Buku-buku yang dibelikan oleh Gozard adalah buku yang ditulis oleh Nikola Millian seorang professor dan ilmuwan.
"Aku akan menemui Daxton lagi, kau simpan saja buku-buku itu untuk kita serahkan pada pihak panti asuhan," ucap Gozard yang segera diangguki oleh Posie.Usai mengatakan hal itu Gozard keluar dari kamar Daxton, dan berjalan menuju ruang belajar di mana putra sulungnya berada."Daxton!"Gozard kini berjongkok dan memegang kedua bahu putra sulungnya, tatapan lelaki itu begitu serius. "Dengarkan ini baik-baik, Daxton! Kau hanya boleh bermimpi dan bercita-cita menjadi seorang presiden! Aku melarangmu untuk bermimpi atau pun memiliki cita-cita menjadi seorang professor dan guru!"Daxton terdiam tatapan anak lelaki berusia 8 tahun itu mengosong, dan air mata kembali luruh membasahi wajah yang sudah sembap juga merah itu.Sayapnya untuk terbang tinggi menggapai mimpi telah dipotong oleh Ayahnya sendiri-Gozard Guiner."Lupakan seluruh buku-buku milik Nikola Millian! Berhenti untuk mengidolakan orang itu, kau lebih baik memperbanyak belajar politik untuk bisa menjadi seorang presiden!" ungkap Gozard dengan nada datar.Daxton masih saja diam bahkan air mata makin turun dengan deras membasahi wajah anak lelaki itu."Dan malam ini tidurlah di gudang sebagai hukuman karena kau tidak belajar dengan benar, bahkan nilai akademikmu sampai kalah dari Vezord, Nafferic dan Darcel! Kau tidak merasa malu kalah dari mereka?""Aku tidak mau tidur di gudang!" Daxton bersuara ia bahkan berteriak pada sang Ayah tanpa sadar, lantaran ia benar-benar takut pada gelap, ia tidak mau disuruh tidur di gudang Guiner Mansion yang sangat gelap dan berdebu itu.Gozard menatap putra sulungnya itu murka. "Kau berani berteriak pada Ayahmu, Daxton?"Tanpa kata Gozard langsung menyeret putra sulungnya itu keluar dari ruang belajar. Dan itu membuat Daxton menangis, anak lelaki berusia 8 tahun itu menangis keras mencoba melepaskan cekalan tangan sang Ayah."Aku tidak mau!" Daxton berteriak bahkan berusaha menggigit tangan Gozard."Daxton Guiner!" Gozard berteriak penuh amarah, tatapannya menggelap sepenuhnya lalu ia menampar putra sulungnya itu sampai wajah Daxton memerah.Daxton makin menangis keras, ia tidak mau disuruh tidur di gudang, ia tidak mau.Kembali Gozard menarik tangan Daxton agar ikut dengannya ke gudang Guiner Mansion yang ukurannya cukup besar, gelap dan berdebu."Ini adalah konsekuensi atas apa yang kau lakukan, Daxton! Jadi terimalah hukuman ini dan renungilah kesalahanmu!" ucap Gozard lalu mendorong Daxton untuk masuk ke gudang, dan tanpa perasaan ia langsung mengunci pintu gudang meski Daxton berteriak sembari menangis memanggilnya."Ayah! Ayah aku tidak mau di sini, Ayah! Ayah aku takut, di sini sangat gelap, Ayah!" Teriakan Daxton tak membuat Gozard merasa ingin bermurah hati, lelaki itu justru melengang pergi dengan wajah tanpa merasa bersalah karena mengunci putra kecilnya di gudang."Ayah keluarkan aku dari sini! Ayah aku takut gelap!" Daxton kecil yang malang kembali berteriak, ia berusaha memanggil Gozard yang bahkan telah pergi dari depan gudang sejak tadi."Ayah tolong maafkan aku! Ayah!""Ibu tolong aku! Ibu!"Daxton kini duduk meringkuk di depan pintu gudang sembari memeluk lutut, ia masih menangis lantaran takut gelap."Ayah aku takut! Ayah!" Daxton kembali berteriak sembari mengetuk pintu gudang yang besar berulang kali, tetapi tak ada sautan, dan ini membuatnya menyerah, ia kini menundukkan kepalanya sembari memeluk lututnya sendiri.Di tengah kegelapan, di tengah rasa sakit dan rasa sesak, kenyataannya Daxton hanya seorang diri. Hal inilah yang membuatnya pada akhirnya sulit percaya pada orang lain, sulit memercayai bahwa ada orang tulus di dunia ini.Sungguh Daxton yang malang.***Malam telah tiba dan gudang yang tadinya gelap kini makin gelap gulita, membuat Daxton merasa makin ketakutan. Anak lelaki berusia 8 tahun itu memang takut pada gelap."Kenapa Ayah jahat padaku? Kenapa?" Daxton berbicara pada dirinya sendiri dengan tatapan mata yang begitu hampa."Ibu juga tidak peduli padaku, kenapa? Kenapa mereka tidak bisa menyayangiku?" Kembali anak lelaki itu berbicara pada dirinya sendiri.Sampai suara ketukan di pintu membuatnya terkejut."Kakak lelaki Daxton!"Mendengar suara barusan Daxton mengusap wajahnya dengan punggung tangan, dan sebuah senyuman seketika terbit di wajahnya yang sembap itu."Darcio! Darcio kau datang?" Suara Daxton terdengar begitu ceria, anak lelaki itu bahkan melupakan rasa takutnya pada kegelapan di gudang Guiner Mansion.Anak lelaki berusia 4 tahun yang berada di luar gudang tersenyum. "Benar, Kakak lelaki! Ini aku, Darcio."Daxton tersenyum lalu mendekatkan kedua tangannya ke arah pintu. "Darcio, kenapa kau ke sini?"Darcio Guiner adalah putra kedua dari Gozard dan Posie, usianya baru 4 tahun dan ia amat menyayangi Daxton pun demikian dengan Daxton, yang juga menyayangi Darcio."Aku datang untuk menemanimu, Kakak lelaki! Kau tidak akan sendirian di kegelapan, ada aku, Kakak lelaki," sahut Darcio dengan senyuman lebar yang terpampang jelas di wajah anak lelaki itu.Daxton tersenyum di dalam gudang, hatinya terasa hangat dan merasa aman mendengar ucapan sang adik lelaki."Terima kasih banyak, Darcio. Aku senang kau datang.""Sama-sama!"Darcio kini mendekatkan wajahnya ke pintu gudang. "Kau mau dengar cerita tidak, Kakak lelaki?""Kau sudah bisa membaca?"Darcio menganggukkan kepala meski Daxton tak melihatnya, "Sudah, tapi cerita kali ini adalah cerita yang diceritakan oleh Nozer," sahut Darcio menjelaskan.Daxton tersenyum lebar tanpa sadar, ia bersemangat untuk mendengarkan cerita. Ia memang suka mendengarkan cerita, biasanya sebelum tidur ia dan Darcio akan membaca dongeng di sebuah buku bersama-sama, tapi malam ini ia tidak bisa melakukannya, dan tanpa pernah ia duga Darcio datang padanya."Aku mau mendengar cerita itu!" seru Daxton senang, ia sudah melupakan rasa takutnya akan gelap di gudang Guiner Mansion.Darcio yang berada di luar gudang tersenyum senang, "Baiklah, dengarkan aku akan memulai ceritanya!" seru anak lelaki berusia 4 tahun itu penuh semangat.Dengan penuh semangat Darcio mulai bercerita, ia bahkan melakukannya penuh penghayatan, membuat Daxton yang berada di dalam gudang sesekali tertawa lantaran suara sang adik lelaki yang lucu menirukan suara binatang seperti harimau, kelinci, dan sapi."Sedang apa Darcio di sana?" Seorang lelaki paruh baya yang mengenakan mantel berwarna biru gelap bertanya-tanya melihat Darcio yang berdiri di depan pintu gudang sembari melompat-lompat.Langkah kaki lelaki paruh baya itu mendekati Darcio. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Darcio?""Kakek! Aku sedang bercerita," sahut Darcio tersenyum lebar lalu memeluk kaki seorang lelaki paruh baya yang rupanya adalah Wilman Guiner.Wilman Guiner adalah Ayah dari Gozard Guiner yang malam ini datang berkunjung ke Guiner Mansion, lantaran mendengar kabar dari Nozer bahwa Gozard murka dan menghukum Daxton cucu lelakinya."Tapi kenapa melakukannya di sini?"Darcio tersenyum. "Ada Kakak lelaki Daxton di dalam sini, dan di dalam pasti gelap kan, Kakek? Maka dari itu aku datang untuk menemani Kakak lelaki, aku menemaninya agar ia tahu kalau aku akan selalu ada untuknya apa pun yang terjadi," ucap anak lelaki berusia 4 tahun itu dengan lancar dan dari tatapannya Wilman bisa melihat betapa tulusnya Darcio.Wilman tersenyum tipis lalu mengusap kepala Darcio. "Baiklah, kau tunggu di sini dan tetap temani Kakak lelakimu ya, biar Kakek menemui Ayah dan Ibumu lebih dulu."Darcio dengan patuh menganggukkan kepala lalu melepaskan pelukkannya pada sang Kakek-Wilman Guiner.Kini Wilman berjalan meninggalkan Darcio menuju ruang kerja putra bungsunya-Gozard Guiner.Ketika tiba di ruang kerja putra bungsunya, Wilman dengan wajah tanpa ekspresi langsung menampar Gozard yang berdiri dengan wajah kaku menatapnya."Kenapa Ayah datang dan langsung menamparku begini?" Gozard menatap sang Ayah dengan dahi yang menyenyit dalam, merasa bingung atas tindakan sang Ayah menamparnya barusan.Wilman tak mengatakan apa-apa dan kali ini kembali menampar Gozard dengan kuat bahkan ujung bibir lelaki itu sampai robek dan mengeluarkan darah.Gozard yang kini sudah tahu apa penyebab Ayahnya marah dan langsung menamparnya hanya diam, ekspresinya begitu tenang seperti biasa."Ia putraku dan aku berhak menghukumnya jika ia memang melakukan kesalahan!" ucap Gozard dengan wajah tanpa ekspresi menjelaskan pada Wilman sang Ayah.Wilman menatap Gozard dengan ekspresi datar. "Yang kau hukum hanyalah anak kecil berusia 8 tahun, dan kau menghukumnya dengan cara mengerikan. Jika sampai aku mengetahui kau memukul Daxton lagi, maka akan kupastikan kau dan Posie hancur berkeping-keping, Gozard." Dengan nada tenang Wilman mengancam putra bungsunya itu."Berhentilah ikut campur mengenai masalah keluargaku, Ayah!" Gozard mengabaikan ancaman yang diucapkan oleh sang Ayah barusan."Aku ikut campur karena Daxton adalah cucuku, dan aku adalah Kakeknya."Gozard menghela napas dan pada akhirnya menyerah untuk terus berdebat dengan sang Ayah. "Aku menamparnya."Bisa dipastikan tamparan super keras kembali mendarat di wajah Gozard."Ini yang terakhir, jika kau menampar Daxton lagi atau Darcio, maka bukan hanya wajahmu yang akan kutampar, tapi wajahmu di dunia politik juga akan kupastikan berubah buruk hingga tak ada lagi tempat untukmu di sana!""Ayah hanya mengancam tapi tidak pernah melakukannya!" Gozard menyahut dengan wajah tanpa ekspresi.Wilman membalas tatapan putra bungsunya itu. "Kukira istriku melahirkanmu sebagai anak manusia, tapi kenapa kau justru tumbuh menjadi monster?""Kau tahu apa dan siapa yang menjadi penyebab aku begini," sahut Gozard dengan wajah tanpa ekspresi."Sadarkan dirimu untuk berpikir aku akan membiarkanmu menikahi keponakanmu sendiri, Gozard!" Dengan marah Wilman menatap Gozard yang hanya memasang wajah tanpa ekspresi."Kenapa? Aku mencintainya dan kau tahu itu bukan, Ayah?"Wilman mengepalkan tangannya, kemarahan telah menguasai lelaki paruh baya itu. Ia benci harus mengingat tindakan gila putra bungsunya itu, obsesi Gozard yang mengerikan pada salah satu cucu perempuannya."Hentikan! Hentikan kegilaanmu, Gozard!" Wilman berteriak penuh amarah, urat di sekitar lehernya tampak menonjol.Gozard menghela napas. "Ayah tidak perlu khawatir, aku sudah melupakannya, aku kini sudah mencintai Posie dan hanya ada ia dalam hati juga pikiranku."Wilman hanya diam tak lagi menanggapi ucapan putra bungsunya itu."Ayah ingin aku melakukan apa?""Keluarkan Daxton sekarang juga dari gudang!" balas Wilman dengan wajah tanpa ekspresi, kemarahan masih berada dalam dadanya tetapi lelaki paruh baya itu berusaha untuk menghentikan amarahnya sendiri.Gozard hanya menganggukkan kepala, untuk malam ini ia akan berbaik hati."Nozer!" panggil Gozard pada Nozer yang sejak tadi berdiri di depan pintu ruang kerja milik Gozard, mencegah siapa pun untuk mendengar keributan, dan meski ia mendengar keributan barusan ia harus menutup mulutnya rapat-rapat."Ada apa, Tuan?""Antarkan Ayahku untuk menemui Daxton dan keluarkan Daxton dari gudang!" perintah Gozard yang segera diangguki dengan sopan oleh Nozer.Setelahnya Wilman berjalan keluar dari ruang kerja Gozard menuju gudang diikuti oleh Nozer di belakangnya."Sudah berapa lama Daxton berada di dalam gudang, Nozer?" Wilman bertanya pada Nozer di antara langkah kaki mereka menuju ke gudang Guiner Mansion."Sudah sejak tadi siang, Tuan Wilman Guiner," sahut Nozer dengan sopan.Wilman menganggukkan kepala mengerti.Tak seberapa lama akhirnya mereka tiba di depan gudang, dan Darcio berseru senang begitu melihat Wilman yang datang bersama Nozer."Kakak lelaki Daxton! Kakek datang bersama Nozer!" seru Darcio berteriak senang ke arah pintu gudang."Benarkah?" Daxton yang berada di dalam gudang bertanya."Benar!""Ini aku, Daxton!" Wilman menyapa cucu lelakinya itu."Kakek! Kakek tolong keluarkan aku dari sini!" Daxton berseru senang dan kemudian meminta agar Wilman mengeluarkannya dari gudang.Wilman tersenyum mendengar sahutan riang cucu lelakinya. "Tenang saja, Daxton! Sebentar lagi Nozer akan membuka kunci pintu ini dan kau bisa keluar dari gudang.""Terima kasih, Kakek!"Setelahnya Wilman memerintahkan Nozer untuk membuka kunci pintu gudang yang kini telah terbuka lebar, membuat Daxton memeluk erat Darcio."Terima kasih sudah menemaniku sejak tadi ya, Darcio," ucapnya dengan senyum yang tak ia sadar begitu lebar.Setelahnya Daxton memeluk Wilman yang berjongkok di dekatnya dan Darcio. "Terima kasih, Kakek! Aku menyayangimu!"Wilman menganggukkan kepala lalu membalas pelukkan sang cucu lelaki. "Dan jangan lupa beterima kasihlah pada Nozer juga."Daxton mengangguk lalu memeluk Nozer yang kini turut berjongkok. "Terima kasih, Nozer!"Nozer tersenyum, "Sama-sama, Tuan Muda Daxton Guiner."***Kini Wilman memutuskan untuk menginap di Guiner Mansion, ia sengaja melakukannya untuk mengawasi Gozard yang mungkin saja akan menyakiti Daxton lagi atau bahkan Darcio.Lelaki paruh baya itu tak bisa tidur sejak Gozard tadi kembali membahas kisah di masa lalu, kisah yang benar-benar gila.Kini Wilman yang tidur di kamar tamu berjalan menuju jendela, ia melipat kedua tangannya ke belakang.'Kumohon Ayah, biarkan aku menikah dengannya. Biarkan aku menikahi perempuan yang kucintai, Ayah.''Siapa ia, Gozard?''Ia adalah Ellesta Guiner, aku mencintainya, kami saling mencintai jadi izinkan aku menikahinya.'Wilman kembali mengingat setiap ucapan Gozard di masa lalu, bahkan hari itu ia hampir jantungan mendengar bahwa putra bungsunya meminta izin untuk menikah dengan cucunya.Ellesta Guiner adalah putri dari Wozard Guiner dan Gaby Guiner. Dan Wozard adalah putra sulung dari Wilman yang artinya Ellesta adalah cucunya.Jadi bagaimana mungkin Wilman membiarkan Gozard menikah dengan Ellesta?'Aku lebih memilih membiarkan Ellesta mati dari pada harus melihatnya menikah dengan adikku sendiri.'Hari itu juga kali pertama Wilman melihat bagaimana putra sulungnya marah bahkan sampai memukuli Gozard.'Aku membencimu, Gozard! Putriku melenyapkan dirinya sendiri karenamu, karena tidak diizinkan menikah denganmu!'Kalimat itu hingga hari ini terus terngiang di kepala Wilman, ia ingat betapa mengerikannya Wozard ketika marah.Bersambung.Beberapa tahun silam.Seorang lelaki muda tengah duduk terdiam menatap gadis yang tengah memetik bunga di taman belakang Guiner Mansion."Gozard!" Lelaki yang tengah duduk di bangku taman itu bangkit dan membalikkan badannya."Ada apa, Kakak lelaki?" tanya si lelaki yang barusan dipanggil Gozard."Aku akan pergi sebentar jadi tolong awasi Ellesta, jangan biarkan anak itu pergi dari Guiner Mansion lagi," balas lelaki yang siang ini mengenakan setelan formal berwarna biru gelap. Ia adalah Wozard Guiner yang merupakan putra sulung dari Wilman Guiner dan Leticia Guiner.Gozard dengan senyum yang terpampang di wajahnya menganggukkan kepala. "Tentu, aku akan mengawasinya."Setelahnya Wozard tersenyum sembari menepuk bahu adik bungsunya itu, dan berpamitan sembari mengatakan kalau ia hendak pergi menuju Guiner Corporation bersama Wilman."Be carefull, Brother!"Wozard menganggukkan kepala sembari melambaikan tangan di tengah langkahnya menuju SUV hitam yang terparkir tak jauh dari taman.Kin
"Semuanya sudah terjadi dan apabila aku meminta maaf, akankah semuanya bisa kembali seperti semula? Dan akankah Wozard memaafkanku?" Gozard menyahuti dengan wajah tanpa ekspresi menatap sang Ayah—Wilman Guiner.Malam semakin larut dan Wilman harus mendapati ia kembali berdebat dengan Gozard. Ia sungguh tak mengerti mengapa putra bungsunya itu bahkan tak pernah mau mendengarkan apa yang ia ucapkan, Gozard selalu saja membalas ucapannya, putra bungsunya itu selalu saja melawan setiap hal yang Wilman ucapkan.Wilman kini membalikkan badannya, ia menatap ke arah jendela. "Kau pernah menyesal dilahirkan, Gozard?""Tidak, aku tidak pernah menyesal!"Wilman tersenyum tetapi matanya menunjukkan luka dalam yang tak bisa disembuhkan. Tapi aku yang menyesal, aku yang menyesal membiarkan Leticia berkorban untukmu, ia rela mati demi melahirkanmu yang kini bahkan tak memiliki hati sedikit pun. Batin Wilman sembari menahan ucapan dalam hatinya itu tak ia ucapkan pada Gozard."Minta maaflah pada Woz
Daxton dan Darcel benar-benar memanjat pohon apel yang tak terlalu tinggi itu, sementara Darcio hanya duduk sembari memandangi danau di taman belakang Evanest House ini.Anak lelaki berusia 4 tahun itu memang pendiam dan menyukai hal-hal berbau ketenangan, ia seorang anak lelaki yang suka menuliskan banyak hal, sehingga siang ini di taman belakang Evanest House, Darcio mulai mengeluarkan buku catatan kecil dan pena dari sakunya lalu ia mulai menulis.Meski tulisannya belum rapi, Darcio tetap senang membaca tulisannya sendiri, ia kadang juga membiarkan Daxton dan Nozer untuk membaca tulisannya.Darcio ingin menjadi seorang penulis.Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Darcel dan Daxton turun dari pohon apel membawakan banyak buah apel pada Darcio."Ini untukmu, Darcio!" ucap Daxton tersenyum lebar pada adik lelakinya itu.Darcio menerima apel itu dengan senang hati, senyum di wajah anak lelaki berusia 4 tahun itu mengembang sempurna. "Terima kasih, Kakak lelaki Daxton."Darcel yang
Daxton menatap seseorang yang berdiri di sebelahnya, ia adalah Nozer Abeyr."Apakah tadi Tuan Muda bertemu dengan Darcel?" tanya Nozer menatap Daxton sembari tersenyum hangat.Perlahan senyum di wajah Daxton tampak, meski tak selebar sebelumnya. "Iya, aku bertemu Darcel dan mengajak Darcio untuk berkenalan dengannya juga."Nozer tersenyum lalu menganggukkan kepala, tadinya ia hendak menemani Daxton mengobrol atau mungkin saja menceritakan sebuah dongeng, tetapi lelaki itu malah dipanggil oleh seorang pelayan untuk membantu menyiapkan beberapa hal."Aku pergi dulu, Tuan Muda!" ucap Nozer berpamitan pada Daxton."Ya tentu, terima kasih, Nozer!" balas Daxton tersenyum yang hanya diangguki oleh Nozer, lantaran lelaki itu memang harus bergegas untuk membantu mempersiapkan segala hal dalam pertemuan para tamu Gozard dan Posie.Kini kembali Daxton seorang diri, ia menatap sekeliling dengan pandangan hampa."Kalau Ayah dan Ibu membenciku, bukan berarti satu dunia membenciku juga. Aku punya di
Hari minggu telah tiba dan itu artinya sekolah libur, meski begitu Daxton tidak akan bisa menikmati hari minggunya dengan bermain seperti kebanyakan anak-anak lain. Ia harus pergi bersama sang Ayah, entah itu untuk mendengarkan ceramah politik di kediaman salah satu Ketua Umum Partai Politik atau ia harus berlatih berlari, menembak bahkan berkuda.Pagi ini Daxton harus mau ketika Gozard mengajaknya menuju ke hutan yang terletak agak jauh di belakang Guiner Mansion, hutan yang merupakan milik Gozard Guiner sendiri."Kita akan melakukan apa di sini, Ayah?" Daxton bertanya dengan ekspresi wajah begitu polos.Gozard hanya diam, lelaki itu sibuk mengeluarkan sesuatu dari ransel besar yang sejak tadi ia bawa.Akhirnya Daxton memilih diam dan mengamati sekitar, ia menatap sekeliling dengan mata polosnya yang berbinar apa lagi kala melihat burung-burung berterbangan melewatinya, dan anak lelaki berusia 8 tahun itu begitu terkejut ketika salah satu burung terjatuh di depan matanya dengan anak
Sepulangnya Daxton ke Guiner Mansion, ia harus menghadapi kemarahan Gozard dan Posie padanya. Ya apa lagi memangnya selain kemarahan?Daxton yang malang itu harus terima dimarahi. Anak laki-laki itu sendiri juga tak ingin kalah, memang siapa yang ingin kalah? Tentu saja Daxton ingin menang, tapi mentalnya memang mudah terguncang apalagi di rumah ia juga tak punya pendukung, ia hanya seorang diri karena Gozard dan Posie hanya selalu memarahinya.Daxton menundukkan kepala begitu melewati ruang tamu di mana Gozard dan Posie tengah duduk bersebelahan dengan ekspresi tak bersahabat."Kau pikir aku menonton pertandingan renangmu untuk apa, Daxton?" Suara keras Gozard menghentikan langkah kaki Daxton, membuat anak lelaki berusia 8 tahun itu semakin menundukkan kepala dalam diam."Kau ingin menunjukkan pada kami bahwa kau lemah? Kau kalah? Begitukah, Daxton?" Kembali Gozard mencecar putra sulungnya itu.Posie yang duduk di sebelah sang suami menghela napas. "Kau sudah berlatih selama ini buk
Pagi ini Daxton berangkat sekolah diantar oleh Wilman yang semalam menginap di Guiner Mansion, dan tidur di kamar Daxton."Biar aku yang mengantar Daxton," ucap Wilman menggandeng tangan mungil cucu lelakinya.Gozard hanya menganggukkan kepala, ia membiarkan sang Ayah untuk mengantar Daxton ke sekolah. Yah, ia tidak akan mau mencegah Ayahnya, karena tahu sang Ayah pada akhirnya akan tetap memaksa."Baiklah, hati-hati!"Wilman menganggukkan kepala lalu berjalan bersama Daxton keluar dari Guiner Mansion menuju SUV hitam milik Wilman yang terparkir di pelataran Guiner Mansion sejak malam tadi.Kini SUV hitam yang dikendarai Wilman telah melaju meninggalkan kawasan Guiner Mansion, membelah jalanan kota Evanesant yang ramai tetapi lancar.***Setibanya di kelas Daxton harus kembali menghadapi ejekkan dari teman-temannya, mereka mengejek dan meledek Daxton yang diantar ke sekolah pagi ini oleh Wilman.Memangnya apa salah Daxton? Apa terlahir kaya adalah sebuah kesalahan?"Beberapa hari lalu
Setelah permainan bola itu usai Darcel mengantar Daxton ke ruang perawatan kesehatan sekolah untuk mengobati lutut anak lelaki itu."Bagaimana, Daxton? Apa lututmu masih sakit?" tanya Darcel menatap Daxton yang lututnya baru selesai diobati oleh Dokter pihak Evanest School.Daxton tersenyum. "Aku sudah tidak apa-apa, ini sama sekali tidak sakit."Darcel membalas senyum itu lalu menganggukkan kepala, "Kau tadi bermain bola dengan sangat keren, Daxton," ucap Darcel memuji Daxton sembari mengacungkan jempolnya."Terima kasih, tapi kau lebih keren karena bisa menendang ke gawang tim merah," balas Daxton membuat Darcel terkekeh."Ya, ya terima kasih tapi itu juga berkat operan darimu, Daxton."Kini suasana mendadak hening, Daxton yang tenggelam dalam pikirannya dan Darcel yang juga sama-sama tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengingat ucapan dari Eisen saat tadi Darcel hendak menghampiri Daxton yang jatuh dan lututnya terluka.Kadang Darcel terheran-heran atas setiap kata yang diucapkan