Pria itu mencebik, “Siapa malam-malam begini bertamu?” Akhtar segera melepaskan tangannya dari dagu Arisha. Ia melangkah menuju pintu. Ketukan itu terdengar lagi. Kali ini diiringi salam. “Gus, belum tidur, ‘kan?”Paham pemilik suara itu adalah uminya, Akhtar segera menjawab salam dan membukakan pintu. “Inggih, Umi. Ada apa malam-malam ke sini?”Wanita bergamis hitam dipadu kerudung warna light grey itu menyodorkan bingkisan. “Ini ada berkat tasyakuran aqiqah.”Setelah melihat nama anak dan orang tua yang tidak lain adalah sepupunya, Akhtar manggut-manggut. “Barokallah, maturnuwun, Umi. Besok pas senggang saya usahakan sambang bayi. Sudah empat saja anaknya Husain,” celetuk Akhtar spontan.“Iya, dua tahun sekali istrinya melahirkan. Semoga Arisha segera nyusul,” ucap Umi Hanum sambil berusaha melongok ke dalam rumah. Akhtar memang tidak terpikir untuk mempersilakan uminya masuk, sebab jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan kurang lima menit. Bukan waktu bertamu. Akhtar hany
Baca selengkapnya