Ares mengacak-acak rambutnya sendiri. Dia kini sedang terduduk di atas ranjang dengan segelas wine yang berada di dalam genggamannya.
Senyum mengejek terpantri di bibir Ares, ini adalah sebuah kejutan untuknya. Bagaimana bisa, mantan yang menghilang selama tiga tahun tiba-tiba datang kembali.Ares meneguk wine itu, hingga tandas tak tersisa. Dia langsung merebahkan dirinya di atas kasur.Tiba-tiba saja, otaknya seperti berputar ke masa lampau. Masa di mana dia dan Kaira masih menjadi sepasang kekasih. # Flashback On #Ares dan Kaira merupakan kedua murid unggulan di SMA nya. Mereka selalu berebut untuk mendapatkan sebuah gelar juara satu.Ares yang saat itu merupakan kapten basket, diikut sertakan untuk mengikuti cerdas cermat bersama Kaira. Otak mereka berdua memang tidak jauh berbeda.Di sanalah, Ares merasakan jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Dia yang tadinya tidak percaya dengan first love, langsung terpatahkan seketika.Memandang wajah Kaira yang ayu, membuat salah satu organ di dalam tubuh Ares berdetak dengan cepat.Cerdas cermat itu tingkat provinsi, dan terjadi selama satu minggu lamanya. Hal itu membuat hubungan Ares dan Kaira semakin dekat, karena mereka harus menjadi juara dikesempatan kali ini."Kaira. Kamu pahamin yang ini aja, biar aku pahamin yang satunya."Ares memang selalu terkesima dengan hal yang dilakukan Kaira. Senyum dan tawanya pun, membuat Ares candu dan ingin selalu melihatnya.Pertemanan baik di antara keduanya terjalin cukup lama, hingga mereka lulus dan memutuskan untuk kuliah.Saat kelulusan SMA, sebelum mereka berdua melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi Ares menyiapkan sebuah acara spesial untuk Kaira, di malam promnight. # Flashback Off #Ares memijit pelipisnya sendiri, bahkan untuk mengingat masa itu pun, Ares tidak mampu.Bragh!Ares memukul dinding kamarnya, dengan brutal."Bedebah sialan!"Teriakan Ares itu tentu saja terdengar hingga kamar Kaira. Untungnya, papa Ares yang kini berstatus suami Kaira itu sedang berada di kamar mandi.Kaira menggigit bibir bawahnya. Ada rasa bersalah ketika dia meninggalkan Ares.Kaira pun tidak mengetahui, jika Devin adalah papa Ares. Kaira menatap ke arah kamar mandi, dia menajamkan indera pendengarannya.Suara gemericik air dari dalam kamar mandi, membuat Kaira nekat untuk mendekati dinding yang terhubung langsung ke arah kamar Ares.*"Sialan kamu, Kaira! Aku benar-benar sangat membencimu sekarang!"Ares menatap nyalang ke arah beberapa foto yang terpatri di atas dinding kamarnya.Brugh!Lagi dan lagi, Ares kini meninju tembok yang ternyata di seberangnya ada Kaira. Kaira yang berada di seberang sana pun berjingkat kaget."Ares ... andaikan kamu tahu, kalau tujuanku pergi bukan semata-mata karena keegoisanku."Kaira menatap ke arah tembok itu dengan tatapan nanar, tanpa terasa air matanya jatuh membasahi pipinya."Kamu kenapa, Kaira?" tanya Devin yang baru saja kw luar dari dalam kamar mandi."Eh ... tidak, Mas."Buru-buru Kaira menghapus air mata yang luruh jatuh di pipinya, dia membalikkan tubuhnya setelah berhasil menghapus air matanya."Udah selesai, Mas?" tanya Kaira dengan mengangkat kedua sudut bibirnya, dia tidak ingin Devin mengetahui atau menerka-nerka tentang apa yang dipikirkan olehnya."Kami sedang apa? Kenapa menghadap tembok seperti itu?"Kaira menggelengkan kepalanya, lalu menggenggam lengan Devin untuk menuju ranjang."Aku hanya —" ucapan Kaira hanya menggantung di udara, karena Devin yang langsung membungkam bibir Kaira dengan bibirnya.Sedangkan Ares yang sedari tadi disibukkan dengan pikirannya pun, semakin dibuat kalap ketika indera pendengarannya mendengar suara-suara laknat dari dalam kamar papanya."Apa-apaan Kaira ini, apa dia menikmati papaku? Aneh sekali!"Ares yang tadinya sedang merebahkan diri di atas kasur pun, langsung mendekat ke arah pintu untuk ke luar.Tujuan utamanya saat ini adalah mengintip kegiatan yang sedang dilakukan papanya dan Kaira.Ares menunduk hingga posisi matanya tepat berada di lubang kunci, pintu kamar papanya.Terlihat jelas di sana jika papanya sedang mencumbui tubuh Kaira. Dan hal yang tak diinginkan Ares benar-benar terjadi. Dia melihat sendiri, ketika ekspresi muka Kaira menunjukkan rasa nikmat.Ares mengepalkan kedua tangannya, hatinya mencelos seketika."Kamu sangat hebat, Kaira. Kamu sudah bisa membuat hatiku terkunci, hingga saat ini. Tapi ... apa aku bisa bersikap baik denganmu?""Bahkan disaat kamu sudah pergi meninggalkan aku dan kamu kembali lagi, dengan status sebagai ibu tiriku," lanjut ucapan Ares.Ares kembali melangkahkan kedua kakinya, sayangya dia kali ini tidak ingin kembali ke kamarnya.Ares terduduk di sofa dengan menyalakan televisi yang entah menayangkan siaran apa. Ares pun terlihat tidak fokus, ketika duduk di sofa.Televisi itu memang menyala. Dan kedua mata Ares pun terlihat melihat televisi tersebut. Tapi pikiran Ares sedang mengawang jauh.Dia memikirkan muka Kaira yang terlihat sangat menikmati permainan papanya tersebut. Dan jangan lupakan, suara lenguhan yang menggema di seluruh kamar papanya.Ares menghembuskan nafas kasar, dia menyenderkan punggungnya di sandaran kursi.Ares memijit pangkal hidungnya, dia lagi-lagi menghembuskan nafas panjang. Pikirannya tidak bisa tenang saat ini.Ada rasa yang tidak bisa dijelaskan, menjalar dengan hebat di hati Ares."Kaira ... Kaira. Andai dulu kamu gak pergi ninggalin aku, pasti aku yang akan melakukan malam panjang bareng kamu. Tapi sekarang, itu hanyalah sebuah bayang semu."Ares memejamkan matanya, untuk membuang isi otaknya yang tidak jernih sama sekali. Dia pusing sendiri, ketika banyak sekali kejutan dalam hidupnya, setelah mamanya tiada."Ma, andai mama tahu, siapa yang sudah menikah dengan papa. Apa mama akan sakit hati? Mengingat mama sangat menyayangi Kaira. Bedanya, Kaira gak jadi istriku, Ma. Dia jadi istrinya papa."Tiba-tiba saja, Ares merasakan sebuah helaian rambut panjang yang menerpa wajahnya.Tapi Ares mengabaikan hal tersebut, dia menganggap jika itu hanyalah sebuah halusinasi dari otaknya sendiri.Kaira, wanita itu kini sedang membawakan selimut untuk Ares.Dia memakaikan selimut itu, karena melihat Ares yang sedang tertidur di atas sofa panjang.Kedua mata Kaira menatap wajah Ares dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Kalau boleh jujur, mungkin Kaira akan berteriak saat ini.Mengungkapkan rasa rindu yang sudah lama dia pendam sendiri. Tanpa sadar Kaira semakin mendekatkan wajahnya ke arah wajah Ares.Tentu hal itu, membuat anak rambut Kaira semakin turun dan mengenai wajah Ares.Ares yang tadinya menganggap semua itu hanya mimpi pun, langsung mengusap wajahnya kasar. Karena Ares merasakan gatal, ketika anak rambut itu seperti menggelitik kulit wajahnya.Ares membuka matanya, dan hal pertama yang dilihatnya adalan sebuah wajah wanita yang sangat dia cintai sedari dulu.Kedua mata mereka bersirombak, membuat keduanya mematung satu sama lain.Ares yang tersadar terlebih dahulu, langsung mendudukkan tubuhnya. Dia membuang mukanya ke arah lain, untuk menghindari tatapan Kaira."Ngapain kamu di sini?" tanya Ares dengan suara dinginnya."Aku ... aku tadi lihat kamu tidur di sofa, mana udah malem. Jadi aku bawain selimut," Kaira berucap seraya membenarkan tubuhnya yang tadi masih condong ke arah sofa."Gak usah sok peduli deh," ucap Ares seraya berdiri dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Kaira. Sedangkan Kaira yang menatap kepergian Ares, hanya bisa mematung dengan mata yang nanar.*Keesokan paginya, Kaira memasak beberapa makanan di dapur. Terlihat Kaira yang melangkah sedikit kesusahan, karena memang semalam dia melewati malam panjang bersama Devin."Kaira. Kamu sedang memasak apa, Sayang?" tanya Devin yang entah sejak kapan berada di belakang Kaira. Tangan Devin pun memeluk Kaira dari belakang, membuat Kaira bisa merasakan hembusan nafas Devin.
"Hai, mama tiriku. Mau ke mana?" sapa Ares yang masih menatap Kaira dengan senyuman."Ares, aku ... maaf." Kaira langsung membenarkan tubuhnya, yang tadi bersandar di dada bidang milik Ares."Kamu mau ke mana?" tanya Ares dengan wajah yang semakin dekat ke arah Kaira."Aku ... ak —"Sebuah kecupan manis mendarat di bibir Kaira. Kaira mematung beberapa saat dengan kedua mata yang membulat sempurna. Kaira bisa merasakan, bahwasannya Ares tersenyum dalam kecupan tersebut.Kaira yang tersadar lebih dulu pun, langsung mendorong dada bidang milik Ares."Long time no see, kekasihku yang hilang."Deg.Jantung Kaira berpacu dengan cepat, ketika sebuah seringaian muncul dari bibir Ares."Ares. Aku benar-benar minta maaf, aku akan pergi untuk mengunjungi orang tuaku. Bisakah kamu Minggir sejenak?""Akan aku antar," ucap Ares yang membuat Kaira melongo seketika.Ares yang melihat Kaira m
"Iya, Bu. Kita berdua masih menjalin hubungan yang baik.""Syukurlah jika memang kalian masih menjalin hubungan yang baik, Ibu turut senang."Kaira menggigit bibirnya semakin keras, menyalurkan rasa gugup yang menjalar di tubuhnya."Bu, Kaira sama Ares pamit pulang dulu ya. Ini Kaira ada urusan mendadak, yang penting kan Kaira udah jenguk ayah."Ibu Kaira menganggukkan kepalanya, sebelum dia benar-benar pergi dari ruangan tersebut, Kaira menyalimi ayah dan ibunya, tidak terkecuali Ares yang juga melakukan hal serupa.Saat di dalam mobil, Kaira melayangkan tatapan tajam ke arah Ares. "Apa maksud kamu bilang kalau kita masih berpacaran?""Keliatannya ayah sama ibu juga belum tau kalau kamu dan papaku menikah."Tenggorokan Kaira kembali tercekat, dia tidak menyangka jika Ares akan berucap demikian."Ingat, Ares. Aku udah jadi mama tiri kamu, jadi tolong hargai kehadiranku.""Aku kan dah bilang, sampek kapan pun aku gak mau. Lagian kita juga gak putus kan?"***Malam menjelang, Kaira seda
‘Apa maksud dia?’ batin Kaira memandang heran pada Ares. Dia hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan dari Ares. Kaira merasa jika dia menjawabnya maka percakapan ini akan teralihkan pada masa lalu mereka. Kaira sudah bertekad untuk melupakan masalah masa lalunya dengan Ares. Ares tersenyum tipis melihat reaksi Kaira yang hanya diam saja. “Kenapa diam saja? Kamu nggak mau tahu alasannya apa?”Kaira berdehem sejenak lalu memalingkan wajahnya dari Ares. “Buat apa kamu masih nyimpan foto itu? Kita udah lama putus jadi kamu nggak perlu memajangnya lagi. Nggak enak kalau di lihat sama Mas Devin,” ucap Kaira.Ares tersenyum miring mendengar jawaban dari Kaira. Dia dengan sengaja mendekatkan tubuhnya pada Kaira hingga membuat Kaira terperanjat kaget melihat dekatnya Ares padanya. “Kita nggak pernah putus, Kaira. Yang benar itu kamu yang ninggalin aku dan malah nikah sama Papaku.”Kaira terdiam. Dia tidak tahu harus membalas perkataan Ares s
Ares menyeringai melihat Kaira yang menatap tajam padanya. Tidak mungkin Ares membiarkan kesempatan ini pergi begitu saja. Kaira menepis tangan Ares lalu berjalan ke arah pintu kamar Ares. Sebelum Kaira sempat membuka pintu itu. Kaira membalikkan badannya ke arah Ares. “Luapin apa yang udah terjadi sama kita, aku nggak bakal balik ke kamu lagi.”Brak!Kaira terkejut ketika tangan Ares mengukungnnya di pintu kamar Ares yang masih tertutup. “Jangan harap kamu bisa pergi dari sini, Kaira.”Kaira melotot marah pada Ares. “Jangan buat aku marah, Ares!” seru Kaira masih menahan volume suaranya karena dia tidak ingin Devin mendengar teriakannya dari kamar sebelah. Ares terkekeh melihat Kaira yang malah terlihat menghibur di matanya. “Kamu yang bodoh nurutin aku masuk ke kamar ini, Kaira. Emangnya kamu seyakin itu aku nggak bakal ngelakuin sesuatu ke kamu, hm?”Ares langsung memegang pergelangan tangan Kaira dan menarik Kaira dengan ku
Devin mengernyitkan keningnya ketika tidak mendengar jawaban dari Ares. Dia kembali mengetuk pintu kamar Ares lagi. “Ares? Kamu masih bangun, kan?” tanya Devin yang memang melihat lampu kamar Ares masih menyala. Kaira yang merasa ada kesempatan untuk menyingkirkan Ares, langsung saja dia mendorong dada bidang Ares dengan kuat hingga akhirnya Ares pun menjauhkan tubuhnya dari Kaira. Kaira menggunakan kesempatan itu untuk bangkit berdiri dari posisi terbaringnya dan merapikan penampilannya agar tidak terlihat berantakan. Tidak dipungkiri Kaira begitu gugup ketika mendengar suara Devin yang saat ini masih berada di luar kamar Ares. Kaira juga mengusap bibirnya dengan punggung tangannya. Dia ingin menghilangkan jejak ciuman Ares di bibirnya tadi. Ares hanya memutar bola matanya malas melihat Kaira melakukan hal itu. Dia berjalan mendekat pada pintu kamar namun hal itu dihentikan oleh Kaira. Kaira menggelengkan kepalanya, meminta agar Ares tidak membuka pintu kamar itu. Dia tidak in
Kaira terbangun lebih pagi dari biasanya. Tentu saja itu karena dia tidak bisa tertidur nyenyak malam kemarin. Dia masih merasa begitu gelisah karena takut Devin malah mencurigai hubungannya dengan Ares. Meskipun Devin tidak terlihat mencurigainya, namun Kaira tetap saja merasa cemas. Kaira menatap ke arah Devin yang masih tertidur nyenyak. Dia pun turun dari kasur dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selagi mandi, Kaira terpikirkan masalah ciuman dan perkataan Ares padanya. “Nggak, mulai sekarang aku harus jaga jarak dari Ares,” gumam Kaira. Setelah beberapa menit berlalu, Kaira pun melangkah keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah berganti. Dia mengeringkan sedikit rambutnya dan merapikannya sebelum akhirnya dia melangkah keluar dari kamarnya. Kaira menatap sejenak ke arah pintu kamar Ares yang masih tertutup rapat. Dia berharap Ares belum terbangun sehingga pagi ini Kaira tidak perlu meras
“Kamu beneran udah gila, Res!”Kaira menjauhkan tubuhnya dari Ares agar tidak menyebabkan kesalahpahaman yang tidak-tidak jika dilihat oleh Devin nantinya. Untungnya jarak kamar menuju dapur cukup jauh dan juga dapurnya memiliki sekat yang tidak akan terlihat jika tidak masuk ke dalam dapurnya. Ares kembali menyunggingkan senyuman miringnya. “Aku pengen kita balikan, Kaira. Apa susahnya sih? Kamu tinggal balik ke aku lagi dan kita bisa sama-sama kayak dulu.”Kaira menghela nafasnya. Dia tidak habis pikir akan jalan pikiran mantan kekasihnya itu. padahal Kaira sudah menjelaskan sejelas-jelasnya kepada Ares namun Ares tetap bersikap keras kepala padanya. “Ares, kita nggak bakal bisa balik kayak dulu lagi. Hubungan kita sekarang nggak lebih dari keluarga. Aku nggak mau kamu berbuat hal kayak gini lagi, Res,” ucap Kiara menatap pada Ares. “Aku bakal ngenalin Devin ke orang tua aku secepatnya setelah Papa udah keluar dari rumah sakit. Devin juga masih kelihatan muda jadi aku yakin Papa d
Tidak memedulikan keadaan Kaira, Ares memutuskan untuk pergi lagi dari rumahnya itu dan memilih untuk menenangkan dirinya di bar yang sudah menjadi tempat langganannya. “Ck, makin lama di rumah yang ada aku bakal semakin emosi sama wanita pembawa sial itu. Jadi lebih baik aku menghibur diri di tempat biasa,” gumam Ares, sambil terus melajukan mobilnya itu menuju ke salah satu bar yang dia maksud tersebut. Tidak berapa lama kemudian, Ares tiba di bar tersebut. Di sana dia langsung saja memarkirkan mobilnya itu di parkiran bar lalu barulah setelah itu dia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam bar itu. Tujuan Ares di sana pun hanya ingin minum-minum sebentar saja karena memang hanya itu saja yang bisa membuat dia agak melupakan apa yang sudah terjadi pada dirinya. “Vodka,” ucap Ares pada bartender yang sudah cukup mengenalnya itu. “Oke,” sahut bartender tersebut. Alunan suara musik di dalam bar itu pun sama sekali tidak mengganggu Ares. Dia hanya ingin menikmati minumann
Setelah cukup lama Ares menghabiskan waktunya di makam ibu kandungnya itu, dia pun akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Jujur saja sampai sekarang Ares masih menahan rasa amarahnya terhadap Kaira. Bahkan di dalam pikirannya saat ini adalah untuk memukul dan menampar wanita yang menurutnya sudah menjadi penyebab ayahnya mengalami kecelakaan pesawat itu.“Harusnya wanita itu dari awal nggak hadir aja di kehidupan aku dan Papa. Dengan begitu hubungan aku sama Papa juga nggak bakal renggang kayak sebelumnya,” geram Ares, mengeratkan genggaman tangannya pada gagang motor yang dia pegangi itu. Ares pun hanya bisa menatap jalanan di depannya dengan tatapan penuh amarahnya. Hingga selang beberapa menit kemudian, akhirnya Ares tiba di rumahnya dan dia langsung memakirkan motornya ke dalam garasi yang berada di samping runahnya. Kemudian Ares melepaskan helmnya dan segera melangkah masuk ke dalam rumahnya itu. Tepat saat dia mendekat ke arah ruang tengah, di sana Ares bisa mendengar
“I-Ini nggak mungkin ....”Dengan tangan yang bergetar memegang remote televisi, Kaira tidak mampu menahan air matanya yang sudah mengalir ke kedua pipinya. Sama sekali tidak pernah dibayangkannya bahwa suami yang dia cintai akan mengalami kecelakaan seperti itu. Apalagi baru beberapa jam berlalu semenjak Devin pergi ke luar kota dan meninggakan dirinya, namun kejadian seperti itu sudah terjadi. “M-Mas Devin ... nggak ... jangan tinggalin aku,” lirih Kaira, sambil menundukkan kepalanya dan membiarkan saja remote yang dipegangnya tadi terjatuh ke atas lantai.Rasa sakit yang dirasakan di dalam hatinya benar-benar tidak bisa dibendung oleh Kaira. Bahkan sedikti demi seidkit dia bisa merasakan rasa sesak yang begitu menyakitkan. “K ... Kenapa hal ini harus terjadi sama Mas Devin? Kenapa? Baru saja kami memulai kembali semuanya ... tapi kenapa hal ini harus terjadi?” Suara tangisan Kaira memenuhi ruang tengah tersebut. Dia tidak peduli dengan Ares yang mungkin saja akan mendengar tang
Beberapa hari telah berlalu semenjak keguguran yang dialami oleh Kaira.Kaira masih merasa sedih karena dia sudah kehilangan anak yang bahkan belum sempat melihat dunia karena salah dirinya. Namun berkat ada suaminya yang selalu menguatkannya, Kaira benar-benar merasa jauh lebih baik. “Kamu bakal pergi sampai berapa hari, Mas?” tanya Kaira, sambil merapikan pakaian suaminya yang dia masukkan ke dalam koper. “Mungkin 3 sampai 4 hari, Sayang. Tapi aku usahain pulang lebih cepat, ya,” jawab Devin, tersenyum lalu mengecup lembut kening istrinya. “Maaf ya, tiba-tiba aku harus pergi perjalanan bisnis kayak gini. Padahal aku masih mau ngejagain kamu di sini.”Kaira tersenyum lalu menggeleng pelan. “Nggak apa-apa, Mas. Lagian kamu nggak perlu jagain aku lagi, sekarang aku udah lebih baik kok,” balas Kaira, sambil menutup kopernya. “Berkat kamu, aku udah jauh lebih baik. Makasih banyak ya, Mas, makasih karena masih mau pertahanin aku jadi istri kamu.”Devin membalas senyuman istrinya itu lal
“Ares, kamu bantu Papa bawa Mama ke mobil, kita harus ke rumah sakit sekarang,” ucap Devin kepada Ares. Ares hanya menuruti perkataan papanya itu lalu membantu menggendong tubuh Kaira dan membawanya masuk ke dalam mobilnya Devin. Di dalam sanna sudah ada Devin yang menyalakan mesin mobilnya. “Kami juga masuk, kita ke rumah sakit sekarang. teman kamu bisa pulang lebih dulu,” ucap Devin memandang ke arah Jeremy dengan tatapan yang cukup tegas. Dia masih ingat dengan apa saja yang dikatakan Jeremy kepada istrinya. “Kejadian hari ini, jangan dibahas lagi.”Ares pun mau tidak mau ikut bersama dengan Devin dan menuju ke rumah sakit. Sedangkan Jeremy dimintai pulang oleh Ares karena tugasnya Jeremy tadi juga sudah selesai dan berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang Ares inginkan. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Devin tidak henti-hentinya melirik ke arah Kaira dengan perasaan cemasnya. “Aku harap dia baik-baik aja,” ucap Devin
“Hey, Bro,” ucap Jeremy yang baru saja tiba di rumah Ares. “Jadi, ngapain kamu suruh aku datang ke sini?”Ares tersenyum. “Nanti kamu juga akan tahu. Masuk dulu,” ucap Ares berjalan masuk dan diikuti oleh Jeremy di belakangnya. Mereka pun memutuskan untuk duduk di ruang tamu. “Nggak ada niatan mau nawarin aku minum?” tanya Jeremy memukul lengan Ares pelan. “Aku tamu di sini.”“Ck, bentar lagi Mama aku juga bakal pulang. Nanti kamu minta aja sama dia,” ucap Ares. “Mama? Mama tiri kamu? oh iya, aku juga belum pernah lihat Mama tiri kamu, ya. Orangnya seperti apa? Papa kamu kan ganteng jadi harusnya Mama tiri kamu itu cantik dong, ya,”: ujar Jeremy yang mulai tertarik ingin mengetahui mengenai mama tiri Ares.Ares tersenyum miring mendengar perkataan Jeremy. “Mama tiri aku itu, kamu sangat mengenalnya, Jer. Nanti kamu setelah lihat pasti langsung ingat.”Jeremy mengernyitkan keningnya, bingung dengan perkataan temannya i
Kedua mata Kaira terbelalak lebar setelah dia mendengar suara Devin yang berada di luar gudang itu. Ares tersenyum miring. “Kalau aku memanggil Papa kemari, kira-kira menurut kamu apa yang akan dia pikirkan tentang kita, Kaira?” tanya Ares. Kaira menggelengkan kepalanya. Kedua matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Apapun yang terjadi Kaira tidak ingin sampai Devin mengetahui apa yang sudah dilakukan Ares pada Kaira.Ares pun menjauhkan dirinya dari Kaira. “Untuk kali ini aku nggak akan melanjutkannya. Tapi bukan berarti aku nyerah gitu aja, Kaira.”Tatapan Ares jatuh pada pertu rata Kaira. Dia berdecih kesal, mengingat sekarang ada kehidupan kecil di dalam perutnya Kaira itu. “Nikmatilah selagi kamu bisa. Jangan lupain kalau aku bisa kapan aja hancurin rasa senang kamu itu.”Setelah itu pun Ares membuka pintu gudangnya dan berjalan keluar, meninggalkan Kaira yang sudah terduduk di atas lantai gudang itu. Kedua tangan Kaira masi
“Huek! Huek!”Setelah beberapa bulan berlalu, ada yang berbeda dengan kondisi tubuh Kaira. Dia merasa begitu lemas bahkan nafsu makannya selalu berubah-ubah. Belum lagi dia yang mulai sering merasa pusing dan mual-mual. “Kaira, kamu nggak apa-apa?” tanya Devin mengetuk pintu kamar mandi setelah dia mendengar suara istrinya yang tengah muntah-muntah itu. Tidak berapa lama suara air keran yang terbuka pun terdengar. Setelahnya itu Kaira membuka pintu kamar mandi dan menatap wajah cemas suaminya itu. “Mas … aku merasa pusing,” ucap Kaira dengan lemas. “Kita ke rumah sakit sekarang. Aku takut ini bukan hanya masuk angin aja, Kaira,” ucap Devin mengelus punggung Kaira dengan lembut. Kaira pun menganggukkan kepalanya. “Iya, Mas. Aku juga sering mual-mual kayaknya aneh kalau ini masuk angin biasa.”Devin pun menuntun Kaira keluar dari kamar. Tidak lupa dia membawa kunci mobilnya lalu melangkahkan kakinya bersama dengan Kai
“K-Kamu ….” Kaira kehabisan kata-katanya. Dia masih tidak menyangka Ares menamparnya sekeras itu padahal sebelumnya Ares tidak pernah menunjukkan tindakan kekerasan padanya sama sekali apalagi ketika mereka masih dalam hubungan asmara sewaktu SMA dulu. Tidak berbeda dengan Kaira. Ares juga sama terkejutnya dengan apa yang baru saja dia lakukan. Namun Ares tidak menunjukkan raut wajah terkejutnya itu dan hanya memasang wajah normalnya.“Kaira, kamu harusnya kamu nggak nolak aku terus-terusan,” ucap Ares tiba-tiba setelah terjadi keheningan sejenak di antara dirinya dan Kaira. Pipi Kaira masih berdenyut sakit karena memang tamparan dari Ares begitu keras dan penuh teanga itu. Kaira menjauhkan tubuhnya dan Ares dan menatap Ares dengan tatapan sendu. Sebenarnya Kaira sedih dengan perubahan sikap Ares yang dulunya lembut, sekarang berubah menjadi Ares yang dengan mudah bisa bermain tangan kepadanya. “Ares, aku mohon sama kamu. Ja