeremy dimintai pulang oleh Ares karena tugasnya Jeremy tadi juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Ares inginkan.Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Devin tidak henti-hentinya melirik ke arah Kaira dengan perasaan cemasnya.“Aku harap dia baik-baik aja,” ucap DevinBeberapa hari telah berlalu semenjak keguguran yang dialami oleh Kaira.Kaira masih merasa sedih karena dia sudah kehilangan anak yang bahkan belum sempat melihat dunia karena salah dirinya. Namun berkat ada suaminya yang selalu menguatkannya, Kaira benar-benar merasa jauh lebih baik. “Kamu bakal pergi sampai berapa hari, Mas?” tanya Kaira, sambil merapikan pakaian suaminya yang dia masukkan ke dalam koper. “Mungkin 3 sampai 4 hari, Sayang. Tapi aku usahain pulang lebih cepat, ya,” jawab Devin, tersenyum lalu mengecup lembut kening istrinya. “Maaf ya, tiba-tiba aku harus pergi perjalanan bisnis kayak gini. Padahal aku masih mau ngejagain kamu di sini.”Kaira tersenyum lalu menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Mas. Lagian kamu nggak perlu jagain aku lagi, sekarang aku udah lebih baik kok,” balas Kaira, sambil menutup kopernya. “Berkat kamu, aku udah jauh lebih baik. Makasih banyak ya, Mas, makasih karena masih mau pertahanin aku jadi istri kamu.”Devin membalas senyuman istrinya itu lal
“I-Ini nggak mungkin ....”Dengan tangan yang bergetar memegang remote televisi, Kaira tidak mampu menahan air matanya yang sudah mengalir ke kedua pipinya. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa suami yang dia cintai akan mengalami kecelakaan seperti itu. Apalagi baru beberapa jam berlalu semenjak Devin pergi ke luar kota dan meninggakan dirinya, namun kejadian seperti itu sudah terjadi. “M-Mas Devin ... nggak ... jangan tinggalin aku,” lirih Kaira, sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan saja remote yang dipegangnya tadi terjatuh ke atas lantai.Rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya benar-benar tidak bisa dibendung oleh Kaira. Bahkan sedikti demi seidkit dia bisa merasakan rasa sesak yang begitu menyakitkan. “K ... Kenapa hal ini harus terjadi sama Mas Devin? Kenapa? Baru saja kami memulai kembali semuanya ... tapi kenapa hal ini harus terjadi?” Suara tangisan Kaira memenuhi ruang tengah tersebut. Dia tidak peduli dengan Ares yang mungkin saja akan mendengar tang
Setelah cukup lama Ares menghabiskan waktunya di makam ibu kandungnya itu, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Jujur saja sampai sekarang Ares masih menahan rasa amarahnya terhadap Kaira. Bahkan di dalam pikirannya saat ini adalah untuk memukul dan menampar wanita yang menurutnya sudah menjadi penyebab ayahnya mengalami kecelakaan pesawat itu.“Harusnya wanita itu dari awal nggak hadir aja di kehidupan aku dan Papa. Dengan begitu hubungan aku sama Papa juga nggak bakal renggang kayak sebelumnya,” geram Ares, mengeratkan genggaman tangannya pada gagang motor yang dia pegangi itu. Ares pun hanya bisa menatap jalanan di depannya dengan tatapan penuh amarahnya. Hingga selang beberapa menit kemudian, akhirnya Ares tiba di rumahnya dan dia langsung memakirkan motornya ke dalam garasi yang berada di samping runahnya. Kemudian Ares melepaskan helmnya dan segera melangkah masuk ke dalam rumahnya itu. Tepat saat dia mendekat ke arah ruang tengah, di sana Ares bisa mendengar
Tidak memedulikan keadaan Kaira, Ares memutuskan untuk pergi lagi dari rumahnya itu dan memilih untuk menenangkan dirinya di bar yang sudah menjadi tempat langganannya. “Ck, makin lama di rumah yang ada aku bakal semakin emosi sama wanita pembawa sial itu. Jadi lebih baik aku menghibur diri di tempat biasa,” gumam Ares, sambil terus melajukan mobilnya itu menuju ke salah satu bar yang dia maksud tersebut. Tidak berapa lama kemudian, Ares tiba di bar tersebut. Di sana dia langsung saja memarkirkan mobilnya itu di parkiran bar lalu barulah setelah itu dia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam bar itu. Tujuan Ares di sana pun hanya ingin minum-minum sebentar saja karena memang hanya itu saja yang bisa membuat dia agak melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya. “Vodka,” ucap Ares pada bartender yang sudah cukup mengenalnya itu. “Oke,” sahut bartender tersebut. Alunan suara musik di dalam bar itu pun sama sekali tidak mengganggu Ares. Dia hanya ingin menikmati minumann
Ares mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia membelah jalan yang bisa dibilang cukup lengang. Tujuan utamanya saat ini adalah sebuah pemakaman yang berjarak cukup jauh dari tempatnya tinggal.Ares memarkirkan motornya di area pemakaman, dia menghembuskan nafas kasar, sebelum akhirnya dia melangkah ke dalam.Terlihat Ares yang sedang menatap satu per satu gundukan di tanah. Tanpa terasa, kedua matanya berkabut.Ares melangkah semakin masuk ke arah area pemakaman, kini dia berjongkok disalah satu gundukan tanah tersebut."Ma, aku sangat merindukan Mama. Kenapa Mama ninggalin aku secepat ini. Bahkan, saat tanah yang menutupi tubuh Mama masih basah. Papa sudah merencanakan pernikahannya dengan wanita lain." Ares menghirup udara di sekitarnya, "Menurut informasi yang Ares dapatkan, wanita tersebut lebih muda dari papa."Ares menggerakkan tangannya untuk mengelus batu nisan milik mamanya. Setelah lama me
Ares yang duduk pun langsung mengepalkan tangannya erat, giginya bergemelatuk menatap ke arah depan. Sorot matanya memancarkan amarah, rencananya langsung berubah 180°.Tanpa menunggu pelafalan resepsi, kini Ares langsung melangkahkan kakinya untuk ke luar dari gedung."Minta kunci mobil papa," ucap Ares yang tanpa sengaja bertemu dengan asisten papanya."Tapi Tuan Muda —""Cepat!"Mendapatkan sentakan dari Ares, asisten itu pun langsung menyerahkan kunci mobil tersebut.Sedangkan di dalam gedung, papa Ares hanya bisa menahan diri agar tidak memarahi anak semata wayangnya itu."Kaira, maaf ya. Anak aku pergi ke luar dari gedung. Mungkin, dia gak terlalu setuju dengan pernikahan ini."Papa Ares yang bernama Devin itu pun, memandang calon istrinya. "Kaira," Devin memegang bahu Kaira. Membuat Kaira langsung tersadar dari lamunannya."I ... iya, mungkin saja."Kaira sebenarnya s
Ares mengacak-acak rambutnya sendiri. Dia kini sedang terduduk di atas ranjang dengan segelas wine yang berada di dalam genggamannya. Senyum mengejek terpantri di bibir Ares, ini adalah sebuah kejutan untuknya. Bagaimana bisa, mantan yang menghilang selama tiga tahun tiba-tiba datang kembali.Ares meneguk wine itu, hingga tandas tak tersisa. Dia langsung merebahkan dirinya di atas kasur. Tiba-tiba saja, otaknya seperti berputar ke masa lampau. Masa di mana dia dan Kaira masih menjadi sepasang kekasih. # Flashback On #Ares dan Kaira merupakan kedua murid unggulan di SMA nya. Mereka selalu berebut untuk mendapatkan sebuah gelar juara satu.Ares yang saat itu merupakan kapten basket, diikut sertakan untuk mengikuti cerdas cermat bersama Kaira. Otak mereka berdua memang tidak jauh berbeda.Di sanalah, Ares merasakan jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Dia yang tadinya tidak percaya dengan first love, la
Ares yang tersadar terlebih dahulu, langsung mendudukkan tubuhnya. Dia membuang mukanya ke arah lain, untuk menghindari tatapan Kaira."Ngapain kamu di sini?" tanya Ares dengan suara dinginnya."Aku ... aku tadi lihat kamu tidur di sofa, mana udah malem. Jadi aku bawain selimut," Kaira berucap seraya membenarkan tubuhnya yang tadi masih condong ke arah sofa."Gak usah sok peduli deh," ucap Ares seraya berdiri dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Kaira. Sedangkan Kaira yang menatap kepergian Ares, hanya bisa mematung dengan mata yang nanar.*Keesokan paginya, Kaira memasak beberapa makanan di dapur. Terlihat Kaira yang melangkah sedikit kesusahan, karena memang semalam dia melewati malam panjang bersama Devin."Kaira. Kamu sedang memasak apa, Sayang?" tanya Devin yang entah sejak kapan berada di belakang Kaira. Tangan Devin pun memeluk Kaira dari belakang, membuat Kaira bisa merasakan hembusan nafas Devin.
Tidak memedulikan keadaan Kaira, Ares memutuskan untuk pergi lagi dari rumahnya itu dan memilih untuk menenangkan dirinya di bar yang sudah menjadi tempat langganannya. “Ck, makin lama di rumah yang ada aku bakal semakin emosi sama wanita pembawa sial itu. Jadi lebih baik aku menghibur diri di tempat biasa,” gumam Ares, sambil terus melajukan mobilnya itu menuju ke salah satu bar yang dia maksud tersebut. Tidak berapa lama kemudian, Ares tiba di bar tersebut. Di sana dia langsung saja memarkirkan mobilnya itu di parkiran bar lalu barulah setelah itu dia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam bar itu. Tujuan Ares di sana pun hanya ingin minum-minum sebentar saja karena memang hanya itu saja yang bisa membuat dia agak melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya. “Vodka,” ucap Ares pada bartender yang sudah cukup mengenalnya itu. “Oke,” sahut bartender tersebut. Alunan suara musik di dalam bar itu pun sama sekali tidak mengganggu Ares. Dia hanya ingin menikmati minumann
Setelah cukup lama Ares menghabiskan waktunya di makam ibu kandungnya itu, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Jujur saja sampai sekarang Ares masih menahan rasa amarahnya terhadap Kaira. Bahkan di dalam pikirannya saat ini adalah untuk memukul dan menampar wanita yang menurutnya sudah menjadi penyebab ayahnya mengalami kecelakaan pesawat itu.“Harusnya wanita itu dari awal nggak hadir aja di kehidupan aku dan Papa. Dengan begitu hubungan aku sama Papa juga nggak bakal renggang kayak sebelumnya,” geram Ares, mengeratkan genggaman tangannya pada gagang motor yang dia pegangi itu. Ares pun hanya bisa menatap jalanan di depannya dengan tatapan penuh amarahnya. Hingga selang beberapa menit kemudian, akhirnya Ares tiba di rumahnya dan dia langsung memakirkan motornya ke dalam garasi yang berada di samping runahnya. Kemudian Ares melepaskan helmnya dan segera melangkah masuk ke dalam rumahnya itu. Tepat saat dia mendekat ke arah ruang tengah, di sana Ares bisa mendengar
“I-Ini nggak mungkin ....”Dengan tangan yang bergetar memegang remote televisi, Kaira tidak mampu menahan air matanya yang sudah mengalir ke kedua pipinya. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa suami yang dia cintai akan mengalami kecelakaan seperti itu. Apalagi baru beberapa jam berlalu semenjak Devin pergi ke luar kota dan meninggakan dirinya, namun kejadian seperti itu sudah terjadi. “M-Mas Devin ... nggak ... jangan tinggalin aku,” lirih Kaira, sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan saja remote yang dipegangnya tadi terjatuh ke atas lantai.Rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya benar-benar tidak bisa dibendung oleh Kaira. Bahkan sedikti demi seidkit dia bisa merasakan rasa sesak yang begitu menyakitkan. “K ... Kenapa hal ini harus terjadi sama Mas Devin? Kenapa? Baru saja kami memulai kembali semuanya ... tapi kenapa hal ini harus terjadi?” Suara tangisan Kaira memenuhi ruang tengah tersebut. Dia tidak peduli dengan Ares yang mungkin saja akan mendengar tang
Beberapa hari telah berlalu semenjak keguguran yang dialami oleh Kaira.Kaira masih merasa sedih karena dia sudah kehilangan anak yang bahkan belum sempat melihat dunia karena salah dirinya. Namun berkat ada suaminya yang selalu menguatkannya, Kaira benar-benar merasa jauh lebih baik. “Kamu bakal pergi sampai berapa hari, Mas?” tanya Kaira, sambil merapikan pakaian suaminya yang dia masukkan ke dalam koper. “Mungkin 3 sampai 4 hari, Sayang. Tapi aku usahain pulang lebih cepat, ya,” jawab Devin, tersenyum lalu mengecup lembut kening istrinya. “Maaf ya, tiba-tiba aku harus pergi perjalanan bisnis kayak gini. Padahal aku masih mau ngejagain kamu di sini.”Kaira tersenyum lalu menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Mas. Lagian kamu nggak perlu jagain aku lagi, sekarang aku udah lebih baik kok,” balas Kaira, sambil menutup kopernya. “Berkat kamu, aku udah jauh lebih baik. Makasih banyak ya, Mas, makasih karena masih mau pertahanin aku jadi istri kamu.”Devin membalas senyuman istrinya itu lal
“Ares, kamu bantu Papa bawa Mama ke mobil, kita harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Devin kepada Ares. Ares hanya menuruti perkataan papanya itu lalu membantu menggendong tubuh Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobilnya Devin. Di dalam sanna sudah ada Devin yang menyalakan mesin mobilnya. “Kami juga masuk, kita ke rumah sakit sekarang. teman kamu bisa pulang lebih dulu,” ucap Devin memandang ke arah Jeremy dengan tatapan yang cukup tegas. Dia masih ingat dengan apa saja yang dikatakan Jeremy kepada istrinya. “Kejadian hari ini, jangan dibahas lagi.”Ares pun mau tidak mau ikut bersama dengan Devin dan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Jeremy dimintai pulang oleh Ares karena tugasnya Jeremy tadi juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Ares inginkan. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Devin tidak henti-hentinya melirik ke arah Kaira dengan perasaan cemasnya. “Aku harap dia baik-baik aja,” ucap Devin
“Hey, Bro,” ucap Jeremy yang baru saja tiba di rumah Ares. “Jadi, ngapain kamu suruh aku datang ke sini?”Ares tersenyum. “Nanti kamu juga akan tahu. Masuk dulu,” ucap Ares berjalan masuk dan diikuti oleh Jeremy di belakangnya. Mereka pun memutuskan untuk duduk di ruang tamu. “Nggak ada niatan mau nawarin aku minum?” tanya Jeremy memukul lengan Ares pelan. “Aku tamu di sini.”“Ck, bentar lagi Mama aku juga bakal pulang. Nanti kamu minta aja sama dia,” ucap Ares. “Mama? Mama tiri kamu? oh iya, aku juga belum pernah lihat Mama tiri kamu, ya. Orangnya seperti apa? Papa kamu kan ganteng jadi harusnya Mama tiri kamu itu cantik dong, ya,”: ujar Jeremy yang mulai tertarik ingin mengetahui mengenai mama tiri Ares.Ares tersenyum miring mendengar perkataan Jeremy. “Mama tiri aku itu, kamu sangat mengenalnya, Jer. Nanti kamu setelah lihat pasti langsung ingat.”Jeremy mengernyitkan keningnya, bingung dengan perkataan temannya i
Kedua mata Kaira terbelalak lebar setelah dia mendengar suara Devin yang berada di luar gudang itu. Ares tersenyum miring. “Kalau aku memanggil Papa kemari, kira-kira menurut kamu apa yang akan dia pikirkan tentang kita, Kaira?” tanya Ares. Kaira menggelengkan kepalanya. Kedua matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Apapun yang terjadi Kaira tidak ingin sampai Devin mengetahui apa yang sudah dilakukan Ares pada Kaira.Ares pun menjauhkan dirinya dari Kaira. “Untuk kali ini aku nggak akan melanjutkannya. Tapi bukan berarti aku nyerah gitu aja, Kaira.”Tatapan Ares jatuh pada pertu rata Kaira. Dia berdecih kesal, mengingat sekarang ada kehidupan kecil di dalam perutnya Kaira itu. “Nikmatilah selagi kamu bisa. Jangan lupain kalau aku bisa kapan aja hancurin rasa senang kamu itu.”Setelah itu pun Ares membuka pintu gudangnya dan berjalan keluar, meninggalkan Kaira yang sudah terduduk di atas lantai gudang itu. Kedua tangan Kaira masi
“Huek! Huek!”Setelah beberapa bulan berlalu, ada yang berbeda dengan kondisi tubuh Kaira. Dia merasa begitu lemas bahkan nafsu makannya selalu berubah-ubah. Belum lagi dia yang mulai sering merasa pusing dan mual-mual. “Kaira, kamu nggak apa-apa?” tanya Devin mengetuk pintu kamar mandi setelah dia mendengar suara istrinya yang tengah muntah-muntah itu. Tidak berapa lama suara air keran yang terbuka pun terdengar. Setelahnya itu Kaira membuka pintu kamar mandi dan menatap wajah cemas suaminya itu. “Mas … aku merasa pusing,” ucap Kaira dengan lemas. “Kita ke rumah sakit sekarang. Aku takut ini bukan hanya masuk angin aja, Kaira,” ucap Devin mengelus punggung Kaira dengan lembut. Kaira pun menganggukkan kepalanya. “Iya, Mas. Aku juga sering mual-mual kayaknya aneh kalau ini masuk angin biasa.”Devin pun menuntun Kaira keluar dari kamar. Tidak lupa dia membawa kunci mobilnya lalu melangkahkan kakinya bersama dengan Kai
“K-Kamu ….” Kaira kehabisan kata-katanya. Dia masih tidak menyangka Ares menamparnya sekeras itu padahal sebelumnya Ares tidak pernah menunjukkan tindakan kekerasan padanya sama sekali apalagi ketika mereka masih dalam hubungan asmara sewaktu SMA dulu. Tidak berbeda dengan Kaira. Ares juga sama terkejutnya dengan apa yang baru saja dia lakukan. Namun Ares tidak menunjukkan raut wajah terkejutnya itu dan hanya memasang wajah normalnya.“Kaira, kamu harusnya kamu nggak nolak aku terus-terusan,” ucap Ares tiba-tiba setelah terjadi keheningan sejenak di antara dirinya dan Kaira. Pipi Kaira masih berdenyut sakit karena memang tamparan dari Ares begitu keras dan penuh teanga itu. Kaira menjauhkan tubuhnya dan Ares dan menatap Ares dengan tatapan sendu. Sebenarnya Kaira sedih dengan perubahan sikap Ares yang dulunya lembut, sekarang berubah menjadi Ares yang dengan mudah bisa bermain tangan kepadanya. “Ares, aku mohon sama kamu. Ja