Bagi Natasya, setiap pekerjaan harus ada bayarannya, termasuk harus pura-pura mencintai lelaki yang tiba-tiba menawarinya sekoper uang, asalkan ia mau jadi istrinya demi kesehatan sang mama. Natasya setuju menikah dengan Abian, dokter konsulen bedah Kardiotoraks yang galak, dengan satu syarat, “No Pay, No Love.” Namun suatu ketika, Natasya tak lagi meminta bayaran, membuat Abian yang tahu watak istri matrenya itu menjadi khawatir. Apa yang membuat Natasya berhenti meminta bayaran? Benarkah ia akan memutuskan kontrak pernikahan dan membayar uang penalti karena sudah bertemu lelaki kaya?
View MoreNatasya melirik tidak enak pada Vina, “Lo beneran gak papa lanjut shift gantiin gue?”“Gak papa. Lo kayak sama siapa aja.”Natasya membuang nafas pelan, “Gue janji gak akan minta lo begini lagi. Gue cuma kasian sama Ical.”“Iya, gue ngerti. Mumpung lo ada kesempatan buat deket sama anak adopsi lo, ya udah.”Natasya bergerak memeluk Vina, “Makasih ya.”“Iyaaa. Ya udah balik sana, suami lo juga udah nungguin. Kasian Ical kalo lo kelamaan jemput.”Pelukkan mereka terlepas. Natasya mengangguk, “Gue duluan ya. Nanti gue kirimin cemilan buat nemenin jaga malem.”“Oke.”Setelah memastikan Natasya benar-benar pergi, Vina cekikikkan sendiri. Ia mengeluarkan segepok uang dari Abian, “Enak juga kerja sama dengan konsulen kaya. Gantiin jaga malem istrinya dapet lima juta. Lumayan buat ke luar kota pas weekend.”Natasya mendekati Abian yang menunggunya depan ruangan pribadi para dokter poli bedah. Mereka sudah sama-sama berganti baju.“Kan mau ti
Sedari pagi rumah sangat ramai dengan suara nyanyian berbagai genre yang dinyanyikan Haikal. Mama tampak senang mendengarnya. Abian dan Natasya yang mau marah, tidak jadi. Karena mama akhirnya kembali seperti semula.“Ayo cepet sarapannya, Cal, biar gak kesiangan ke sekolahnya.”“Siap, oma.” Haikal sangat lahap menikmati sop ayam dan berbagai macam sayurnya.“Bi, Nat, sebelum ke rumah sakit, kalian anterin Ical ke sekolah dulu, ya.”“Tapi, ma—” protes Abian.“Kenapa?” mama bertanya dengan nada ketus.Natasya menggenggam tangan Abian, “Iya, ma, kita anterin Ical.”Mama tersenyum, “Bagus.”Abian hanya makan sedikit. Nafsu makannya hilang melihat keberadaaan Haikal disini.“Papi kok gak makan?”Semua menatap Abian yang hanya membuang nafas pelan.“Mungkin harus mami suapin.” Ical melirik Abian, “Iya, ‘kan, pi?”Natasya berusaha memberikan jawaban, “Eum—papi masih kenyang kayaknya, biarin a—”“Boleh, suapin deh, mami Natas
Anak lelaki itu mengulurkan tangannya, “Aku Haikal, panggil aja Ical.”Abian menerima uluran tangan itu. Haikal salim padanya, “Saya Abian.”“Aku tahu.” Haikal mengulurkan tangan pada Natasya, “Hai mamih, aku Ical.”“Tante—Natasya.”“Mamih!”Natasya melirik Abian.“Dia anak kamu?”“Aku belum punya anak, dok!”“Terus kenapa dia tiba-tiba panggil kamu mami?”“Dia juga manggil dokter papi! Dia anaknya Aca kalik!”“Aca siapa?” tanya Haikal.Abian dan Natasya sama-sama diam.“Aku udah bilang aku anak kalian, mami Natasya dan papi Abian.”Abian tertawa, “Kamu anak hilang ya? Saya akan antarkan ke panti sosial atau ke rumah sodara kamu. Pasti ada alamat yang kamu inget ‘kan?”Haikal malah masuk ke dalam ruangan Abian, “Capek banget gak percaya sama omongan aku.”Abian melotototi Natasya, “Dia siapa sih?”“Aku gak tahu! Bukannya dokter yang pertama ke ruangan? Kenapa malah tanya aku?”“Dia udah ada sebelum saya dateng, lagi tiduran di sofa sambil liatin foto pernikahan kita yang gak tahu ken
“Dokter Natasya tolong segera ke UGD!” teriak perawat ketika mendapat panggilan darurat.Natasya baru menyuap karena belum makan siang, padahal hari sudah sore. Ia menutup nasi box yang dikirim kantin rumah sakit. Ia berlari kencang mencari lift yang kosong. Nihil. Semua lift akan lama terbuka, sehingga ia menuruni tangga dari lantai lima.Begitu sampai UGD, ia yang akan mendekati ranjang pasien langsung berhenti karena ada Abian yang baru membalikkan badan.“Pasien sudah saya tangani.”Natasya ngos-ngosan. Ia mengangguk, “Terima kasih dokter.”Abian menunjuk satu buah nasi yang menempel diujung bibir Natasya, “Itu—”Natasya mengambilnya, “Saya belum makan dari siang. Operasi selesai lebih lama dari dugaan.”“Ya udah, makan di ruangan saya biar gak ada yang ganggu selama kamu makan. Disana ada makanan saya, ambil aja.”Natasya mengangguk, “Makasih ya, dok.”Langkahnya yang gempor, membuat Natasya berhenti sejenak. Ia menyeka keringat yang
Natasya membeli banyak hadiah untuk mama. Mulai dari baju, parfum sampai makanan kesukaannya. Tentu yang mendanai semua adalah Abian. Ia juga jadi korban kemarahan mama, sehingga akan menyumbangkan semua yang bisa diberikan agar mama kembali memberikan hatinya untuk mereka.“Udah semua?” tanya Abian sebelum mereka pulang setelah berganti shift.“Udah, dok. Mama—akan luluh dengan cara begini emangnya?” Natasya pesimis. “Ya kita coba aja.”Vina baru turun dari taksi. Ia membawa dua tas sekaligus. Ia menunduk sopan pada Abian yang tengah memasukkan semua hadiah untuk mama ke dalam mobil, “Malam dokter Abian.”“Malam.”Vina melirik semua barang itu.Natasya tahu Vina pasti bertanya-tanya mengenai banyaknya barang yang diterima Abian dari kurir paket kilat, “Sana masuk.”“Ada apa?” tanyanya tanpa suara.“Buat nyokap.”Vina mengerling curiga, “Lo bikin masalah ya, dan itu sogokkan?”Natasya dan Abian saling lirik.“Hehehe, saya
“Saya ke kamar. Tolong nanti bawain teh hangat ya. Saya mau review beberapa thesis temen kelompok kamu.”“Siap, dok.”Abian menaiki tangga dengan cepat. Ia langsung membicarakan teknik operasi dengan dokter Farhan melalu telpon. Natasya jadi curiga ia akan ketiban sibuk itu dan akan berjaga malam ini.Natasya membuka kulkas, mencari sisa cake stroberi kesayangannya. Sebelum membuat teh pesanan Abian, ia memakan hampir seluruhnya, takut keburu tak ada waktu karena akhir pekan sudah berakhir.“Gilaaa, ini enak bangeeet.” Natasya mengambil gelas, “Seret. Minum mana minum?”Selesai minum, sebelum memakan kembali sisa kue, Natasya menggaruk perutnya yang tertempel karet hamil palsunya, “Duh, gatel lagi. Semenjak pake ini kulit perut jadi ruam. Sebenernya dokter Abian cuci karetnya gak sih? Curiga enggak deh.”Natasya melirik sana-sana melihat situasi aman. Ia akan melepas perut karet itu, karena lemnya pun sepertinya sudah tidak selengket tadi pagi. Begitu
Natasya mengendap-endap mendekati pintu ruangan Abian. Ia membuka pintu perlahan dan masuk.“Oke, aman. Kayaknya dia lagi visit. Akhirnya gue bisa istirahat sejenak dan bebas dari amukkan dia. Dia pasti kesinggung gue gak mau pulang dan ketemu mama. Bodo amat lah.”Natasya mengambil posisi di sofa. Ia duduk memanjang dan memainkan ponselnya, “Udah lama gue gak nonton bioskop. Gue ajak siapa ya, kesana? Vina gak mungkin. Alan apalagi. Dokter Abian—ah, dia mana mau.”Ceklek. Pintu terbuka.Natasya melotot, “Dok?”“Kamu ngapain disini?”Natasya duduk tegap, “Aku—ikut tidur disini ya, dok? Aku berharap bakal dapet jadwal shift malem sih, tapi ternyata nggak.”“Kenapa gak pulang atau nginep di rumah papa?” Abian duduk disamping Natasya.“Papa—sama kecewanya kayak mama. Papa juga suruh aku pulang, tapi aku takut ganggu mama. Tolong izinin aku tidur disini, dok. Plisss.”Abian mengangguk, “Kalo jadi kamu juga saya—gak akan tidur di rumah.
Pov AbianSenyum Abian tak terlihat selama menemani Aca memilih tas dan sepatu di toko langganan keluarganya. Jadwal rutin kekasihnya untuk belanja membuatnya sedikit jengah karena dirasa terlalu menghamburkan uang.“Sayang, yang ini bagus gak?” tanya Aca memamerkan sebuah sepatu heels berwarna silver.Abian mengangguk, “Bagus, sayang.”“Aku mau yang ini ya?”“Iya, ambil aja.”Aca menyambar sepatu lainnya, “Sayang, aku mau yang ini juga.”“Oke.”Aca memberikan empat sepatu pada pramuniaga, “Tolong dibungkus semua ya.”“Baik, mbak.”“Tapi jangan ditotalin dulu, saya mau liat tas keluaran terbaru. Tolong antar saya kesana.”“Mari, mbak.”“Sayang, aku tinggal ya?”Abian mengangguk.Abian membuka ponselnya, menatap foto Natasya yang berbalut kebaya putih pilihan mama, “Apa Natasya belum sadar juga kalo gue—mulai berubah pikiran? Dia—secinta itu sama Alan? Ngomong-ngomong Alan kerja apa ya? Penampilannya sih rapi mirip orang kantoran. Apa dia manager keuangan? Apa—seorang CEO
Natasya turun dari mobil Abian setelah ia mengancam akan turun paksa. Ia tidak mau diantarkan sampai ke depan rumah Alan. Bisa bahaya kalau mereka bertemu lagi. Ia sudah memesan ojek online dan langsung pergi.Ia tak bisa pura-pura lupa dengan jawaban Abian semalam, mengenai ia yang mulai mencintainya karena sering bertemu. Begitu di konfirmasi ulang pun, Abian mengiyakannya. Apa benar perasaan itu mulai tumbuh dihati lelaki sekeras Abian padanya?Ojek online sampai. Alan menyambutnya depan pagar.“Sayang?” Natasya memeluk Alan erat, “Maaf ya aku baru kesini lagi.”“Gak papa. Yuk masuk.”Natasya mendorong kursi roda Alan ke dalam rumah. Ia menaruh barang bawaannya. Ketika duduk, Alan terus memperhatikan perutnya, “Kenapa?”“Perut kamu—kok keliatan agak gemuk?”Natasya gelagapan ketika kedua matanya dengan cepat melirik perutnya sendiri, “Ah, ini. Aku—sembelit, sayang.”“Ya ampun. Udah berapa lama kamu gak BAB?”“Satu—minggu. Iya, satu minggu.”“Aku ada simpen obat sembelit,
“Tuh kan! Apa gue bilang? Pasti berhasil!” seru Natasya dengan suara keras ketika sedang berjaga malam sendirian. “Gilaaa, ini duitnya lumayan loh.” Natasya bicara sendiri. “Gak sia-sia gue jadi mamih buat diri sendiri.” katanya cekikikkan. Dari arah ruang ranap, dokter ber-jas panjang berlari menghampiri Natasya. “Sya, gue mau panggil konsulen. Lo tolong kasih resusitasi.” “Bentar, gue mau ngitung duit gue dulu,” kata Natasya sibuk menghitung. “Sya! Pasien bisa mati!” teman sejawat Natasya itu berlari kencang meninggalkan meja jaga. Natasya bangkit dan berlari secepat kilat mendatangi ruang rawat inap. Ia mendekati ranjang, dimana pasien lelaki berusia enam puluh tahun sedang megap-megap. Istrinya dengan panik menangis dipinggir ranjang. “Dok, tolong suami saya.” Natasya langsung berdiri didekat pasien dan menekan dada sambil melirik jam dinding. Ia tengah memberikan pertolongan pertama berupa resusitasi jantung. Dari arah pintu, berlari seorang pria berwajah bule...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments