Beranda / Rumah Tangga / Pernikahan Bayaran / 📌 3 : Calon Istri Idaman

Share

📌 3 : Calon Istri Idaman

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-14 11:24:27

Natasya mengucek matanya ketika baru bangun di ruang piket. Ia menguap lebar-lebar sambil mengumpulkan nyawa.

“Ini gak ada tiba-tiba duit sekoper gitu buat gue?”

Natasya turun dari ranjang tingkat. Ia menyambar handuk dan pouch berisi sabun dan alat kebersihan lainnya. Ia harus segera mandi karena satu jam lagi ada praktek rawat jalan menemani Abian.

Untungnya kamar mandi sedang kosong, sehingga ia bisa mandi dengan cepat. Saat rambutnya masih berantakkan, ia buru-buru keluar untuk mengeringkan rambut. Namun baru sampai lorong, tubuhnya membeku melihat perempuan paruh baya yang pingsan.

Natasya jongkok, ia memeriksa nadi tangan dan leher, “Ibu! Bu, bisa dengar suara saya?”

Ketika ada perawat yang lewat, ia langsung minta bantuan untuk sama-sama membawa pasien ke UGD.

Di depan UGD, dengan keadaan rambut masih basah dan belum menyisir, Natasya dikejutkan dengan suara panggilan dari dalam. Ia masuk dan menghampiri ranjang.

“Ibu sudah sadar?”

Ibu itu menggenggam kedua tangan Natasya, “Terima kasih sudah membantu mama, ya?”

Natasya mengernyit, “Ma-ma?”

“Panggil saja mama, jangan ibu.”

Natasya merasa aneh harus memanggil orang asing dengan sebutan sakral, tapi ia terpaksa menurut, “I-iya, mama."

“Mama!” seseorang berteriak dari arah pintu masuk UGD, “Mama gak papa? Kok mama bisa pingsan sih? Mama pusing? Apa yang mama rasain?”

“Nah, ini dokter utama mama dateng.”

Natasya lupa caranya menutup mulut ketika orang yang memanggil mama berdiri disampingnya. Ia baru sadar, wajah mereka mirip. Jangan-jangan orang ini anak asli si ibu? Bukan asal kenal seperti dirinya?

“Dokter Abian?”

Abian melirik, “Kamu ngapain disini? Pake tangannya dipegang mama saya lagi.” ia melepaskan genggaman mama dari tangan Natasya.

“Bi, mama kesini karena denger kamu akhirnya mau operasi lagi, dan semua gara-gara dokter Natasya. Tapi mama malah pingsan karena tiba-tiba aja dada mama sakit. Dan kamu harus tahu alasan mama datang kesini untuk apa.”

“Buat apa, ma?”

“Buat ketemu dokter Natasya. Mama mau bilang makasih.”

“Ma, gak usah lah. Aku udah bilang makasih kok sama dia.”

“Mama mau menyampaikan langsung. Mama juga mau—” ucapannya menggantung, tapi Abian tidak bertanya.

“Mama mau dokter Natasya nikah sama kamu.”

Deg!

Natasya melotot, Abian apalagi. Pokoknya Abian terlihat paling amit-amit menikahi dokter residennya sendiri, seolah tidak level.

“Ma!”

“Mama gak suka dengan calon kamu. Kalau kamu maksa, mama gak mau operasi Jantung sesuai kemauan kamu.”

Abian tampak gelisah, “Ma, jangan gitu dong. Natasya itu—” ia melirik Natasya, “Kamu sudah punya pacar ‘kan?”

Natasya diam sejenak. Ia menangkap sebelah alis Abian yang bergerak seolah memberi kode, “I-iya, saya sudah punya pacar.”

“Pacar ‘kan bisa putus. Natasya itu adalah menantu idaman mama. Bi, tolong lah kamu pertimbangkan.”

“Ma, emang Aca kenapa? Aca jauh bisa menjadi istri dan menantu yang baik untuk mama.”

Aca? Natasya mengernyit. Jadi si dokter setengah Harimau ini benar punya pacar toh? Ia pikir Abian berbohong padanya.

“Keputusan mama sudah bulat. Mama mau Natasya yang menjadi menantu mama. Titik. Sudah sana, kamu bukannya harus bersiap?”

Abian mengatur nafasnya, “Aku pergi, ma. Ayo dokter Natasya.”

“Natasya biar disini sama mama.”

“Ma! Dia residen aku. Mama pikir rumah sakit ini punya mama, bisa klaim Natasya semau mama? Dia harus nemenin aku!”

Mama melotot, “Iya juga. Ya sudah, calon menantu mama, kamu ikut calon suami kamu, ya. Nanti kita ketemu lagi—mmm, nanti malam, oke?”

Natasya tidak tahu harus menjawab apa.

Abian menatap ponselnya, “Pasien pertama sudah tunggu, kita kesana sekarang.”

Di dalam poli, Abian terus marah-marah karena sedang ada perbaikan sistem, sehingga ia harus manual mencari rekam medis pasien.

Natasya dan perawat asisten hanya saling lirik. Mereka sudah biasa menghadapi amarah Abian yang bagai ibu tiri.

“Panggil pasien berikutnya.”

“Baik, dok.”

Pasien berusia tiga puluh tahun, laki-laki. Ia duduk dihadapan Abian menceritakan hasil kontrol terakhir dan keluhan yang dirasakan saat ini.

“Obatnya sudah diminum sesuai aturan?” tanya Abian.

“Hmm...”

“Kalau memang tidak mau sembuh, tidak perlu berobat.”

“Obatnya pait, dok, saya gak suka.”

“Mas pikir obat penderita jantung lain manis seperti permen? Sama saja, tapi mereka tetap minum tanpa protes. Lain kali habiskan obat. Dan jangan begadang.”

“Tapi dua minggu ini saya taruhan nonton bola, dok. Kalau gak begadang saya—gak tahu skornya dong.”

“Lihat saja di berita pagi-pagi.” Abian memutar layar monitor pada pasien, “Mas lihat, ada pembengkakan jantung yang lebih besar dari satu bulan lalu. Kalau terus begini saya harus tingkatkan obat diuretiknya dua kali lipat. Kurangi begadang, minumnya dibatasi, dan—habiskan obat. Ada yang mau ditanyakan?”

“Saya—mau minta surat pindah ke dokter jantung lain, apa boleh, dok?” tanya pasien hati-hati.

“Memang kenapa dengan saya?”

Pasien itu melirik Natasya dan perawat, “Saya ‘kan sakit jantung, saya merasa sesak saat melakukan aktivitas berat saja dan—saat bertemu dokter. Mungkin kalau saya pindah dokter, keluhan saya bisa berkurang.”

Natasya dan perawat menahan tawa mendengar keluhan pasien.

“Baik, saya buatkan segera. Kalau sudah pindah dokter masih seperti ini hasil rontgentnya, saya akan marah. Saya masih akan pantau. Obat masih yang sama, pantangan makan dan kegiatan juga masih yang sama. Semoga lekas sembuh.”

Pasien terakhir keluar. Abian mereganggkan ototnya sambil membuka ponsel. Ia bangkit sekaligus membuat Natasya dan perawat kaget.

Tok-Tok-Tok

“Itu siapa? Bukannya pasien barusan itu terakhir?” tanya Natasya.

“Masuk.” seru Abian.

Seorang berjas dokter nyengir kuda menatap Abian, lalu tersenyum sok manis ke arah Natasya, “Dokter Natasya, kita makan bareng yuk. Sekalian saya—ada yang mau dibicarakan.”

Abian tersenyum, “Cocok. Gue ikut.”

Irvan, sahabat Abian mengernyit, “Tumben. Kesambet serangga apaan lo mau gabung makan sama kita?”

Natasya, Abian dan Irvan duduk bertiga di kantin. Irvan tak henti menceritakan pasiennya di poli bedah umum, yakni pasien yang memeriksakan Ambien pada dirinya. Dua orang lainnya yang mendengarkan berhenti makan.

Abian menaruh sendok dengan marah, “Van, kita lagi makan. Berhenti bahas gituan.”

“Sori.” Irvan melirik Natasya, “Malam ini kamu jaga malam gak, Sya?”

“Enggak, dok. Dokter mau pakai jasa saya?”

Irvan mengangguk semangat, “Kamu bisa?”

“Bisa, dok. Langsung taken sekarang aja, biar gak keduluan yang lain.”

“Oke.” Irvan mengambil ponselnya dengan cepat, “Udah, Sya.”

Abian jadi ingat dengan ucapan mama tadi pagi, yang mengajak Natasya bertemu nanti malam, “Van, lo kan pake jasa dokter Natasya. Lo bayar ‘kan? Nah, gue—mau pake jasa kalian. Gue bayar.”

“Maksud dokter?” tanya Natasya keheranan.

Bab terkait

  • Pernikahan Bayaran    📌 4 : Rencana yang Gagal

    Natasya berdiri kaku memakai dress yang termasuk dalam properti jasa sewa pacar. Ia menunggu aba-aba dari Abian yang akan memakai jasanya dan Irvan. “Dok, buat bayaran saya, akan dokter transfer segera ‘kan?” Irvan sibuk merapikan rambutnya, “Aku udah transfer uangnya ke kamu, Sya. Oyah, jangan formal dong. Aku-kamu aja. Biar lebih meyakinkan kita saling panggil—sayang?” Natasya mengangguk mengerti. “Kita gladi resik dulu. Sayang, kamu udah makan ‘kan?” Natasya tersenyum amat manis, “Belum, sayang, kalo kamu?” Irvan membayangkan mereka tak hanya jadi pacar bohongan didepan Abian dan mamanya, tapi bisa jadi sepasang kekasih betulan seperti keinginannya sejak lama. Ponsel Irvan bergetar, “Abian udah suruh kita kesana, sayang.” Natasya berjalan menggandeng tangan Irvan. Mereka seolah akan makan disini dan tidak sengaja bertemu Abian dan mamanya. “Sayang, kita duduk disini aja?” Irvan menunjuk meja yang tak jauh dari meja Abian. “Iya, boleh, sayang.” Mereka duduk.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Pernikahan Bayaran    📌 5 : Uang Satu Koper

    Natasya mengoleskan minyak angin di leher dan dahinya banyak-banyak selesai menemani visit pasien. Pekerjaannya menumpuk sekali hari ini. “Baru keramas kemaren, udah lepek lagi nih rambut. Gini nih kalo pake sampo rakyat, gue harusnya maksain beli yang buat keturunan ningrat biar gak usah keramas satu minggu.” Natasya duduk di pojok meja jaga. Ia sibuk mencatatat obat yang baru saja diberikan pada belasan pasien. Sambil menulis, tangannya sibuk merogoh ponsel. Ada notifikasi masuk dari aplikasi pacar sewaan. “Malam ini? Duh, gak bisa lagi. Gue jaga malam. Ini kliennya dokter disini juga ‘kan ya? Dokter apaan?” Selama melihat profil singkat klien yang menyewanya malam ini, Natasya tak sadar sedang diperhatikan oleh Abian dari tadi. Ia nyaris berteriak ketika mereka beradu pandang. “Dokter! Saya bisa dilariin ke UGD nih!” “Kamu bisa tidak, mengerjakan tugas dengan baik? Jangan sedikit-sedikit membuka pekerjaan sampingan kamu itu.” Natasya menaruh ponselnya, “Yang pent

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Pernikahan Bayaran    📌 6 : Mempelai yang Sembunyi

    Satu minggu kemudian... Akad sudah dilaksanakan dengan lancar. Abian mengucapkan janji suci itu dalam satu kali nafas. Membuat Natasya yang duduk disebelahnya merasa sedikit baper. Ternyata dia serius juga jika berhadapan dengan orang banyak. Selesai akad, Natasya masih menyalami tamu yang kebanyakan adalah keluarga. Namun, ketika tamu mulai berdatangan dari rumah sakit, ia sembunyi. Ia enggan di cap penghianat oleh pengikut grup kebenciannya. “Kamu ngapain!” suara Abian membuat Natasya terlonjak ketika memainkan ponselnya di bilik kamar mandi ballroom hotel. “Dok!” “Mas Abian!” “Oh iya, mas—Abian. Ah, kita lagi berdua ini. Ada apa?” “Tamu mencari kamu.” “Bilang aja lagi—diare.” Abian menatap Natasya jijik, “Kamu—sebenci itu pada saya, sampai tidak mau menemui staf rumah sakit? Kamu malu nikah sama saya?” “Luma—” “Nat!” “Sya aja. Jangan Nat-Nat, kesannya dokter manggil saya Donat!” “Keluar!” “Tapi, dok—” “Saya kasih uang lima ratus juta bukan untuk ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Pernikahan Bayaran    📌 7 : Pemotretan Panas

    “Aduh... dok, ini gak bisa ganti tema, ya?” Abian melirik sinis saat menatap Natasya dari cermin ketika ia berkaca, melihat seberasa hot penampilannya sebelum memulai pemotretan panas dengan istri bayarannya. Natasya duduk tidak nyaman menutupi bagian tubuh atasnya dengan selimut, “Pemotretan ini buat saya—gak nyaman.” Abian menghampiri Natasya, “Kamu pikir saya nyaman?” “Ya gak tahulah, dok. Lagian kenapa sih kita harus ngelakukan ini? Buat apa?” Abian memberikan ponselnya yang sudah ia siapkan chat dari seseorang untuk Natasya baca. Natasya mengernyit mendapati pesan dari kontak bernama Aca Sayangku. Pesannya berisi pembatalan acara pernikahan yang akan digelar hari ini. Entah ada masalah apa diantara mereka, tapi ia memang mendengar sedikit masalah ini dari mama Abian. “Juga ini,” Abian menunjukkan chat lain dari mama, “Mama mau bukti kalo kita—malam pertama kayak pengantin lain.” Natasya menatap Abian takut. Abian mengambil ponselnya kasar, “Jangan kamu pikir ki

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Pernikahan Bayaran    📌 8 : Khodam Abian

    Sebelum pintu terbuka, ponsel Abian terdengar berdering kencang. “Halo? Bagaimana tanda vitalnya? Berapa nilai INR nya? Beri dua FFP.. Saya mau lihat hasil tes keseluruhannya. Kirim ke email segera, saya tunggu.” Abian mungkin langsung ke sofa atau ranjang. Karena dari bawah pintu tak terlihat bayangan tubuhnya lagi. Natasya membuang nafas lega, “Untungnya ada yang nelpon.” Ia mengedarkan mata ke sekeliling kamar mandi yang luas, “Gue—tidur dimana ini? Ah, itu ada bathub. Hmmm... enak juga nikah sama orang kaya. Nikah di ballroom hotel, malem pertamanya di kamar hotel. Mungkin kalo yang sewa gue bukan dokter se-kaya dokter Abian, dan terjadi hal kayak gini, gue harus tidur di bak mandi.” Natasya mengambil handuk untuk dijadikan bantalnya malam ini. Bathub yang berukuran besar membuatnya tersenyum lebar, karena ia yang sering silat saat tidur, merasa leluasa. “Nyamannya.” Natasya menutup mata ketika kepalanya menyentuh bantal dari handuk, “Gak buruk lah, meskipun harusnya yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Pernikahan Bayaran    📌 9 : Bayaran Tambahan

    Natasya berkedip lebih cepat dari biasanya. Ia juga menahan nafas, mengantisipasi hal-hal yang tak di inginkannya terjadi. Abian adalah dokter bedah kardiotoraks yang hebat. Natasya takut suara degup jantungnya terdengar olehnya. “Suara—perut kamu. Katanya laper, kenapa malah bahas kucing?” Abian menggeser tubuhnya ke tempat semula, “Makan.” “Iya, dok.” Mereka makan dengan tenang. Natasya yang tak mengira kalau Abian tidak segalak dan sedingin perkiraannya, memilih diam dan menghentikan pedekate, karena ia takut akan terus terjadi hal-hal seperti tadi. “Kamu bersiap. Kita pergi hari ini.” “Kemana, dok?” “Belanja. Keperluan saya banyak yang habis. Nanti sekalian aja kamu beli keperluan kamu.” “Oh, iya, dok.” Ponsel Natasya berdering kencang di atas kasur. Ia berlari untuk segera mengangkatnya. Ia pikir yang menelpon adalah papa atau teman kelompok residennya, ternyata bukan. “Kenapa gak dia angkat? Berisik.” Natasya mematikan telpon, “Eum, gak papa, dok.” Ia duduk ditepian r

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Pernikahan Bayaran    📌 10 : Telpon Darurat

    Natasya terbatuk untuk menyembunyikan rasa tegangnya. Ia berdiri menjauhi Abian yang mendapat telpon. “Kenapa?” Natasya menatap wajah Abian yang berubah pucat. “Gue ke rumah sakit sekarang.” “Dok, ada apa?” Abian mengatur nafasnya, “Mama—masuk ICU. Kita ke rumah sakit sekarang.” Abian membawa mobil percis sedang balapan. Natasya yang duduk disebelahnya tentu tahu kalau suami bayarannya pasti tengah ketakutan karena tahu-tahu mamanya masuk ICU. Ia pun sedikit khawatir pada kondisi mertuanya. “Dok, tenang ya. Aku tahu dokter Abian takut banget mama—kenapa-napa. Tapi kalo bawa mobilnya sengebut ini, justru kita yang akan celaka.” Abian melirik Natasya sebentar. Ia memelankan laju mobil, “Mama gak bilang sama kita kalo dadanya terasa nyeri sehabis acara kemarin. Kalo kita tahu lebih awal, mama—” Natasya tentu mengerti dengan rasa khawatir itu. Ia pernah merasakan apa yang Abian rasakan, tapi bukan pada mamanya. Ia merasakan itu pada Alan, ketika mereka kecelakaan empat t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • Pernikahan Bayaran    📌 11 : Vina Kembali

    Abian tak berhenti berjalan mondar-mandir di ruang tunggu operasi ditemani Natasya dan papa. Ia terus melihat jam tangan, memperkirakan kapan operasi akan selesai. “Dok, duduk aja. Operasinya baru jalan dua jam.” Papa melirik Natasya, “Sya, kok panggil Abian dokter?” Natasya dan Abian saling lirik. “Hehehe, aku—kebiasaan manggil dia dokter, pa. Maksud aku—mas Abian.” Abian duduk disamping Natasya. Wajahnya sedikit pucat. Natasya yang baru kecolongan dari papa barusan, berusaha memberikan perhatian seorang istri pada suaminya. “Mas, minum dulu.” Natasya memberikan botol tumblernya pada Abian. Abian menerima botol itu dan meneguk air cukup banyak. “Mas, tenang, ya, yang operasi mama adalah teman sejawat kamu. Dokter Farhan pasti sehabat kamu, yang tahu banyak hal, yang sudah berpengalaman. Kita bantu doa disini.” Abian melirik istrinya. Jujur, mendengar ucapannya membuatnya jauh lebih tenang. Ia menggenggam tangan Natasya erat, “Makasih ya, sayang.” Natasya menganggu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • Pernikahan Bayaran    📌 62 : Kompak

    Natasya melirik tidak enak pada Vina, “Lo beneran gak papa lanjut shift gantiin gue?”“Gak papa. Lo kayak sama siapa aja.”Natasya membuang nafas pelan, “Gue janji gak akan minta lo begini lagi. Gue cuma kasian sama Ical.”“Iya, gue ngerti. Mumpung lo ada kesempatan buat deket sama anak adopsi lo, ya udah.”Natasya bergerak memeluk Vina, “Makasih ya.”“Iyaaa. Ya udah balik sana, suami lo juga udah nungguin. Kasian Ical kalo lo kelamaan jemput.”Pelukkan mereka terlepas. Natasya mengangguk, “Gue duluan ya. Nanti gue kirimin cemilan buat nemenin jaga malem.”“Oke.”Setelah memastikan Natasya benar-benar pergi, Vina cekikikkan sendiri. Ia mengeluarkan segepok uang dari Abian, “Enak juga kerja sama dengan konsulen kaya. Gantiin jaga malem istrinya dapet lima juta. Lumayan buat ke luar kota pas weekend.”Natasya mendekati Abian yang menunggunya depan ruangan pribadi para dokter poli bedah. Mereka sudah sama-sama berganti baju.“Kan mau ti

  • Pernikahan Bayaran    📌 61 : Anak Dadakan

    Sedari pagi rumah sangat ramai dengan suara nyanyian berbagai genre yang dinyanyikan Haikal. Mama tampak senang mendengarnya. Abian dan Natasya yang mau marah, tidak jadi. Karena mama akhirnya kembali seperti semula.“Ayo cepet sarapannya, Cal, biar gak kesiangan ke sekolahnya.”“Siap, oma.” Haikal sangat lahap menikmati sop ayam dan berbagai macam sayurnya.“Bi, Nat, sebelum ke rumah sakit, kalian anterin Ical ke sekolah dulu, ya.”“Tapi, ma—” protes Abian.“Kenapa?” mama bertanya dengan nada ketus.Natasya menggenggam tangan Abian, “Iya, ma, kita anterin Ical.”Mama tersenyum, “Bagus.”Abian hanya makan sedikit. Nafsu makannya hilang melihat keberadaaan Haikal disini.“Papi kok gak makan?”Semua menatap Abian yang hanya membuang nafas pelan.“Mungkin harus mami suapin.” Ical melirik Abian, “Iya, ‘kan, pi?”Natasya berusaha memberikan jawaban, “Eum—papi masih kenyang kayaknya, biarin a—”“Boleh, suapin deh, mami Natas

  • Pernikahan Bayaran    📌 60 : Anak Adopsi

    Anak lelaki itu mengulurkan tangannya, “Aku Haikal, panggil aja Ical.”Abian menerima uluran tangan itu. Haikal salim padanya, “Saya Abian.”“Aku tahu.” Haikal mengulurkan tangan pada Natasya, “Hai mamih, aku Ical.”“Tante—Natasya.”“Mamih!”Natasya melirik Abian.“Dia anak kamu?”“Aku belum punya anak, dok!”“Terus kenapa dia tiba-tiba panggil kamu mami?”“Dia juga manggil dokter papi! Dia anaknya Aca kalik!”“Aca siapa?” tanya Haikal.Abian dan Natasya sama-sama diam.“Aku udah bilang aku anak kalian, mami Natasya dan papi Abian.”Abian tertawa, “Kamu anak hilang ya? Saya akan antarkan ke panti sosial atau ke rumah sodara kamu. Pasti ada alamat yang kamu inget ‘kan?”Haikal malah masuk ke dalam ruangan Abian, “Capek banget gak percaya sama omongan aku.”Abian melotototi Natasya, “Dia siapa sih?”“Aku gak tahu! Bukannya dokter yang pertama ke ruangan? Kenapa malah tanya aku?”“Dia udah ada sebelum saya dateng, lagi tiduran di sofa sambil liatin foto pernikahan kita yang gak tahu ken

  • Pernikahan Bayaran    📌 59 : Anak untuk Natasya dan Abian

    “Dokter Natasya tolong segera ke UGD!” teriak perawat ketika mendapat panggilan darurat.Natasya baru menyuap karena belum makan siang, padahal hari sudah sore. Ia menutup nasi box yang dikirim kantin rumah sakit. Ia berlari kencang mencari lift yang kosong. Nihil. Semua lift akan lama terbuka, sehingga ia menuruni tangga dari lantai lima.Begitu sampai UGD, ia yang akan mendekati ranjang pasien langsung berhenti karena ada Abian yang baru membalikkan badan.“Pasien sudah saya tangani.”Natasya ngos-ngosan. Ia mengangguk, “Terima kasih dokter.”Abian menunjuk satu buah nasi yang menempel diujung bibir Natasya, “Itu—”Natasya mengambilnya, “Saya belum makan dari siang. Operasi selesai lebih lama dari dugaan.”“Ya udah, makan di ruangan saya biar gak ada yang ganggu selama kamu makan. Disana ada makanan saya, ambil aja.”Natasya mengangguk, “Makasih ya, dok.”Langkahnya yang gempor, membuat Natasya berhenti sejenak. Ia menyeka keringat yang

  • Pernikahan Bayaran    📌 58 : Mencuri Hati Mama

    Natasya membeli banyak hadiah untuk mama. Mulai dari baju, parfum sampai makanan kesukaannya. Tentu yang mendanai semua adalah Abian. Ia juga jadi korban kemarahan mama, sehingga akan menyumbangkan semua yang bisa diberikan agar mama kembali memberikan hatinya untuk mereka.“Udah semua?” tanya Abian sebelum mereka pulang setelah berganti shift.“Udah, dok. Mama—akan luluh dengan cara begini emangnya?” Natasya pesimis. “Ya kita coba aja.”Vina baru turun dari taksi. Ia membawa dua tas sekaligus. Ia menunduk sopan pada Abian yang tengah memasukkan semua hadiah untuk mama ke dalam mobil, “Malam dokter Abian.”“Malam.”Vina melirik semua barang itu.Natasya tahu Vina pasti bertanya-tanya mengenai banyaknya barang yang diterima Abian dari kurir paket kilat, “Sana masuk.”“Ada apa?” tanyanya tanpa suara.“Buat nyokap.”Vina mengerling curiga, “Lo bikin masalah ya, dan itu sogokkan?”Natasya dan Abian saling lirik.“Hehehe, saya

  • Pernikahan Bayaran    📌 56 : Ketahuan Bohong

    “Saya ke kamar. Tolong nanti bawain teh hangat ya. Saya mau review beberapa thesis temen kelompok kamu.”“Siap, dok.”Abian menaiki tangga dengan cepat. Ia langsung membicarakan teknik operasi dengan dokter Farhan melalu telpon. Natasya jadi curiga ia akan ketiban sibuk itu dan akan berjaga malam ini.Natasya membuka kulkas, mencari sisa cake stroberi kesayangannya. Sebelum membuat teh pesanan Abian, ia memakan hampir seluruhnya, takut keburu tak ada waktu karena akhir pekan sudah berakhir.“Gilaaa, ini enak bangeeet.” Natasya mengambil gelas, “Seret. Minum mana minum?”Selesai minum, sebelum memakan kembali sisa kue, Natasya menggaruk perutnya yang tertempel karet hamil palsunya, “Duh, gatel lagi. Semenjak pake ini kulit perut jadi ruam. Sebenernya dokter Abian cuci karetnya gak sih? Curiga enggak deh.”Natasya melirik sana-sana melihat situasi aman. Ia akan melepas perut karet itu, karena lemnya pun sepertinya sudah tidak selengket tadi pagi. Begitu

  • Pernikahan Bayaran    📌 57 : Berdamai dengan Keadaan

    Natasya mengendap-endap mendekati pintu ruangan Abian. Ia membuka pintu perlahan dan masuk.“Oke, aman. Kayaknya dia lagi visit. Akhirnya gue bisa istirahat sejenak dan bebas dari amukkan dia. Dia pasti kesinggung gue gak mau pulang dan ketemu mama. Bodo amat lah.”Natasya mengambil posisi di sofa. Ia duduk memanjang dan memainkan ponselnya, “Udah lama gue gak nonton bioskop. Gue ajak siapa ya, kesana? Vina gak mungkin. Alan apalagi. Dokter Abian—ah, dia mana mau.”Ceklek. Pintu terbuka.Natasya melotot, “Dok?”“Kamu ngapain disini?”Natasya duduk tegap, “Aku—ikut tidur disini ya, dok? Aku berharap bakal dapet jadwal shift malem sih, tapi ternyata nggak.”“Kenapa gak pulang atau nginep di rumah papa?” Abian duduk disamping Natasya.“Papa—sama kecewanya kayak mama. Papa juga suruh aku pulang, tapi aku takut ganggu mama. Tolong izinin aku tidur disini, dok. Plisss.”Abian mengangguk, “Kalo jadi kamu juga saya—gak akan tidur di rumah.

  • Pernikahan Bayaran    📌 55 : Perasaan yang Berbeda 2

    Pov AbianSenyum Abian tak terlihat selama menemani Aca memilih tas dan sepatu di toko langganan keluarganya. Jadwal rutin kekasihnya untuk belanja membuatnya sedikit jengah karena dirasa terlalu menghamburkan uang.“Sayang, yang ini bagus gak?” tanya Aca memamerkan sebuah sepatu heels berwarna silver.Abian mengangguk, “Bagus, sayang.”“Aku mau yang ini ya?”“Iya, ambil aja.”Aca menyambar sepatu lainnya, “Sayang, aku mau yang ini juga.”“Oke.”Aca memberikan empat sepatu pada pramuniaga, “Tolong dibungkus semua ya.”“Baik, mbak.”“Tapi jangan ditotalin dulu, saya mau liat tas keluaran terbaru. Tolong antar saya kesana.”“Mari, mbak.”“Sayang, aku tinggal ya?”Abian mengangguk.Abian membuka ponselnya, menatap foto Natasya yang berbalut kebaya putih pilihan mama, “Apa Natasya belum sadar juga kalo gue—mulai berubah pikiran? Dia—secinta itu sama Alan? Ngomong-ngomong Alan kerja apa ya? Penampilannya sih rapi mirip orang kantoran. Apa dia manager keuangan? Apa—seorang CEO

  • Pernikahan Bayaran    📌 54 : Perasaan yang Berbeda

    Natasya turun dari mobil Abian setelah ia mengancam akan turun paksa. Ia tidak mau diantarkan sampai ke depan rumah Alan. Bisa bahaya kalau mereka bertemu lagi. Ia sudah memesan ojek online dan langsung pergi.Ia tak bisa pura-pura lupa dengan jawaban Abian semalam, mengenai ia yang mulai mencintainya karena sering bertemu. Begitu di konfirmasi ulang pun, Abian mengiyakannya. Apa benar perasaan itu mulai tumbuh dihati lelaki sekeras Abian padanya?Ojek online sampai. Alan menyambutnya depan pagar.“Sayang?” Natasya memeluk Alan erat, “Maaf ya aku baru kesini lagi.”“Gak papa. Yuk masuk.”Natasya mendorong kursi roda Alan ke dalam rumah. Ia menaruh barang bawaannya. Ketika duduk, Alan terus memperhatikan perutnya, “Kenapa?”“Perut kamu—kok keliatan agak gemuk?”Natasya gelagapan ketika kedua matanya dengan cepat melirik perutnya sendiri, “Ah, ini. Aku—sembelit, sayang.”“Ya ampun. Udah berapa lama kamu gak BAB?”“Satu—minggu. Iya, satu minggu.”“Aku ada simpen obat sembelit,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status