Share

Bab 2

Enam tahun kemudian, pesawat dari Negara Maulandia mendarat perlahan-lahan di Kota Sotham.

Seorang wanita yang mengenakan topi bisbol dan pakaian kasual hitam turun dari pesawat. Meskipun wajahnya tidak terlihat jelas, dari postur dan aura yang dipancarkannya, wanita itu tampak lebih mencolok daripada seorang artis.

Yang menarik perhatian adalah dua anak kecil di sampingnya. Seorang anak laki-laki yang mengenakan kacamata hitam, sedang mendorong sebuah koper besar dengan ekspresi dingin. Di atas koper itu duduk seorang gadis kecil yang imut.

Gadis kecil itu sedang sibuk menghitung uang yang ada di tangannya. Uang ini diperolehnya dari hasil promosi di pesawat dengan patokan "Sepuluh ribu untuk foto bersama, dua puluh ribu untuk interaksi".

"Totalnya 520 ribu!" Setelah selesai menghitung, gadis kecil itu memasukkan uang tersebut ke dalam tas kecilnya dengan hati-hati, lalu mendongak dan berkata, "Vin, malam ini kita bisa traktir Kak Emma dan Gaby untuk makan malam enak!"

"Biaya makan malam di Kota Sotham minimal 650 ribu per orang. Kalau kita berdua dihitung setengah harga, totalnya hampir sejuta untuk makan berempat. Uangmu cuma segini, ah ... nggak mungkin!" jawab Vin dengan tenang.

Ekspresi bahagia gadis itu langsung berubah menjadi cemberut setelah mendengar hal itu. Kemudian, dia bergumam, "Kapan aku bisa jadi kaya? Aku ingin makan malam enak setiap hari!"

Di tengah obrolan, tanpa sadar mereka sudah sampai di pintu keluar. Dari kejauhan, terlihat seseorang yang mengangkat sebuah foto tinggi-tinggi dengan tulisan di foto tersebut.

"Emma!" Vir membaca nama di foto itu dengan mata membelalak. Kemudian, dia memperhatikan foto tersebut lebih teliti dan menatap wanita di belakangnya dengan alis berkerut, "Kak Emma, orang di foto itu kamu, 'kan?"

Emma mengangkat pandangannya untuk melihat foto tersebut, lalu menjawab dengan datar, "Ya, itu aku." Ya, namanya sekarang adalah Emma. Phoebe sudah meninggal enam tahun lalu di ruang bersalin.

Orang yang menjemput mereka mendengar hal itu dan segera berkata, "Jadi kamu Emma, Dokter Emma? Halo, saya adalah perwakilan dari Rumah Sakit Advant yang datang untuk menjemputmu."

"Halo," jawab Emma sembari mengangguk.

Vir masih terfokus pada foto itu. Alisnya berkerut semakin dalam, "Kak Emma, kamu nggak fotogenik sekali. Lihat saja tampangmu yang kurus kerempeng itu. Kecantikanmu nggak terpancar sama sekali."

Emma tidak terlalu peduli. Sejak Keluarga Damanik bangkrut, dia jadi tidak suka berfoto. Foto ini diambil tidak lama setelah dia melahirkan dan berada di luar negeri untuk keperluan administrasi. Saat itu kondisinya memang tidak terlalu baik. Namun, dia malas untuk mengambil foto baru dan terus menggunakan foto yang sama.

"Itu namanya cantik bahkan waktu sakit. Kak Emma punya kecantikan alami bawaan lahir, mau foto gimana pun tetap kelihatan bagus!" Vin menepuk kepala Vir dan mengoreksinya.

Orang yang menjemput mereka tersenyum melihat tingkah kedua anak itu dan mendengar pembicaraan mereka. Dia berkata, "Dokter Emma, adik-adikmu lucu sekali."

Emma tersenyum sekilas karena malas menjelaskan hubungan mereka. Kemudian, dia berkata dengan sopan, "Tolong tunggu sebentar. Biar kuantar mereka keluar dulu, aku segera kembali."

"Baik, Dokter Emma, silakan."

Gaby yang datang untuk menjemput kedua anak kecil itu sudah menunggu di luar bandara. Gaby adalah pengasuh Phoebe yang dulunya bekerja sebagai pembantu di Keluarga Damanik. Setelah Keluarga Damanik bangkrut dan tunangan Emma kabur, hanya Gaby yang tetap setia.

Untungnya saat melahirkan, Gaby datang tepat waktu dan memohon kepada dokter untuk melakukan operasi Caesar. Jika tidak, Phoebe dan anak dalam kandungannya itu mungkin sudah meninggal.

Sayangnya, Phoebe tidak sempat melihat anak pertamanya sebelum dibawa pergi. Cheria sangat membenci Phoebe dan pasti tidak akan mengadopsi anak Phoebe. Apakah anak itu sudah ....

Memikirkan hal itu, hati Emma terasa perih.

Setelah enam tahun berlalu, Emma akhirnya telah pulih sepenuhnya dan memutuskan untuk kembali. Ada banyak hal yang harus dilakukannya, tetapi mencari anaknya adalah hal yang paling utama.

"Nenek Gaby!" Suara Vin dan Vir yang ceria membuyarkan lamunannya. Emma baru tersadar dan melihat Gaby yang rambutnya sudah memutih.

"Bi Gaby, terima kasih banyak atas kerja kerasmu selama ini." Demi kepulangannya ke negara ini, Gaby telah datang sebulan lebih awal untuk mempersiapkan segalanya.

"Nggak masalah, kok." Gaby memeluk kedua anak kecil itu dengan penuh kasih, lalu tersenyum dan berkata, "Punya dua anak seimut ini, mana mungkin aku merasa susah? Ya sudah, cepat urus pekerjaanmu, Emma. Biar aku yang jaga Vin dan Vir."

"Semoga Kak Emma sukses dengan pekerjaan barunya. Kami tunggu kepulanganmu untuk makan malam enak nanti," ucap Vir dengan mata berbinar dan senyuman manis.

Setelah mengantarkan kepergian kedua anak itu dan Gaby, Emma kembali berjalan kembali mendekati orang yang menjemputnya tadi. Kemudian, dia tersenyum tipis sambil berkata, "Maaf sudah membuat Anda menunggu."

"Nggak masalah, Dokter Emma. Silakan."

Emma naik ke mobil bersama orang yang menjemputnya. Setelah mobil mulai bergerak, pandangan Emma terus tertuju ke luar jendela. Setelah enam tahun meninggalkan kota ini, kini pemandangan kota ini terasa sangat akrab, sekaligus juga asing.

Setelah setengah jam perjalanan, mobil mereka akhirnya memasuki Rumah Sakit Advant.

Ketika memasuki kantor Direktur Edric, pria itu sedang membaca CV Emma. Melihat kedatangannya, Edric langsung meletakkan dokumen itu dan berdiri menyambutnya, "Baca CV-mu saja sudah membuatku terkejut, apalagi melihat orangnya langsung. Reputasimu memang sesuai yang diharapkan."

"Pujian Pak Edric terlalu berlebihan."

"Mana ada berlebihan?" Edric melanjutkan, "Melepas pekerjaan yang bergaji tinggi di Institut Penelitian Kedokteran Maulandia dan memutuskan kembali ke tanah air untuk berkontribusi pada bidang kesehatan. Berapa banyak orang yang punya pemikiran seperti ini?"

Ucapan Edric membuat Emma merasa malu. Sebenarnya dia tidak semulia itu. Emma memilih untuk datang ke Rumah Sakit Advant karena tempat ini adalah rumah sakit tempat dia melahirkan dulu. Di sinilah Emma bisa mencari petunjuk tentang anaknya yang hilang.

"Yuk, kuperkenalkan kamu dulu sama rekan-rekan barumu di bedah saraf."

Selanjutnya adalah proses perkenalan dengan rekan-rekan baru yang tidak terlalu rumit. Edric termasuk cukup baik terhadapnya dan bahkan menyiapkan kantor pribadi untuk Emma. Sebenarnya, malam ini Edric ingin mengadakan jamuan untuk menyambut kedatangan Emma. Namun, Emma baru saja pulang dan masih banyak yang harus diurusnya, jadi Emma menolaknya dengan halus.

"Setelah aku resmi bekerja minggu depan, aku akan traktir semuanya."

Setelah berkata demikian, Emma pun berjalan keluar. Hari ini dia hanya datang untuk melapor. Dia baru akan resmi bertugas di minggu depan. Setelah meninggalkan departemen bedah saraf, Emma sengaja mampir ke departemen kandungan. Dia berhenti sejenak di luar ruang bersalin, lalu berbalik dan pergi.

Setelah berganti pakaian, Emma pergi ke toilet. Saat baru saja berbelok di sebuah pojokan, dia bertabrakan dengan seorang bocah kecil yang berlari terburu-buru.

"Dik, kamu baik-baik saja?" Emma segera membantu anak itu untuk berdiri. Saat melihat wajah anak itu, ekspresinya langsung berubah.

"Vin! Bukannya aku sudah suruh kamu pulang sama Nenek Gaby? Siapa yang izinin kamu datang ke rumah sakit diam-diam?"

Sekarang ini, bocah itu mengenakan topi bisbol dan setelan jas. Apa ini baju baru yang dibelikan Gaby?

Bocah kecil yang tertabrak itu juga tampak bingung, Vin? Apa wanita ini sedang memanggilnya? Mana mungkin dia punya nama yang begitu kekanak-kanakan? Namanya Ashton Herlambang!

"Aku lagi bicara sama kamu! Kalau kamu pelototin aku lagi seperti itu, Kak Emma marah benaran ya?" bentak Emma dengan nada tegas.

Kak Emma? Itu sebutan lain untuk ibunya, 'kan? Saat Ashton baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara cemas dari luar, "Tuan Muda, jangan buat onar! Ayo cepat keluar!"

Mendengar suara itu, Ashton langsung melompat ke pelukan Emma dan berkata, "Aku salah, Kak Emma. Nggak akan kuulangi lagi lain kali, bawa aku keluar dari rumah sakit."

Hm? Kenapa anak ini cepat sekali mengakui kesalahannya kali ini?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status