Bagi Natasya, setiap pekerjaan harus ada bayarannya, termasuk harus pura-pura mencintai lelaki yang tiba-tiba menawarinya sekoper uang, asalkan ia mau jadi istrinya demi kesehatan sang mama. Natasya setuju menikah dengan Abian, dokter konsulen bedah Kardiotoraks yang galak, dengan satu syarat, “No Pay, No Love.” Namun suatu ketika, Natasya tak lagi meminta bayaran, membuat Abian yang tahu watak istri matrenya itu menjadi khawatir. Apa yang membuat Natasya berhenti meminta bayaran? Benarkah ia akan memutuskan kontrak pernikahan dan membayar uang penalti karena sudah bertemu lelaki kaya?
Lihat lebih banyakTersisa dua hari lagi Abian bertugas di rumah sakit sebelum dipindahkan ke daerah. Natasya memakai waktu ini sebaik-baiknya untuk jadi istri sekaligus residen yang berbakti. “Ada lagi yang mau mas makan?” tanya Natasya ketika ia dan Abian baru bisa makan siang di malam hari, berdua di ruangan pribadi Abian.“Udah cukup. Ini aja banyak banget.”“Hehehe, aku lagi ngidam pengen semua ini.”“Kirain ngidam hamil.”Natasya melirik Abian sinis, “Jangan mulai deh.”“Nanti pulangnya gak bisa bareng. Aku ada perlu.”“Gak papa, aku juga ada perlu.”“Perlu apa?”“Jangan tanya, aku juga gak tanya mas ada urusan apa sama siapa.”Abian mendecek.Natasya menatap Abian, “Mas, nanti janji harus sering kesini. Aku juga janji bakal jengukin mas ke rumah sakit baru.”“Hm.”“Telinga dan jantung aku pasti akan kaget gak lagi mendengar bentakkan dan ucapan sarkasme mas.”“Kamu ini muji atau ngehina sih?”Drrrrt~Natasya merogoh ponselnya. Ia berhenti makan ketika membaca pesan yang entah di
Kedatangan Natasya dan Abian disambut hangat oleh perawat dan dokter yang sudah lebih dulu tiba di balroom hotel. Vina dan Irvan pun ada disana. Suasana sangat meriah dengan dekor yang dibuat sedemikian rupa. Namun yang tak ditemukan Natasya adalah tulisan ‘Farewell Party’ atau ‘Selamat Bertugas ditempat Baru’, seperti yang sering ia lihat di acara perpisahan dokter lain. Meski begitu ia berusaha menikmati acara.“Dokter Abian, selamat ya.” dokter bedah umum senior menyalami Abian, “Saya tahu semua akan terjadi. Berkat dokter Abian, rumah sakit kita kembali mendapat penghargaan.”“Saya hanya melakukan tugas, dok.”“Meski begitu kami para dokter bedah sangat berterima kasih karena mendapat sumbangan alat-alat terbaru dari pak Waluyo, semua berkat dokter Abian.”Rumah sakit mendapat sumbangan dari pak Waluyo? Natasya mengernyit. Jadi pak Waluyo sudah di operasi? Oleh siapa? Ia terlalu fokus pada masalah Aca, Haikal dan Alan, sehingga tak pernah punya waktu untuk menanyakan hal ini
“Kerja bagus. Terima kasih untuk semuanya.” tutur dokter Farhan pada semua staf operasi.Natasya jadi orang terkakhir yang keluar setelah membantu perawat membereskan ruang operasi.“Dok, gak papa, ini biar saya yang beresin.”“Gak papa, sus.”“Dokter Natasya lagi seneng itu, sus, biarin aja.” kata perawat lain.Natasya tersenyum, “Enggak kok, biasa aja.”“Dokter Natasya, saya turut senang dengan kabar baik soal dokter Abian.”Natasya berhenti menutup dus kain kasa, “Ada—kabar baik apa soal dokter Abian?”Perawat yang bicara itu disikut perawat lainnya, “Hehehehe, enggak, dok.”“Ada apa?” desak Natasya.“Gak papa, dok. Dokter istirahat aja. Dokter Natasya gak boleh kecapean.” Perawat mendorong tubuh Natasya keluar dari ruang bedah.Natasya membuka sarung tangan karet, “Aneh banget sih. Ada kabar baik apa emang soal mas Abian? Kok gue gak tahu?”Sebelum keluar dari ruang operasi, Natasya membersihkan tangannya. Ia akan segera ke poli untuk menemani suaminya praktek rawat ja
Ponsel Natasya bergetar pendek ketika ia sedang merapikan rekam medis pasien poli di ruang piket sambil menikmati makanan dari mama Vina di jam makan siang. Matanya tertutup ketika membaca pesan dari Abian. From : Dokter Abian Aku mau malam ini. Kalo kamu pulang lebih awal, jangan tidur dulu. Ada yang harus aku urus di rumah sakit Natasya tak membalas pesannya. Ia harus menyiapkan tameng agar Abian tak menanamkan benih dalam rahimnya. Dengan cepat ia memesan alat kontrasepsi untuk Abian, karena ia tidak akan sempat memasang alat kontrasepsi, apalagi kondisinya sedang tidak datang bulan. “Sebut aja ini—hadiah karena dia mau rotasi ke rumah sakit daerah.” Lama Natasya menunggu paketnya datang. Ia cemas sekali Abian memanggilnya untuk menemani visit. Natasya berjalan bolak-balik depan UGD menunggu ojek online mengantarkan pesannnya. Saat ia melirik ke jalan, sebuah motor yang flatnya sama seperti yang ia lihat di aplikasi, berhenti. “Mas Putra?” “Mbak Natasya?” “Iya.
Natasya melambaikan tangan pada Haikal yang mobil keluarganya keluar pelan dari pelataran rumah. Ternyata ia merasakan kehilangan juga ketika Haikal tak akan lagi tinggal disini.Abian merangkul mama dan Natasya, “Ical pasti sesekali kesini.”Mama mengangguk, “Mama masuk dulu.”Natasya menyeka air matanya.Abian tersenyum, “Ical gak akan ngelupain kita kok. Kalo kita ketemu di luar, kita bisa main sama dia.” “Mas, aku mau ngomong sesuatu.”Wajah Abian berubah cerah. Ia merasa akan mendapatkan kabar baik setelah Natasya tahu jika ia dan Aca tidak pernah melakukan apapun.Natasya menatap Abian, “Aku—gak mau pernikahan kita—berubah. Kita—pertahankan aja kontrak itu.”Mata Abian merah, senyumnya luntur, “Ke-kenapa?”“Aku mencintai Alan, dan akan terus begitu.”“Kamu—udah gak perawan.”Natasya tersenyum, “Terus kenapa?”“Emangnya Alan—bisa menerima?”“Bisa. Seperti yang aku bilang, Alan mencintai aku. Apapun yang terjadi sama aku—dia bisa menerimanya.”Abian tak menjawab.“
Natasya mengajukan cuti untuk bisa membuat pesta kecil-kecilan dengan Haikal karena ia akan segera pulang ke rumah orang tuanya. Abian pun begitu. Mereka akan menginap di villa keluarga di Bogor. Mama tidak ikut, karena harus membereskan urusan Aca.“Mama beneran gak mau ikut?” tanya Natasya sambil mengepak barang di ruang makan.“Beneran. Udah, kalian aja. Sekalian rehat sejenak dari—berita gila yang dibuat si manusia ular itu.”Natasya melirik Abian yang sedang membantu Haikal memasukkan beberapa mainan.“Kalian harus seneng-seneng disana. Jangan hiraukan mama atau berita apapun. Mama gak kenapa-napa kok soal berita kemarin. Mama malah merasa jauh lebih sehat setelah membalas kejahatan satu orang yang gak bisa dibiarin terus jadi benalu.”“Oke, siap. Ical tunggu di mobil duluan ya, nanti barangnya papi yang bawa semua.” titah Abian guna mengusir Haikal dengan halus.Haikal mengangguk. Ia menghampiri mama, “Oma, Ical pamit, ya? Nanti kita akan video call oma, biar gak kesepian.
“Ayo cek dulu, sayang. Kalo udah pasti uangnya berapa, aku mau langsung kabarin temen-temen aku.”Natasya menatap kedatangan Abian. Suaminya berdiri tak jauh dari meja mereka.Melihat kekasihnya terus menatap ke belakangnya, Alan membalikkan badan. Ia tersenyum pada Abian yang tersenyum kaku.Abian menghampiri meja, “Kamu harus segera kembali ke rumah sakit. Vina—cari kamu.”Natasya melotot, “Vina?” ia menatap Alan, “Sayang, aku—harus ke rumah sakit. Bahaya kalo Vina—liat kamu.”Alan mengangguk, “Iya, sayang.”Abian tak tahu apa yang sudah dibicarakan istrinya dengan Alan, “Kami permisi.”“Iya, dok. Tolong jaga—pacar saya.”Abian mengangguk. Ia melangkah pergi dari kafe lebih dulu.“Sayang, aku—pergi.”“Jangan lupa kamu cek dan transfer segera uangnya ya, sayang.”Natasya yang sudah berdiri dan menggeser kursi, melirik ke arah Abian yang menoleh. Suami kontraknya pasti mendengar dengan jelas suara Alan.Natasya pergi begitu saja. Ia menyamai langkah Abian, “Makasih, mas.
“Aku—akan jelasin semuanya. Kita ketemu sekarang. Kamu bisa ke rumah sakit? Aku di kasih waktu istirahat, tapi—gak bisa lama.”“Oke, aku ke rumah sakit sekarang.”Natasya membuang nafasnya dengan berat ketika telpon ditutup. Ia harus menyiapkan diri ketika Alan akan marah besar dan memutuskannya.Natasya sudah menunggu Alan satu jam. Kekasihnya tak kunjung muncul di kafe samping rumah sakit. Ia terus dilirik beberapa pegawai dan pengunjung. Video viral itu membuatnya sulit bergerak.Ia pasti tengah sibuk di kasihani sebagai istri yang tertindas, apalagi video rekaman CCTV ketika ia menangis, terus jadi headline portal berita besar.“Sya?”Natasya tersenyum kaku. Ia mendekati kursi roda dan mendorongnya ke depan meja.“Maaf lama, aku tadi—agak kesusahan untuk bersiap.”Natasya menunduk di depan Alan.“Maaf aku cacat.”Natasya menatap Alan nanar, “Sayang...”“Kamu masih berani panggil aku sayang?” tanya Alan tenang.“Aku—” Natasya menunduk.“Ceritain kenapa bisa ada berita
Natasya berusaha mati-matian bersikap biasa pada Abian di poli. Suaminya masih melakukan konsultasi rawat jalan menjelang kepindahannya ke rumah sakit cabang di daerah. Waktu masih tersisa sekitar satu minggu lagi.“...untuk jadwal operasi akan menyusul, segera setelah ibu rawat inap. Nanti untuk jalannya operasi, yang tidak boleh dilakukan, pengobatan dan lainnya akan dijelaskan perawat.”“Baik, dok, kalau begitu, terima kasih. Mari.”“Pasien selanjutnya persilakan masuk, sus.”“Baik, dok.” Suster Anna mendekati pintu, “Pasien berikutnya, Ibu Aida. Silakan, bu.”Pasien duduk didepan Abian, “Selamat pagi dok. Oyah, saya sudah rajin minum obat sesuai petunjuk dokter. Apakah operasi itu tidak perlu di lakukan lagi?”Abian diam sejenak. Ia tengah fokus menatap keseluruhan tes di layar komputer, “Akan sulit jika hanya mengandalkan obat, bu. Kondisi ini jika dibiarkan akan membuat ibu mengalami serangan jantung.”Pasien menatap Natasya, suster Anna dan Abian silih berganti, “Hehehe,
“Tuh kan! Apa gue bilang? Pasti berhasil!” seru Natasya dengan suara keras ketika sedang berjaga malam sendirian. “Gilaaa, ini duitnya lumayan loh.” Natasya bicara sendiri. “Gak sia-sia gue jadi mamih buat diri sendiri.” katanya cekikikkan. Dari arah ruang ranap, dokter ber-jas panjang berlari menghampiri Natasya. “Sya, gue mau panggil konsulen. Lo tolong kasih resusitasi.” “Bentar, gue mau ngitung duit gue dulu,” kata Natasya sibuk menghitung. “Sya! Pasien bisa mati!” teman sejawat Natasya itu berlari kencang meninggalkan meja jaga. Natasya bangkit dan berlari secepat kilat mendatangi ruang rawat inap. Ia mendekati ranjang, dimana pasien lelaki berusia enam puluh tahun sedang megap-megap. Istrinya dengan panik menangis dipinggir ranjang. “Dok, tolong suami saya.” Natasya langsung berdiri didekat pasien dan menekan dada sambil melirik jam dinding. Ia tengah memberikan pertolongan pertama berupa resusitasi jantung. Dari arah pintu, berlari seorang pria berwajah bule...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen