Emma tenggelam dalam pikirannya yang dalam, mencoba mencerna kata-kata Lucas. Harus dia akui tadi itu Victor terlihat begitu kelam, murung, dan begitu tak bersemangat saat wanita itu membawanya ke dalam limousine.
Namun begitu, dia masih begitu sulit menerima kenyataan kalau Victor adalah seorang gigolo. Dia mungkin menilai Victor rendah, tapi tidak sampai menganggapnya serendah itu juga.
Dan sekarang, Lucas malah tak bisa menahan tawanya melihat Emma yang masih kebingungan itu.
“Coba pikirkan lagi, apakah ada kemungkinan lain yang masuk akal. Dilihat dari gayanya saja, jelas sekali wanita itu adalah wanita kelas atas yang angkuh dan suka merendahkan orang. Wanita-wanita yang seperti ini kebanyakan belum menikah. Mereka memandang laki-laki lebih sebagai mainan, karena mereka lebih mementingkan karir dan uang. Soal kehangatan di malam hari, mereka bisa membayar seorang gigolo tanpa harus hidup terikat.”
Emma tertegun mendengar penjelasan seperti itu. Masalahnya, perkataan Lucas tersebut justru terdengar sangat tepat dalam menggambarkan sosok Lucas sendiri, hanya saja pada posisi sebaliknya.
Kini Emma mulai khawatir Lucas juga akan melihat dirinya seperti itu, melihat wanita hanya sebagai mainan untuk memenuhi hasratnya saja. Mobil itu terus berjalan sementara Emma masih dalam kegelisahannya, gelisah bahwa dia mungkin telah salah memilih laki-laki.
“Satu hal yang pasti, kamu sudah terbebas dari pecundang itu,” lanjut Lucas, menoleh ke arah Emma dengan sedikit tersenyum dan menaikkan satu alis mata. “Sekarang cuma tinggal urusan bagaimana kita menemukan pengacara terbaik untukmu. Aku bisa saja membantumu, tapi aku ingin bagian dari keuntungan yang akan kamu peroleh dari ini semua.”
“Bagian dari keuntungan? Keuntungan apa yang kamu bicarakan? Aku hanya menuntut apa yang menjadi milikku,” ucap Emma dengan memasang wajah lugu sok tak berdosanya.
“Ayolah! Tak usah berlagak di depanku. Aku tidaklah sebodoh itu,” Lucas kembali menoleh ke arah Emma sebelum tertawa lepas.
Emma hanya bisa membuang muka, tampak tak terima jika dia harus membagi sebagian dari harta yang akan dia kuras dari Victor. Namun begitu, dia tak bisa juga memikirkan cara lain untuk memenangkan sengketa perceraian itu, tanpa bantuan dari Lucas untuk membayar seorang pengacara.
Ketika mobil itu sampai di depan rumahnya, barulah Emma teringat bahwa rumah tersebut saat ini terkunci. Satu kunci yang dia miliki tertinggal di dalam kamarnya. Sedangkan kunci lainnya dibawa oleh Victor yang merupakan orang terakhir yang mengunci pintu.
“Ada apa?” tanya Lucas ketika melihat Emma tampak enggan keluar dari mobil.
“Aku tidak memiliki kunci rumah saat ini,” jawabnya.
Lucas menghela nafas dan memasang wajah lelah tak bersemangatnya. Pada akhirnya, mobil itu kembali melaju meninggalkan rumah itu, tak jelas hendak ke mana akan di bawanya mantan istri orang yang baru saja dia curi itu.
Sementara itu, Victor mendapatkan ceramah panjang dari Viona dalam perjalanan mereka menuju kantor. Ini tentang dia yang menggunakan uangnya secara sembarangan, menghabiskan hampir 2 Juta dolar hanya dalam satu hari.
“Aku bisa mengerti, kamu mungkin senang setelah ayahmu mencabut larangan penggunaan uang yang kamu simpan di rekening bankmu itu. Tapi aku benar-benar tak habis pikir, kamu menghabiskan uang sebanyak itu hanya dalam beberapa jam,” gerutu Viona sambil mengurut jidatnya.
Victor hanya terdiam. Faktanya, dia belum mengucapkan sepatah kata pun sejak berada di dalam limousine tersebut.
“Ke mana kamu menghabiskan uang sebanyak itu? Aku tahu kamu selalu hidup hemat sejak dulu. Jangan bilang kalau kamu menghabiskan semuanya untuk wanita itu?”
Viktor masih diam. Namun untuk sesaat dia melirik sekilas ke arah Viona sebelum menyembunyikan wajah bersalahnya. Dan Viona tidak melewatkannya.
“Ternyata benar! Aku tahu pasti karena kemarin adalah ulang tahun pernikahanmu, kan?”
Victor memalingkan wajahnya ke arah Viona dengan tatapan tidak percaya, bagaimana dia bisa tahu kalau itu adalah hari ulang tahun pernikahannya.
“Kamu! Apa kamu telah memata-mataiku selama ini?” tanya Victor tampak tak senang.
“Kamu pasti menghabiskan uang itu untuknya, kan?” balas Viona, mengabaikan pertanyaan Victor. “Dasar! Kenyataan sekarang dia malah meminta cerai membuatku muak. Sudah berapa kali kubilang, penyihir sialan itu sama sekali tidak pantas untukmu,” lanjut Viona dalam khotbahnya.
“Bagaimana kamu begitu yakin dialah yang meminta cerai?” balas Victor sambil berusaha tersenyum jumawa, berlagak seolah dialah yang mencampakkan Emma, bukan sebaliknya.
“Aku tahu betul sifatmu. Mana mungkin kamu yang meminta perceraian itu. Kamu itu sudah bucin tingkat akut pada gadis penyihir itu,” jawab Viona dengan senyum puas yang sama. “Kamu itu naïf seperti bocah yang tak tegaan. Tahu rasa sekarang, disakit oleh orang yang begitu kamu cintai!”
Senyum jumawa Victor perlahan reda. Kini dia kembali ke wajahnya yang muram. Viona hanya bisa menggelengkan kepalanya, sadar bahwa mungkin Victor masih belum sepenuhnya move on dari Emma.
“Aku cuma ingin bilang, ayahmu juga sudah mengetahui hal ini?”
“Tentang apa? Tentang perceraianku dengan Emma?” tanya Victor.
“Tak ada yang peduli dengan nasib pernikahanmu dengan penyihir itu?” bantah Viona. “Ayahmu tahu bahwa kamu menghabiskan uang dengan sembarangan. Sebenarnya sampai kemarin malam dia masih ada di sini. Dia begitu tak sabar untuk segera bertemu denganmu. Tapi begitu dia tahu kamu membelanjakan uang dengan serampangan begitu, dia meninggalkan Indiana dan langsung kembali ke San Francisco.”
Victor terlihat sangat bingung, khawatir bahwa mungkin dia benar-benar telah mengecewakan ayahnya. Kini ia bahkan merasa keputusannya untuk berhenti dari toko pizza itu, dengan cara penuh percaya diri seperti itu, adalah sebuah keputusan yang salah. Sepertinya dia harus kembali hidup dengan pekerjaan kelas bawah lagi, untuk membuktikan kepada ayahnya bahwa dia layak menerima kepercayaan.
“Sial! Dia pasti kecewa padaku,” gumam Victor nampak begitu menyesal.
Tapi kemudian, dia terpikir akan limousine yang sedang membawanya ke kantor perusahaan Counterbrand, dan Viona sebelumnya mengatakan saat ini semua manajer sudah menunggunya.
“Tunggul dulu! Kalau begitu, kenapa aku masih harus…”
Dia kembali memalingkan wajah ke arah Viona, dan Viona langsung menghela nafasnya sebelum menjelaskan lebih lanjut.
“Kamu beruntung, ayahmu tidak membatalkan keputusannya mengangkatmu sebagai Presiden Counterbrand, perusahaan cabang yang sudah dipersiapkannya untukmu dalam 5 tahun ini. Tapi kabar buruknya adalah, ayahmu kembali melarang penggunaan rekening bank itu.”
“Eeeeh? Rekening bank itu?” Victor merespons dengan wajah terkesima dan pucat.
“Kamu hanya bisa menggunakan uang dari gajimu sebagai CEO di Counterbrand. Dan satu hal lagi, jangan pikir aku di sini sebagai pelayanmu. Aku ini orang kepercayaan Charles William, pebisnis paling disegani di Amerika, camkan itu!”
Sebelum sampai di kantor Counterbrand, Victor menyadari bahwa penampilannya masih sangat berantakan. Bajunya memiliki ratusan segi dan sudut, dengan rambutnya yang masih acak-kadut.
Tidak mungkin rasanya dia muncul dengan keluar dari limousine dalam keadaan seperti itu bersama Viona. Ia agak khawatir orang-orang akan berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan Viona, seolah mereka telah berbuat mesum di dalam mobil panjang itu.
“Maaf! Tolong turunkan saja aku di sini. Aku akan jalan saja menuju kantornya.”
“Lho? Kenapa lagi?” tanya Viona.
Victor tidak memberikan penjelasan. Namun dia bersikeras menyuruh sopir untuk menghentikan mobilnya. Viona pun menyuruh si sopir untuk mengikuti perintah Victor, sekaligus memberitahu sopir itu bahwa Victor adalah orang yang akan menjadi presiden di perusahaan mereka.
“Dasar kau ini! Ada alasan kami sengaja menjemputmu dengan limousine ini, dan kau malah memilih untuk berjalan kaki,” rengek Viona.
Victor mencoba mengabaikannya. Tapi setelah dia keluar, dia menahan pintu mobil untuk berbicara dengan Viona sejenak.“Kalau bisa nanti pakai mobil biasa saja. Limousine hanya membuatku menjadi pusat perhatian. Jujur, aku sama sekali tidak nyaman dengan itu.”“Lah, kenapa? Apakah bekerja terlalu lama sebagai pengantar pizza membuatmu tidak nyaman lagi menjadi orang kaya?” tanya Viona dengan sedikit senyum konyol.“Bukan itu! Tapi, Limousine?” bantah Victor tampak tak terima. “Apa perlu menjemputku dengan limousine segala?”“Kenapa tidak? Aku tahu kamu sedang ada urusan perceraian dengan si lampir itu,” jawab Viona berceletuk. “Aku justru menggunakan Limousine ini untuk pamer di depannya, karena aku tahu dia pasti mencampakkanmu dengan memandang rendah dirimu.”“Terserah apapun itu!” Victor mengibaskan tangannya sambil memalingkan wajah. “Aku hanya tidak ingin pergi ke kantor dengan menggunakan Limousine ini lagi.”“Kamu tidak perlu khawatir. Kami telah menyiapkan mobil lain untukmu di
Tentu Oliver tahu kalau Victor pasti tak senang dengan itu. Tapi dia kemudian menepuk bahunya lagi dengan tersenyum enteng, sebelum benar-benar meninggalkan kamar kecil tersebut.“Sampai jumpa lagi,” ucapnya.“Tentu saja!” balas Victor dengan nada penuh percaya diri.Laki-laki itu kembali terkekeh mendapat balasan seperti itu dari Victor, merasa sangat puas karena berhasil mengejek dan merendahkannya.Dia bahkan mulai memikirkan ide untuk mengejek Victor lagi, nanti saat mereka bertemu lagi, karena dia yakin Victor bekerja di perusahaan itu hanya sebagai seorang office boy yang bisa dia suruh-suruh.Victor tidak begitu tersinggung dengan kata-kata nasihat dari Oliver, karena nasihatnya itu benar. Meski begitu, dia masih sedikit tersinggung dengan cara Oliver mengusapkan tangannya yang basah ke bahunya.Setelah ia selesai bermain-main dengan hand dryer itu, Victor segera menelpon Viona untuk menanyakan arah.[Naik saja lift dan pergi ke lantai paling atas]“Lantai paling atas?”[Ya, la
Namun, ia langsung menahannya, karena takut akan pengaruh besar dari seorang Charles William.Meski begitu, tetap saja ia merasa kesal, karena merasa telah menyia-nyiakan waktunya di perusahaan itu selama 5 tahun ini.“Lima tahun! Kau menyia-nyiakan 5 tahunku dengan memberikan kapal ini kepada seorang kapten amatir yang bahkan…”“Berbicara dengan tema bajak laut sekarang, huh?” Viona memotong kata-katanya. “Jika Anda keberatan, Anda boleh meninggalkan kapal, Tuan Camilo. Dengan senang hati aku akan menyiapkan sekoci untuk membawamu ke pelabuhan terdekat.”Pria bernama Camilo itu kini menggerutu, berusaha menahan amarahnya. Pada akhirnya, dia pun pergi dengan kedua tangan terkepal.“Tidak perlu! Aku tahu ke mana harus pergi!”Setelah menunggu beberapa saat, Viona bertanya pada yang lain apakah masih ada yang ingin keluar dari ruang rapat. Ia bahkan memberikan peringatan kepada mereka yang memutuskan untuk tetap tinggal.“Charles tidak akan keberatan jika ada yang memilih untuk pergi. N
Victor meninggalkan rapat. Tak satu pun dari para eksekutif tersebut yang menyuarakan keberatan mereka. Kecuali Viona yang langsung bergegas menyusul Victor ke ruangan sebelah.“Hei, Victor! Mau ke mana kau?”Victor menjawabnya sambil terus berjalan keluar ruangan dan menuju lift. “Maaf, aku punya masalah yang harus segera aku selesaikan. Jika tidak, Tuan Benigno akan marah kepadaku. Meskipun hanya pemilik toko pizza, ada yang bilang dia punya hubungan dengan mafia.”Namun kemudian, Victor berhenti sejenak setelah dia menyentuh tombol di lift, menyadari bahwa dia tidak punya cukup uang untuk membayar utangnya kepada Tuan Benigno.Dia memiliki dua rekening bank. Satu yang ia gunakan sejak kuliah, yaitu uang yang ia kumpulkan sendiri. Sedangkan rekening bank lainnya merupakan tabungan dari uang yang ia peroleh semata-mata dari ayahnya sejak kecil, William Charles, salah satu pengusaha terkaya di Amerika.Dia telah menyimpan begitu banyak uang karena jarang menggunakannya di masa lalu. N
Seringkali, orang baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kehilangannya. Sama seperti Benigno yang kini mulai merasakan kehilangan pegawai andal seperti Victor.Terlepas dari seberapa sering dia memarahi Victor, kenyataan Victor telah bekerja untuknya selama lima tahun pastilah memiliki arti baginya.Sebenarnya dia sudah mendapatkan pengganti Victor. Namun hal itu membuatnya semakin sadar, betapa sulitnya mencari karyawan sebaik dan seloyal dirinya.Lagi pula, di mana lagi dia bisa menemukan seorang lulusan universitas ternama, yang mau bekerja untuknya begitu lama sebagai pengantar pizza.“Sudah kubilang! Anda akan merindukannya. Pria seperti dia sangat langka saat ini,” kata seorang pelayan, seorang gadis remaja cantik berwajah ceria dan polos berambut hitam tebal, sambil menggoda Tuan Benigno.“Diam kau! Kenapa kau tak keluar saja sana dan ajari si anak baru itu sesuatu,” bentak Benigno sambil berlalu pergi.Dia kembali ke kantornya, mengambil telepon, dan mencoba menghub
Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia
Dia memungut dan memeriksanya, baik cincin maupun kotaknya. Mungkin dia bukanlah ahli dalam menilai suatu perhiasan. Tapi dia mulai ragu apakah itu benar-benar cincin palsu.Hanya setelah dia menemukan nama “Johnson’s Pleasantry” di bawah kotak, dia yakin bahwa cincin itu tidak mungkin barang palsu.Johnson's Pleasantry adalah toko perhiasan terkenal di kota, toko di mana Victor membeli barang tersebut. Toko ini sangat populer di kalangan pasangan calon suami-istri, terkenal dengan validitas dan reputasinya yang baik dalam menjual perhiasan khusus untuk pernikahan.“Tidak mungkin Johnson’s Pleasantry menjual cincin palsu kepada orang yang akan menikah,” gumamnya dengan mata terbelalak.Emma memakai kembali sepatunya, dan bergegas keluar rumah dengan membawa cincin itu. Dia mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Lucas kembali.Menurutnya, lebih baik pergi bersama Lucas daripada memesan taksi dengan uangnya sendiri. Atau mungkin membantunya menjual cincin itu dengan h
Dia memang mengira permata dari Johnson’s Pleasantry akan berharga mahal. Tapi dia tidak pernah mengira harganya akan semahal itu. “Satu juta dolar?” gumamnya sambil memegang kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya berusaha menjaga keseimbangan dengan mencari sesuatu untuk dipegang. “Jadi? Apakah itu cukup mengejutkan Anda, Nyonya? Saya turut berbahagia Anda punya suami yang baik seperti dia,” kata pemilik toko. “Tidak, ini terlalu banyak. Aku memang mengira cincin ini mahal, tapi 1 Juta dolar itu terlalu banyak,” ucap Emma. Hal ini menarik perhatian beberapa pelanggan yang kebetulan berada di sana. Tapi Emma tidak terlalu memperhatikannya. Ia masih tidak bisa membayangkan bagaimana Victor berhasil mengumpulkan uang sebanyak itu untuk membeli cincin tersebut. Saat itulah dia teringat tentang Victor yang memiliki dua rekening bank. Selama ini Victor hanya menggunakan salah satunya saja. Tapi Emma tidak pernah terlalu memperhatikan yang satunya lagi, karena dia yakin
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria
Alih-alih masuk ke dalam mobil, Victor malah membuang muka, terlihat enggan mengendarai mobil itu. Lagi pula ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan Viona kepadanya bahwa mobil itu adalah miliknya. Namun kemudian, Martin menghampirinya, mencoba mengenali Viona yang ada di dalam mobil. Tentu saja Martin tahu tentang Viona meski tak begitu dekat dengannya. Sebenarnya Martin adalah salah satu orang yang ingin direkrut Viona untuk menggantikan beberapa pejabat yang keluar dari Counterbrand beberapa waktu yang lalu. “Hey, apakah itu bosmu?” tanya Martin berbisik dari belakang telinga Victor. Victor berbalik, dan terlihat agak bingung dengan pertanyaan Martin. “Wanita di dalam mobil itu! Apakah itu bosmu?” Martin mengulangi pertanyaannya. “Dia?! Oh benar. Dia adalah Viona Emery. Bos baruku di Counterbrand,” jawab Victor. Martin agak enggan menyapa Viona, karena Viona memasang wajah dingin di dalam mobil, berlagak seolah tak mengenalinya. Lagipula ia sudah menolak tawaran Viona
Namun pria bernama Marco itu masih belum mempercayainya. “Tidak mungkin dia hanya seorang sopir. Entah kita harus mengetahui siapa dia, atau tentang orang yang menyerangmu sebelumnya, kita tidak akan pergi dari sini sebelum memastikan itu.”“Kau serius? Bagaimana jika kita tidak bisa mendapatkan apa pun? Apa kita akan selamanya di sini!”Dan tiba-tiba...Crash!!“Kampret!”Kaca spion bagian kanan baru saja terkena sesuatu.Ketiga orang itu langsung menunduk menutupi kepala mereka karena keterkejutan itu. Tidak jelas apa penyebabnya, tapi mereka khawtir saat ini ada orang yang baru saja menembak mereka dari suatu tempat.“Apa itu tadi?” tanya Chappy berbisik dengan wajah pucatnya.Marco mengambil resiko untuk mencari tahu, mencoba menguntit sekelilingnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun.Lagi pula, dia hanya mengintip dengan mengangkat kepalanya sedikit saja, tidak ingin kepalanya menjadi sasaran peluru.“Apa kau melihat sesuatu?” tanya Bob.Tapi Marco tidak memberikan jawaban. Dia me
Hal itu membuat Emma begitu ketakutan. Memang, dia mencoba melakukan sesuatu pada gadis itu. Tapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi seserius ini. Dia menjadi panik karena semua mata tertuju padanya.“Emma, ada apa ini?” tanya Robert, pemilik bar. “Apa kamu benar-benar melakukan sesuatu terhadap pelanggan kita?”Untungnya, salah satu teman gadis itu datang. Dia menghentikannya, mencegahnya menelepon polisi.“Hei, tenanglah! Mereka bilang Anne memiliki alergi terhadap sesuatu pada makanannya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka tanpa mengetahui apa pun tentang alergi Anne.”Mendengar perkataan itu, sang pemilik bar yakin bahwa itu bukan kesalahan Emma, karena dia hanya seorang operator, sedangkan makanannya disajikan oleh karyawan lain di dapur.“Emma, apa yang gadis itu pesan?” tanya Robert.“Taco, yang super pedas,” jawab Emma dengan penuh rasa bersalah.Pemilik bar tidak menganggap ada yang aneh dengan pesanan tersebut, karena tidak jarang ada orang yang meminta ta