Share

Bab 10

Setelah naik taksi bersama Emma, Ashton masih terus gelisah dan melirik ke belakang sesekali. Meskipun berhasil keluar, dia tahu bahwa ayahnya sangat hebat dan mungkin sulit baginya untuk terus bersembunyi.

"Kak Emma," panggil Ashton.

"Hmm?"

"Kamu sayang padaku, 'kan? Nggak peduli apa pun yang terjadi nanti, kamu nggak akan meninggalkanku, 'kan?"

Mendengar pertanyaan itu, Emma tersenyum tak berdaya, "Kenapa tiba-tiba tanya begitu, anak nakal? Aku ini ibumu. Kalau bukan sayang kamu, aku mau sayang siapa lagi? Langit runtuh sekalipun, aku nggak akan meninggalkanmu."

Mendengar ucapan itu, Ashton merasa sangat tersentuh hingga matanya berkaca-kaca. Sejak kecil, orang yang selama ini dianggapnya sebagai ibu, tidak pernah mengatakan hal seperti itu padanya.

"Terima kasih, Kak Emma. Aku juga nggak akan meninggalkanmu!"

Emma tersenyum dan kemudian mengetuk kepalanya dengan lembut.

Setelah turun dari taksi, Emma menggandeng tangan Ashton masuk ke apartemen. Ashton yang sejak kecil selalu diatur dengan ketat, biasanya hanya pergi dari sekolah ke rumah dan sebaliknya. Dia belum pernah pergi ke tempat lain.

Melihat apartemen ini, Ashton merasa agak tidak nyaman. Tempat ini tidak terlalu bagus. Apakah ini tempat tinggal ibunya? Apakah ibunya sangat miskin?

Setelah masuk ke rumah, Ashton mulai memperhatikan sekelilingnya. Tempat ini lebih kecil dari yang dia bayangkan. Namun, demi bisa tinggal bersama ibu impiannya ini, Ashton rela tinggal di mana saja.

"Bi Gaby, bantu aku di dapur. Aku mau masak pangsit untuk Vin dan Vir," kata Emma kepada Gaby setelah mengganti sepatunya.

"Yeay!" Mendengar soal makanan, Vir langsung berlari keluar dari kamar, "Akhirnya bisa makan pangsit buatan Kak Emma!"

Ashton menatap Vir yang berdiri di hadapannya. Apakah ini adik Vin? Beruntung sekali dia punya saudara kandung. Apalagi, adiknya ini juga kelihatan sangat imut.

Emma dan Gaby masuk ke dapur setelah berganti pakaian. Vir segera mendekati Ashton dan berbisik, "Kamu dipukul Kak Emma nggak?"

Ashton tidak mengerti maksudnya, tetapi dia tetap menggelengkan kepala, "Nggak, Kak Emma sangat lembut."

"Benaran nggak dipukul?" Vir terkejut, "Kamu sudah dua kali kabur diam-diam, tapi Kak Emma nggak memukulmu? Sejak kapan Kak Emma jadi sebaik ini?"

Ashton tidak menjawab, melainkan merasa semakin cemas. Sepertinya, Emma bukan sekadar berhalusinasi. Dia memang memiliki seorang anak laki-laki yang sangat mirip dengannya.

Dari kejadian sebelumnya sampai sekarang, Emma terus salah mengira dirinya sebagai anaknya. Kalau anaknya yang asli kembali nanti, bagaimana nasib dirinya yang palsu ini?

"Kamu nekat keluar rumah dengan pakai piama demi mengikuti Kak Emma?" Vir mendekat, lalu menyentuh piama yang dikenakan Ashton. "Terus, kenapa aku belum pernah lihat piama ini sebelumnya? Bahannya enak sekali. Kamu diam-diam membelinya? Dari mana kamu dapat uangnya?"

Ashton kebingungan menjawab serangkaian pertanyaan ini. Namun sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Vir tiba-tiba terperanjat, "Kamu curi tabunganku, ya?"

Vir segera berlari ke kamar sambil berteriak, "Vin, awas saja kalau kamu berani curi tabunganku!"

Ashton mengikuti Vir ke kamar dan melihatnya menuangkan banyak sekali uang receh dari sebuah celengan, lalu mulai menghitungnya satu per satu. Ashton tidak mengerti perilaku ini.

"Kenapa uang sekecil ini harus ditabung?" Ashton benar-benar tidak mengerti.

Bagi Ashton, uang adalah hal yang tidak terlalu dipikirkannya. Setiap kali menerima uang saku, jumlahnya selalu di atas miliaran dan itu juga dalam bentuk kartu, bukan uang tunai.

"Vin, kamu sudah gila ya? Uangku ini sudah lebih dari 800 ribu! Kamu bilang ini uang kecil?" Vir benar-benar marah.

"Kamu bilang, harga termurah untuk makan di restoran mewah di Kota Panawa itu 640 ribu. Kita berdua bisa makan dengan diskon setengah harga, jadi uang ini sudah cukup untuk makan enak!"

Makan malam senilai 640 ribu bisa disebut makanan mewah? Ashton benar-benar meragukannya, tetapi dia tidak berani mengatakannya. Setelah Vir selesai menghitung dan memastikan uangnya tidak kurang, dia menghela napas lega.

"Vin, kamu benar-benar nggak adil! Kamu diam-diam beli piama bagus untuk diri sendiri, tapi nggak beliin untukku?"

"Kamu suka piama ini?"

"Ya, bahannya nyaman sekali."

"Kalau begitu, kubelikan untukmu." Meskipun dia keluar rumah tanpa membawa apa pun, Ashton tahu bahwa ayahnya telah membuka akun bank untuknya. Dia bisa mencairkan uangnya di bank dengan fitur pengenalan wajah. "Kamu mau berapa?"

"Satu saja sudah cukup."

"Oke, ada lagi yang kamu butuhkan? Aku bisa belikan untukmu."

Vir terkejut, "Vin, kamu berbeda sekali! Kenapa tiba-tiba jadi seperti orang lain?"

Ashton menelan ludah dengan gugup, lalu buru-buru menjawab, "Nggak, aku ini kakakmu. Tentu saja harus lebih perhatian padamu."

Hah? Apa dia benar-benar sudah berganti jiwa? Vin yang biasanya selalu mengolok-olok dirinya bisa bicara seperti ini?

Baru saja hendak menanyakan sesuatu, Emma telah berteriak dari luar, "Kalian berdua, keluar untuk makan!"

Mendengar itu, Ashton diam-diam menghela napas lega dan segera berlari keluar. Setelah itu, mereka semua duduk bersama untuk makan.

"Ini pertama kali aku masak pangsit, coba kalian cicipi rasanya," kata Emma dengan penuh harap sembari menunggu komentar mereka setelah mencicipinya.

"Enak, rasanya seperti masakan Mama," kata Ashton setelah mencicipi satu gigitan. Menurutnya, pangsit ini bahkan lebih enak daripada yang dia makan sebelumnya.

"Enak, enak sekali!" Vir juga sangat puas dan terus mengangguk, "Kak Emma benar-benar wanita yang luar biasa bisa mengurus semuanya. Sulit menemukan wanita sehebat ini di dunia!"

"Makan saja, jangan terlalu banyak bicara!" balas Emma.

"Aku cuma mengungkapkan perasaanku, Kak Emma adalah ratu pangsit selamanya!" puji Vir.

Mendengar pujian Vir, Ashton juga tersenyum tipis. Suasana makan seperti ini terasa begitu menyenangkan. Di rumahnya ada terlalu banyak aturan dan mereka tidak pernah diperbolehkan berbicara saat makan.

Melihat kedua anak kecil itu makan dengan lahap, Emma merasa puas meskipun hatinya masih menyimpan kekhawatiran. Dia tidak bisa lagi masuk ke Rumah Sakit Advant. Untuk menemukan anaknya, Emma hanya bisa mencari petunjuk dari Cheria.

Namun, bagaimana caranya menemukan Cheria?

"Ini nenekku?" tanya Vin sambil menunjuk foto Cheria di album foto.

"Iya."

Vin sudah melihat semua foto itu. Foto Ashton memang sangat sedikit. Namun saat melihat tampangnya, Vin sendiri juga terkejut. Wajahnya benar-benar identik. Tidak heran Russel salah mengira dirinya adalah Ashton. Bahkan Vin sendiri juga merasa bingung, apakah itu bukan fotonya sendiri?

"Jadi, aku punya nenek, ayah, dan ibu?"

"Iya."

Vin terdiam. 'Ini nggak seperti cerita dalam novel,' pikirnya. Dia sempat mengira Ashton yang sangat mirip dengannya adalah saudara kandung yang telah lama terpisah.

Namun ternyata, Ashton punya ayah dan ibu kandung? Tidak masuk akal!

"Jadi, artinya kamu punya istri?" Ketika Vin mengatakan hal ini, pikirannya langsung menjadi serius. Ayah yang muncul tiba-tiba ini, ternyata tidak mungkin menjadi ayah kandungnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status