Sementara itu, Emma saat ini sedang dilema. Meski sudah bercerai dengan Victor, ia bahkan belum menjadi istri sah Lucas.
Dan entah kenapa, Lucas tampak begitu enggan untuk membawanya tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya. Bakan sejauh ini dia belum pernah mengenalkan Emma pada mereka.
Dan dia juga tidak berniat mencarikan tempat tinggal baru untuk Emma. Sebaliknya, Lucas lebih memilih mencari bantuan, menyewa tukang kunci untuk membukakan pintu bagi Emma, sehingga dia bisa kembali ke rumah tempat dia tinggal bersama Victor.
“Anda yakin ini rumah Anda?” tukang kunci bertanya.
“Kenapa kau tidak tanyakan saja pada tetangga wanita tua itu?” kata Emma.
Tukang kunci melirik sekilas ke rumah sebelah, dan memang ada seorang nenek tua, Ny. Greta, yang sedang sibuk menyiram taman kecilnya.
Mendapati wanita tua itu tidak terlalu mempedulikan mereka, tukang kunci yakin bahwa klien yang dia layani saat ini bukanlah pencuri. Lagi pula, dia hanya malas repot-repot memastikannya. Jadi, dia bantu saja membukakan pintu rumah itu untuk mereka.
Setelah masuk ke dalam rumah, Emma menunjukkan kepada tukang kunci itu kondisi di ruang tamu. Terutama pada beberapa potret keluarga yang tergantung di dinding.
Si tukang kunci itu melirik Lucas dengan sedikit rasa ingin tahu. Terlihat jelas penampilan Lucas jauh berbeda dengan pria yang ada di foto bersama Emma di dinding itu.
Setelah itu, ia pun melirik ke arah Emma dengan tatapan curiga yang sama.
“Apa?” tanya Emma.
“Jangan bilang Anda sedang memiliki sengketa hukum dengan suami Anda dan diharuskan menjauh dari rumah ini. Kalau itu kasusnya, aku bisa mendapat masalah karena membantu Anda masuk ke dalam rumah ini,” kata si tukang kunci.
Emma segera menurunkan semua foto-foto yang terpajang di dinding itu, semua foto-foto yang ada Victor di dalamnya.
“Kami baru saja bercerai pagi ini, dan belum selesai mengurus masalah pembagian harta. Kebetulan saja kunci rumah yang aku pegang tertinggal di kamar. Si pecundang sialan itu mengunci rumah karena kebetulan saja dialah orang terakhir yang meninggalkan rumah pagi ini.”
Namun begitu, si tukang kunci masih merasa ragu. Karena itu, Emma bergegas ke arah tangga menuju kamarnya di lantai dua.
“Hey!” Si tukang kunci memanggilnya. “Anda tak bisa seenaknya saja...”
Namun tidak lama kemudian, Emma kembali menemui tukang kunci itu dan menunjukkan kunci rumah yang ditinggalkannya.
Setelah itu, Emma mulai sibuk menjelaskan segala sesuatu tentang kunci itu, tentang gantungan yang dihiasi dengan inisial namanya, dan juga tentang semua detail lain yang sama sekali tidak ada pentingnya bagi si tukang kunci itu.
Pada akhirnya, si tukang kunci itu pergi begitu saja, merasa tidak sanggup menerima semua omelan yang keluar dari mulut Emma.
Emma yang frustrasi dan kesal membanting pintu begitu tukang kunci keluar dari rumahnya.
“Dasar tukang kunci sialan!”
Dia segera duduk di sofa sambil memijat keningnya, menjadi semakin tidak sabar, tak senang karena bilang dia harus kembali tinggal bersama Victor di rumah itu.
“Apa kau akan menyuruhku untuk tinggal di rumah ini lagi bersama pecundang itu?” tanya Emma pada Lucas
“Itulah mengapa kita perlu menyelesaikan masalah ini secepatnya,” jawab Lucas, bahkan tidak menunjukkan sedikitpun kepedulian terhadap rasa frustrasi Emma.
Emma terus berbicara pada dirinya sendiri, sesekali menggerutu dan mengomel sembari melepas sepatu stilettonya. Meski tadi Lucas sempat menanggapi perkataan Emma, namun kini ia lebih sibuk memperhatikan kondisi rumah itu.
Lucas mendapati rumah itu tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Kondisinya sangat terawat, begitu juga dengan seluruh perabotan yang ada di dalamnya. Interiornya juga tidak terlalu buruk.
Dan di sana, Lucas mulai menghitung berapa banyak uang yang bisa mereka peroleh dengan menjual rumah tersebut.
“Dengan semua barang di sini, kamu bisa menjual rumah ini seharga 250 hingga 300 ribu dolar.”
Baru di situ, Emma menyadari bahwa Lucas telah mengabaikannya sedari tadi, dan hanya tertarik soal menjual rumah itu.
Meski dirinya juga mengincar kekayaan dan juga uang hasil penjualan rumah tersebut, kini Emma sepertinya mulai kehilangan minat untuk membicarakannya dengan Lucas.
Bahkan, dia mulai berpikir untuk melepaskan niatnya, mengetahui bahwa Lucas kini juga berusaha mendapatkan uang itu juga. Itu membuatnya sedikit ragu dengan penilaiannya terhadap Lucas.
Bagaimana bisa pria yang dianggapnya begitu kaya, kini malah tertarik mengambil sebagian kekayaan hasil konfliknya dengan Victor. Pasalnya, ia menilai jumlah tersebut tentu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kekayaan yang dimiliki Lucas saat ini.
Belum lagi, Lucas adalah seorang putra tunggal dari pemilik tunggal sebuah perusahaan farmasi.
Emma mencoba mengabaikannya dengan menyalakan TV. Meski tak ada sesuatu pun yang ingin ia tonton, dia sengaja mengeraskan volumenya hanya untuk mengalihkan perhatiannya dari segala pikiran buruk yang ada di kepalanya.
Namun kini ia semakin kesal, menemukan iklan TV paling menyebalkan yang sering ia lihat setiap hari.
[Terluka saat bekerja?]
[Ditipu dalam perjanjian kontrak?]
[Dianiaya oleh suami atau dizalimi dalam urusan perceraian ataupun pembagian harta keluarga?]
[Jimmy Farion siap melayani Anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!]
Dia adalah seorang pengacara yang terkenal dengan wignya yang eksentrik. Bahkan keanehannya yang selalu memakai wig berbeda-beda di banyak kesempatan, membuatnya begitu populer.
Terlebih lagi, Jimmy Farion tidak pernah menyembunyikan kebotakannya, dan mengakui secara terbuka bahwa dia memang memakai wig.
Emma mengganti saluran TV karena kekesalannya. Namun tak lama kemudian, iklan yang sama muncul kembali. Namun kini, iklan tersebut mulai menarik perhatian Lucas juga.
“Itu dia. Itulah orang yang kita butuhkan,” kata Lucas.
“Apa?” Emma termangu. “Kau ingin menyewa orang gila sepertinya?”
Lucas mencatat nomor yang ditampilkan di iklan. Setelah itu, dia mencoba menelepon. Tapi sepertinya pengacara itu sibuk karena tak kunjung mendapat jawaban apa pun.
Lucas tentu paham, kalau orang yang ingin diteleponnya itu memang pengacara terkenal dan super sibuk, mengingat reputasinya yang sudah seperti selebritis.
“Hei, aku harus pergi dulu. Nanti akan aku hubungi lagi kalau sudah ada perkembangan,” kata Lucas sembari berjalan keluar dari rumah.
Emma hanya menoleh sedikit untuk melihatnya pergi. Tapi dia tidak punya keinginan untuk mengatakan sepatah kata pun padanya saat ini. Jadi, dia abaikan saja laki-laki itu.
Sementara itu, Lucas masih berusaha menghubungi pengacara yang akan disewanya itu. Dia bahkan tidak menutup pintu lagi.
Sesaat kemudian, Emma mendengar suara mobil Lucas berangkat. Wajahnya berkedut karena kesal, dan menutup pintu dengan keras.
Dia kemudian mengambil salah satu sepatunya, berniat membantingnya begitu keras ke TV. Namun segera dibatalkannya, memikirkan uang yang bisa dia peroleh dengan menjual properti tersebut.
Dalam keadaan frustasinya itu, lirikan Emma terpancing oleh cincin emas bertahtakan berlian yang tadinya hendak diberikan Victor kepadanya.
Cincin itu ditinggalkan di atas meja dengan kotak terbuka. Berliannya berkilau, mulai menggugah minat dan keingintahuan Emma.
Memang benar cincin itu terlihat sangat indah. Bahkan Emma mulai menyadari kalung yang dibelikan Lucas untuknya terlihat sangat kusam jika harus dibandingkan dengan cincin itu.
Saat itulah dia mulai ragu apakah barang tersebut benar-benar perhiasan imitasi atau malah emas dan berlian asli.
“Jangan-jangan...” dia bergumam dengan wajah pucat.
Dia memungut dan memeriksanya, baik cincin maupun kotaknya. Mungkin dia bukanlah ahli dalam menilai suatu perhiasan. Tapi dia mulai ragu apakah itu benar-benar cincin palsu.Hanya setelah dia menemukan nama “Johnson’s Pleasantry” di bawah kotak, dia yakin bahwa cincin itu tidak mungkin barang palsu.Johnson's Pleasantry adalah toko perhiasan terkenal di kota, toko di mana Victor membeli barang tersebut. Toko ini sangat populer di kalangan pasangan calon suami-istri, terkenal dengan validitas dan reputasinya yang baik dalam menjual perhiasan khusus untuk pernikahan.“Tidak mungkin Johnson’s Pleasantry menjual cincin palsu kepada orang yang akan menikah,” gumamnya dengan mata terbelalak.Emma memakai kembali sepatunya, dan bergegas keluar rumah dengan membawa cincin itu. Dia mengunci pintu dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Lucas kembali.Menurutnya, lebih baik pergi bersama Lucas daripada memesan taksi dengan uangnya sendiri. Atau mungkin membantunya menjual cincin itu dengan h
Dia memang mengira permata dari Johnson’s Pleasantry akan berharga mahal. Tapi dia tidak pernah mengira harganya akan semahal itu. “Satu juta dolar?” gumamnya sambil memegang kepalanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya berusaha menjaga keseimbangan dengan mencari sesuatu untuk dipegang. “Jadi? Apakah itu cukup mengejutkan Anda, Nyonya? Saya turut berbahagia Anda punya suami yang baik seperti dia,” kata pemilik toko. “Tidak, ini terlalu banyak. Aku memang mengira cincin ini mahal, tapi 1 Juta dolar itu terlalu banyak,” ucap Emma. Hal ini menarik perhatian beberapa pelanggan yang kebetulan berada di sana. Tapi Emma tidak terlalu memperhatikannya. Ia masih tidak bisa membayangkan bagaimana Victor berhasil mengumpulkan uang sebanyak itu untuk membeli cincin tersebut. Saat itulah dia teringat tentang Victor yang memiliki dua rekening bank. Selama ini Victor hanya menggunakan salah satunya saja. Tapi Emma tidak pernah terlalu memperhatikan yang satunya lagi, karena dia yakin
Bukannya dia tidak bisa menjual cincin itu sama sekali. Hanya saja pemilik toko enggan untuk membeli kembali barang tersebut, karena dia agak ragu dengan sosok Emma. Dia takut akan risiko membeli barang curian.“Saya benar-benar minta maaf, Nyonya. Saya khawatir Anda masih perlu membicarakan hal ini dengan suami Anda lagi. Dia satu-satunya yang bisa menjual barang ini kepada kami. Tapi saya pikir, suami Anda pun akan memaksa Anda untuk menerima hadiah tersebut,” kata pemilik toko.Emma semakin tidak sabar, dan memaksakan diri agar pemilik toko membeli kembali cincin tersebut.“Tidak bisakah Anda membuat ulang dokumen appraisal itu? Saya bersedia menurunkan harga lebih banyak lagi untuk kompensasi atas proses apa pun yang baru saja Anda sampaikan kepada saya,” pintanya sedikit memaksa.Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan curiga. Kini ia memang mulai meragukan kesaksian Emma sebagai istri Victor, dan kecurigaannya bahwa cincin itu baru saja dicuri semakin kuat.“Maaf, Nyonya
Emma menekan tombol untuk menjawab panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke telinganya. Namun si pemilik toko langsung merampas telepon tersebut. [Emma! Apa kau memasuki rumahku baru-baru ini?] Pemilik toko menjadi penasaran dengan pertanyaan seperti itu. Dia menutup bagian mic pada ponsel itu dengan telapak tangannya, dan menjauhkannya dari telingan. “Apakah ini benar-benar suami Anda?” pemilik toko bertanya pada Emma. “Ya, dia suamiku!” Emma menjawab dengan sangat pelan, tidak ingin perkataannya terdengar oleh Victor melalui telepon. Pemilik toko menyipitkan matanya dengan tatapan yang lebih mencurigakan. Jika memang mereka suami istri, kenapa juga laki-laki di dalam telepon itu mempermasalahkan soal Emma masuk ke rumahnya. Pemilik toko itu menempelkan kembali ponsel itu ke telinganya dan mulai berbicara langsung dengan Victor. “Apakah ini benar Tuan Victor William?” dia bertanya. [Ya, saya Victor William. Siapa ini? Di mana Emma?] “Tn. William. Saya Johnson Bermer yang berbi
Emma sekarang mulai khawatir ke mana harus pergi. Dia tidak bisa lagi menunjukkan wajahnya untuk kembali ke rumah Victor. Satu-satunya hal yang terpikir olehnya hanyalah Lucas.Tapi sudah jelas Lucas sudah mulai mengabaikan dirinya sebelum ini. Dia menyadari bahwa Lucas justru jauh lebih serakah.Hingga kemudian, dia mengingat sesuatu. Ini tentang rekening bank Victor yang selama ini dia abaikan. Menurutnya, jika Victor bisa membeli perhiasan semahal itu hanya sebagai hadiah ulang tahun, kemungkinan besar Victor memiliki lebih banyak uang yang tersimpan di rekening bank tersebut.“Si brengsek itu! Bagaimana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Beraninya dia merahasiakannya dariku selama ini. Tidak mungkin aku membiarkannya begitu saja.”Pada akhirnya, terpicu oleh rasa kesal atas penghinaan yang baru saja diterimanya, diapun menelepon Lucas.Dia benar-benar tidak punya pilihan lain selain berkompromi dengannya. Tentu dia tidak akan rugi jika Lucas meminta bagian, asalkan dia bisa menda
Pada malam hari, Victor sulit tidur. Ini adalah malam pertama yang harus ia habiskan sendirian di rumah sejak ia tinggal bersama Emma. Rumah itu begitu tenang dan sunyi, tapi tidak dengan hatinya. Ia masih merasa sedih karena kehilangan wanita yang pernah dicintainya. Tentu saja bukan menangisi si mantan istri seperti yang baru ia ketahui belakangan ini. Melainkan Emma yang dulu yang telah menemaninya selama lima tahun. Dia masih percaya, tidak salah mencintai Emma yang dulu, tapi hanya berpikir kalau wanita itu sudah berubah karena keadaan. Namun entah kenapa, dia merasa puas dengan apa yang terjadi di toko Johnson’s Pleasantry sebelumnya. Dia tidak pernah merencanakan untuk membalaskan dendamnya seperti itu. Dia bahkan tidak memikirkan balas dendam sama sekali. Namun… “Biar tahu rasa dia! Bagaimana dia bisa begitu buta tanpa menyadari bahwa cincin yang kuberikan padanya itu asli.” Sekarang Victor sedang berbaring di sana, di tempat tidur, memandangi cincin emas berkilauan yang
Dia bergegas ke jendela dan mengintip kondisi di halaman depan lebih lanjut. Mobilnya masih di sana, dan segala sesuatunya tampak begitu normal. “Mungkinkah kedua perampok itu berubah pikiran dan meninggalkan semuanya di sini? Mana mungkin!” Dia benar-benar tidak dapat memahami apa yang terjadi dan bagaimana uang dan cincin itu berada di depan pintu. Dia memeriksa segala sesuatu di sekitar rumah, memastikan tidak ada tempat bagi pencuri untuk masuk. Ia pun memeriksa setiap sudut rumah, untuk memastikan tidak ada orang yang bersembunyi di dalam. Baru setelah itu, dia kembali ke kamarnya, mengunci diri di dalam, lalu duduk di balik pintu dengan ekspresi ketakutan di wajahnya. Pada akhirnya, dia kesulitan untuk tidur lagi. *** Dan saat ini, di tempat lain, kondisi Emma tak jauh berbeda. Dia masih tidak punya tempat tujuan, dan Lucas belum menawarkan apa pun padanya. Sebaliknya, perhatian Lucas tertuju pada TV di salah satu sudut bar, menonton wawancara seorang aktris Hollywood baru
Sesampainya di kamar hotel, Lucas melemparkannya ke atas kasur, dan segera melucuti pakaiannya satu-persatu. Nafasnya berburu berkejaran tampak tak sabaran.Dia juga melepaskan pakaiannya. Namun, saat dia telanjang bulat, tiba-tiba teleponnya berdering.Dia mengangkat telepon dengan wajah kesal. Namun panggilan itu tak dapat ditolak karena itu adalah panggilan dari ayahnya.[Ada di mana kamu sekarang? Sudah jam berapa ini?!]“Aku ada urusan dengan seorang teman. Recananya aku tidak akan pulang malam ini.”[Tidak bisa! Kau harus pulang sekarang. Ibumu tidak bisa tidur kecuali kamu sampai di rumah!]“Ayolah! Aku bukan anak kecil lagi.”[Hei, Lukas! Kau itu masih tinggal bersama kami. Katakan itu padaku nanti setelah kamu menikah, atau setidaknya, setelah kamu bisa mengumpulkan uang sendiri]“Cih!”Tidak mungkin dia memperkenalkan Emma kepada ayahnya ketika Emma berpenampilan seperti ini. Dan tidak mungkin juga baginya untuk menahan apa yang baru saja akan dia lepaskan. Dia sudah telanja
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria
Alih-alih masuk ke dalam mobil, Victor malah membuang muka, terlihat enggan mengendarai mobil itu. Lagi pula ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan Viona kepadanya bahwa mobil itu adalah miliknya. Namun kemudian, Martin menghampirinya, mencoba mengenali Viona yang ada di dalam mobil. Tentu saja Martin tahu tentang Viona meski tak begitu dekat dengannya. Sebenarnya Martin adalah salah satu orang yang ingin direkrut Viona untuk menggantikan beberapa pejabat yang keluar dari Counterbrand beberapa waktu yang lalu. “Hey, apakah itu bosmu?” tanya Martin berbisik dari belakang telinga Victor. Victor berbalik, dan terlihat agak bingung dengan pertanyaan Martin. “Wanita di dalam mobil itu! Apakah itu bosmu?” Martin mengulangi pertanyaannya. “Dia?! Oh benar. Dia adalah Viona Emery. Bos baruku di Counterbrand,” jawab Victor. Martin agak enggan menyapa Viona, karena Viona memasang wajah dingin di dalam mobil, berlagak seolah tak mengenalinya. Lagipula ia sudah menolak tawaran Viona
Namun pria bernama Marco itu masih belum mempercayainya. “Tidak mungkin dia hanya seorang sopir. Entah kita harus mengetahui siapa dia, atau tentang orang yang menyerangmu sebelumnya, kita tidak akan pergi dari sini sebelum memastikan itu.”“Kau serius? Bagaimana jika kita tidak bisa mendapatkan apa pun? Apa kita akan selamanya di sini!”Dan tiba-tiba...Crash!!“Kampret!”Kaca spion bagian kanan baru saja terkena sesuatu.Ketiga orang itu langsung menunduk menutupi kepala mereka karena keterkejutan itu. Tidak jelas apa penyebabnya, tapi mereka khawtir saat ini ada orang yang baru saja menembak mereka dari suatu tempat.“Apa itu tadi?” tanya Chappy berbisik dengan wajah pucatnya.Marco mengambil resiko untuk mencari tahu, mencoba menguntit sekelilingnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun.Lagi pula, dia hanya mengintip dengan mengangkat kepalanya sedikit saja, tidak ingin kepalanya menjadi sasaran peluru.“Apa kau melihat sesuatu?” tanya Bob.Tapi Marco tidak memberikan jawaban. Dia me
Hal itu membuat Emma begitu ketakutan. Memang, dia mencoba melakukan sesuatu pada gadis itu. Tapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi seserius ini. Dia menjadi panik karena semua mata tertuju padanya.“Emma, ada apa ini?” tanya Robert, pemilik bar. “Apa kamu benar-benar melakukan sesuatu terhadap pelanggan kita?”Untungnya, salah satu teman gadis itu datang. Dia menghentikannya, mencegahnya menelepon polisi.“Hei, tenanglah! Mereka bilang Anne memiliki alergi terhadap sesuatu pada makanannya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka tanpa mengetahui apa pun tentang alergi Anne.”Mendengar perkataan itu, sang pemilik bar yakin bahwa itu bukan kesalahan Emma, karena dia hanya seorang operator, sedangkan makanannya disajikan oleh karyawan lain di dapur.“Emma, apa yang gadis itu pesan?” tanya Robert.“Taco, yang super pedas,” jawab Emma dengan penuh rasa bersalah.Pemilik bar tidak menganggap ada yang aneh dengan pesanan tersebut, karena tidak jarang ada orang yang meminta ta