Seringkali, orang baru menyadari betapa berharganya sesuatu setelah kehilangannya. Sama seperti Benigno yang kini mulai merasakan kehilangan pegawai andal seperti Victor.
Terlepas dari seberapa sering dia memarahi Victor, kenyataan Victor telah bekerja untuknya selama lima tahun pastilah memiliki arti baginya.
Sebenarnya dia sudah mendapatkan pengganti Victor. Namun hal itu membuatnya semakin sadar, betapa sulitnya mencari karyawan sebaik dan seloyal dirinya.
Lagi pula, di mana lagi dia bisa menemukan seorang lulusan universitas ternama, yang mau bekerja untuknya begitu lama sebagai pengantar pizza.
“Sudah kubilang! Anda akan merindukannya. Pria seperti dia sangat langka saat ini,” kata seorang pelayan, seorang gadis remaja cantik berwajah ceria dan polos berambut hitam tebal, sambil menggoda Tuan Benigno.
“Diam kau! Kenapa kau tak keluar saja sana dan ajari si anak baru itu sesuatu,” bentak Benigno sambil berlalu pergi.
Dia kembali ke kantornya, mengambil telepon, dan mencoba menghubungi Victor lagi. Tapi Victor tidak menjawab panggilannya, membuat pria Italia gemuk dan berkumis tebal itu semakin kesal.
Faktanya, Victor memang hampir sampai. Itu sebabnya dia tidak peduli untuk menjawab panggilan masuk dari Tuan Benigno.
Ketika sampai di sana, Victor mendapati si karyawan baru yang menggantikannya, dan sepertinya anak baru itu kesulitan menghidupkan skuternya. Victor tahu betul kondisi aneh skuter itu karena sudah menggunakannya selama bertahun-tahun.
“Bolehkah aku mencobanya?” dia bertanya.
Anak baru itu sedikit terkejut dan berbalik. Dia tidak menjawab, hanya memberi Victor ruang untuk mencoba menyalakan skuternya.
Awalnya Victor mencoba menyalakannya dengan cara biasa. Dan memang starternya tidak berfungsi. Dia bahkan tidak mendengar ada respon saat skuternya distarter.
Tapi Victor sama sekali tidak terlihat bingung. Dia hanya menekan rem tangan di sebelah kiri dengan sedikit perasaan, dan dengan sedikit menarik pedal gas. Ajaibnya, terdengar suara pengapian dari skuter itu meski Victor tidak menekan starter sama sekali.
“Eh? Bagaimana bisa?” Anak baru itu bergumam tidak mengerti.
“Bagian starter ini tenggelam karena terlalu sering ditekan. Jadi terkadang starternya tidak berfungsi, atau mungkin malah selalu aktif untuk menyalakan mesin karena tersangkut di dalam, dan itu membuatnya aus,” jelas Victor.
Anak baru itu menyipitkan matanya dengan wajah berkerut. Ia sedikit heran bagaimana orang yang baru ia temui ini bisa langsung mengetahui kondisi skuter tersebut.
“Lalu, bagaimana kamu menyalakan skuter ini saat berulah seperti ini?” tanya anak baru itu.
“Pernah kau mendengar skuter ini berbunyi seperti ada pengapian saat menekan rem di sisi kiri ini?” tanya Victor.
Anak baru tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan seperti itu. Dia baru bekerja untuk Tuan Benigno selama sehari. Dia tidak terlalu memperhatikan perilaku skuternya.
“Siapa namamu?” tanya Victor.
“Toto!” Jawab anak baru itu.
“Jadi, Toto! Kalau nanti starternya tidak berfungsi, tinggal tekan saja rem sebelah kiri ini,” lanjut Victor.
“Serius? Bagaimana bisa?” gumam Toto tak percaya.
“Aku tak tahu juga bagaimana bisa. Sebelumnya aku hanya menyadarinya secara tidak sengaja,” jawab Victor.
Victor mematikan skuternya sehingga dia bisa menunjukkan kepada anak baru itu cara menghidupkannya kembali. Pengapian tidak selalu terjadi, melainkan hanya terjadi sesekali saat ia menekan rem.
“Kalau kau mendengarnya, jangan tekan remnya lebih jauh. Pas saat berbunyi seperti ini, tahan saja sampai skuter ini menyala. Posisinya tidak pernah sama, jadi kamu perlu merasakannya, hingga terdengar skuter itu mulai menyala dan tahan,” jelas Victor.
Kebetulan, Benigno sudah berdiri di depan toko dan mendengarkan Victor mengajari anak baru itu.
“Mengapa kau tidak bekerja untukku lagi dan menggantikannya. Dia sama sekali tidak berguna. Dalam satu hari saja, aku telah menerima lebih dari 10 keluhan dari pelanggan.”
“Eeeeeh?” Anak baru itu terkejut. “Mana mungkin aku bisa mengirim pesan tepat waktu dengan skuter seperti ini.”
Benigno mengabaikannya. Dia bahkan tidak melirik anak baru itu sama sekali. Dia lebih tertarik pada Victor, dan sekali lagi, menawarkan Victor untuk bekerja kembali untuknya di toko pizza itu.
“Kau tidak perlu membayar perbaikan lecet pada skuter itu. Dan kau juga tidak perlu membayar utangmu dua kali lipat padaku. Kau hanya perlu mengenakan kembali seragammu dan mengirimkan pesanan.”
Victor tersenyum, tapi tidak menjawab tawaran Benigno sama sekali. Ia hanya sibuk merogoh sakunya, kemudian memisahkan beberapa lipatan uang dari kunci rumahnya.
Setelah memastikan jumlah pasti uang itu $800, Victor menyerahkannya kepada Benigno. Faktanya, utangnya kepada Benigno bahkan tidak sampai setengahnya. Tapi Victor tidak terlalu peduli dengan sisanya.
“Tolong, simpan saja sisanya. Aku agak sibuk hari ini dan harus sedera pergi,” kata Victor.
Victor berbalik dan pergi, menepuk bahu anak baru itu sekali saat dia lewat. Anak laki-laki baru itu terlihat lega, mengetahui bahwa dia sepertinya tidak akan kehilangan pekerjaannya.
“Hey, Victor! Ambil saja uang ini kembali, dan bekerjalah untukku. Bila perlu, aku bisa menaikkan gajimu dua kali lipat,” teriak Benigno.
“Maafkan aku, Tuan Benigno. Anda telah memperlakukanku dengan baik selama ini. Tapi maaf sekali lagi, aku sedang ada rapat saat ini,” jawab Victor.
“Rapat pantatmu?” bentak Benigno dari jauh. “Jangan memaksa menipu diri sendiri. Apa kau mendapat pekerjaan baru?”
“Ya, aku bekerja untuk Counterbrand sekarang. Mampirlah jika Anda punya waktu,” teriak Victor.
Setelah itu, Victor sibuk memanggil taksi untuk membawanya kembali ke kantor pusat Counterbrand.
Benigno diam saja sembari mengawasinya dari jauh. Tentu saja dia cukup mengenal perusahaan Counterbrand tersebut, karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari tokonya. Bahkan iklan yang dipasang Counterbrand telah merusak pemandangannya karena terus menemukannya di mana-mana.
Sesaat kemudian, Benigno mengalihkan perhatiannya pada uang yang baru saja diberikan Victor kepadanya. Meski Victor sudah melunasi utangnya, tetap saja dia merasa kehilangan.
Namun, sudah tidak mungkin lagi baginya memaksa Victor bekerja padanya, jika nyatanya mantan karyawannya itu sudah bekerja di perusahaan besar seperti Counterbrand.
“Pak, saya, saya, masih bisa bekerja, di sini kan?” tanya anak baru itu dengan suara terbata-bata.
“Jika sampai kau terlambat lagi mengirim pesanan, aku akan memecatmu!” Beningno mengancamnya dengan mengacungkan jari. “Camkan itu!
Dia kembali masuk ke dalam toko, dan menemukan semua gadis pelayan memasang wajah konyol sambil menyembunyikan tawa mereka.
Salah satu dari mereka yang sudah lama bekerja di sana, si gadis remaja berwajah ceria bernama Judy, menggodanya dengan enteng.
“Sudah kubilang! Anda pasti akan merindukannya,” kata gadis itu sambil tertawa kekanak-kanakan.
“Kembalilah bekerja!” Benigno berteriak pada mereka. “Dasar bocah tak tahu diuntung!”
Sementara Benigno kembali ke kantornya, para pelayan itu tertawa lebih keras lagi.
Dia duduk di kursinya dengan dada dan leher mengembang. Nafasnya berat, penuh amarah. Bahkan setelah 10 menit berlalu, Benigno masih tidak bisa mengabaikan kekesalannya.
Dia kemudian meraih telepon dan melakukan satu panggilan.
[Benigno? Ada apa meneleponku?]
“Sepertinya ada orang kaya baru di blok ini.”
[Seberapa kaya?]
“Kenapa tidak kau periksa saja sendiri. Kau tak perlu berbagi apa pun denganku. Ambil saja semua yang kau dapatkan untuk dirimu sendiri dan anak buahmu.”
[Hei, Benigno! Apakah kau lupa dengan siapa kau sedang berbicara?]
“Apa maksudmu?”
[Kau pikir aku ini tikus bodoh yang bakalan menggigit umpan kejumu itu?]
“Apa? Kau pikir aku sedang memasang jebakan untukmu? Aku tidak naif itu.”
[Lalu? Apakah ada sesuatu yang istimewa dengan orang ini?]
“Tidak! Sama sekali tak ada yang istimewa dengannya. Aku hanya tidak menyukainya saja. Aku akan memberimu semua yang aku ketahui tentangnya nanti.”
Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia
Dia memungut dan memeriksanya, baik cincin maupun kotaknya. Mungkin dia bukanlah ahli dalam menilai suatu perhiasan. Tapi dia mulai ragu apakah itu benar-benar cincin palsu.Hanya setelah dia menemukan nama “Johnson’s Pleasantry” di bawah kotak, dia yakin bahwa cincin itu tidak mungkin barang palsu.Johnson's Pleasantry adalah toko perhiasan terkenal di kota, toko di mana Victor membeli barang tersebut. Toko ini sangat populer di kalangan pasangan calon suami-istri, terkenal dengan validitas dan reputasinya yang baik dalam menjual perhiasan khusus untuk pernikahan.“Tidak mungkin Johnson’s Pleasantry menjual cincin palsu kepada orang yang akan menikah,” gumamnya dengan mata terbelalak.Emma memakai kembali sepatunya, dan bergegas keluar rumah dengan membawa cincin itu. Dia mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Lucas kembali.Menurutnya, lebih baik pergi bersama Lucas daripada memesan taksi dengan uangnya sendiri. Atau mungkin membantunya menjual cincin itu dengan h
Dia memang mengira permata dari Johnson’s Pleasantry akan berharga mahal. Tapi dia tidak pernah mengira harganya akan semahal itu. “Satu juta dolar?” gumamnya sambil memegang kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya berusaha menjaga keseimbangan dengan mencari sesuatu untuk dipegang. “Jadi? Apakah itu cukup mengejutkan Anda, Nyonya? Saya turut berbahagia Anda punya suami yang baik seperti dia,” kata pemilik toko. “Tidak, ini terlalu banyak. Aku memang mengira cincin ini mahal, tapi 1 Juta dolar itu terlalu banyak,” ucap Emma. Hal ini menarik perhatian beberapa pelanggan yang kebetulan berada di sana. Tapi Emma tidak terlalu memperhatikannya. Ia masih tidak bisa membayangkan bagaimana Victor berhasil mengumpulkan uang sebanyak itu untuk membeli cincin tersebut. Saat itulah dia teringat tentang Victor yang memiliki dua rekening bank. Selama ini Victor hanya menggunakan salah satunya saja. Tapi Emma tidak pernah terlalu memperhatikan yang satunya lagi, karena dia yakin
Bukannya dia tidak bisa menjual cincin itu sama sekali. Hanya saja pemilik toko enggan untuk membeli kembali barang tersebut, karena dia agak ragu dengan sosok Emma. Dia takut akan risiko membeli barang curian.“Saya benar-benar minta maaf, Nyonya. Saya khawatir Anda masih perlu membicarakan hal ini dengan suami Anda lagi. Dia satu-satunya yang bisa menjual barang ini kepada kami. Tapi saya pikir, suami Anda pun akan memaksa Anda untuk menerima hadiah tersebut,” kata pemilik toko.Emma semakin tidak sabar, dan memaksakan diri agar pemilik toko membeli kembali cincin tersebut.“Tidak bisakah Anda membuat ulang dokumen appraisal itu? Saya bersedia menurunkan harga lebih banyak lagi untuk kompensasi atas proses apa pun yang baru saja Anda sampaikan kepada saya,” pintanya sedikit memaksa.Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan curiga. Kini ia memang mulai meragukan kesaksian Emma sebagai istri Victor, dan kecurigaannya bahwa cincin itu baru saja dicuri semakin kuat.“Maaf, Nyonya
Emma menekan tombol untuk menjawab panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke telinganya. Namun si pemilik toko langsung merampas telepon tersebut. [Emma! Apa kau memasuki rumahku baru-baru ini?] Pemilik toko menjadi penasaran dengan pertanyaan seperti itu. Dia menutup bagian mic pada ponsel itu dengan telapak tangannya, dan menjauhkannya dari telingan. “Apakah ini benar-benar suami Anda?” pemilik toko bertanya pada Emma. “Ya, dia suamiku!” Emma menjawab dengan sangat pelan, tidak ingin perkataannya terdengar oleh Victor melalui telepon. Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan yang lebih mencurigakan. Jika memang mereka suami istri, kenapa juga laki-laki di dalam telepon itu mempermasalahkan soal Emma masuk ke rumahnya. Pemilik toko itu menempelkan kembali ponsel itu ke telinganya dan mulai berbicara langsung dengan Victor. “Apakah ini benar Tuan Victor William?” dia bertanya. [Ya, saya Victor William. Siapa ini? Di mana Emma?] “Tn. William. Saya Johnson Bermer yang berbi
Emma sekarang mulai khawatir ke mana harus pergi. Dia tidak bisa lagi menunjukkan wajahnya untuk kembali ke rumah Victor. Satu-satunya hal yang terpikir olehnya hanyalah Lucas.Tapi sudah jelas Lucas sudah mulai mengabaikan dirinya sebelum ini. Dia menyadari bahwa Lucas justru jauh lebih serakah.Hingga kemudian, dia mengingat sesuatu. Ini tentang rekening bank Victor yang selama ini dia abaikan. Menurutnya, jika Victor bisa membeli perhiasan semahal itu hanya sebagai hadiah ulang tahun, kemungkinan besar Victor memiliki lebih banyak uang yang tersimpan di rekening bank tersebut.“Si brengsek itu! Bagaimana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Beraninya dia merahasiakannya dariku selama ini. Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja.”Pada akhirnya, terpicu oleh rasa kesal atas penghinaan yang baru saja diterimanya, diapun menelepon Lucas.Dia benar-benar tidak punya pilihan lain selain berkompromi dengannya. Tentu dia tidak akan rugi jika Lucas meminta bagian, asalkan dia bisa menda
Pada malam hari, Victor sulit tidur. Ini adalah malam pertama yang harus ia habiskan sendirian di rumah sejak ia tinggal bersama Emma. Rumah itu begitu tenang dan sunyi, tapi tidak dengan hatinya. Ia masih merasa sedih karena kehilangan wanita yang pernah dicintainya. Tentu saja bukan menangisi si mantan istri seperti yang baru ia ketahui belakangan ini. Melainkan Emma yang dulu yang telah menemaninya selama lima tahun. Dia masih percaya, tidak salah mencintai Emma yang dulu, tapi hanya berpikir kalau wanita itu sudah berubah karena keadaan. Namun entah kenapa, dia merasa puas dengan apa yang terjadi di toko Johnson’s Pleasantry sebelumnya. Dia tidak pernah merencanakan untuk membalaskan dendamnya seperti itu. Dia bahkan tidak memikirkan balas dendam sama sekali. Namun… “Biar tahu rasa dia! Bagaimana dia bisa begitu buta tanpa menyadari bahwa cincin yang kuberikan padanya itu asli.” Sekarang Victor sedang berbaring di sana, di tempat tidur, memandangi cincin emas berkilauan yang
Dia bergegas ke jendela dan mengintip kondisi di halaman depan lebih lanjut. Mobilnya masih di sana, dan segala sesuatunya tampak begitu normal. “Mungkinkah kedua perampok itu berubah pikiran dan meninggalkan semuanya di sini? Mana mungkin!” Dia benar-benar tidak dapat memahami apa yang terjadi dan bagaimana uang dan cincin itu berada di depan pintu. Dia memeriksa segala sesuatu di sekitar rumah, memastikan tidak ada tempat bagi pencuri untuk masuk. Ia pun memeriksa setiap sudut rumah, untuk memastikan tidak ada orang yang bersembunyi di dalam. Baru setelah itu, dia kembali ke kamarnya, mengunci diri di dalam, lalu duduk di balik pintu dengan ekspresi ketakutan di wajahnya. Pada akhirnya, dia kesulitan untuk tidur lagi. *** Dan saat ini, di tempat lain, kondisi Emma tak jauh berbeda. Dia masih tidak punya tempat tujuan, dan Lucas belum menawarkan apa pun padanya. Sebaliknya, perhatian Lucas tertuju pada TV di salah satu sudut bar, menonton wawancara seorang aktris Hollywood baru
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria
Alih-alih masuk ke dalam mobil, Victor malah membuang muka, terlihat enggan mengendarai mobil itu. Lagi pula ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan Viona kepadanya bahwa mobil itu adalah miliknya. Namun kemudian, Martin menghampirinya, mencoba mengenali Viona yang ada di dalam mobil. Tentu saja Martin tahu tentang Viona meski tak begitu dekat dengannya. Sebenarnya Martin adalah salah satu orang yang ingin direkrut Viona untuk menggantikan beberapa pejabat yang keluar dari Counterbrand beberapa waktu yang lalu. “Hey, apakah itu bosmu?” tanya Martin berbisik dari belakang telinga Victor. Victor berbalik, dan terlihat agak bingung dengan pertanyaan Martin. “Wanita di dalam mobil itu! Apakah itu bosmu?” Martin mengulangi pertanyaannya. “Dia?! Oh benar. Dia adalah Viona Emery. Bos baruku di Counterbrand,” jawab Victor. Martin agak enggan menyapa Viona, karena Viona memasang wajah dingin di dalam mobil, berlagak seolah tak mengenalinya. Lagipula ia sudah menolak tawaran Viona
Namun pria bernama Marco itu masih belum mempercayainya. “Tidak mungkin dia hanya seorang sopir. Entah kita harus mengetahui siapa dia, atau tentang orang yang menyerangmu sebelumnya, kita tidak akan pergi dari sini sebelum memastikan itu.”“Kau serius? Bagaimana jika kita tidak bisa mendapatkan apa pun? Apa kita akan selamanya di sini!”Dan tiba-tiba...Crash!!“Kampret!”Kaca spion bagian kanan baru saja terkena sesuatu.Ketiga orang itu langsung menunduk menutupi kepala mereka karena keterkejutan itu. Tidak jelas apa penyebabnya, tapi mereka khawtir saat ini ada orang yang baru saja menembak mereka dari suatu tempat.“Apa itu tadi?” tanya Chappy berbisik dengan wajah pucatnya.Marco mengambil resiko untuk mencari tahu, mencoba menguntit sekelilingnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun.Lagi pula, dia hanya mengintip dengan mengangkat kepalanya sedikit saja, tidak ingin kepalanya menjadi sasaran peluru.“Apa kau melihat sesuatu?” tanya Bob.Tapi Marco tidak memberikan jawaban. Dia me
Hal itu membuat Emma begitu ketakutan. Memang, dia mencoba melakukan sesuatu pada gadis itu. Tapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi seserius ini. Dia menjadi panik karena semua mata tertuju padanya.“Emma, ada apa ini?” tanya Robert, pemilik bar. “Apa kamu benar-benar melakukan sesuatu terhadap pelanggan kita?”Untungnya, salah satu teman gadis itu datang. Dia menghentikannya, mencegahnya menelepon polisi.“Hei, tenanglah! Mereka bilang Anne memiliki alergi terhadap sesuatu pada makanannya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka tanpa mengetahui apa pun tentang alergi Anne.”Mendengar perkataan itu, sang pemilik bar yakin bahwa itu bukan kesalahan Emma, karena dia hanya seorang operator, sedangkan makanannya disajikan oleh karyawan lain di dapur.“Emma, apa yang gadis itu pesan?” tanya Robert.“Taco, yang super pedas,” jawab Emma dengan penuh rasa bersalah.Pemilik bar tidak menganggap ada yang aneh dengan pesanan tersebut, karena tidak jarang ada orang yang meminta ta