Home / Pernikahan / Pernikahan Politis / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Pernikahan Politis: Chapter 1 - Chapter 10

38 Chapters

1 Akad Nikah

“Wong lanang itu ya, enggak bisa apa sebentar saja menduda. Baru 100 hari istrinya meninggal, sekarang sudah nikah lagi,” cibir Yu Warni, penjual lontong kupang. Dagangannya hari ini dipesan oleh keluarga Kiai Salman, sebagai salah satu menu hidangan acara walimah akad nikah putri keduanya, Arisha Luana.             “Denger-denger, Yu, ini itu bukan pernikahan biasa, loh. Tapi demi tetap mendapat dukungan Kiai Salman. Wis ngerti toh kalo Gus Akhtar itu bakal maju di pilkada sesuk?” ungkap asisten Yu Warni yang ikut menata lontong di atas piring. “Sssst …” Yu Warni menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memperingatkan asistennya agar diam. Kedua wanita paruh baya itu kini mengunci rapat-rapat mulutnya begitu calon mempelai putri melintasi mereka. Rombongan keluarga Kiai Salman bergerak menuju masjid pondok. Tem
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more

2 Rasa Bersalah

Raja siang perlahan terbenam di balik pepohonan pinus yang terbentang di gunung Arjuna. Sementara pria yang sekarang sudah melepas status dudanya itu, kini berdiri dalam diam di ambang jendela. Angin senja pada ketinggian 3.339 meter di atas permukaan air laut meniup rambut pria itu. Sosoknya yang keras dan visioner, membuatnya dilirik Kiai Yassir untuk mendampingi dalam bursa pemilihan kepala daerah Kabupaten Mojoasri. Pikiran Akhtar kembali pada momen sakral beberapa jam yang lalu. Saat ia dengan refleks memcium kening Arisha tanpa rasa canggung sediki tpun. Perempuan yang dilihatnya saat itu menjelma sebagai Hasna. Andai kesadarannya penuh bahwa pengantin wanita yang mencium tangannya adalah adik mendiang sang istri, tentu masih ada rasa gugup menyelimuti diri. Masih memandang keluar jendela, pria itu merutuki keadaan. Bagaimana mungkin Arisha menyediakan kamar ini untuk malam pertama mereka. Ruangan yang sama, yang dihabiskan Akhtar tiga
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more

3 Pillow Talk

“Kak Musthofa,” gumam Arisha. Ia cepat-cepat menutup mulutnya agar tak ada yang mendengar apa yang keluar dari lisannya barusan.             Melihat Arisha syok atas kehadirannya, Musthofa melonggarkan pelukan Akhtar. Sehingga dua pria itu hendak duduk kembali di karpet motif bunga mawar merah.             Saat hendak mengambil posisi duduk, Akhtar baru menyadari jika istrinya berdiri di belakangnya. “Duduk sini, Dik.” Akhtar meraih pergelangan tangan Arisha, seolah menunjukkan kepada Musthofa bahwa hubungan dengan istri barunya layaknya pengantin pada umumnya, sudah saling menautkan rasa.             “Tamunya ternyata temanku pas mondok dulu. Musthofa namanya, barusan lulus juga dari al-Azhar,” ucap Akhtar memperkenalkan M
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more

4 Belum Move On

Akhtar berkata apa adanya jika ia sebenarnya belum terpikir untuk menikah lagi. Tiga bulan tanpa istri bukanlah waktu yang terlalu lama baginya. Namun, jawaban Arisha yang sangat bijak, melebihi usianya yang masih 24 tahun, menjadikan Akhtar menaruh simpati. Mestinya gadis itu marah jika dirinya masih menyimpan nama wanita lain, kendati itu almarhumah istri. Bukankah Aisyah radiyallahu ‘anhu juga cemburu kepada ummul mukminin –Siti Khadijah– tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering memuji mendiang istrinya itu? Ataukah Arisha juga tersinggung hanya saja ia gengsi mengakuinya sehingga ia justru memuji sikap Akhtar yang masih belum move on dari Hasna? Akhtar masih belajar memahami karakter Arisha.             “Oke, balik ke pernyataanmu tadi, ya. Kuakui pernikahan ini lebih dilatarbelakangi karena aku akan maj
last updateLast Updated : 2022-04-01
Read more

5 Jadi Budak Perempuan

“Sudah. Tangan Arisha dicium, Mik,” sahut Arisha sambil ketawa. Ia ingin mengerjai uminya yang terlalu serius.             “Ih, Ning, jangan bercanda, lah. Umi serius ini. Jadi kalian belum ehem … ehem ….?”             Arisha menggeleng masih dengan tawanya. Hingga gigi-giginya yang putih tampak. Ia benar-benar merasa lucu melihat ekspresi wanita yang sudah dianggapnya sebagai sahabat itu. Karena kepedulian Umi Anis pada hal-hal sepele hingga urusan perasaannya, selalu ditanyakan.             “Kenapa … kenapa … ada masalah apa? Sini cerita sama umik.” Umi Anis menggeret tangan Arisha dan mengarahkannya duduk di kursi meja makan.         
last updateLast Updated : 2022-04-02
Read more

6 Kamar Baru untuk Arisha

“Mboten, Gus. Saya malah senang.” Saat menjawab demikian, Arisha melirik ke arah uminya. Umi Anis langsung menggelengkan kepala sambil netranya melotot. Sebuah kode agar Arisha menyatakan keberatan.               “Iya, kalo tanya Arisha jelas dia tidak keberatan, Gus. Wong dia memang suka sama anak-anak, tapi kami ini loh Gus yang masih belum siap. Paling lama dua minggu lagi lah, insyaallah. Biar kami siap dulu, inggih, Bah?” Kini Umi Anis ganti menatap suaminya, meminta persetujuan.               Kiai Salman manggut-manggut. Kakeknya Keisha itu sudah mendapat penjelasan dari Umi Anis jika Arisha dan Akhtar belum melakoni kewajiban suami istri semestinya. Makanya, Umi Anis ingin pengantin baru itu bisa bersama tanpa gangguan tangisan Keisha. Jadilah dibuat alasan yang mengada-ada ini dan Kiai Salm
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

7 Gara-Gara Beling

Akhtar tak habis pikir, apa benar hanya karena Arisha mengibaskan rambutn lantas kebutuhan asing dalam dirinya terpancing. Lelaki yang kini mengalihkan pandangannya itu berusaha mengenali dirinya. Ia masih ingat, Hasna juga sering melakukan gerakan itu, tetapi gairahnya tidak otomatis tersulut.             “Gus, dengar pertanyaan saya barusan, ‘kan?”             Teguran Arisha menyadarkan Akhtar. Perempuan yang masih berdiri di ambang jendela itu menantangnya dengan wawasan, pemikiran, bukan tubuh atau seksualitas. Akhtar baru paham sekarang, ia memang lebih muda simpati pada wanita yang cerdas dan intelektual. Sejenak Akhtar mengabaikan kesimpulannya dan berusaha menjawab pertanyaan Arisha.             “Lebih tepatnya diminta menjadi
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

8 Ledakan Cemburu

Lantunan santri mengaji terdengar dari pengeras suara masjid, tanda akan masuk waktu salat Asar. Matahari pun mulai kembali ke peraduan. Sisa cahayanya menyorot jendela kamar Arisha. Ada yang menahan tawa saat lelaki yang sedang menyapu itu membanggakan dirinya. Arisha salut bukan pada Akhtar, tetapi pada wanita yang telah mendidik suaminya –Umi Hanum- yang telah berhasil menjadikan putranya sosok yang tanggap sekitar. Tidak menggantungkan semua urusan kepada pembantu. Jika mau, Akhtar saat ini bisa saja menyuruh seseorang untuk membersihkan pecahan botol parfum itu. Namun, ia memilih melakukannya sendiri. Hal itu tak akan dilakukan oleh anak lelaki yang tidak pernah dikenalkan dengan pekerjaan rumah dalam proses pengasuhannya. Pola asuh yang tidak melibatkan anak lelaki dengan pekerjaan rumah tak jarang berdampak ketika berumah tangga nanti. Jadilah istrinya kelelahan sendiri megurus rumah. Sebab suami tak sedikit pun mengulurkan tangan, meski hanya memba
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

9 Intimidasi Umi Hanum

Tujuan Arisha bukan hanya menyelamatkan Akhtar secara personal dari praktik politik yang membuka peluang pelakunya menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuan. Melainkan lebih pada statusnya sebagai sosok yang mewakili kalangan pesantren. Cukup sudah beberapa kiai yang berkuasa akhirnya tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jangan sampai Akhtar menambah jajaran nama itu. Sungguh Arisha bertekad demikian bukan tanpa data. Ia sudah mencatat, mulai dari tataran presiden, gubernur, wali kota, bupati, bahkan sampai tingkat kepala desa. Tak sedikit dari mereka yang awalnya berlatarbelakang pesantren, seorang penceramah, juga cendikiawan, mengakhiri jabatannya dengan cara tidak terhormat. Diamnya Arisha, Akhtar anggap jawaban yang diberikannya sudah cukup. Tak perlu lagi dipersoalkan sambutan untuk siapa yang lebih meriah. Sebab konteks waktu dan suasananya pun berbeda. Saat menikah dengan Hasna, suasananya normal. Belum terjadi pande
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

10 Guyonan Kiai Yassir

Mereka akhirnya tiba di rumah yang berada dalam komplek pondok pesantren. Jam dinding masih menunjukkan pukul delapan malam, namun Arisha sudah menguap beberapa kali.             “Istirahatlah dulu jika sudah capek.”             Arisha menggeleng. Ia bertekad menunaikan kewajiban atau lebih tepatnya mendapatkan haknya sebagai seorang istri malam ini. Meski ia bingung bagaimana harus memulai. Hingga lampu sorot dari Innova warna hitam yang berhenti di depan rumah mengenai wajah sepasang pengantin baru itu.             “Siapa, Gus?”             “Sepertinya Kiai Yassir,” tebak Akhtar yang sudah hafal jenis mobil sosok yang menggandengnya sebagai calon
last updateLast Updated : 2022-04-19
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status