Dia meninggalkan ponsel mereka di sana. Begitu pula dengan pistol milik salah satu dari mereka. Setelah membuang semua peluru di dalamnya, dia meletakkan pistolnya ke dada pria itu.Dan kemudian, dia kembali ke mobil. Setelah berada di dalam mobil, baru dia melepas topengnya.“Sial, harusnya aku biarkan saja dia mempekerjakanku sebagai sopir pribadinya,” keluh pria itu, yang tak lain dan tak bukan adalah si sopir yang sebelumnya mengantar Victor pulang.Setelah bersantai di sana selama beberapa waktu dengan sebatang rokok, dia menyalakan mobil dan kembali ke kota.Sementara itu, Victor masih terlihat waspada di rumahnya. Dia kadang-kadang keluar dari kamarnya, untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Kemudian kembali ke kamarnya lagi dan mengunci diri di dalam.Victor sudah melakukan itu beberapa kali, meski sebenarnya ia merasa sangat lelah dan mengantuk. Tak peduli seberapa buruk dia perlu tidur, tetap saja dia berjaga semalaman suntuk.Hingga kemudian...“Drrrrtt! Drrrtt!!”Ponsel
Dia hanya berdiri saja di sana, di seberang toko apotek tempat dia seharusnya bekerja. Ia merasa agak enggan untuk kembali bekerja, karena apotek tersebut masih milik keluarga Lucas.“Eh? Emma?!” salah satu mantan rekan kerja menyapanya dari belakang.“Oh? Stephanie! Hi!” jawab Emma.“Mereka bilang kamu tidak lagi bekerja dengan kami. Apakah kamu mendapatkan pekerjaan di tempat lain?”“Ah, benar!” Jawab Emma singkat dengan raut wajah tak pasti.Lalu, mantan rekan kerjanya itu meninggalkannya, mengatakan pada Emma kalau dia tidak ingin terlambat.Sementara itu, Emma berusaha menegaskan diri untuk menolak niatnya kembali bekerja di tempat itu.Perhatiannya beralih ke kunci rumah yang dia pegang. Sesaat kemudian, dia pun memanggil taksi, berniat untuk kembali ke rumah Victor.Meski mereka bukan lagi pasangan suami istri, dia yakin kalau dirinya masih punya hak untuk tinggal di rumah itu, karena sengketa pembagian harta kekayaan itu belum selesai.Sesampainya di rumah itu, ternyata Ny. Gr
Saat mereka memaksa masuk dan berdiri di belakang Victor, lift membunyikan alarm tanda kelebihan beban. Mereka pun mulai saling pandang, menunggu seseorang keluar dari lift.Namun kedua karyawan perempuan itu, Abigail dan Sarah, bersikap cuek dengan apa yang terjadi.“Hei, kita tidak akan kemana-mana jika tidak ada satu pun yang keluar dari lift ini,” kata seorang pria dari belakang.“Oh, bagus! Sepertinya kau punya cukup IQ yang lebih baik daripada yang lain. Tapi kenapa kau masih di sini?” jawab Abigail. “Keluarlah, jika kau pikir memang harus ada yang keluar.”Pria itu tidak berani menjawab, karena posisinya di perusahaan lebih rendah dari Abigial. Begitu juga semua orang di dalam lift itu.Tak satu pun dari mereka yang berani membalas perkataannya. Namun, tak satu pun dari mereka yang berniat meninggalkan lift, karena semuanya buru-buru untuk rapat di lantai atas.Tiba-tiba, secara diam-diam, Sarah memukul siku Nancy dari belakang, tepat mengincar saraf ulnarisnya di bagian siku i
Tapi Nancy masih terlihat enggan. Lagi pula, dia punya sesuatu yang perlu dia lakukan dengan dokumen yang dia pegang saat ini. “Aku ingin membantumu. Tapi aku harus menyerahkan dokumen ini kepada supervisorku. Dia memerlukan dokumen-dokumen ini karena dia akan menghadiri pertemuan itu juga,” jawab Nancy menolak dengan sopan. “Kalau begitu, kenapa kamu tidak bawa saja dokumen itu langsung ke pertemuan itu dan menemui atasanmu di sana?” tawar Victor. “Tidak, aku khawatir dia akan memarahiku nanti di depan orang-orang,” kembali Nancy menolak. “Tidak apa-apa, aku akan mencoba menjelaskan situasimu kepada supervisormu itu nanti,” Victor memegang tangannya dan membawanya ke arah lift. Sekarang Nancy menjadi semakin grogi. Ia begitu yakin Victor pasti punya jabatan yang lebih tinggi dari supervisornya, mengingat betapa mudahnya Victor berjanji bisa menjelaskan semuanya kepada supervisornya itu. “Um, kenapa kamu tidak ikut saja denganku untuk membawa dokumen ini dulu ke supervisorku, lal
Sementara itu, ruang pertemuan agak riuh karena mereka sudah menunggu cukup lama. Apalagi Oliver yang semakin tidak sabar karena Nancy belum juga menyerahkan dokumen yang dimintanya. Oliver sudah tahu kalau bos barunya adalah rekan kuliahnya. Namun dia telah meninggalkan kesan buruk sejak pertemuan pertamanya dengan Victor di kamar kecil kemarin. Dia tidak mampu menanggung risiko untuk meninggalkan kesan buruk lagi di depan bos barunya itu dua hari berturut-turut. Menjadi begitu serba salah, dia tahu betul bahwa hanya dengan satu kesalahan akan berakhir dengan pengunduran dirinya. Kenyataannya, dia juga telah mendengar tentang pengunduran diri beberapa pejabat tinggi perusahaan tepat setelah penunjukan Victor sebagai Presiden baru. “Dasar perempuan tidak berguna. Kenapa dia lama sekali mengantarkan dokumennya?” gerutu Oliver menahan kekesalan. Wajahnya yang serba salah menarik perhatian Abigail, atasannya yang kebetulan duduk tepat di sampingnya. Tentu saja Abigail tahu apa yang ad
Karena pengunduran diri General Manager Departemen Pemasaran sebelumnya, sekarang Ny. Emilia harus mengurus departemen ini karena memang beliau menjabat sebagai Wakil Presiden Bidang Pemasaran. Setidaknya sampai Viona menemukan general manager baru untuk mengisi posisi itu.Walaupun Emilia mempunyai level yang sama dengan Viona sebagai Wakil Presiden, namun ia tahu kalau Viona mempunyai pengaruh yang lebih kuat di perusahaan. Belum lagi, Viona adalah orang kepercayaan Charles William.Emilia memulai perkenalan Presiden Counterbrand yang baru. Ia sengaja mempersingkatnya karena tak ingin mengulangi apa yang pernah dilakukan Viona saat memperkenalkan Victor kepada para pejabat perusahaan di pertemuan sebelumnya.Tetap pada akhirnya, dia hanya bisa memberi tahu soal nama, dan tentang visi Victor untuk Counterbrand secara umum.Tapi kemudian, Victor menghentikannya dengan menawarkan tempat duduk, dan kemudian berbisik padanya.“Bolehkah aku meminta waktu sejenak untuk mengatakan sesuatu p
Sarah terkejut saat mengetahui bos barunya sudah mengetahui nama lengkapnya. Dia mengalihkan perhatiannya ke Nancy dengan tatapan kesal, curiga bahwa Nancy telah menceritakan segalanya tentang dirinya kepada presiden baru ini. “Sarah Campbell?” Victor memanggilnya lagi untuk mengalihkan memancing perhatiannya. “Ah? Aku, benar-benar sangat menyesal, Tuan Presiden. Aku seharusnya tidak menendang Anda keluar dari lift. Seharusnya aku mengajukan diri untuk keluar dari lift sebelumnya,” jawab Sarah. “Apakah itu jawabanmu?” Victor bertanya. “Ya!” Sarah menegaskan. “Baiklah. Tapi coba lihat sekarang. Kita memiliki kursi terbatas di ruangan ini, dan itulah batas meja dalam pertemuan ini. Ada dua orang yang berdiri di sini dan hanya tersisa satu kursi kosong. Apakah kamu juga ingin mengajukan diri untuk meninggalkan ruangan?” Victor bertanya. “Maaf, Pak?” Sarah terkejut dengan wajah melongo setelah mendengar permintaan tersebut. Tapi Victor tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu.
Nancy tidak membayangkan bakal ikut dalam pertemuan itu. Apalagi sekarang diangkat menjadi manajer menggantikan Abigail. Dia mulai meragukan dirinya sendiri, apakah dia mampu menjawab kepercayaan yang diberikan Victor padanya atau tidak.Victor sudah memahami sedikit inferiority complex dalam diri Nancy. Namun dia percaya bahwa itu mucul dari keputusasaannya setelah melakukan yang terbaik, yang sejauh ini tidak membuahkan hasil dan selalu diperlakukan tidak adil.“Percayalah! Kalau sudah bicara tentang effort dan keuletan, aku yakin kamu telah bekerja keras untuk perusahaan ini lebih dari siapa pun,” Victor menepuk bahunya sebelum meninggalkannya di sana.Beberapa karyawan lainnya mengucapkan selamat kepada Nancy dengan berbisik, meski sebagian yang lain hanya memperlihatkan raut wajah ikut bahagia.Mereka adalah orang-orang yang sangat menghargai usaha Nancy. Terutama Gianna yang sudah bersamanya selama lima tahun.Abigail memasuki ruangan, dan di sana dia terkejut menemukan Nancy su
Semakin Victor menunjukkan wajah serba salahnya, pria itu semakin yakin bahwa Victor benar-benar seorang pencuri. Dalam benaknya, ketakutan Victor adalah ketakutan pencuri yang baru saja tertangkap.“Pencuri mana mau mengaku kalau dia adalah seorang pencuri?” kata seorang laki-laki dari kerumunan.“Logika macam apa itu?” bantah Victor pada orang yang baru saja menuduhnya. “Mereka yang bukan pencuri pun, tidak mau mengakui dirinya sebagai pencuri? Dasar bodoh!”“Kamu benar-benar pandai berkilah! Aku yakin kau pasti sudah berlatih berkilah setiap hari,” kata pria bernama Andrew itu sambil masih memegang kerah baju Victor.“Sudah kubilang, aku tidak mencoba mencuri tasnya!”“Oh, benar juga! Kenapa tak kau katakana saja itu pada polisi nanti. Tapi untuk saat ini, aku perlu…”Andrew menarik tangannya ke belakang, hendak melayangkan pukulan. Namun tiba-tiba seorang lelaki tua memukul punggung Andrew dengan tongkat.“Dia mengatakan yang sebenarnya! Kau dan gadismu itu perlu berterima kasih p
Hari Sabtu pun datang, sama seperti hari-hari Sabtu lainnya bagi sebagian orang. Tapi itu berbeda untuk Emma. Dia masih tertidur meski sudah lewat tengah hari.Dia masih mengenakan pakaian yang sama yang dia kenakan untuk bekerja tadi malam. Tempat tidurnya berantakan dengan salah satu sepatunya di atas bantal. Ada juga beberapa kaleng bir kosong di mana-mana.Sejak bekerja paruh waktu sebagai operator drive thru di “Peccato Legale”, bar milik pria bernama Robert itu, Emma harus bekerja lembur hingga lewat tengah malam.Meskipun dia kembali ke motel sebelum jam 3 pagi, dia baru tertidur sebelum fajar. Bahkan itu hanya setelah dia menghabiskan beberapa kaleng bir. Tapi sekarang, minuman keras itu masih mempermainkan pikirannya.Alkohol itu begitu efektif dalam menghentikan otaknya menghasilkan hormon kecemasan sejak tadi malam. Itu juga efektif membuatnya melupakan semua masalahnya.Namun, ketika efek minuman kerasnya mereda, kecemasannya justru meningkat. Sekarang dia mengalami sesuat
Jimmy menyajikan kopi untuk mereka. Setelah itu, dia sedikit menykamurkan bokongnya di atas meja, dan mulai berbicara untuk memancing perhatian mereka ke arahnya.“Aku tahu kamu adalah Viona Emery, wakil presiden di Counterbrand. Aku tidak akan menyembunyikan siapa diriku di depan orang sepertimu. Jadi, apakah kamu sudah selesai menghakimi diriku?” dia bertanya dengan percaya diri.Viona tersenyum dengan sedikit berceletuk. “Aku tidak datang ke sini untuk memintamu bekerja untukku, tapi hanya untuk menemani orang di sebelahku ini, pemimpin di perusahaan Counterbrand,” jelas Viona.“Eh?!” Jimmy menjawab dengan sedikit terkejut dan senyuman yang tidak pasti, tak menyangka bahwa klien barunya adalah seorang presiden sebuah perusahaan besar.Melihat betapa tenangnya Victor saat ini, Jimmy langsung mengubah sikapnya. Dia merapikan rambut dan pakaiannya sedikit, dan duduk di kursinya dengan memulai sikap profesionalnya.“Jimmy Farion siap melayani anda, menyelesaikan masalah tanpa masalah!
Ia mulai ragu dengan niatnya untuk berbuat sesuatu di lelang tersebut. Sepertinya dia harus menerima tawaran apapun yang akan datang pada cincin yang akan dia jual.“Sudah, suruh mereka pergi,” kata Victor kepada Emma.Kedua orang itu pun pergi begitu saja bahkan sebelum Emma menyuruh mereka pergi.“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Viona.“Kita bicarakan saja nanti. Kita temui saja pengacara itu dulu!” Jawab Victor sambil bangkit dari sofa dengan wajah lelah.Pada akhirnya, mereka meninggalkan rumah dengan Viona yang mengendarai Ferrari untuknya. Victor sama sekali tak membuat wajah tak bersemangatnya, tak menyembunyikan betapa kecewanya ia pada Viona.Meski begitu, dia tahu bahwa tak bisa juga menyalahkannya. Viona sudah mengatakan bahwa dia tidak akan mengasuhnya lagi. Bagaimana pun, tentu dia menyadari bahwa sebagian besar masalah ini disebabkan oleh kesalahannya sendiri, perselisihan pribadinya dengan Emma.Tapi tetap saja…“Bagaimana kamu bisa kepikiran menggunaka
Victor berdiri di sana sambil memalingkan wajahnya, terlihat sangat sulit menerima apa yang disampaikan Viona kepadanya.Seperti kekhawatiran Viona sebelumnya, jelas perkataannya telah melukai harga diri Victor karena kebaikannya dianggap kenaifan.Victor memang tidak pernah menerima setiap kali ayahnya mengatakan bahwa kebaikannya itu adalah sebuah kesalahan. Dia merasa nyaman dengan dirinya, tapi ayahnya melihatnya sebagai sebuah kelemahan dalam dunia bisnis.Viona tidak mengatakan sepatah kata pun setelah itu dan membiarkannya. Dia duduk di sofa dan menyalakan TV. Tidak ada yang ingin dia tonton, hanya berusaha mengalihkan perhatiannya dari Victor, sambil membiarkan Victor tenggelam dalam pikirannya.Tanpa memberikan jawaban pada Viona, Victor langsung memesan taksi, berniat keluar rumah tersebut dan pulang ke rumahnya sendiri. Tapi tiba-tiba, Viona memanggilnya dari ruang tamu dan bergegas menghampirinya.“Apa lagi?” Victor bertanya.“Aku sudah bertanya sebelumnya. Apakah kamu jad
Dia memang tidak tahu apa-apa tentang identitas asli Victor, selain apa yang dia ketahui tentang dirinya sebagai pengantar pizza.Motif awalnya memberi tahu orang-orang ini tentang Victor hanyalah agar mereka merampok Victor, atau mungkin membuatnya ketakutan setengah mati dengan kemunculan mereka. Dia hanya ingin mengerjai Victor untuk membalaskan kekesalannya, tak lebih.“Tolong, kasihani aku! Niatku hanya ingin memberi pelajaran pada bocah itu, dan membiarkan anak buahmu bersenang-senang dengan apa pun yang ingin mereka lakukan padanya,” pinta Benigno sambil menangis lirih.Marco menjadi semakin tidak sabaran, dan kemudian mengokang pistolnya, seolah-olah akan menembak mati pria gendut itu. Namun salah satu temannya segera menghentikannya dengan dingin.“Tunggu sebentar, Marco!” kata pria itu sebelum menepuk bahu Marco dua kali. “Ikutlah denganku sebentar!”Marco mengikuti pria itu ke ruangan lain, masih di dalam toko pizza. Dilihat dari tingkah laku Marco saat ini, sepertinya pria
Alih-alih masuk ke dalam mobil, Victor malah membuang muka, terlihat enggan mengendarai mobil itu. Lagi pula ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan Viona kepadanya bahwa mobil itu adalah miliknya. Namun kemudian, Martin menghampirinya, mencoba mengenali Viona yang ada di dalam mobil. Tentu saja Martin tahu tentang Viona meski tak begitu dekat dengannya. Sebenarnya Martin adalah salah satu orang yang ingin direkrut Viona untuk menggantikan beberapa pejabat yang keluar dari Counterbrand beberapa waktu yang lalu. “Hey, apakah itu bosmu?” tanya Martin berbisik dari belakang telinga Victor. Victor berbalik, dan terlihat agak bingung dengan pertanyaan Martin. “Wanita di dalam mobil itu! Apakah itu bosmu?” Martin mengulangi pertanyaannya. “Dia?! Oh benar. Dia adalah Viona Emery. Bos baruku di Counterbrand,” jawab Victor. Martin agak enggan menyapa Viona, karena Viona memasang wajah dingin di dalam mobil, berlagak seolah tak mengenalinya. Lagipula ia sudah menolak tawaran Viona
Namun pria bernama Marco itu masih belum mempercayainya. “Tidak mungkin dia hanya seorang sopir. Entah kita harus mengetahui siapa dia, atau tentang orang yang menyerangmu sebelumnya, kita tidak akan pergi dari sini sebelum memastikan itu.”“Kau serius? Bagaimana jika kita tidak bisa mendapatkan apa pun? Apa kita akan selamanya di sini!”Dan tiba-tiba...Crash!!“Kampret!”Kaca spion bagian kanan baru saja terkena sesuatu.Ketiga orang itu langsung menunduk menutupi kepala mereka karena keterkejutan itu. Tidak jelas apa penyebabnya, tapi mereka khawtir saat ini ada orang yang baru saja menembak mereka dari suatu tempat.“Apa itu tadi?” tanya Chappy berbisik dengan wajah pucatnya.Marco mengambil resiko untuk mencari tahu, mencoba menguntit sekelilingnya. Tapi dia tidak menemukan apa pun.Lagi pula, dia hanya mengintip dengan mengangkat kepalanya sedikit saja, tidak ingin kepalanya menjadi sasaran peluru.“Apa kau melihat sesuatu?” tanya Bob.Tapi Marco tidak memberikan jawaban. Dia me
Hal itu membuat Emma begitu ketakutan. Memang, dia mencoba melakukan sesuatu pada gadis itu. Tapi dia tidak pernah menyangka akan menjadi seserius ini. Dia menjadi panik karena semua mata tertuju padanya.“Emma, ada apa ini?” tanya Robert, pemilik bar. “Apa kamu benar-benar melakukan sesuatu terhadap pelanggan kita?”Untungnya, salah satu teman gadis itu datang. Dia menghentikannya, mencegahnya menelepon polisi.“Hei, tenanglah! Mereka bilang Anne memiliki alergi terhadap sesuatu pada makanannya. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka tanpa mengetahui apa pun tentang alergi Anne.”Mendengar perkataan itu, sang pemilik bar yakin bahwa itu bukan kesalahan Emma, karena dia hanya seorang operator, sedangkan makanannya disajikan oleh karyawan lain di dapur.“Emma, apa yang gadis itu pesan?” tanya Robert.“Taco, yang super pedas,” jawab Emma dengan penuh rasa bersalah.Pemilik bar tidak menganggap ada yang aneh dengan pesanan tersebut, karena tidak jarang ada orang yang meminta ta