Pernikahan Bayaran

Pernikahan Bayaran

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Oleh:  Rahmani RimaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
8 Peringkat. 8 Ulasan-ulasan
169Bab
12.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Bagi Natasya, setiap pekerjaan harus ada bayarannya, termasuk harus pura-pura mencintai lelaki yang tiba-tiba menawarinya sekoper uang, asalkan ia mau jadi istrinya demi kesehatan sang mama. Natasya setuju menikah dengan Abian, dokter konsulen bedah Kardiotoraks yang galak, dengan satu syarat, “No Pay, No Love.” Namun suatu ketika, Natasya tak lagi meminta bayaran, membuat Abian yang tahu watak istri matrenya itu menjadi khawatir. Apa yang membuat Natasya berhenti meminta bayaran? Benarkah ia akan memutuskan kontrak pernikahan dan membayar uang penalti karena sudah bertemu lelaki kaya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

📌 1 : Resusitasi Uang

“Tuh kan! Apa gue bilang? Pasti berhasil!” seru Natasya dengan suara keras ketika sedang berjaga malam sendirian.

“Gilaaa, ini duitnya lumayan loh.” Natasya bicara sendiri.

“Gak sia-sia gue jadi mamih buat diri sendiri.” katanya cekikikkan.

Dari arah ruang ranap, dokter ber-jas panjang berlari menghampiri Natasya.

“Sya, gue mau panggil konsulen. Lo tolong kasih resusitasi.”

“Bentar, gue mau ngitung duit gue dulu,” kata Natasya sibuk menghitung.

“Sya! Pasien bisa mati!” teman sejawat Natasya itu berlari kencang meninggalkan meja jaga.

Natasya bangkit dan berlari secepat kilat mendatangi ruang rawat inap. Ia mendekati ranjang, dimana pasien lelaki berusia enam puluh tahun sedang megap-megap. Istrinya dengan panik menangis dipinggir ranjang.

“Dok, tolong suami saya.”

Natasya langsung berdiri didekat pasien dan menekan dada sambil melirik jam dinding. Ia tengah memberikan pertolongan pertama berupa resusitasi jantung.

Dari arah pintu, berlari seorang pria berwajah bule yang menggeser Natasya. Ia menghitung perlahan sambil menekan dada pasien selama lima menit, hingga perlahan, bunyi mesin monitor terdengar kembali normal.

Natasya membuang nafas lega. Ia melirik Abian yang merupakan dokter konsulen bedah Kardiotoraks, namun sudah lama tidak melakukan operasi, “Terima kasih, dok.”

“Saya mau bicara dengan kamu.” suara Abian membuat Natasya berhenti nafas seketika.

Natasya menunduk dilorong sepi ketika berhadapan dengan Abian.

“Kamu tahu apa yang kamu lakukan tadi beresiko pada kematian pasien? Kalau pasien meninggal bagaimana?”

Natasya menatap Abian sekilas, “Ya... di kubur, dok. Masa mau kita tahan di ruang jenazah?"

“Kamu berani mengatakan hal itu?!” bentak Abian.

“Maaf, dok.”

“Saya sering mendengar pergerakkan kamu yang lelet ketika ada urgensi. Kamu sibuk apa?”

“Saya sibuk meresusitasi uang, dok.”

“Maksudnya?”

Natasya merogoh ponsel dari celana baju jaga dan menunjukkan aplikasi pacar sewaan yang ia buat pada Abian, “Saya ada pekerjaan sampingan, dok, jadi pacar sewaan. Barang kali dokter berminat?”

Abian melotot, membuat Natasya menunduk, “Saya tidak mau dengar hal seperti tadi terjadi lagi! Kamu ini apa sih?”

“Saya... dokter residen, dok.”

“Apa tugas seorang dokter? Sibuk dengan pekerjaan sampingannya?”

Natasya menggeleng.

“Tugas seorang dokter tidak hanya memberikan konsultasi, melakukan operasi dan meresepkan obat, tapi juga sigap dan memprioritaskan pasien di atas segalanya!”

“Baik, dok, saya paham. Saya akan saya pastikan tidak melakukan kesalahan yang sama.”

Abian pergi meninggalkan Natasya begitu saja.

Natasya memberikan gerakan pukulan pada Abian dari jauh. Ia ingin sekali melawan si dokter galak itu.

“Dasar bujang lapuk! Lo pikir ada yang mau sama dokter setengah Harimau kayak lo!”

Natasya melirik kanan-kiri karena takut ada yang mendengar dan mengadukan ucapannya. Posisinya sebagai residen tahun kedua belum aman disini, apalagi Abian si dokter yang memegang kendali atasnya, karena merupakan dokter utama yang menentukan nasibnya ke depan.

Natasya kembali ke meja jaga. Agar terlihat sibuk, ia membuat rekam medis pasien sambil menyeruput kopi yang sudah dingin.

Belum satu menit duduk, dari arah ICU berlari dokter jaga yang menghampirinya, “Dokter utama yang ready siapa?”

“Cuma dokter Abian, dok.”

“Minta dia operasi ulang Aneurisma. Dokter lain sedang operasi dan sebagian sudah pulang. Cepet, Sya!” dokter itu berteriak panik.

“Ta-tapi, dokter Abian gak melakukan operasi, dok.”

“Kamu bujuk atau lakukan apapun, dan kamu jadi asistennya! Cepet!” dokter itu berlari kembali ke ICU.

Natasya yang tidak tahu harus melakukan apa hanya berjalan mundar-mandir. Ia mana mungkin berani menghadapi dokter galak itu.

“Enggak-enggak, ini demi pasien. Bukannya tadi dia marah-marah ke gue dan minta memprioritaskan pasien?”

Dengan semangat empat lima, Natasya berlari menuju ruangan Abian. Ia siap di maki karena memaksanya melakukan operasi dadakan dalam keadaan Abian sudah beberapa tahun tidak melakukan operasi. Semua ia lakukan demi pasien.

Tok-Tok-Tok

“Masuk.”

Natasya menutup pintu ruangan Abian dari dalam, “Malam, dok, saya ingin menyampaikan pesan dari dokter jaga ICU, bahwa beliau meminta... dokter Abian... melakukan operasi ulang pada pasien yang mengalami Aneurisma.”

Abian yang semula tengah membaca jurnal penelitian, menatap Natasya penuh intimidasi, “Kamu tahu saya tidak melakukan operasi lagi?”

“Ta-tahu, dok.”

“Terus?”

“Sa-ya hanya menyampaikan pesan dokter jaga ICU. Operasi ulang ini bisa dilakukan beberapa cara, seperti, Tevar, Bedah Terbuka, Bedah Endovascular, dan Perbaikan Aneurisma Hibrida.”

“Kamu pikir saya tidak tahu?”

“Sa-ya... tadi dokter minta saya untuk memprioritaskan pasien ‘kan? Karena kita adalah tenaga medis. Dokter harus mempertanggung jawabkan ucapan dokter sendiri.”

“Saya tidak bisa.” Abian kembali fokus menatap iPad.

“Dok, tolong pasien ini. Kasihan. Pasien masih remaja, masa depannya masih panjang. Dia perempuan. Dokter bisa bayangin gak, kalau nanti dia meninggal dan harus mengubur mimpinya dalam-dalam, harus merelakan pernikahan impiannya tidak terwujud dan—saya mohon pertimbangan dan belas kasih dari dokter Abian.”

Abian tak menjawab.

Natasya menangkupkan kedua tangannya. Ia juga memasang wajah melas disertai mata berkaca-kaca memohon kebaikan Abian, “Saya akan melakukan apapun untuk dokter, jika dokter mau memimpin operasi ini. Saya akan jadi asisten dokter, dan—dokter akan mendapatkan satu keinginan yang akan saya kabulkan. Saya mohon, dok, pasien tidak bisa menunggu lama.”

Abian membuang nafas kasar. Ia membuka kaca mata bacanya dan keluar dari ruangan begitu saja.

Natasya melongo tak percaya, saat ia mempertaruhkan segalanya, si dokter setengah Harimau itu malah meninggalkannya?

“Ayo cepat, katanya kita harus segera.”

Natasya diam beberapa detik untuk mencerna ucapan Abian, “Gue gak salah denger? Dia—mau operasi?”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Natasya Wiguna
Bintangnya 100 HAHAHAHA makasih yaa udh memuat cerita aku sama suamiiiik. Ngakak pol di part Abian marah2. Semoga bukunya laris dan ga ada Natasya sebodoh ini diluar sana. Peluk jauhhhh kaaaak ...
2025-03-29 06:28:43
2
user avatar
Wona Margot
sabar ya harus butuh proses juga
2025-03-14 00:26:33
0
user avatar
Wona Margot
harus sabar ya
2025-03-14 00:23:34
0
user avatar
Wona Margot
nama nya hidup itu berat
2025-03-14 00:22:37
0
user avatar
Wona Margot
baik atau buruk kita harus sabar
2025-03-14 00:21:31
1
user avatar
Wona Margot
hidup selalu bahagia buat kalian
2025-03-14 00:20:47
0
default avatar
Zizi
Selalu nunggu apdetnya tiapp hr. Gk sabar alan diiputusin
2025-02-25 05:36:23
2
user avatar
Ai Hendayani
masih jd misteri...kenapa dokter bedah jantung galak dan PD judes. dokternya temen sy juga begitu semangat trs aplodnya, mbak. sy selalu suka baca cerita dokter begini jd tau dan berasa pinter hehe
2025-02-07 11:12:22
1
169 Bab
📌 1 : Resusitasi Uang
“Tuh kan! Apa gue bilang? Pasti berhasil!” seru Natasya dengan suara keras ketika sedang berjaga malam sendirian. “Gilaaa, ini duitnya lumayan loh.” Natasya bicara sendiri. “Gak sia-sia gue jadi mamih buat diri sendiri.” katanya cekikikkan. Dari arah ruang ranap, dokter ber-jas panjang berlari menghampiri Natasya. “Sya, gue mau panggil konsulen. Lo tolong kasih resusitasi.” “Bentar, gue mau ngitung duit gue dulu,” kata Natasya sibuk menghitung. “Sya! Pasien bisa mati!” teman sejawat Natasya itu berlari kencang meninggalkan meja jaga. Natasya bangkit dan berlari secepat kilat mendatangi ruang rawat inap. Ia mendekati ranjang, dimana pasien lelaki berusia enam puluh tahun sedang megap-megap. Istrinya dengan panik menangis dipinggir ranjang. “Dok, tolong suami saya.” Natasya langsung berdiri didekat pasien dan menekan dada sambil melirik jam dinding. Ia tengah memberikan pertolongan pertama berupa resusitasi jantung. Dari arah pintu, berlari seorang pria berwajah bule
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 2 : Pujian untuk Dokter Residen
“Sedot!” perintah Abian. Perawat memberikan alat sedot untuk mengambil darah yang terus keluar dari bagian katup Aorta. Abian menggeleng beberapa kali. Ia mengenadah dan membuang nafas saat bunyi monitor menunjukkan kondisi pasien masih jauh dari kata aman. Natasya yang menjadi asisten Abian terus menatapnya. “Nat, tolong kamu sedot, saya akan gunting bagian Aorta. Sus, tolong siapkan pembuluh darah buatan.” “Baik, dok.” Natasya mengambil alih tugas Abian. Ia berkeringat hebat karena baru kali ini menjadi asisten utama, “Dok, Katup Mitral juga mengalami penggelembungan.” “Kita akan atasi Aorta dulu. Tanda vital pasien bagaimana?” “Kesadaran semi koma, dok.” lapor dokter Anastesi. Tangan Abian mendadak gemetar. Ia mundur dan mengambil nafas banyak-banyak. Natasya khawatir. Ia yang tidak tahu kenapa Abian tiga tahun terakhir tidak lagi melakukan operasi, meyakini sesuatu. Pasti pernah terjadi hal-hal yang membuatnya takut saat operasi dulu. Perawat beberapa kali m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 3 : Calon Istri Idaman
Natasya mengucek matanya ketika baru bangun di ruang piket. Ia menguap lebar-lebar sambil mengumpulkan nyawa. “Ini gak ada tiba-tiba duit sekoper gitu buat gue?” Natasya turun dari ranjang tingkat. Ia menyambar handuk dan pouch berisi sabun dan alat kebersihan lainnya. Ia harus segera mandi karena satu jam lagi ada praktek rawat jalan menemani Abian. Untungnya kamar mandi sedang kosong, sehingga ia bisa mandi dengan cepat. Saat rambutnya masih berantakkan, ia buru-buru keluar untuk mengeringkan rambut. Namun baru sampai lorong, tubuhnya membeku melihat perempuan paruh baya yang pingsan. Natasya jongkok, ia memeriksa nadi tangan dan leher, “Ibu! Bu, bisa dengar suara saya?” Ketika ada perawat yang lewat, ia langsung minta bantuan untuk sama-sama membawa pasien ke UGD. Di depan UGD, dengan keadaan rambut masih basah dan belum menyisir, Natasya dikejutkan dengan suara panggilan dari dalam. Ia masuk dan menghampiri ranjang. “Ibu sudah sadar?” Ibu itu menggenggam kedua tang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 4 : Rencana yang Gagal
Natasya berdiri kaku memakai dress yang termasuk dalam properti jasa sewa pacar. Ia menunggu aba-aba dari Abian yang akan memakai jasanya dan Irvan. “Dok, buat bayaran saya, akan dokter transfer segera ‘kan?” Irvan sibuk merapikan rambutnya, “Aku udah transfer uangnya ke kamu, Sya. Oyah, jangan formal dong. Aku-kamu aja. Biar lebih meyakinkan kita saling panggil—sayang?” Natasya mengangguk mengerti. “Kita gladi resik dulu. Sayang, kamu udah makan ‘kan?” Natasya tersenyum amat manis, “Belum, sayang, kalo kamu?” Irvan membayangkan mereka tak hanya jadi pacar bohongan didepan Abian dan mamanya, tapi bisa jadi sepasang kekasih betulan seperti keinginannya sejak lama. Ponsel Irvan bergetar, “Abian udah suruh kita kesana, sayang.” Natasya berjalan menggandeng tangan Irvan. Mereka seolah akan makan disini dan tidak sengaja bertemu Abian dan mamanya. “Sayang, kita duduk disini aja?” Irvan menunjuk meja yang tak jauh dari meja Abian. “Iya, boleh, sayang.” Mereka duduk.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 5 : Uang Satu Koper
Natasya mengoleskan minyak angin di leher dan dahinya banyak-banyak selesai menemani visit pasien. Pekerjaannya menumpuk sekali hari ini. “Baru keramas kemaren, udah lepek lagi nih rambut. Gini nih kalo pake sampo rakyat, gue harusnya maksain beli yang buat keturunan ningrat biar gak usah keramas satu minggu.” Natasya duduk di pojok meja jaga. Ia sibuk mencatatat obat yang baru saja diberikan pada belasan pasien. Sambil menulis, tangannya sibuk merogoh ponsel. Ada notifikasi masuk dari aplikasi pacar sewaan. “Malam ini? Duh, gak bisa lagi. Gue jaga malam. Ini kliennya dokter disini juga ‘kan ya? Dokter apaan?” Selama melihat profil singkat klien yang menyewanya malam ini, Natasya tak sadar sedang diperhatikan oleh Abian dari tadi. Ia nyaris berteriak ketika mereka beradu pandang. “Dokter! Saya bisa dilariin ke UGD nih!” “Kamu bisa tidak, mengerjakan tugas dengan baik? Jangan sedikit-sedikit membuka pekerjaan sampingan kamu itu.” Natasya menaruh ponselnya, “Yang pent
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 6 : Mempelai yang Sembunyi
Satu minggu kemudian... Akad sudah dilaksanakan dengan lancar. Abian mengucapkan janji suci itu dalam satu kali nafas. Membuat Natasya yang duduk disebelahnya merasa sedikit baper. Ternyata dia serius juga jika berhadapan dengan orang banyak. Selesai akad, Natasya masih menyalami tamu yang kebanyakan adalah keluarga. Namun, ketika tamu mulai berdatangan dari rumah sakit, ia sembunyi. Ia enggan di cap penghianat oleh pengikut grup kebenciannya. “Kamu ngapain!” suara Abian membuat Natasya terlonjak ketika memainkan ponselnya di bilik kamar mandi ballroom hotel. “Dok!” “Mas Abian!” “Oh iya, mas—Abian. Ah, kita lagi berdua ini. Ada apa?” “Tamu mencari kamu.” “Bilang aja lagi—diare.” Abian menatap Natasya jijik, “Kamu—sebenci itu pada saya, sampai tidak mau menemui staf rumah sakit? Kamu malu nikah sama saya?” “Luma—” “Nat!” “Sya aja. Jangan Nat-Nat, kesannya dokter manggil saya Donat!” “Keluar!” “Tapi, dok—” “Saya kasih uang lima ratus juta bukan untuk ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya
📌 7 : Pemotretan Panas
“Aduh... dok, ini gak bisa ganti tema, ya?” Abian melirik sinis saat menatap Natasya dari cermin ketika ia berkaca, melihat seberasa hot penampilannya sebelum memulai pemotretan panas dengan istri bayarannya. Natasya duduk tidak nyaman menutupi bagian tubuh atasnya dengan selimut, “Pemotretan ini buat saya—gak nyaman.” Abian menghampiri Natasya, “Kamu pikir saya nyaman?” “Ya gak tahulah, dok. Lagian kenapa sih kita harus ngelakukan ini? Buat apa?” Abian memberikan ponselnya yang sudah ia siapkan chat dari seseorang untuk Natasya baca. Natasya mengernyit mendapati pesan dari kontak bernama Aca Sayangku. Pesannya berisi pembatalan acara pernikahan yang akan digelar hari ini. Entah ada masalah apa diantara mereka, tapi ia memang mendengar sedikit masalah ini dari mama Abian. “Juga ini,” Abian menunjukkan chat lain dari mama, “Mama mau bukti kalo kita—malam pertama kayak pengantin lain.” Natasya menatap Abian takut. Abian mengambil ponselnya kasar, “Jangan kamu pikir ki
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-02
Baca selengkapnya
📌 8 : Khodam Abian
Sebelum pintu terbuka, ponsel Abian terdengar berdering kencang. “Halo? Bagaimana tanda vitalnya? Berapa nilai INR nya? Beri dua FFP.. Saya mau lihat hasil tes keseluruhannya. Kirim ke email segera, saya tunggu.” Abian mungkin langsung ke sofa atau ranjang. Karena dari bawah pintu tak terlihat bayangan tubuhnya lagi. Natasya membuang nafas lega, “Untungnya ada yang nelpon.” Ia mengedarkan mata ke sekeliling kamar mandi yang luas, “Gue—tidur dimana ini? Ah, itu ada bathub. Hmmm... enak juga nikah sama orang kaya. Nikah di ballroom hotel, malem pertamanya di kamar hotel. Mungkin kalo yang sewa gue bukan dokter se-kaya dokter Abian, dan terjadi hal kayak gini, gue harus tidur di bak mandi.” Natasya mengambil handuk untuk dijadikan bantalnya malam ini. Bathub yang berukuran besar membuatnya tersenyum lebar, karena ia yang sering silat saat tidur, merasa leluasa. “Nyamannya.” Natasya menutup mata ketika kepalanya menyentuh bantal dari handuk, “Gak buruk lah, meskipun harusnya yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-03
Baca selengkapnya
📌 9 : Bayaran Tambahan
Natasya berkedip lebih cepat dari biasanya. Ia juga menahan nafas, mengantisipasi hal-hal yang tak di inginkannya terjadi. Abian adalah dokter bedah kardiotoraks yang hebat. Natasya takut suara degup jantungnya terdengar olehnya. “Suara—perut kamu. Katanya laper, kenapa malah bahas kucing?” Abian menggeser tubuhnya ke tempat semula, “Makan.” “Iya, dok.” Mereka makan dengan tenang. Natasya yang tak mengira kalau Abian tidak segalak dan sedingin perkiraannya, memilih diam dan menghentikan pedekate, karena ia takut akan terus terjadi hal-hal seperti tadi. “Kamu bersiap. Kita pergi hari ini.” “Kemana, dok?” “Belanja. Keperluan saya banyak yang habis. Nanti sekalian aja kamu beli keperluan kamu.” “Oh, iya, dok.” Ponsel Natasya berdering kencang di atas kasur. Ia berlari untuk segera mengangkatnya. Ia pikir yang menelpon adalah papa atau teman kelompok residennya, ternyata bukan. “Kenapa gak dia angkat? Berisik.” Natasya mematikan telpon, “Eum, gak papa, dok.” Ia duduk ditepian r
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-04
Baca selengkapnya
📌 10 : Telpon Darurat
Natasya terbatuk untuk menyembunyikan rasa tegangnya. Ia berdiri menjauhi Abian yang mendapat telpon. “Kenapa?” Natasya menatap wajah Abian yang berubah pucat. “Gue ke rumah sakit sekarang.” “Dok, ada apa?” Abian mengatur nafasnya, “Mama—masuk ICU. Kita ke rumah sakit sekarang.” Abian membawa mobil percis sedang balapan. Natasya yang duduk disebelahnya tentu tahu kalau suami bayarannya pasti tengah ketakutan karena tahu-tahu mamanya masuk ICU. Ia pun sedikit khawatir pada kondisi mertuanya. “Dok, tenang ya. Aku tahu dokter Abian takut banget mama—kenapa-napa. Tapi kalo bawa mobilnya sengebut ini, justru kita yang akan celaka.” Abian melirik Natasya sebentar. Ia memelankan laju mobil, “Mama gak bilang sama kita kalo dadanya terasa nyeri sehabis acara kemarin. Kalo kita tahu lebih awal, mama—” Natasya tentu mengerti dengan rasa khawatir itu. Ia pernah merasakan apa yang Abian rasakan, tapi bukan pada mamanya. Ia merasakan itu pada Alan, ketika mereka kecelakaan empat t
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status