Di hari ulang tahun pernikahannya, Victor menyiapkan cincin sebagai kado untuk istrinya, Emma. Namun sang istri mencampakkan cincin itu di depan Victor, menganggapnya barang palsu. Emma bahkan memamerkan kalung seharga $5.000 yang baru saja dia dapatkan dari seorang pria kaya yang baru saja mentraktirnya makan di sebuah restoran mewah. Sang istri meminta cerai, karena sudah tak tahan hidup mengenaskan bersama suami pecundang sepertinya. Satu hal yang Emma tak tahu, hadiah yang baru saja dia tolak adalah cincin seharga 1 Juta dolar. Begitu mengetahui harga dari cincin itu, sayangnya mereka sudah bercerai. Parahnya, Emma malah mengambil cincin itu tanpa sepengetahuan Victor dan menjualnya kembali. Perselisihan mantan suami istri itu pun mulai memanas dari situ, hingga berujung pada tindakan criminal yang jauh lebih serius, hingga melibatkan banyak mafia berbahaya di Indianapolis.
View MoreSaat ini musim panas, dan suhu di jalanan yang padat itu sudah mencapai 35,6 derajat (Celcius). Seorang pria mengendari skuter dengan banner sebuah kedai pizza sedang bertugas mengantarkan pesanan.
Wajahnya sudah basah oleh keringat, sedikit dekil karena debu jalanan. Namun sekarang dia malah terjebak oleh tumpukan mobil di depan dan belakangnya. Bagaimana pun, pesanan pizza itu harus diantarkan tepat waktu.
Ketika dia tiba di lobi sebuah perusahaan farmasi, resepsionis wanita itu tersenyum manis padanya.
“Kau terlambat lagi.” Wanita itu diam sesaat untuk melihat jam tangannya. “Ya, 15 detik!” Wanita itu melanjutkan.
“Saya tahu saya datang tepat waktu, dan anda sengaja menahanku selama 15 detik,” jawab si pengantar pizza mencoba berdalih.
Tiba-tiba, seorang pria berjas hitam rapi lewat. Dia segera mengambil kotak pizza itu dan membawanya ke tempat sampah.
“Pergi dari sini. Kami tidak akan membayar pesanan ini,” kata pria tersebut, masih memegang kotak pizza di atas tong sampah.
Si pengantar pizza menghela nafas, lalu keluar dari gedung. Dia terlihat murung duduk di atas skuternya, memikirkan pizza yang harus dia bayar dengan uang kantongnya sendiri.
Sementara itu, pria berjas hitam tadi mengembalikan pizzanya kepada si resepsionis. Mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak.
“Katakan pada ayahku, aku akan pergi menemui calon menantunya. Aku tidak akan pulang malam ini.”
“Baiklah, Tuan Lucas!”
Pria bernama Lucas itu pun keluar dan menuju mobil yang sudah menunggunya. Sebelum masuk ke mobil, dia melihat si pengantar pizza masih di sana bersama skuternya.
“Hei, minggir. Kau menghalangi mobilku,” katanya dengan kasar.
Si pengantar pizza bersegera hendak membawa skuternya pergi. Namun Lucas langsung menendang skuternya dan membentaknya karena telah merusak pemandangan di kantornya itu.
“Jangan pernah kau bawa lagi skuter jelekmu itu ke sini!” bentaknya sebelum masuk ke dalam mobil.
Si pengantar pizza tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia memang bukan siapa-siapa, hanya bisa melihat mobil itu berlalu pergi sembari menahan rasa jengkel.
Dia adalah Victor William, pria berusia 25 tahun lulusan Purdue University. Terlepas dari latar belakang pendidikannya, ia tidak memiliki pengalaman kerja selain mengantarkan pizza dalam 5 tahun terakhir.
Sesampainya di toko pizza di mana dia bekerja, bosnya menemukan goresan pada skuter yang ia gunakan itu.
“Apa-apaan ini?! Hei, Victor! Apa yang telah kau perbuat dengan skuter ini?”
“Maafkan aku, Tuan Benigno. Itu gara-gara si konsumen songong yang memesan pizza kita,” jelas Victor.
“Dasar anak lon…? Jangan bilang kalau kau terlambat lagi mengantakan pizzanya?!”
“Aku benar-benar minta maaf,” ucap Victor mengalah. “Aku akan membayar pizzanya, dan juga biaya untuk perbaikan skuter itu,” lanjut Victor sebelum berlalu pergi menuju ke belakang toko.
“Hei, kau pikir urusan kita sudah selesai?!” Tuan Benigno berteriak padanya.
Tapi Victor hanya mengabaikannya dan berlalu pergi.
Ia diam saja di belakang toko, tampak murung memikirkan gaji kecil yang harus dipotong lagi.
Pada hal, hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya. Dia berencana memberi kejutan pada sang istri. Namun, kejutan apa yang bisa ia berikan kali ini.
Hingga tiba-tiba ponselnya berdering dan dia langsung menjawab panggilan tersebut.
[Victor, ini Viona. Aku baru saja mendapat pesan dari ayahmu]
Suara wanita di telepon itu sangat datar, membuat wajah Victor menjadi muram memikirkan hal buruk yang mungkin sedang menimpa ayahnya.
Namun tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah lagi dan dia langsung berlari menuju tempat parkir.
Dia melihat Tuan Benigno masih berada di depan toko, jadi Victor hanya menyapa sembari lewat.
“Maafkan aku, Tuan Benigno. Aku harus pergi!”
“Hei, bocah! Kau tidak bisa main pergi begitu saja hanya dengan mengatakan aku harus pergi! Apa kau ingin aku pecat?” Tegur Tuan Benigno.
Victor berhenti dan segera berbalik ke arah pria gendut itu. “Kalau begitu terima saja pengunduran diriku. Aku akan membayar pizza serta ganti rugi atas goresan di body skuter itu. Nanti akan aku transfer, dua kali lipat,” jelas Victor setengah berteriak sebelum berlari ke seberang jalan.
Dia pun sampai di sebuah toko kue, toko yang telah dia kunjungi beberapa kali sebelumnya. Saat masuk, resepsionis yang ramah langsung menyambutnya.
Sebenarnya, Victor telah mengunjungi toko ini sebelumnya untuk melihat-lihat kue untuk ulang tahun pernikahannya. Namun sekarang, dia mengunjungi toko tersebut bukan hanya untuk melihat-lihat. Sebaliknya, dia langsung memesan yang termewah.
“Ini!” ucap Victor sambil menyerahkan kartu kreditnya dengan tangan yang sedikit gemetar.
Ia masih belum mengetahui secara pasti apakah kartu kreditnya benar-benar bisa membeli kue yang mahal tersebut atau tidak.
“Ini, silakan!” kata resepsionis sambil menunjukkan kepada Victor sebuah perangkat EDC untuk kartu kreditnya.
Setelah menggunakan alat tersebut untuk bertransaksi, barulah di situ Victor mengetahui secara pasti kondisi kartu kreditnya saat ini benar-benar mampu membeli kue mewah itu.
“Tolong, nanti antarkan saja kuenya ke alamat ini,” kata Victor sambil menuliskan alamat rumahnya.
Setelah itu, dia meninggalkan toko tersebut dan kembali berlari dengan begitu bersemangat, hingga dia sampai di sebuah toko perhiasan yang juga sudah sering dia kunjungi dalam beberapa bulan terakhir.
Dia tidak berencana untuk tinggal lama di sana. Langsung saja ia meminta perhiasan terbaik dengan harga $1 juta. Dia menyerahkan kartu kreditnya dan meminta pemilik toko untuk mengurus semuanya.
Pemilik toko terlihat ragu dengan penampilan Victor yang masih mengenakan seragam pengantar pizzanya. Namun kemudian, wajah pemilik toko itu langsung berubah setelah dia memeriksa kartu kredit Victor.
“Tapi tuan! Apakah Anda akan baik-baik saja membawa barang mahal ini keliling kota tanpa penjaga?” tanya pemilik toko dengan berbisik.
“Tenang saja. Tak seorang pun akan menyangka orang berpenampilan sepertiku akan membawa benda berharga seperti itu di sakuku,” bisik Victor kekanak-kanakan.
Si pemilik toko mengangguk pelan, seakan mengerti. Dia berpikir mungkin Victor adalah orang kaya yang hanya menggunakan seragam kotor tersebut karena suatu alasan tertentu.
Kebetulan, ada pasangan yang tidak terlalu jauh dari Victor. Keduanya terlihat sudah menemukan cincin pernikahan yang mereka sukai. Namun kemudian, wajah keduanya terlihat murung setelah melihat harganya.
“Apakah kalian berdua akan menikah?” tanya Victor.
Mereka berdua mengangguk kecil. Entah kenapa, mereka terlihat enggan berbicara dengan Victor, seseorang yang hanya mengenakan seragam pengantar pizza lusuh ke toko perhiasan. Namun Victor tetap tersenyum pada mereka, masih dengan wajah bersemangatnya.
Beberapa saat kemudian, saat Victor menerima pesanannya, dia pergi dengan menyempatkan diri menepuk bahu pasangan itu.
“Semoga pernikahan kalian berjalan dengan baik,” ucapnya.
Setelah Victor keluar, si pemilik toko mendekati pasangan itu dan mengeluarkan satu cincin yang telah mereka amati sedari tadi.
“Ini, silakan. Pria tadi sudah membayar cincin ini untuk kalian berdua.”
Bukannya bahagia, pasangan itu malah terlihat bingung. Apalagi, yang laki-laki sebenarnya tidak lah terlalu miskin untuk menerima pemberian itu.
Saat ini, Victor masih sibuk melakukan segala hal untuk memastikan dirinya memberikan kejutan terbaik untuk istrinya. Melihat pasangan tadi, membuatnya sedikit bernostalgia, memikirkan masa-masa sulit bersama istrinya di masa lalu.
Namun kini, gelora semangat membuatnya begitu tak bisa tenang. Dia bahkan pulang ke rumah dengan berlari karena sakin bahagianya. Setibanya di rumah, dia langsung mandi, mengganti pakaian, dan mempersiapkan segalanya di atas meja makan kecil di ruang keluarga yang juga cukup sempit.
Dia menyiapkan makan malam diterangi cahaya lilin, ditemani anggur Cabernet Sauvignon antik yang bernilai lebih dari 100 ribu dolar. Dia beruntung bisa menemukan anggur seperti itu dalam waktu singkat. Sekarang dia agak khawatir apakah dia bisa membuka botolnya dengan benar seperti yang biasa dilihatnya di TV.
“Ah, sial! Seharusnya aku membeli jas baru juga,” gumamnya sambil menepuk kepalanya.
Tapi mau bagaimana lagi, sebentar lagi istrinya akan pulang kerja. Ia berpikir, mungkin akan lebih dramatis jika tetap menggunakan setelan sederhananya, lalu mengejutkan sang istri dengan cincin emas 24 karat bertahtakan berlian.
Ia jadi tidak sabar, membayangkan reaksi istrinya saat melihat kejutan yang sudah dia persiapkan tersebut. Akan tetapi, hingga malam tiba, istrinya belum juga pulang.
Ia berniat menelpon, namun langsung dibatalkannya. “Aku harus bersabar! Apa artinya memberikan kejutan jika dia tahu aku sudah menyiapkan segalanya untuknya.”
Sayangnya, hingga tengah malam, dia masih sendirian menunggu. Dia semakin khawatir sesuatu mungkin telah terjadi pada istrinya tersebut. Baru di situ dia mencoba untuk menelepon.
Namun tidak ada yang menjawab panggilannya. Karena kekhawatiran yang semakin besar, ia memutuskan untuk pergi mengunjungi toko apotek di mana istrinya bekerja.
Saat dia membuka pintu, dia malah menemukan istrinya pulang dengan langkah terhuyung-huyung.
“Emma? Dari mana saja kamu?” Victor bertanya.
Istrinya tiba-tiba mendarat di dadanya. Victor segera memalingkan wajah begitu menyadari bau alkohol yang menyengat dari mulut Emma.
“Kamu mabuk?”
“Minggir kau, dasar pecundang! Jangan mencoba menguliahiku. Aku membutuhkan ini, gara-gara harus hidup bersama pecundang sepertimu!”
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria
Alih-alih masuk ke dalam mobil, Victor malah membuang muka, terlihat enggan mengendarai mobil itu. Lagi pula ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan Viona kepadanya bahwa mobil itu adalah miliknya. Namun kemudian, Martin menghampirinya, mencoba mengenali Viona yang ada di dalam mobil. Tentu saja Martin tahu tentang Viona meski tak begitu dekat dengannya. Sebenarnya Martin adalah salah satu orang yang ingin direkrut Viona untuk menggantikan beberapa pejabat yang keluar dari Counterbrand beberapa waktu yang lalu. “Hey, apakah itu bosmu?” tanya Martin berbisik dari belakang telinga Victor. Victor berbalik, dan terlihat agak bingung dengan pertanyaan Martin. “Wanita di dalam mobil itu! Apakah itu bosmu?” Martin mengulangi pertanyaannya. “Dia?! Oh benar. Dia adalah Viona Emery. Bos baruku di Counterbrand,” jawab Victor. Martin agak enggan menyapa Viona, karena Viona memasang wajah dingin di dalam mobil, berlagak seolah tak mengenalinya. Lagipula ia sudah menolak tawaran Viona
Namun pria bernama Marco itu masih belum mempercayainya. “Tidak mungkin dia hanya seorang sopir. Entah kita harus mengetahui siapa dia, atau tentang orang yang menyerangmu sebelumnya, kita tidak akan pergi dari sini sebelum memastikan itu.”“Kau serius? Bagaimana jika kita tidak bisa mendapatkan apa pun? Apa kita akan selamanya di sini!”Dan tiba-tiba...Crash!!“Kampret!”Kaca spion bagian kanan baru saja terkena sesuatu.Ketiga orang itu langsung menunduk menutupi kepala mereka karena keterkejutan itu. Tidak jelas apa penyebabnya, tapi mereka khawtir saat ini ada orang yang baru saja menembak mereka dari suatu tempat.“Apa itu tadi?” tanya Chappy berbisik dengan wajah pucatnya.Marco mengambil resiko untuk mencari tahu, mencoba menguntit sekelilingnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun.Lagi pula, dia hanya mengintip dengan mengangkat kepalanya sedikit saja, tidak ingin kepalanya menjadi sasaran peluru.“Apa kau melihat sesuatu?” tanya Bob.Tapi Marco tidak memberikan jawaban. Dia me
Hal itu membuat Emma begitu ketakutan. Memang, dia mencoba melakukan sesuatu pada gadis itu. Tapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi seserius ini. Dia menjadi panik karena semua mata tertuju padanya.“Emma, ada apa ini?” tanya Robert, pemilik bar. “Apa kamu benar-benar melakukan sesuatu terhadap pelanggan kita?”Untungnya, salah satu teman gadis itu datang. Dia menghentikannya, mencegahnya menelepon polisi.“Hei, tenanglah! Mereka bilang Anne memiliki alergi terhadap sesuatu pada makanannya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka tanpa mengetahui apa pun tentang alergi Anne.”Mendengar perkataan itu, sang pemilik bar yakin bahwa itu bukan kesalahan Emma, karena dia hanya seorang operator, sedangkan makanannya disajikan oleh karyawan lain di dapur.“Emma, apa yang gadis itu pesan?” tanya Robert.“Taco, yang super pedas,” jawab Emma dengan penuh rasa bersalah.Pemilik bar tidak menganggap ada yang aneh dengan pesanan tersebut, karena tidak jarang ada orang yang meminta ta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments