Pernikahan Politis

Pernikahan Politis

last updateLast Updated : 2022-08-31
By:  Ana ShOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
38Chapters
4.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Akhtar dalam tekanan untuk segera menikah demi mendapat dukungan suara saat Pilkada. Ia digandeng sebagai calon Wakil Bupati. Tentu saja kriteria calon istrinya selain salihah, juga memenuhi syarat dari keluarga yang berpengaruh di tengah-tengah masyarakat. Rasa enggan Akhtar untuk kembali menikah bukan tanpa alasan. Hasna –mendiang istrinya- baru memasuki 100 hari wafat akibat terkena covid-19 pasca persalinan. Nama Hasna masih tersimpan rapi di relung hati pendakwah sekaligus pebisnis itu. Tak ada pilihan bagi Akhtar selain tetap melangsungkan pernikahan yang dibubuhi kepentingan politis. Arisha Luana menjadi pilihan paling tepat. Ia adalah putri dari pengasuh pondok pesantren Riyadus Sholihin yang mempunyai pengaruh kuat di tengah-tengah masyarakat. Sebuah kondisi yang sempurna untuk meraup banyak dukungan demi memenangkan prosesi pemilihan. Kendalanya satu, paras Arisha yang mirip Hasna sebab mereka adik kakak, menjadikan Akhtar makin sulit melupakan mendiang istrinya. Bagaimana dengan Arisha? Orang lain mengira Arisha bersedia begitu saja dijodohkan dengan mantan kakak ipar karena semata patuh pada titah sang abah. Padahal, ia punya misi tersendiri, menggagalkan Akhtar terjun ke ranah politik praktis. Kenapa? Apa jadinya dua orang yang berbeda pemikiran disatukan dalam ikatan pernikahan? Apa saja yang akan dilakukan Arisha untuk mewujudkan misinya?

View More

Chapter 1

1 Akad Nikah

Wong lanang itu ya, enggak bisa apa sebentar saja menduda. Baru 100 hari istrinya meninggal, sekarang sudah nikah lagi,” cibir Yu Warni, penjual lontong kupang. Dagangannya hari ini dipesan oleh keluarga Kiai Salman, sebagai salah satu menu hidangan acara walimah akad nikah putri keduanya, Arisha Luana.

            “Denger-denger, Yu, ini itu bukan pernikahan biasa, loh. Tapi demi tetap mendapat dukungan Kiai Salman. Wis ngerti toh kalo Gus Akhtar itu bakal maju di pilkada sesuk?” ungkap asisten Yu Warni yang ikut menata lontong di atas piring.

“Sssst …” Yu Warni menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memperingatkan asistennya agar diam. Kedua wanita paruh baya itu kini mengunci rapat-rapat mulutnya begitu calon mempelai putri melintasi mereka. Rombongan keluarga Kiai Salman bergerak menuju masjid pondok. Tempat melangsungkan janji suci itu masih satu halaman dengan kediaman Kiai Salman. Pun dengan rombongan mempelai putra. Dua mobil yang membawa mereka sudah memasuki pelataran komplek yayasan.

Sabtu, 22 Agustus 2020 pukul 10.00 WIB, dalam suasana pandemi virus korona, prosesi pernikahan ini akan dilangsungkan. Tak ada acara walimah mewah yang digelar. Undangan dibatasi 50 orang persesi. Keluarga pengiring pengantin pun diberlakukan aturan yang sama. Protokol kesehatan dilakukan dengan tertib agar tidak dibubarkan Satgas covid-19. Termasuk menyediakan tempat cuci tangan dan alat pengukur suhu di depan pintu masuk tenda pengantin.

Semua pihak yang terlibat dalam prosesi akad nikah telah menempati posisinya masing-masing di dalam masjid. Dengan baju pengantin warna putih tulang, putra Kiai Mansur itu menghadap penghulu dan Kiai Salman.

“Sudah siap, Gus Akhtar?” tanya Pak Penghulu memastikan.

“Insyaallah,” jawab Akhtar tenang.

Sementara itu, Arisha terus menunduk diapit Umi Anis dan calon ibu mertuanya. Kedua jemarinya saling bertaut, berharap bisa menetralisir rasa gugup. Saat jari lentik itu dipegang ibunya, terasa dingin bak bongkahan es. Arisha meresapi detik-detik mengakhiri status lajangnya yang tak sesuai impian.

 “Baik, kita mulai, inggih!” Pak Penghulu menyisirkan pandangan ke sekitar, memastikan semua pihak sudah siap. “Yang akan menikahkan langsung wali dari mempelai putri,” tegasnya.   

            Tak ada hadirin yang berbicara. Semua mata tertuju pada tiga orang di tengah-tengah ruang utama masjid, kecuali Arisha. Ia tetap menunduk. Ibunya memeluknya lembut, seolah memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja. Lalu suara dari mikrofon yang hanya menjangkau area dalam masjid terdengar.

            “Saudara Muhammad Akhtar, mau menggunakan lafaz bahasa Indonesia atau Arab?” tanya Pak Penghulu.

            “Bismillah, bahasa Arab, Pak.”

            “Baik, kita mulai.” Semua orang serasa menahan napas, tak terkeculi kedua mempelai.

            Akhtar meraih uluran tangan Kiai Salman. Tangan pemuda itu dipegang kuat, lalu beliau berucap, “Ankahtuka w* zaww*jtuka makhtubataka Arisha Luana Binti Muhammad Salman al Farisi ‘ala mahri ‘ishrot dananir haalan.”

            “Qobiltu nikahaha w* tazwijaha 'alal mahril madzkuur w* rodhiitu bihi, w*llahu w*liyyut taufiq,” jawab Akhtar tegas tanpa jeda.

            “Bagaimana hadirin … apakah sah?” tanya Pak Penghulu kepada para saksi dan segenap keluarga yang ikut menyaksikan perjanjian yang mengguncang langit itu.

            “Sah!” jawab semua orang yang hadir. Gemuru suaranya terdengar hingga ke luar masjid.

            “Alhamdulillah!” Kemudian Pak Penghulu melantunkan doa untuk mempelai berdua, "Barokallohu laka w* baroka 'alaika w*jama'a bainakuma fii khoir.”

           

            Para pengunjung pun serentak mengulang lafadz doa tersebut. Sementara Akhtar dan Arisha, keduanya mengucapkan “Aamiin …”

            “Saudari Arisha, silakan maju untuk tanda tangan buku nikah dan foto bersama!” panggil salah seorang petugas KUA. Dengan gemetar, perempuan bergaun putih tulang yang dilapisi brukat tile dengan kombinasi payet itu melangkah. Kini ia sudah duduk sejajar dengan Akhtar. Buku nikah sudah ditandatangani. Mereka melakukann foto bersama dengan menunjukkan buku nikah masing-masing.

            Fotrogafer mengarahkan Arisha untuk mencium tangan suaminya. Dengan gugup, tangan yang tak pernah tersentuh lelaki bukan mahrom itu melakukan perintah sang juru foto. Karena ada instruksi untuk menahan adegan itu beberapa saat, Akhtar juga merasakan dinginnya tangan perempuan yang sudah sah menjadi istrinya.

            “Sekarang cium keningnya!”

            Perintah itu membuat Arisha mendongakkan kepala dan menahan napas. Ia tak menyangka Akhtar menuruti dengan sigap. Perempuan setinggi 165 cm itu sedikit menundukkan kepala. Saat tangan Akhtar memegang ujung kepala dan mendaratkan bibirnya di kening, Arisha seperti menaiki balon udara yang melayang di angkasa.

            Intensitas reaksi emosional dan fisik yang tidak dikehendaki menghantam perempuan itu dengan begitu kuat dan membuatnya terpedaya. Perpaduan berbahaya antara simpati dan hasrat. Terutama hasrat. Arisha buru-buru berpaling saat Akhtar sudah menarik wajahnya. Untungnya ia masih bisa menahan tubuhnya tetap berdiri tegak. Ia mencemooh diri. Bagaimana mungkin akan berhasil menggagalkan rencana Akhtar mencalonkan diri sebagai wakil bupati jika mendapat sentuhan sedikit saja tubuhnya sudah lengah?

            Ucapan selamat dan ajakan foto bersama keluarga menyelamatkan Arisha dari situasi yang membuatnya sangat canggung. Bahkan ia tak dapat membayangkan bagaimana rona mukanya saat ini. Perempuan berwajah tirus itu tetap tersenyum. Dengan begitu ia berusaha menutupi gemuruh dalam dirinya.

            Usai prosesi akad nikah disusul serah terima serta tausiyah, keluarga diarahkan untuk menikmati aneka hidangan yang sudah tertata di tenda samping masjid. Ada Soto Lamongan, lontong kupang, lontong kikil, sate gule, gado-gado, tak tertinggal menu khas Jawa Timur, rawon. Juga menu penutup lainnya seperti bubur ketan, rujak manis, es krim, dan es sop buah.

            Tempat jamuan yang dipisah antara tamu laki-laki dan perempuan itu menjadikan Arisha bisa bernapas lega. Ia masih butuh penyesuaian saat berdekatan dengan Akhtar. Hingga sebuah sapaan membuyarkan lamunannya, “Assalamu’alaikum pengantin baru, ngelamun saja.” Fatimah, teman kuliah Arisha termasuk dalam daftar nama yang diundang.

           

            “Hm … mendadak sekali. Baru sebulan menginjak tanah air, sudah nikah saja. Gimana nasib Musthofa? Bukannya di bandara kemarin dia minta alamatmu? Kukira kalian berdua akan menikah?” cerca Fatimah yang masih syok dengan keputusan sahabatnya.

            “Kalo aku ceritakan semuanya sekarang, kamu enggak jadi makan. Padahal setiap tamu hanya dibatasi durasinya sejam, gantian sama sesi berikutnya. Yuk, kita makan saja. Kamu mau apa?” Arisha bangkit dari kursi pelaminannya lalu menarik tangan Fatimah menuju deretan menu.

            Gadis berwajah manis itu menggeleng pendek. Jujur ia merasa takjub dengan keputusan sahabatnya yang mengakhiri masa lajang dengan mantan kakak ipar. Sesuatu yang mungkin tak  akan sanggup ia lakukan. “Oke, janji suatu saat nanti kamu akan cerita, ya.” Fatimah menggenggam erat kedua tangan sahabatnya. Lalu Arisha mengangguk. “Dan kamu bahagia ‘kan, Sha, menjalani ini?”  

            Pertanyaan yang terlalu dini. Bahkan Arisha pun tak mampu mendeteksi apakah dirinya bahagia atau tidak saat ini. Namun satu yang pasti. Arisha bukanlah gadis muda yang bodoh dengan pikiran konyol. Ia tetap punya impian mengabdikan ilmunya untuk kebaikan umat, meski bukan dengan pria yang selama ini memenuhi mimpinya menjadi mitra sejati dalam hidup dan cinta.

.

.

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
Inggrit59917573
Suka banget sama ceritanya. Banyak pesan moral yg tersedia di dalamnya. Baca cerita ini karena cerita yang satunya bagus banget. ternyata cerita yg ini juga bagus. Ditunggu cerita yg lain ya Thor.
2023-02-05 05:22:41
0
user avatar
Gd Dragon
ini cerita nya masih dilanjutin apa ngga yaaa author ? udah sampe bab 38 soalnya
2022-10-22 06:07:02
1
38 Chapters
1 Akad Nikah
“Wong lanang itu ya, enggak bisa apa sebentar saja menduda. Baru 100 hari istrinya meninggal, sekarang sudah nikah lagi,” cibir Yu Warni, penjual lontong kupang. Dagangannya hari ini dipesan oleh keluarga Kiai Salman, sebagai salah satu menu hidangan acara walimah akad nikah putri keduanya, Arisha Luana.             “Denger-denger, Yu, ini itu bukan pernikahan biasa, loh. Tapi demi tetap mendapat dukungan Kiai Salman. Wis ngerti toh kalo Gus Akhtar itu bakal maju di pilkada sesuk?” ungkap asisten Yu Warni yang ikut menata lontong di atas piring. “Sssst …” Yu Warni menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memperingatkan asistennya agar diam. Kedua wanita paruh baya itu kini mengunci rapat-rapat mulutnya begitu calon mempelai putri melintasi mereka. Rombongan keluarga Kiai Salman bergerak menuju masjid pondok. Tem
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
2 Rasa Bersalah
Raja siang perlahan terbenam di balik pepohonan pinus yang terbentang di gunung Arjuna. Sementara pria yang sekarang sudah melepas status dudanya itu, kini berdiri dalam diam di ambang jendela. Angin senja pada ketinggian 3.339 meter di atas permukaan air laut meniup rambut pria itu. Sosoknya yang keras dan visioner, membuatnya dilirik Kiai Yassir untuk mendampingi dalam bursa pemilihan kepala daerah Kabupaten Mojoasri. Pikiran Akhtar kembali pada momen sakral beberapa jam yang lalu. Saat ia dengan refleks memcium kening Arisha tanpa rasa canggung sediki tpun. Perempuan yang dilihatnya saat itu menjelma sebagai Hasna. Andai kesadarannya penuh bahwa pengantin wanita yang mencium tangannya adalah adik mendiang sang istri, tentu masih ada rasa gugup menyelimuti diri. Masih memandang keluar jendela, pria itu merutuki keadaan. Bagaimana mungkin Arisha menyediakan kamar ini untuk malam pertama mereka. Ruangan yang sama, yang dihabiskan Akhtar tiga
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
3 Pillow Talk
“Kak Musthofa,” gumam Arisha. Ia cepat-cepat menutup mulutnya agar tak ada yang mendengar apa yang keluar dari lisannya barusan.             Melihat Arisha syok atas kehadirannya, Musthofa melonggarkan pelukan Akhtar. Sehingga dua pria itu hendak duduk kembali di karpet motif bunga mawar merah.             Saat hendak mengambil posisi duduk, Akhtar baru menyadari jika istrinya berdiri di belakangnya. “Duduk sini, Dik.” Akhtar meraih pergelangan tangan Arisha, seolah menunjukkan kepada Musthofa bahwa hubungan dengan istri barunya layaknya pengantin pada umumnya, sudah saling menautkan rasa.             “Tamunya ternyata temanku pas mondok dulu. Musthofa namanya, barusan lulus juga dari al-Azhar,” ucap Akhtar memperkenalkan M
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
4 Belum Move On
Akhtar berkata apa adanya jika ia sebenarnya belum terpikir untuk menikah lagi. Tiga bulan tanpa istri bukanlah waktu yang terlalu lama baginya. Namun, jawaban Arisha yang sangat bijak, melebihi usianya yang masih 24 tahun, menjadikan Akhtar menaruh simpati. Mestinya gadis itu marah jika dirinya masih menyimpan nama wanita lain, kendati itu almarhumah istri. Bukankah Aisyah radiyallahu ‘anhu juga cemburu kepada ummul mukminin –Siti Khadijah– tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memuji mendiang istrinya itu? Ataukah Arisha juga tersinggung hanya saja ia gengsi mengakuinya sehingga ia justru memuji sikap Akhtar yang masih belum move on dari Hasna? Akhtar masih belajar memahami karakter Arisha.             “Oke, balik ke pernyataanmu tadi, ya. Kuakui pernikahan ini lebih dilatarbelakangi karena aku akan maj
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more
5 Jadi Budak Perempuan
“Sudah. Tangan Arisha dicium, Mik,” sahut Arisha sambil ketawa. Ia ingin mengerjai uminya yang terlalu serius.             “Ih, Ning, jangan bercanda, lah. Umi serius ini. Jadi kalian belum ehem … ehem ….?”             Arisha menggeleng masih dengan tawanya. Hingga gigi-giginya yang putih tampak. Ia benar-benar merasa lucu melihat ekspresi wanita yang sudah dianggapnya sebagai sahabat itu. Karena kepedulian Umi Anis pada hal-hal sepele hingga urusan perasaannya, selalu ditanyakan.             “Kenapa … kenapa … ada masalah apa? Sini cerita sama umik.” Umi Anis menggeret tangan Arisha dan mengarahkannya duduk di kursi meja makan.         
last updateLast Updated : 2022-04-02
Read more
6 Kamar Baru untuk Arisha
“Mboten, Gus. Saya malah senang.” Saat menjawab demikian, Arisha melirik ke arah uminya. Umi Anis langsung menggelengkan kepala sambil netranya melotot. Sebuah kode agar Arisha menyatakan keberatan.               “Iya, kalo tanya Arisha jelas dia tidak keberatan, Gus. Wong dia memang suka sama anak-anak, tapi kami ini loh Gus yang masih belum siap. Paling lama dua minggu lagi lah, insyaallah. Biar kami siap dulu, inggih, Bah?” Kini Umi Anis ganti menatap suaminya, meminta persetujuan.               Kiai Salman manggut-manggut. Kakeknya Keisha itu sudah mendapat penjelasan dari Umi Anis jika Arisha dan Akhtar belum melakoni kewajiban suami istri semestinya. Makanya, Umi Anis ingin pengantin baru itu bisa bersama tanpa gangguan tangisan Keisha. Jadilah dibuat alasan yang mengada-ada ini dan Kiai Salm
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more
7 Gara-Gara Beling
Akhtar tak habis pikir, apa benar hanya karena Arisha mengibaskan rambutn lantas kebutuhan asing dalam dirinya terpancing. Lelaki yang kini mengalihkan pandangannya itu berusaha mengenali dirinya. Ia masih ingat, Hasna juga sering melakukan gerakan itu, tetapi gairahnya tidak otomatis tersulut.             “Gus, dengar pertanyaan saya barusan, ‘kan?”             Teguran Arisha menyadarkan Akhtar. Perempuan yang masih berdiri di ambang jendela itu menantangnya dengan wawasan, pemikiran, bukan tubuh atau seksualitas. Akhtar baru paham sekarang, ia memang lebih muda simpati pada wanita yang cerdas dan intelektual. Sejenak Akhtar mengabaikan kesimpulannya dan berusaha menjawab pertanyaan Arisha.             “Lebih tepatnya diminta menjadi
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more
8 Ledakan Cemburu
Lantunan santri mengaji terdengar dari pengeras suara masjid, tanda akan masuk waktu salat Asar. Matahari pun mulai kembali ke peraduan. Sisa cahayanya menyorot jendela kamar Arisha. Ada yang menahan tawa saat lelaki yang sedang menyapu itu membanggakan dirinya. Arisha salut bukan pada Akhtar, tetapi pada wanita yang telah mendidik suaminya –Umi Hanum- yang telah berhasil menjadikan putranya sosok yang tanggap sekitar. Tidak menggantungkan semua urusan kepada pembantu. Jika mau, Akhtar saat ini bisa saja menyuruh seseorang untuk membersihkan pecahan botol parfum itu. Namun, ia memilih melakukannya sendiri. Hal itu tak akan dilakukan oleh anak lelaki yang tidak pernah dikenalkan dengan pekerjaan rumah dalam proses pengasuhannya. Pola asuh yang tidak melibatkan anak lelaki dengan pekerjaan rumah tak jarang berdampak ketika berumah tangga nanti. Jadilah istrinya kelelahan sendiri megurus rumah. Sebab suami tak sedikit pun mengulurkan tangan, meski hanya memba
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more
9 Intimidasi Umi Hanum
Tujuan Arisha bukan hanya menyelamatkan Akhtar secara personal dari praktik politik yang membuka peluang pelakunya menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuan. Melainkan lebih pada statusnya sebagai sosok yang mewakili kalangan pesantren. Cukup sudah beberapa kiai yang berkuasa akhirnya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jangan sampai Akhtar menambah jajaran nama itu. Sungguh Arisha bertekad demikian bukan tanpa data. Ia sudah mencatat, mulai dari tataran presiden, gubernur, wali kota, bupati, bahkan sampai tingkat kepala desa. Tak sedikit dari mereka yang awalnya berlatarbelakang pesantren, seorang penceramah, juga cendikiawan, mengakhiri jabatannya dengan cara tidak terhormat. Diamnya Arisha, Akhtar anggap jawaban yang diberikannya sudah cukup. Tak perlu lagi dipersoalkan sambutan untuk siapa yang lebih meriah. Sebab konteks waktu dan suasananya pun berbeda. Saat menikah dengan Hasna, suasananya normal. Belum terjadi pande
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more
10 Guyonan Kiai Yassir
Mereka akhirnya tiba di rumah yang berada dalam komplek pondok pesantren. Jam dinding masih menunjukkan pukul delapan malam, namun Arisha sudah menguap beberapa kali.             “Istirahatlah dulu jika sudah capek.”             Arisha menggeleng. Ia bertekad menunaikan kewajiban atau lebih tepatnya mendapatkan haknya sebagai seorang istri malam ini. Meski ia bingung bagaimana harus memulai. Hingga lampu sorot dari Innova warna hitam yang berhenti di depan rumah mengenai wajah sepasang pengantin baru itu.             “Siapa, Gus?”             “Sepertinya Kiai Yassir,” tebak Akhtar yang sudah hafal jenis mobil sosok yang menggandengnya sebagai calon
last updateLast Updated : 2022-04-19
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status