Ketika melihat setumpuk dokumen itu, Russel menatap Emma dengan tidak percaya. Emma menjelaskan, "Mengobati penyakit harus sampai akarnya. Penyakitmu parah, jadi kamu harus menuruti rencana yang kubuat. Ini proses yang panjang, jadi kamu harus bekerja sama denganku."Jika pasien tidak mau menuruti instruksi dokter, dewa sekalipun tidak akan bisa menyelamatkan mereka!"Aku bukan ingin menakutimu ya!" Ketika melihat Russel tidak peduli, Emma memperingatkan lagi, "Kamu hampir mati waktu penyakitmu kambuh waktu itu. Selain itu, penyakit delusimu juga parah sekali.""Biar kuulangi sekali lagi, aku nggak punya penyakit delusi!" bentak Russel. Dia benar-benar murka setiap kali Emma mengatakannya menderita delusi."Nggak pernah ada pasien sakit jiwa yang mengaku mereka gila," gumam Emma. Russel sampai kehabisan kata-kata dibuatnya."Tenang saja, aku dokter profesional yang akan menjaga rahasia pasien. Aku nggak akan merusak reputasimu sebagai presdir bermartabat," jelas Emma.Lagi pula, Russel
"Buka lagi kakimu, buka lebih lebar!""Ah ...."Rasa sakit di dalam tubuhnya membuat Phoebe Damanik tak kuasa merasa gemetaran. Melihat keringat di dahinya dan ekspresi kesakitan di wajahnya, dokter berkata dengan penuh perhatian, "Proses pengambilan sel telur memang sangat menyakitkan. Kamu harus bersabar.""Baik," Phoebe mengangguk sambil menahan rasa sakit.Ya, dia harus bersabar! Dia harus tahan!Satu bulan yang lalu, Keluarga Damanik bangkrut. Ayahnya bunuh diri dengan melompat dari gedung, dan tunangannya menghilang begitu saja. Hanya dalam waktu semalam, dia berubah dari seorang nona kaya menjadi wanita yang terlilit utang.Di saat dia merasa terdesak oleh para kreditur, Cheria muncul bagaikan malaikat penyelamat baginya."Dua tahun lalu, putraku mengalami cedera parah dan koma sampai sekarang. Ada seorang master yang mengatakan bahwa dia harus menikahi seorang wanita dengan primbon yang cocok dan melahirkan seorang anak.""Dengan begitu, dia baru punya peluang untuk sadar kemba
Enam tahun kemudian, pesawat dari Negara Maulandia mendarat perlahan-lahan di Kota Sotham.Seorang wanita yang mengenakan topi bisbol dan pakaian kasual hitam turun dari pesawat. Meskipun wajahnya tidak terlihat jelas, dari postur dan aura yang dipancarkannya, wanita itu tampak lebih mencolok daripada seorang artis.Yang menarik perhatian adalah dua anak kecil di sampingnya. Seorang anak laki-laki yang mengenakan kacamata hitam, sedang mendorong sebuah koper besar dengan ekspresi dingin. Di atas koper itu duduk seorang gadis kecil yang imut.Gadis kecil itu sedang sibuk menghitung uang yang ada di tangannya. Uang ini diperolehnya dari hasil promosi di pesawat dengan patokan "Sepuluh ribu untuk foto bersama, dua puluh ribu untuk interaksi"."Totalnya 520 ribu!" Setelah selesai menghitung, gadis kecil itu memasukkan uang tersebut ke dalam tas kecilnya dengan hati-hati, lalu mendongak dan berkata, "Vin, malam ini kita bisa traktir Kak Emma dan Gaby untuk makan malam enak!""Biaya makan ma
Di ruang rapat Hushborne International.Setelah selesai menelepon, suasana sekitar Russel terasa mencekam. Sorot matanya dingin bagaikan es dan tampak menakutkan. "Apa maksudnya Tuan Muda hilang?!"Meskipun tidak bertatap muka, nada bicara yang penuh ancaman itu membuat asistennya, Weston, bergidik ngeri di ujung telepon. "Aku baru selesai temani Tuan Muda melakukan pemeriksaan. Kata Tuan Muda, dia mau ke toilet ... lalu ... menghilang begitu saja."Rapat hari ini sangat penting. Berhubung Russel tidak bisa meninggalkan kantor, akhirnya dia meminta Weston untuk membawa Ashton untuk melakukan pemeriksaan. Namun tak disangka ...."Payah!" Russel marah besar, "Tampilkan semua rekaman CCTV di Rumah Sakit Advant! Aku akan segera ke sana!""Baik, Pak," jawab Weston.Russel segera bergegas menuju Rumah Sakit Advant. Setelah Weston memeriksa semua rekaman dengan cepat, akhirnya dia menemukan sosok Ashton. "Pak, sudah ketemu!" lapor Weston dengan tergesa-gesa saat Russel masuk."Tuan Ashton dib
Di saat para polisi itu tidak tahu harus bagaimana memutuskan, tiba-tiba masuk sebuah panggilan. "Tuan Muda telepon, katanya orang ini bukan pedagang manusia. Segera lepaskan dia!"Setelah membebaskan Emma, kedua polisi wanita di hadapannya saling memandang, lalu menghela napas. "Orang kaya memang keras kepala. Pertengkaran pasangan saja harus sampai melibatkan polisi."Setelah keluar dari kantor polisi, Emma merasa sangat sial. Pada hari pertama kembali ke tanah air, dia malah harus berurusan dengan kantor polisi. Semua ini gara-gara anak itu! Emma baru saja hendak menelepon Vin ketika ponselnya berdering. Ternyata, Vir yang menelepon."Halo, Kak Emma, gimana keadaanmu? Kenapa belum kembali? Makan malam sudah siap," tanya Vir."Vin sudah pulang belum?" tanya Emma langsung."Bukannya Vin pergi ke rumah sakit untuk cari Kak Emma?" Vir merasa tidak berdaya. Setelah kembali ke rumah dan merapikan barang-barang, Gaby menyuruh mereka berdua tidur siang.Vin tidak bisa tidur dan ingin pergi
Ternyata wanita ini memang terus terang sekali."Memangnya pemeriksaan fisik harus lepas baju ya?" tanya Russel tanpa bergerak sama sekali. Dia juga tidak terlihat berniat untuk melepas pakaiannya."Nggak wajib. Hanya saja, kalau dilepas akan mempermudah pemeriksaan. Kalau Pak Russel nggak mau lepas pakaian juga nggak masalah," jawab Emma. Siapa suruh orang ini adalah bosnya?Saat Emma mencoba menempelkan stetoskop ke dada Russel, tangannya tiba-tiba dipegang dengan kuat hingga terasa nyeri. "Apa yang kamu lakukan?" Emma menatapnya dengan marah. Apa pria ini mencoba untuk melecehkannya?"Seharusnya aku yang tanya pertanyaan itu padamu." Russel menatap Emma dengan penuh kemarahan. Melihat Emma berpura-pura tidak bersalah membuatnya semakin marah. Dia merasa Emma telah menipu anaknya dan kini berpura-pura polos di hadapannya.Emma merasa bingung. Dari semua pasien yang pernah dia tangani, Russel adalah yang paling sulit dihadapi. "Kalau Pak Russel adalah orang yang begitu konservatif, ku
Prang!Di saat Emma hendak bersiap-siap untuk pulang kerja, dia kehilangan fokus dan gelas di tangannya terjatuh hingga pecah berkeping-keping.Sejak Russel pergi, entah mengapa Emma merasa gelisah seolah-olah ada kontak batin dengan anaknya. Perasaannya gusar seperti saat anaknya mengalami bahaya.Apakah Vin dan Vir dalam masalah? Baru saja dia hendak menelepon Gaby, tiba-tiba seorang perawat mengetuk pintu dan masuk. "Bu Emma, Pak Edric menyuruhmu ke ruangannya.""Oke." Emma terpaksa menyimpan ponselnya, lalu membersihkan pecahan kaca di lantai dengan secepatnya. Setelah itu, dia bergegas ke ruangan Edric."Pak Edric mencariku?""Haeh ...." Edric mengerutkan alisnya dengan cemas, "Emma, aku sudah berpesan padamu sebelumnya harus layani Pak Russel dengan baik. Kenapa kamu malah menyinggungnya?"Menyinggungnya? Pria itu malah menuduhnya duluan? Padahal pria itu yang menelepon polisi dan mengganggunya!"Aku nggak cari masalah dengannya, dia yang sengaja mempersulitku ....""Nggak ada gu
Saat Emma pulang ke rumah, Gaby telah menyiapkan semeja penuh hidangan untuk menyambutnya. Vin dan Vir juga langsung mendekat dengan patuh saat melihatnya pulang."Untuk merayakan hari pertama Kak Emma bekerja, Nenek Gaby sudah masak banyak makanan enak. Kami juga ikut membantu, lho!" Mata Vir memicing membentuk bulan sabit dan terlihat lesung pipi yang samar-samar di pipinya. Penampilannya ini benar-benar menggemaskan."Hari pertama bekerja, kamu pasti sudah lelah. Ayo cepat cuci tangan dan makan dulu," ucap Gaby sambil tersenyum ramah.Emma yang memang sudah merasa tidak nyaman sedari tadi, kini jadi canggung saat melihat pemandangan ini. Namun, dia tetap tersenyum agar tidak merusak suasana dan mengangguk, "Oke."Dalam suasana yang harmonis, keempat orang itu mulai makan di depan meja makan."Kak Emma, apa ada dokter lajang yang tampan dan kaya di rumah sakit?" tanya Vir yang sangat tertarik dengan pertanyaan ini."Kalau ada, aku dan Vir akan jadi pembantumu," timpal Vin yang ikut m