Wozard menghela napas, ditatapnya lama Gozard lalu lelaki yang merupakan Kakak kandung Gozard itu menepuk bahu sang adik lelaki."Berhenti memaksakan sesuatu pada orang lain ketika kau bahkan di masa lalu juga tidak menyukai hal itu," ucap Wozard lirih lalu membalikkan badan hendak pergi dari Guiner Mansion."Tunggu!" seru Gozard menghentikan langkah sang Kakak lelaki.Wozard berhenti, meski begitu ia tak menolehkan kepala."Kenapa kau begitu peduli pada Daxton?"Wozard seketika membalikkan badan, wajah tanpa ekspresinya kini kembali terpampang di depan Gozard."Apa ada alasan untuk tidak peduli pada keluarga?" Wozard justru mengajukan pertanyaan balik, membuat Gozard pada akhirnya merasa jengah dan sedikit kesal."Baiklah, kau bisa pergi bersama Daxton, Kakak lelaki!""Terima kasih!" Meski kesal bahkan kecewa pada Gozard, sampai kapan pun Wozard benar-benar tak bisa membenci atau bahkan berdoa agar adik laki-lakinya ini mati, ia tidak bisa melakukannya meski sangat ingin."Sama-sama!"
"Ti-tidak bisa, sebaiknya kau ba-bantu aku u-untuk ke rumah Dok ...."Iris langsung berjongkok kembali begitu Jonas pingsan, perempuan itu menatap sekeliling dan tak menemukan apa pun yang bisa ia gunakan untuk membungkus luka Jonas. Pada akhirnya Iris memilih melepas jaket abu-abunya lalu merobek kemeja bagian bawah kiri dengan pisau yang ada dalam tas slempangnya.Dengan terburu-buru Iris segera mengikatkan robekkan kain barusan ke luka di perut Jonas, setelahnya remaja perempuan itu mengenakan kembali jaket abu-abunya."Bertahanlah, Kak!" ucapnya sembari memapah Jonas dengan susah payah, perlahan perempuan itu keluar dari gubuk berdebu di kawasan gang kumuh Kota Evanesant.Iris tadinya hendak menghubungi seseorang, tetapi sepertinya lebih baik membawa Jonas ke rumah sakit lebih dulu baru setelahnya menghubungi seseorang itu."Harusnya kau tidak melawan mereka seorang diri, Kakak lelaki," gumam Iris sembari terus berusaha memapah Jonas dengan benar.Setelah keluar dari gang kumuh it
Setelah mendengar cerita Wozard mengenai sang Ayah, Daxton diam-diam melengkungkan bibirnya ke atas sembari menatap kukis cokelat di tangannya, makanan kegemarannya yang rupanya juga jadi kegemaran sang Ayah.Kali ini anak lelaki berusia 8 tahun itu mendongak menatap langit yang siang ini membiru cerah lalu beralih menatap Wozard."Jadi Ayahku juga suka kukis cokelat ya, Paman?"Wozard menganggukkan kepala dengan bibirnya yang melengkung ke atas, menciptakan senyum hangat nan tulus di wajahnya.Ayah suka kukis cokelat, aku baru tahu, batin Daxton sembari menatap kukis cokelat di tangannya yang tinggal separuh."Dulu aku selalu membelikan banyak kukis cokelat untuknya, tapi ...," ucapan Wozard terhenti, ia mendongak menatap langit, "Aku tidak tahu akankah ia masih menyukainya hingga saat ini atau tidak."Daxton menunduk dalam, anak lelaki berusia 8 tahun itu menatap lama kukis cokelat di tangannya.Benar, aku tidak pernah lihat Ayah makan kukis cokelat, apa Ayah sudah tidak suka lagi y
Satu minggu telah berlalu.Daxton duduk termenung di danau belakang Guiner Mansion. Wajah anak lelaki itu begitu murung."Tuan Muda!" Sampai Nozer datang menyapanya dengan senyuman hangat."Nozer!" Daxton segera menggeser tubuhnya, seolah mempersilakan Nozer untuk bergabung, duduk di batang pohon tumbang yang telah lama mati itu."Selamat siang, kenapa Tuan Muda di sini seorang diri?" Nozer bertanya dengan hangat. Lelaki itu tak duduk di sebelah Daxton, melainkan berlutut di hadapan sang majikan muda.Kemurungan kembali datang di wajah Daxton, dan Nozer segera mengerti apa yang menjadi penyebab kemurungan itu."Tuan pasti memiliki alasan mengapa melarang Tuan Muda untuk mengikuti karya wisata ke museum," ucap Nozer seraya bangkit dan menepuk bahu Daxton.Alasannya karena ia tak ingin fokusmu terpecah, ia ingin dalam kepalamu hanya ada tentang politik. Malang sekali dirimu, Tuan Muda. Dalam hati Nozer mengasihani Daxton. Tetapi segera lelaki itu menyadari, bahwa Daxton tak perlu dikasi
"Bangun, Daxton! Kau baru saja mulai dan sudah ambruk huh?" Teriakan penuh amarah menggema di seluruh penjuru Guiner Mansion, membuat seorang anak lelaki yang sejak tadi berlari memutari lapangan belakang mansion berusaha untuk berdiri."Daxton!"Anak lelaki berusia 8 tahun itu hanya diam, tangannya bergetar dan bulir keringat membasahi dahinya, ia tak lagi sanggup untuk berlari seperti permintaan sang Ayah, jangankan berlari untuk berdiri saja ia sudah tak sanggup.Lelaki yang barusan berteriak menggelegar penuh amarah segera berjalan mendekati si anak lelaki, dan dengan kuat menarik tangan si anak lelaki bernama Daxton Guiner itu."Bangun! Kau ini lelaki dan seorang lelaki tidak boleh lemah, Daxton Guiner!" Lelaki itu kembali berteriak dan memaksa Daxton untuk berdiri dengan benar."Berhenti, Gozard Guiner!""Ayah mertua tidak perlu ikut campur!" balas si lelaki yang rupanya bernama Gozard Guiner."Aku berhak ikut campur karena Daxton juga cucuku!" sahut seseorang barusan yang diseb
Setibanya di kediaman sang Kakek—Kaslo Nesser, Daxton dibawa oleh lelaki paruh baya itu menuju ke taman dan dibiarkan duduk di kursi taman."Daxton, mulai sekarang kau tinggal bersamaku, kau tinggal bersama Kakekmu ini," ungkap Kaslo yang berjongkok di hadapan Daxton sembari memegang kedua bahu anak lelaki berusia 8 tahun itu.Daxton yang masih lemah hanya menganggukkan kepala sembari tersenyum tipis.Anak lelaki berusia 8 tahun itu selalu berdoa agar Kaslo panjang umur, ia selalu berharap Kaslo sehat dan baik-baik saja karena hanya Kaslo yang peduli padanya, di dunia ini hanya Kaslo yang menyayanginya dengan tulus, hanya Kakeknya itu yang menerimanya dan mengkhawatirkannya."Baiklah, mari kita masuk dan kau beristirahat dulu nanti aku akan memanggilkan seorang dokter untuk memeriksamu lagi," ucap Kaslo dengan ramah yang dibalas anggukkan patuh oleh Daxton.Dengan segera Kaslo kembali menggendong cucu lelakinya itu, cucu yang selalu ia harapkan tumbuh dengan baik, tumbuh menjadi manus
Daxton menatap Darcel membuat anak lelaki itu tertawa lagi, "Hei, aku hanya bertanya kenapa kau menatapku seolah aku mencuri sesuatu darimu?" ucap Darcel membuat Daxton hanya diam."Kau tidak mau datang lagi ke panti asuhan yah?" Darcel kembali mengajukan pertanyaan yang sebelumnya tak dijawab oleh Daxton."Kenapa aku harus datang ke sana?"Darcel menghela napas lalu tersenyum miris. "Benar juga, rumahmu kan jauh lebih nyaman ketimbang panti asuhan yah, aku lupa."Daxton hanya diam tak berusaha untuk meminta maaf, meski ia tahu Darcel tampaknya sedikit tersinggung atas ucapannya barusan.'Siapa peduli siapa menyinggung siapa? Persetan dengan perasaannya yang tersinggung, lenyapkan saja ia, aku sudah muak melihat wajahnya!'Dalam kelebatan ingatan Daxton kembali mengingat ucapan sang Ayah yang memerintahkan salah satu body guard di rumah untuk melenyapkan seseorang yang Daxton tak tahu siapa itu, dan menyebutkan mengenai sesuatu bernama tersinggung, yang ia ketahui maknanya setelah ber
Buku-buku yang dibelikan oleh Gozard adalah buku yang ditulis oleh Nikola Millian seorang professor dan ilmuwan."Aku akan menemui Daxton lagi, kau simpan saja buku-buku itu untuk kita serahkan pada pihak panti asuhan," ucap Gozard yang segera diangguki oleh Posie.Usai mengatakan hal itu Gozard keluar dari kamar Daxton, dan berjalan menuju ruang belajar di mana putra sulungnya berada."Daxton!" Gozard kini berjongkok dan memegang kedua bahu putra sulungnya, tatapan lelaki itu begitu serius. "Dengarkan ini baik-baik, Daxton! Kau hanya boleh bermimpi dan bercita-cita menjadi seorang presiden! Aku melarangmu untuk bermimpi atau pun memiliki cita-cita menjadi seorang professor dan guru!" Daxton terdiam tatapan anak lelaki berusia 8 tahun itu mengosong, dan air mata kembali luruh membasahi wajah yang sudah sembap juga merah itu.Sayapnya untuk terbang tinggi menggapai mimpi telah dipotong oleh Ayahnya sendiri-Gozard Guiner."Lupakan seluruh buku-buku milik Nikola Millian! Berhenti untuk