"Kau ini seorang Guiner, Daxton! Guiner tidak pernah menangis apalagi gagal sepertimu!" Rasa sakit, kekecewaan, dan luka telah menjadi segenggam dendam membara dalam diri Daxton.
View MoreHari libur telah berakhir. Waktunya bagi Daxton untuk kembali ke sekolah. Sejujurnya Daxton tak senang ke sekolah. Apalagi bertemu dengan Nafferic, dan teman-teman kelasnya.Pagi ini Daxton kembali naik bus sekolah. Seperti yang diucapkan oleh Gozard, bahwa ia harus mulai mandiri. Termasuk tidak diantar jemput lagi.Ban bus berderit, dan berhenti tepat di depan sekolah.Daxton segera keluar dari bus. Hari ini ia bersemangat ke sekolah. Dan berharap bisa segera pulang untuk ikut ke rumah sakit. Ibunya bilang Daxton akan bisa melihat calon adiknya nanti."Hai, Daxton! Selamat pagi!"Seulas senyum terbit di wajah Daxton begitu saja. Ia bahkan membalas lambaian tangan dari seseorang, yang menyapanya."Selamat pagi, Darcel!"Darcel tersenyum lebar, walau ia sedikit heran karena menyaksikan Daxton, yang pagi ini tampak ceria."Ayo masuk ke kelas!" Sekarang Daxton bahkan mengajak Darcel dengan riang.Sejujurnya Darcel ingin bertanya. Tetapi, ia terlalu senang untuk menyaksikan Daxton yang ri
Jonas termangu menatap tangan kirinya yang dipasangi infusan."Apa yang sebenarnya terjadi, Jon?" tanya Wozard seraya menghela napas.Jonas mengerjap. Ia lalu meringis menatap ayahnya itu."Bisa kau jelaskan pada ayahmu ini?"Jonas menganggukkan kepala ragu.Ia lalu mulai menegakkan tubuhnya perlahan, dibantu oleh Wozard."Aku—" Jonas berhenti sejenak seraya mengamati wajah Wozard. Sejujurnya ia tak cukup berani untuk berhadapan dengan ayahnya, menjelaskan tentang semuanya.Padahal ia sendiri telah berjanji untuk tak terlibat masalah apapun. Tapi, ia telah gagal menepati janji itu. Ini tentu amat disayangkan."Bagaimana, Jon? Aku akan mendengarkanmu, tenang saja," ucap Wozard menyadari putranya tampak kesulitan untuk menjelaskan.Jonas menghela napas lalu mengganggukkan kepala. "Aku terlibat keributan lagi. Padahal aku sudah berjanji pada ayah untuk tak terlibat keributan apapun lagi," ucapnya dengan raut wajah bersalah."Aku mengerti, Jon. Kau mungkin punya alasan mengapa kau harus m
Hari libur. Seharusnya Daxton bisa menikmati hari libur dengan bermain. Seperti kebanyakan anak-anak sebayanya. Tapi, ia bukan bagian dari anak-anak itu.Sejak tadi Daxton hanya duduk diam di meja makan. Mendengarkan obrolan Gozard, dan Posie. Tak ada obrolan hangat semacamnya. Itu hanya obrolan politik, yang tak dipahami oleh Daxton sama sekali.Setelah berbincang cukup lama. Dan mengabaikan Daxton. Akhirnya Gozard dan Posie menatapnya."Kau harus ikut ayahmu hari ini, Daxton," ucap Posie dengan tenang. Raut wajahnya tanpa ekspresi.Gozard menghela napas. Ia menatap Posie sebentar, lalu kembali menatap Daxton. "Ayo pergi, Daxton!" ajak Gozard yang kini sudah bangkit dari kursinya.Daxton segera turun dari kursinya. Ia menatap Posie sebentar, lalu segera menyusul Gozard yang sudah berjalan menjauhi ruang makan.Begitu masuk ke mobil, dan duduk di bangku penumpang bersama Gozard. Daxton melirik ayahnya itu sebentar. Ia lalu kembali menundukkan kepala."Ada apa? Kau ingin bertanya sesua
Satu minggu telah berlalu.Daxton duduk termenung di danau belakang Guiner Mansion. Wajah anak lelaki itu begitu murung."Tuan Muda!" Sampai Nozer datang menyapanya dengan senyuman hangat."Nozer!" Daxton segera menggeser tubuhnya, seolah mempersilakan Nozer untuk bergabung, duduk di batang pohon tumbang yang telah lama mati itu."Selamat siang, kenapa Tuan Muda di sini seorang diri?" Nozer bertanya dengan hangat. Lelaki itu tak duduk di sebelah Daxton, melainkan berlutut di hadapan sang majikan muda.Kemurungan kembali datang di wajah Daxton, dan Nozer segera mengerti apa yang menjadi penyebab kemurungan itu."Tuan pasti memiliki alasan mengapa melarang Tuan Muda untuk mengikuti karya wisata ke museum," ucap Nozer seraya bangkit dan menepuk bahu Daxton.Alasannya karena ia tak ingin fokusmu terpecah, ia ingin dalam kepalamu hanya ada tentang politik. Malang sekali dirimu, Tuan Muda. Dalam hati Nozer mengasihani Daxton. Tetapi segera lelaki itu menyadari, bahwa Daxton tak perlu dikasi
Setelah mendengar cerita Wozard mengenai sang Ayah, Daxton diam-diam melengkungkan bibirnya ke atas sembari menatap kukis cokelat di tangannya, makanan kegemarannya yang rupanya juga jadi kegemaran sang Ayah.Kali ini anak lelaki berusia 8 tahun itu mendongak menatap langit yang siang ini membiru cerah lalu beralih menatap Wozard."Jadi Ayahku juga suka kukis cokelat ya, Paman?"Wozard menganggukkan kepala dengan bibirnya yang melengkung ke atas, menciptakan senyum hangat nan tulus di wajahnya.Ayah suka kukis cokelat, aku baru tahu, batin Daxton sembari menatap kukis cokelat di tangannya yang tinggal separuh."Dulu aku selalu membelikan banyak kukis cokelat untuknya, tapi ...," ucapan Wozard terhenti, ia mendongak menatap langit, "Aku tidak tahu akankah ia masih menyukainya hingga saat ini atau tidak."Daxton menunduk dalam, anak lelaki berusia 8 tahun itu menatap lama kukis cokelat di tangannya.Benar, aku tidak pernah lihat Ayah makan kukis cokelat, apa Ayah sudah tidak suka lagi y
"Ti-tidak bisa, sebaiknya kau ba-bantu aku u-untuk ke rumah Dok ...."Iris langsung berjongkok kembali begitu Jonas pingsan, perempuan itu menatap sekeliling dan tak menemukan apa pun yang bisa ia gunakan untuk membungkus luka Jonas. Pada akhirnya Iris memilih melepas jaket abu-abunya lalu merobek kemeja bagian bawah kiri dengan pisau yang ada dalam tas slempangnya.Dengan terburu-buru Iris segera mengikatkan robekkan kain barusan ke luka di perut Jonas, setelahnya remaja perempuan itu mengenakan kembali jaket abu-abunya."Bertahanlah, Kak!" ucapnya sembari memapah Jonas dengan susah payah, perlahan perempuan itu keluar dari gubuk berdebu di kawasan gang kumuh Kota Evanesant.Iris tadinya hendak menghubungi seseorang, tetapi sepertinya lebih baik membawa Jonas ke rumah sakit lebih dulu baru setelahnya menghubungi seseorang itu."Harusnya kau tidak melawan mereka seorang diri, Kakak lelaki," gumam Iris sembari terus berusaha memapah Jonas dengan benar.Setelah keluar dari gang kumuh it
Wozard menghela napas, ditatapnya lama Gozard lalu lelaki yang merupakan Kakak kandung Gozard itu menepuk bahu sang adik lelaki."Berhenti memaksakan sesuatu pada orang lain ketika kau bahkan di masa lalu juga tidak menyukai hal itu," ucap Wozard lirih lalu membalikkan badan hendak pergi dari Guiner Mansion."Tunggu!" seru Gozard menghentikan langkah sang Kakak lelaki.Wozard berhenti, meski begitu ia tak menolehkan kepala."Kenapa kau begitu peduli pada Daxton?"Wozard seketika membalikkan badan, wajah tanpa ekspresinya kini kembali terpampang di depan Gozard."Apa ada alasan untuk tidak peduli pada keluarga?" Wozard justru mengajukan pertanyaan balik, membuat Gozard pada akhirnya merasa jengah dan sedikit kesal."Baiklah, kau bisa pergi bersama Daxton, Kakak lelaki!""Terima kasih!" Meski kesal bahkan kecewa pada Gozard, sampai kapan pun Wozard benar-benar tak bisa membenci atau bahkan berdoa agar adik laki-lakinya ini mati, ia tidak bisa melakukannya meski sangat ingin."Sama-sama!"
Gozard hanya diam menatap putra sulungnya itu, tetapi berikutnya ia kembali menatap ke arah depan, tak lagi memfokuskan diri pada putra sulungnya, Daxton.Apa Ayah tidak marah? Batin anak lelaki berusia 8 tahun itu usai membuka mata, dan menyadari Gozard tak memarahi atau pun memukulnya.Daxton bahkan sampai menatap Ayahnya itu cukup lama, sampai Gozard berucap membuat ia jadi menundukkan kepalanya lagi."Jangan kira kau tidak akan mendapat hukuman, Daxton! Kau sudah melanggar aturan yang kubuat!"SUV hitam yang dikendarai oleh Nozer melaju semakin kencang membelah jalanan Kota Evanesant usai Gozard memintanya agar menambah kecepatan.***Begitu tiba di rumah, Gozard terkejut melihat siapa yang berdiri dengan wajah tenang di pelataran Guiner Mansion.Daxton yang melihat seseorang itu langsung berlari mendekat. "Paman Wozard!" Anak kecil itu lalu menyapa dengan sopan, tubuhnya membungkuk, yah sesuai dengan apa yang selalu diajarkan oleh Gozard dan Posie.Benar, seseorang itu adalah Woz
Daxton asik bermain bersama Darcel di taman belakang panti asuhan, tanpa pernah menyadari sang Ayah telah tiba di sana, sayangnya saat itu Vanderz telah pergi dari Evanest House untuk membeli beberapa buku baru."Kau lempar yang jauh lagi, Daxton!" seru Darcel sembari melempar batu ke arah danau.Daxton menganggukkan kepala lalu tangan kanannya sudah terkepal berisikan batu yang akan ia lempar ke danau, tiba-tiba saja sebuah suara menghentikannya."Daxton Guiner!"Tanpa perlu menoleh anak lelaki berusia 8 tahun itu sudah tahu suara milik siapa yang barusan menyebut namanya dengan lengkap.Perlahan Daxton dan Darcel menolehkan kepala mereka.Dan, mereka menemukan Gozard berdiri bersama Nozer agak jauh di belakangnya."A-ayah!"Gozard langsung mendekat lalu menatap Darcel dengan senyuman, dan beralih menatap Daxton dengan ekpresi wajah serius. Lelaki paruh baya itu bahkan berjongkok agar tingginya sejajar dengan sang putra."Kau tidak izin pada Ayahmu untuk pergi ke sini Daxton? Ada apa
"Bangun, Daxton! Kau baru saja mulai dan sudah ambruk huh?" Teriakan penuh amarah menggema di seluruh penjuru Guiner Mansion, membuat seorang anak lelaki yang sejak tadi berlari memutari lapangan belakang mansion berusaha untuk berdiri."Daxton!"Anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam, tangannya bergetar dan bulir keringat membasahi dahinya, ia tak lagi sanggup untuk berlari seperti permintaan sang Ayah, jangankan berlari untuk berdiri saja ia sudah tak sanggup.Lelaki yang barusan berteriak menggelegar penuh amarah segera berjalan mendekati si anak lelaki, dan dengan kuat menarik tangan si anak lelaki bernama Daxton Guiner itu."Bangun! Kau ini lelaki dan seorang lelaki tidak boleh lemah, Daxton Guiner!" Lelaki itu kembali berteriak dan memaksa Daxton untuk berdiri dengan benar."Berhenti, Gozard Guiner!""Ayah mertua tidak perlu ikut campur!" balas si lelaki yang rupanya bernama Gozard Guiner."Aku berhak ikut campur karena Daxton juga cucuku!" sahut seseorang barusan yang diseb...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments