Share

📌 5 : Uang Satu Koper

Aвтор: Rahmani Rima
last update Последнее обновление: 2024-12-14 13:38:28

Natasya mengoleskan minyak angin di leher dan dahinya banyak-banyak selesai menemani visit pasien. Pekerjaannya menumpuk sekali hari ini.

“Baru keramas kemaren, udah lepek lagi nih rambut. Gini nih kalo pake sampo rakyat, gue harusnya maksain beli yang buat keturunan ningrat biar gak usah keramas satu minggu.”

Natasya duduk di pojok meja jaga. Ia sibuk mencatatat obat yang baru saja diberikan pada belasan pasien.

Sambil menulis, tangannya sibuk merogoh ponsel. Ada notifikasi masuk dari aplikasi pacar sewaan.

“Malam ini? Duh, gak bisa lagi. Gue jaga malam. Ini kliennya dokter disini juga ‘kan ya? Dokter apaan?”

Selama melihat profil singkat klien yang menyewanya malam ini, Natasya tak sadar sedang diperhatikan oleh Abian dari tadi.

Ia nyaris berteriak ketika mereka beradu pandang.

“Dokter! Saya bisa dilariin ke UGD nih!”

“Kamu bisa tidak, mengerjakan tugas dengan baik? Jangan sedikit-sedikit membuka pekerjaan sampingan kamu itu.”

Natasya menaruh ponselnya, “Yang penting pekerjaan saya selesai tepat waktu.”

“Saya ada perlu sama kamu. Kita bicara di ruangan saya.”

“Maaf, dok, saya sibuk.” Natasya pura-pura menulis.

“Oh begitu?”

Natasya menutup pulpen dan berdiri, “Siap, dok, saya ikut ke ruangan dokter sekarang. Mari, dok, silakan duluan.”

Abian menutup pintu ruangannya. Ia mempersilakan Natasya duduk di sofa, “Silakan duduk, dokter Natasya.”

Bulu kuduk Natasya berdiri. Tidak biasanya dia diperlakukan semanis ini. Ia berhak curiga ‘kan?

“Kenapa tidak duduk? Ambien? Perlu saya buatkan janji dengan dokter Irvan?” tanya Abian saat ia sudah duduk di sofa.

Natasya duduk perlahan di ujung sofa, “Ada apa dokter panggil saya? Apa saya membuat kesalahan?”

“Hmmm....”

“Kesalahan saya ketika visit, dok? Atau saat di ruang operasi? Tapi... bukannya dokter Abian hanya melakukan satu kali operasi, dan saya tidak melakukan kesalahan apapun?”

“Saya tidak suka basa-basi. Menikah dengan saya.”

Natasya melotot. Ia lalu tertawa, “Mana ada orang ngajak nikah begitu. Dok-dok. Dokter lagi gladi resik lamar pacarnya, ya?”

“Saya serius, saya ajak kamu nikah, dokter Natasya Wiguna.”

Natasya melongo. Ia menggaruk lehernya, “Kok gatel ya? Padahal baju jaganya baru.”

“Bagaimana?”

“Ah, saya tahu. Dokter ngajakin saya pura-pura nikah ‘kan, demi—mama dokter mau operasi? Setelah mamanya beres operasi, kehidupan akan berjalan seperti biasa?”

“Saya ngajak kamu nikah betulan.”

Natasya tertawa, “Dokter Abian lucu deh.”

“Jadi kamu tidak mau menikah dengan saya?”

Natasya mendekatkan diri dengan Abian, “Dok, saya masih mau jantung saya sehat. Mana mungkin saya mau menikah dengan dokter si sumbu pendek dan setengah—Harimau.” Natasya keceplosan, “Eh, maaf, dok, maksud saya—”

Abian membuang nafas kasar, “Saya tahu cacian itu. Saya juga tahu di otak kamu isinya uang. Saya sudah siapkan.” Ia mengambil sesuatu dari pinggir sofa. Sebuah koper hitam mengkilat, “Silakan dibuka.”

Tubuh Natasya tak bergerak sama sekali. Ia terpaku menatap koper yang sering ia lihat di tivi-tivi.

“Lama.” Abian membuka pengait koper dan membukanya.

Koper itu bersinar terang mengalahkan sinar mentari di siang hari. Berjejer uang seratus ribuan bergepok-gepok yang memanjakan mata Natasya.

“Saya tahu kamu punya usaha jasa pacar sewa. Bayaran untuk satu kali pergi kisaran tiga ratus sampai lima ratus ribu. Berhubung saya membutuhkan jasa kamu untuk—jadi istri palsu, maka—saya membayar lima ratus juta. Apa itu cukup?”

Natasnya tersenyum menatap Abian, “Saya mau nikah sama dokter.”

“Bagus. Saya tahu memancing ikan sungai seperti kamu tidak sulit.”

“Hah?”

Abian menutup koper, “Ini akan kamu dapatkan sesaat setelah kita menikah. Kamu hapus aplikasi pacar sewaan itu dan jadilah istri saya satu-satunya. Karena saya—tidak mungkin menyewakan kamu pada orang lain. Tidak ada waktu berpikir. Saya anggap kamu setuju menjalin kerja sama ini. Berkas kontrak akan menyusul segera. Dan pernikahan kita akan berakhir jika—hanya saya yang menceraikan kamu. Kalau kamu melakukan itu, silakan, bayar uang penalti sebesar uang yang saya berikan dalam koper. Kamu paham?”

Tidak tahu habis mimpi apa semalam, Natasya merasa ketiban Durian runtuh ketika kini memegang kertas jaminan kepemilikan uang di koper itu.

Ia memeluk kertas itu erat, seolah itu adalah jimat dalam hidupnya. Senyumnya merekah indah. Masa residennya akan berlalu dengan baik.

Begitu keluar dari ruangan Abian, ia tak menyangka memiliki kesempatan memiliki uang sebanyak itu dalam waktu singkat.

Natasya berhenti tersenyum, “Tunggu. Pernikahannya akan—diketahui keluarga aja ‘kan?”

Tanpa menunggu lama, dan melupakan kesopanan, ia masuk begitu saja ke dalam ruangan Abian, “Dok saya mau—”

Natasnya menutup wajahnya ketika Abian sedang mengganti baju, “Maaf, dok.”

“Kenapa?”

Natasya menurunkan tangannya perlahan. Abian sudah berganti baju dari baju kemeja menjadi baju jaga, “Saya mau tanya, pernikahan kita—privat di keluarga aja ‘kan?”

Abian tersenyum sinis, “Kamu pikir begitu? Kamu mungkin tidak tahu, tapi keluarga saya punya usaha pemasok peralatan di rumah sakit ini. Kamu pikir ketika kita menikah, mama akan menggelarnya secara sederhana?”

“Iya juga ya. Jadi—semua orang akan tahu bahwa kita menikah?”

“Ada masalah?”

Tentu masalah. Ia adalah ketua dari gerakan Anti Abian di rumah sakit ini. Ia malah dengan sengaja membuat grup di internet dan mengundang dokter-dokter lain yang pernah bermasalah dengan Abian.

Akan tamat riwayatnya jika orang tahu bahwa si pembully menikah dengan korban bullynya.

“Tidak ada, dok. Kalau begitu saya permisi.” Natasya membalikkan badan dengan lesu. Ia harus mencari cara membela dirinya dari anggota lain.

Dibalik pintu ruangan Abian, Natasya memukul kepalanya beberapa kali, “Bisa-bisanya lo kena karma. Ini baru registrasi, belum pas udah nikah sama dia.”

Natasya berjalan cepat menuju meja jaga. Ia menendang angin dengan kesal, membuat sendal operasinya terbang sebelah.

“Sial! Belum nikah aja hidup gue udah menderita. Apalagi nanti. Apa—gue batalin aja kerja samanya? Tapi—kapan lagi sih gue dapet duit sebanyak itu kalo beneran gak jadi ani-ani? Tuhan.... tolong bantu aku. Engkau tahu aku sangat membutuhkan uang ini untuk—” air mata Natasya turun.

Ia tak akan pernah bisa menolak uang bila berhadapan dengan satu orang yang penting bagi hidupnya selain papa.

Sudah satu minggu ia tidak menjenguknya. Dia apa kabar, ya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapter

  • Pernikahan Bayaran    📌 6 : Mempelai yang Sembunyi

    Satu minggu kemudian... Akad sudah dilaksanakan dengan lancar. Abian mengucapkan janji suci itu dalam satu kali nafas. Membuat Natasya yang duduk disebelahnya merasa sedikit baper. Ternyata dia serius juga jika berhadapan dengan orang banyak. Selesai akad, Natasya masih menyalami tamu yang kebanyakan adalah keluarga. Namun, ketika tamu mulai berdatangan dari rumah sakit, ia sembunyi. Ia enggan di cap penghianat oleh pengikut grup kebenciannya. “Kamu ngapain!” suara Abian membuat Natasya terlonjak ketika memainkan ponselnya di bilik kamar mandi ballroom hotel. “Dok!” “Mas Abian!” “Oh iya, mas—Abian. Ah, kita lagi berdua ini. Ada apa?” “Tamu mencari kamu.” “Bilang aja lagi—diare.” Abian menatap Natasya jijik, “Kamu—sebenci itu pada saya, sampai tidak mau menemui staf rumah sakit? Kamu malu nikah sama saya?” “Luma—” “Nat!” “Sya aja. Jangan Nat-Nat, kesannya dokter manggil saya Donat!” “Keluar!” “Tapi, dok—” “Saya kasih uang lima ratus juta bukan untuk ka

    Последнее обновление : 2024-12-14
  • Pernikahan Bayaran    📌 7 : Pemotretan Panas

    “Aduh... dok, ini gak bisa ganti tema, ya?” Abian melirik sinis saat menatap Natasya dari cermin ketika ia berkaca, melihat seberasa hot penampilannya sebelum memulai pemotretan panas dengan istri bayarannya. Natasya duduk tidak nyaman menutupi bagian tubuh atasnya dengan selimut, “Pemotretan ini buat saya—gak nyaman.” Abian menghampiri Natasya, “Kamu pikir saya nyaman?” “Ya gak tahulah, dok. Lagian kenapa sih kita harus ngelakukan ini? Buat apa?” Abian memberikan ponselnya yang sudah ia siapkan chat dari seseorang untuk Natasya baca. Natasya mengernyit mendapati pesan dari kontak bernama Aca Sayangku. Pesannya berisi pembatalan acara pernikahan yang akan digelar hari ini. Entah ada masalah apa diantara mereka, tapi ia memang mendengar sedikit masalah ini dari mama Abian. “Juga ini,” Abian menunjukkan chat lain dari mama, “Mama mau bukti kalo kita—malam pertama kayak pengantin lain.” Natasya menatap Abian takut. Abian mengambil ponselnya kasar, “Jangan kamu pikir ki

    Последнее обновление : 2025-01-02
  • Pernikahan Bayaran    📌 8 : Khodam Abian

    Sebelum pintu terbuka, ponsel Abian terdengar berdering kencang. “Halo? Bagaimana tanda vitalnya? Berapa nilai INR nya? Beri dua FFP.. Saya mau lihat hasil tes keseluruhannya. Kirim ke email segera, saya tunggu.” Abian mungkin langsung ke sofa atau ranjang. Karena dari bawah pintu tak terlihat bayangan tubuhnya lagi. Natasya membuang nafas lega, “Untungnya ada yang nelpon.” Ia mengedarkan mata ke sekeliling kamar mandi yang luas, “Gue—tidur dimana ini? Ah, itu ada bathub. Hmmm... enak juga nikah sama orang kaya. Nikah di ballroom hotel, malem pertamanya di kamar hotel. Mungkin kalo yang sewa gue bukan dokter se-kaya dokter Abian, dan terjadi hal kayak gini, gue harus tidur di bak mandi.” Natasya mengambil handuk untuk dijadikan bantalnya malam ini. Bathub yang berukuran besar membuatnya tersenyum lebar, karena ia yang sering silat saat tidur, merasa leluasa. “Nyamannya.” Natasya menutup mata ketika kepalanya menyentuh bantal dari handuk, “Gak buruk lah, meskipun harusnya yan

    Последнее обновление : 2025-01-03
  • Pernikahan Bayaran    📌 9 : Bayaran Tambahan

    Natasya berkedip lebih cepat dari biasanya. Ia juga menahan nafas, mengantisipasi hal-hal yang tak di inginkannya terjadi. Abian adalah dokter bedah kardiotoraks yang hebat. Natasya takut suara degup jantungnya terdengar olehnya. “Suara—perut kamu. Katanya laper, kenapa malah bahas kucing?” Abian menggeser tubuhnya ke tempat semula, “Makan.” “Iya, dok.” Mereka makan dengan tenang. Natasya yang tak mengira kalau Abian tidak segalak dan sedingin perkiraannya, memilih diam dan menghentikan pedekate, karena ia takut akan terus terjadi hal-hal seperti tadi. “Kamu bersiap. Kita pergi hari ini.” “Kemana, dok?” “Belanja. Keperluan saya banyak yang habis. Nanti sekalian aja kamu beli keperluan kamu.” “Oh, iya, dok.” Ponsel Natasya berdering kencang di atas kasur. Ia berlari untuk segera mengangkatnya. Ia pikir yang menelpon adalah papa atau teman kelompok residennya, ternyata bukan. “Kenapa gak dia angkat? Berisik.” Natasya mematikan telpon, “Eum, gak papa, dok.” Ia duduk ditepian r

    Последнее обновление : 2025-01-04
  • Pernikahan Bayaran    📌 10 : Telpon Darurat

    Natasya terbatuk untuk menyembunyikan rasa tegangnya. Ia berdiri menjauhi Abian yang mendapat telpon. “Kenapa?” Natasya menatap wajah Abian yang berubah pucat. “Gue ke rumah sakit sekarang.” “Dok, ada apa?” Abian mengatur nafasnya, “Mama—masuk ICU. Kita ke rumah sakit sekarang.” Abian membawa mobil percis sedang balapan. Natasya yang duduk disebelahnya tentu tahu kalau suami bayarannya pasti tengah ketakutan karena tahu-tahu mamanya masuk ICU. Ia pun sedikit khawatir pada kondisi mertuanya. “Dok, tenang ya. Aku tahu dokter Abian takut banget mama—kenapa-napa. Tapi kalo bawa mobilnya sengebut ini, justru kita yang akan celaka.” Abian melirik Natasya sebentar. Ia memelankan laju mobil, “Mama gak bilang sama kita kalo dadanya terasa nyeri sehabis acara kemarin. Kalo kita tahu lebih awal, mama—” Natasya tentu mengerti dengan rasa khawatir itu. Ia pernah merasakan apa yang Abian rasakan, tapi bukan pada mamanya. Ia merasakan itu pada Alan, ketika mereka kecelakaan empat t

    Последнее обновление : 2025-01-05
  • Pernikahan Bayaran    📌 11 : Vina Kembali

    Abian tak berhenti berjalan mondar-mandir di ruang tunggu operasi ditemani Natasya dan papa. Ia terus melihat jam tangan, memperkirakan kapan operasi akan selesai. “Dok, duduk aja. Operasinya baru jalan dua jam.” Papa melirik Natasya, “Sya, kok panggil Abian dokter?” Natasya dan Abian saling lirik. “Hehehe, aku—kebiasaan manggil dia dokter, pa. Maksud aku—mas Abian.” Abian duduk disamping Natasya. Wajahnya sedikit pucat. Natasya yang baru kecolongan dari papa barusan, berusaha memberikan perhatian seorang istri pada suaminya. “Mas, minum dulu.” Natasya memberikan botol tumblernya pada Abian. Abian menerima botol itu dan meneguk air cukup banyak. “Mas, tenang, ya, yang operasi mama adalah teman sejawat kamu. Dokter Farhan pasti sehabat kamu, yang tahu banyak hal, yang sudah berpengalaman. Kita bantu doa disini.” Abian melirik istrinya. Jujur, mendengar ucapannya membuatnya jauh lebih tenang. Ia menggenggam tangan Natasya erat, “Makasih ya, sayang.” Natasya menganggu

    Последнее обновление : 2025-01-06
  • Pernikahan Bayaran    📌 12 : Praduga Vina

    “Mas, tunggu.” Abian tak mengindahkan panggilan Natasya. Ia sudah memakai masker dan baju khusus untuk bertemu mama di ICU, “Ma?” “Bi, Natasya mana?” Natasya tertawa diluar ICU. Ia bersiap memakai masker lalu masuk, “Ma?” “Sini, sayang.” Natasya menggenggam tangan mama erat, “Mama udah gak akan sakit lagi sekarang. Aku seneng mama akan sehat dan terus nemenin mas Abian.” Mama tersenyum, “Nemenin kamu juga, nemenin cucu-cucu mama nanti dari kalian.” Natasya dan Abian saling beradu pandang. “Mama bersyukur sekali operasinya lancar. Mama gak merasakan takut sama sekali ketika mengingat janji kamu tadi.” Abian mengernyit, “Janji apa?” Mama menatap Abian, “Natasya janji sama mama, kalo hari ini mama mau operasi, kalian akan memenuhi apapun mau mama.” “Memang mama mau apa? Liburan ke luar negeri? Atau beli mobil baru?” tebak Abian. “Mama mau sesuatu yang gak bisa dibeli pakai uang, yaitu cucu.” Abian menahan marah selama dihadapan mama. Setelah yakin mama baik-ba

    Последнее обновление : 2025-01-07
  • Pernikahan Bayaran    📌 13 : Bertemu Aca

    Natasya tak banyak bicara setelah Vina menyampaikan praduganya. Ia juga kembali fokus dengan kegiatannya.Pintu ruang piket terbuka. Irvan yang masuk. Ia yang tak menduga ada Natasya disini, langsung merapikan penampilannya.Vina melirik Irvan sekilas, “Gak usah rapi-rapi amat, Natasya udah jadi istri orang.”Irvan dan Natasya saling lirik.“Apaan sih.” Irvan salah tingkah karena ketahuan.“Saya tahu dokter Irvan suka sama Natasya.” cuap Vina sambil menggerakkan kedua alisnya.“Vin, lo ngomong apa sih?” sikut Natasya.Irvan duduk dihadapan Natasya, “Kok kamu ada disini, Sya? Eh—maksudnya dokter Nat—”“Gak papa, dok, panggil Sya aja.”Irvan manggut-manggut, “Abian—mana?”“Lagi nyiapin senjata.” sahut Vina. “Senjata? Emang ada perang apa?”Vina tertawa, “Mau bikin dede lah, dok. Mamanya dokter Abian ‘kan udah nagih cucu. Jadi mereka harus rajin bikinnya.”Wajah Irvan seketika pucat.“Kaki Natasya sampe biru-biru karena mereka—mainnya sangat bergairah.” Vina yang ekspresif

    Последнее обновление : 2025-01-08

Latest chapter

  • Pernikahan Bayaran    📌 141 : Kekhawatiran Lain

    Natasya sudah tertidur lelap ketika Abian pulang dari rumah sakit pukul dua belas malam. Ia ada operasi darurat, sehingga baru bisa pulang. Senyumnya merekah. Alan bersedia meninggalkan Natasya setelah mengisi cek kosong yang ia berikan. Alan meminta uang sebanyak tujuh ratus juta. Abian tak keberatan memberikannya langsung, asal Alan bisa memutuskan istrinya dan pergi sejauh-jauhnya dari kota ini.Mata Natasya mengerjap, “Mas?”“Hm?”“Abis operasi?”“Iya. Kamu udah minum antiobiotiknya?”Natasya mengangguk. Ia bangkit, “Seharian ini mama—nangis. Kamu jangan minta mama buat ninggalin papa lagi, biarin aja. Kita gak pernah tahu sedalam apa cinta mama buat papa, meski sepaket dengan rasa sakit itu.”Abian mengangguk.“Kamu mau makan? Biar aku siapin?”“Nggak usah. Aku mau langsung tidur.” Abian mengelus pipi Natasya dengan sentuhan lain.Natasya melirik Abian tak nyaman, “Malam ini—kamu tidur di sofa, ya, mas.”“Hm?”N

  • Pernikahan Bayaran    📌 141 : Tawaran untuk Alan

    POV Abian Abian tersenyum ketika papa membuka gembok pintu pagar, “Maaf ya, pa, ganggu pagi-pagi gini.”“Gak papa, nak Abian. Masuk.”Abian memasukkan mobil ke pelataran rumah papa. Ia keluar meneteng beberapa keresek berisi makanan untuk mereka sarapan.“Natasya gimana, pa?”“Sudah mendingan. Kalo sama Vina dia sembuhnya cepet.”Baru memasuki rumah, Abian mengedarkan matanya.“Sya, ada nak Abian nih.” teriak papa memberi informasi.Natasya keluar kamar dituntun Vina, “Mas?”Abian mendekati Natasya. Ia tidak tega melihat istrinya yang masih kesakitan karena perundungan preman suruhan Aca, “Aku beliin bubur. Kita sarapan dulu.”Semua sarapan bersama di ruang keluarga.Natasya melirik Vina yang bersiap pergi, “Panggilan dari rumah atau rumah sakit?”“Rumah sakit. Rumah aman kok.” Vina melirik papa, “Om, pamit ya,” ia melirik Abian, “Dok, saya permisi.”“Iya, Vin, hati-hati.”“Iya, Vin. Saya ke rumah sakit agak siang

  • Pernikahan Bayaran    📌 140 : Mencari Alan

    Pov Abian Abian membuka pintu bangsal VIP lima, tempat dimana Natasya dirawat. Tapi istrinya tak ada ditempat. “Natasya kemana?” gumam Abian. “Permisi, dok.” sapa perawat yang baru keluar dari bangsal VIP empat. “Sus?’ “Iya, dok, ada yang bisa dibantu?” “Istri saya—mana?” “Loh, bukannya dokter Natasya sudah pulang? Dokter Abian tidak tahu?” “Pulang?” dahi Abian mengernyit. “Iya, dok. Setelah infus habis, dokter Natasya bilang mau bertemu dengan dokter jaga. Setelah itu dokter jaga memperbolehkan dokter Natasya untuk pulang. Katanya dokter Natasya cukup istirahat di rumah dan minum antibiotik.” “Dia pulang sama siapa, sus? Kebetulan tadi saya—sedang ada urusan.” “Bersama dokter Vina dan dokter Irvan, dok.” “Oh begitu. Kalau begitu terima kasih.” Abian tak membuang waktu lama. Ia langsung pulang ke rumah. Setelah memarkirkan mobil se

  • Pernikahan Bayaran    📌 139 : Tamparan yang Pantas

    Pov AbianAca dan orang itu berhenti bercinta, setelah sadar ada orang lain selain mereka. Ketika pintu berbunyi, mereka masih belum sadar. Tapi setelah merasakan hawa manusia lain, mereka menoleh.“Bi?” panggil Aca dan orang itu kompak.Tubuh Abian masih terpaku ditempat. Ia masih sangat terkejut dan tengah mencerna apa yang tengah di lihatnya.Aca dan orang itu bergegas mengambil baju. Selama itu Abian menunduk memainkan sepatunya menahan marah.“Bi, kamu—kenapa gak bilang mau kesini?”Abian menatap Aca dan papa. Ia berjalan mendekati mereka.Ya, lelaki yang tadi bercinta dengan Aca adalah papanya sendiri. Kini, mereka tak punya waktu untuk menyembunyikan wajah masing-masing dari Abian setelah ketahuan bercinta.Abian melirik papa yang menunduk, “Aku tahu papa mata keranjang, dari dulu selalu main—dengan sekretaris lah, bawahan papa, kolega bisnis papa. Tapi—aku gak tahu papa—sampe sejauh ini. Papa tahu ‘kan Aca pacar aku?”Papa membera

  • Pernikahan Bayaran    📌 138 : Rahasia Besar Aca

    Aca menangis. Ia pergi begitu saja karena malu sudah jadi tontonan banyak orang. Abian mendekati Natasya yang melongo karena terkejut, “Aku minta maaf atas nama Aca. Aku jamin dia—gak akan pernah ganggu kamu lagi. Aku udah tahu Aca yang taro obat sampe kamu tidur di rooftop. Aku juga tahu dia—yang kasih kamu obat perangsang, juga—dia yang dorong kamu di tangga evakuasi. Aku mohon maafin Aca.”Natasya memainkan jari-jari tangannya. Ia tak tahu bisa memaafkan Aca atau tidak atas semua yang sudah terjadi.Irvan mengkode Vina agar mereka keluar dan memberi ruang untuk Abian dan Natasya.“Nat, gue tunggu diluar ya.” Vina bangkit, “Permisi, dok.”Setelah hanya ada mereka berdua, Abian bersimpuh disamping ranjang dengan mata merah, “Aku mohon kita—untuk bisa meneruskan pernikahan sesungguhnya, Nat. Aku udah—putusin Aca. Aku harap kamu juga—putusin Alan.”Natasya menarik nafas panjang sebelum bicara, “Kamu pikir aku akan putusin Alan, saat gak dapet jaminan ap

  • Pernikahan Bayaran    📌 137 : Kejahatan yang Terungkap Sendiri

    Vina tak beranjak sedikitpun dari sebelah Natasya. Ia sudah memberi kabar ke rumah, tidak bisa pulang karena kondisi Natasya yang tak memungkinkan ditinggal, padahal ada suaminya disini.“Vin, pulang aja sana.” pinta Natasya.“Iya, ada saya disini.” kata Irvan yang tengah membuat jurnal penelitian di sofa bangsal VIP.“Gak papa kok. Si kakak udah tidur, adek juga anteng sama neneknya.”Natasya tersenyum, “Makasih ya, Vin. Padahal kalo lo yang begini, gue pasti pulang sih.”Vina melotot, “Dasar si donat!” Mereka bertiga tertawa.Abian baru kembali. Ia harus bolak-balik ke ICU untuk melihat kondisi pasien yang baru di operasinya. Ia langsung mengecek laju infus, “Sepuluh menit lagi habis. Untuk labu kedua cukup pake vitamin aja.”“Iya, mas.”“Kalian ada kecurigaan gak sama seseorang yang mungkin jadi dalang dari kasus ini?” tanya Abian.Irvan menggeleng. Sedangkan Vina dan Natasya saling lirik. Pikiran mereka tertuju pada satu orang.

  • Pernikahan Bayaran    📌 136 : Natasya Celaka 2

    Natasya terus berjalan mundur untuk menghindari ancaman dari preman yang entah datangnya dari mana. Seumur-umur ia tidak pernah dihadang preman dengan ancaman segala.Saat ada kesempatan untuk menghindar, Natasya berlari kencang menghindari preman, tapi badannya yang tak begitu sehat, langsung tertangkap oleh preman dua yang membawanya semakin jauh dari rumah sakit.“Turunin aku!”“Diem!”“Tolooong! Bu, pak, tolongin aku!” teriak Natasya pada pengguna jalan dan pedagang dekat gedung rumah sakit, tapi tak ada yang bergerak membantunya.Di deket rumah sakit, ada sebuah kebun terbengkalai yang gelap. Natasya dilepaskan dengan kasar oleh preman dua yang menyeretnya dari tadi.“Minum sebelum gue berbuat lebih jauh sama lo.”Natasya menggeleng, “Gak mau!”“Jangan cari mati, lo! Buruan minum!”Preman dua membuka tutup botol dan memberikannya secara paksa pada mulut Natasya, “Minum!”Natasya menendang preman dua. Ia juga berusaha kabur.

  • Pernikahan Bayaran    📌 135 : Natasya Celaka

    Setiap kali Natasya melewati gerombolan perawat, anak ko-ass, dokter residen, dan konsulen, mereka selalu tersenyum.“Selamat ya, dok.”Natasya hanya mengangguk sopan meski tidak tahu kenapa ia diberi ucapan selamat. Apakah mereka baru tahu jika Abian tidak jadi di rotasi dan sudah mau kembali mengoperasi?“Dokter Natasya, kenapa?” tanya suster Anna. Mereka bertemu di meja jaga bangsal.“Gak papa. Emang kenapa?” “Dokter Natasya pucet.”“Kayaknya aku masuk angin deh, sus.”“Mau saya kerokkin gak?”Mata Natasya menatap suster Anna terharu, “Mauuuu, sus. Ayo.”Di ruang istirahat staf operasi, Natasya tidur telungkup membiarkan suster Anna mengerok punggungnya.“Merah, sus?”“Merah, dok. Habis dari mana ini kok sampe masuk angin?”“Gak tahu nih, sus, anginnya lagi gak enak banget.”“Ah, masa. Perasaan lagi gerah deh, gak ada angin. Ini pasti karena mandi terlalu pagi ya sama dokter Abian?” Pipi Natasya merona digod

  • Pernikahan Bayaran    📌 134 : Berita Kehamilan

    Natasya keluar dari ruang praktek Abian begitu saja ketika pasien sudah habis. Ia tak berbasa-basi dengan suster Anna apalagi suami kontraknya. Vina yang baru keluar dari ruang praktek dokter Farhan, menyajarkan langkahnya dengan sang sahabat, “Nat, gue ada di kirimin makanan dari mertua. Makan bareng yuk.”Natasya mengangguk.Vina menggandeng lengan Natasya, “Kemooon.”Di ruang piket, Natasya hanya diam saja. Ia duduk memperhatikan Vina yang gesit mempersiapkan alat makan mereka.“Kenapa diem terus? Asam lambung lo kambuh?”Natasya menggeleng.“Obatnya ada ‘kan?”Natasya mengangguk.“Berasa ngobrol sama boneka mampang gue.” Vina duduk disamping Natasya dan menatap keseluruhan wajahnya, “Lo—pucet banget.”“Hah? Masa?” Natasya memegangi kedua pipinya.Vina mengelus perut rata Natasya, “Lo udah haid belum bulan ini?”Natasya menggeleng, “Ini—tanggal berapa?”“Tanggal satu.”Natasya diam, mengingat periodenya yang b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status