Share

Bab 3

Di ruang rapat Hushborne International.

Setelah selesai menelepon, suasana sekitar Russel terasa mencekam. Sorot matanya dingin bagaikan es dan tampak menakutkan. "Apa maksudnya Tuan Muda hilang?!"

Meskipun tidak bertatap muka, nada bicara yang penuh ancaman itu membuat asistennya, Weston, bergidik ngeri di ujung telepon. "Aku baru selesai temani Tuan Muda melakukan pemeriksaan. Kata Tuan Muda, dia mau ke toilet ... lalu ... menghilang begitu saja."

Rapat hari ini sangat penting. Berhubung Russel tidak bisa meninggalkan kantor, akhirnya dia meminta Weston untuk membawa Ashton untuk melakukan pemeriksaan. Namun tak disangka ....

"Payah!" Russel marah besar, "Tampilkan semua rekaman CCTV di Rumah Sakit Advant! Aku akan segera ke sana!"

"Baik, Pak," jawab Weston.

Russel segera bergegas menuju Rumah Sakit Advant. Setelah Weston memeriksa semua rekaman dengan cepat, akhirnya dia menemukan sosok Ashton. "Pak, sudah ketemu!" lapor Weston dengan tergesa-gesa saat Russel masuk.

"Tuan Ashton dibawa pergi seorang wanita dari toilet. Aku sudah melaporkannya ke polisi!"

Russel memandang Emma yang berada di rekaman itu dengan tatapan dingin. Sorot matanya dipenuhi kemarahan! Berani-beraninya wanita ini mengusik anaknya? Cari mati!

Sementara itu, Ashton yang mengikuti Emma keluar dari rumah sakit, baru merasa tenang setelah memastikan Weston tidak mengikuti mereka. Karena takut ketahuan, dia langsung menggenggam tangan Emma dan berkata, "Kak Emma, aku lapar."

Lapar? Anak ini keluar sebelum makan?

"Mau makan apa?" tanya Emma.

Pertanyaan ini membuat Ashton terdiam. Sebab, biasanya makanannya telah diatur langsung oleh Russel dengan daftar menu dari ahli gizi. Ashton tidak bisa memilih sendiri.

"Terserah apa saja yang Kak Emma tentukan." Meskipun ini pertama kalinya dia bertemu Emma, entah mengapa Ashton merasa akrab dan aman dengannya.

"Oke, pangsit di Kota Sotham ini enak sekali. Kamu mau makan di sana?" Saat masih kecil, Emma suka sekali makan pangsit itu. Setelah meninggalkan Kota Sotham sekian lama, dia juga sudah merindukan rasa pangsit itu.

"Oke, aku ikut Kak Emma saja!"

Emma membawanya ke sebuah toko pangsit yang tidak terlalu besar. Ini adalah pertama kalinya Ashton mencicipi makanan seperti ini. Setelah mencicipinya sekali, Ashton merasa makanan ini benar-benar lezat. Bahkan, rasanya lebih lezat dari makanan mewah yang disediakan ayahnya!

"Makan pelan-pelan, nggak ada yang rebutan sama kamu," ucap Emma dengan penuh kasih sayang. Kemudian, dia menegur Ashton, "Meskipun memang pintar, kamu ini masih anak-anak dan Kota Sotham adalah tempat yang asing bagimu. Bahaya sekali kalau kamu keluar sendirian. Aku akan telepon Bi Gaby. Dia pasti sangat khawatir kalau tahu kamu hilang."

Melihat Emma hendak menelepon, Ashton mulai panik. "Dia tahu, kok. Kak Emma jangan salahkan orang lain. Ini salahku, jangan marah lagi ya."

Hm? Ini .... Kenapa sikap bocah ini baik sekali hari ini?

"Aku nggak marah." Emma meletakkan ponselnya, lalu menambahkan, "Anak baik, ayo cepat makan. Makan yang banyak kalau kamu suka. Setelah belajar masak nanti, Kak Emma akan masakkin untukmu dan Vir di rumah."

"Terima kasih, Kak Emma." Sembari menikmati hidangannya, Ashton menatap Emma dengan penuh keraguan. Kenapa sudah selama ini Emma masih belum menyadari bahwa dia bukan anaknya?

Apakah karena wajahnya terlalu mirip dengan anak Emma? Atau mungkin Emma juga punya gangguan kepribadian sepertinya dan kadang-kadang bisa berhalusinasi? Alasan apa pun itu, Ashton merasa Emma sangat lembut. Dia suka sekali dengan Mama seperti ini!

Setelah selesai makan, Emma menyeka mulut Ashton dan menggandengnya keluar dari toko. Tak disangka, tiba-tiba dia dikepung oleh sekelompok pria berjas yang langsung menahannya hingga tidak bisa bergerak.

"Kami menduga kamu terlibat dalam perdagangan anak, ikutlah dengan kami! "

Mendengar hal ini, benak Emma langsung berdengung. Apanya yang perdagangan anak? Masa makan dengan anak sendiri saja disebut perdagangan anak?

"Pak polisi, apa kalian keliru? Dia ini anakku!"

"Kalau ada masalah, kita bicarakan saja di kantor polisi!" Polisi langsung menyeret Emma ke mobil polisi. Ashton juga terkejut melihat hal ini dan buru-buru berteriak di depan mobil, "Lepaskan dia, dia ibuku!"

Namun, tidak ada lagi yang mendengar teriakannya. Seiring dengan datangnya sebuah mobil Rolls-Royce, mobil polisi itu juga telah melaju jauh. Sebelum Ashton sempat mengatakan apa pun, sebuah sosok yang besar telah menyelimutinya.

Russel menggendong Ashton ke mobil. Tanpa menunggunya berbicara, Russel telah memarahinya duluan, "Ashton, apa yang Papa bilang padamu? Kenapa kamu pergi sama orang asing?"

Dalam rekaman, Russel terkejut melihat Ashton berjalan keluar dari rumah sakit sambil digandeng oleh wanita itu. Dia sempat berpikir apakah wanita itu menggunakan obat bius. Namun melihat keadaan Ashton sekarang, tampaknya tidak demikian.

"Bicara!" Melihat Ashton tidak menanggapinya, emosi Russel semakin memuncak.

"Karena aku nggak mau ketemu wanita itu," gumam Ashton sambil menunduk.

Hari ini, Marion Ganesha akan pulang. Setelah kembali dari rumah sakit, Ashton harus menemui wanita itu. Dia tidak sudi!

"Dia itu ibumu," tegas Russel.

"Dia bukan ibuku."

"Dia ibumu!" balas Russel.

"Sudah kubilang bukan!" Emosi Ashton mulai agresif.

"Kalau dia benar-benar ibuku, kenapa dia takut padaku? Kenapa dia menghindariku saat malam hari? Dia nggak mencintaiku sama sekali. Dia baik padaku hanya untuk menyenangkanmu. Kamu dan Nenek suka padanya, tapi aku nggak!"

Mendengar ucapan Ashton, Russel merasa tenggorokannya seolah-olah tercekik. Karena takut akan memicu emosi Ashton, dia terpaksa mengalah.

Russel mengeluarkan ponselnya dan menelepon Marion, "Hari ini suasana hati Ashton sedang buruk, jangan pulang dulu."

Setelah berkata demikian, dia langsung menutup telepon itu dan menoleh pada Ashton, "Begini saja sudah beres, 'kan?"

Ashton tidak bersuara, melainkan hanya menatap Russel dengan tatapan tak bersalah.

"Kalaupun nggak suka sama dia, kamu tetap saja nggak boleh pergi sama wanita asing. Tahu nggak seberapa khawatirnya Papa kalau kamu hilang?" bujuk Russel sambil memegang tangan Ashton.

"Karena dia mirip Mama." Ashton menatap Russel dengan tatapan semakin polos dan penuh harapan, "Papa, dia benar-benar bukan penjahat. Suruh polisi lepaskan dia, jangan sakiti diaa."

Beberapa kalimat yang singkat itu membuat Russel tercengang. Sejak kecil sampai sekarang, jangankan orang asing, Ashton bahkan kesulitan untuk akrab dengan neneknya sendiri dan Marion. Kenapa bisa begitu?

"Ikut Papa pulang. Setelah kamu minum obat, Papa akan lepaskan dia, ya?"

Ashton mengangguk, "Harus tepat janji ya."

"Iya!"

....

Emma yang dibawa kembali ke kantor polisi merasa sangat frustasi. Dia benar-benar putus asa menghadapi interogasi ketat dari polisi. "Namanya Vin, dia benar-benar anakku! Aku punya bukti!" Emma membuka foto di ponselnya dan menunjukkannya kepada polisi.

Di dalam foto terdapat banyak gambar Emma bersama Vin dan Vir. Ketika polisi melihat foto-foto ini, mereka tampak terkejut.

"Kalian boleh uji teknis keaslian foto ini. Kalau nggak percaya juga, kita bisa tes DNA. Aku ini benar-benar bukan pedagang manusia!"

Di sepanjang perjalanan, Emma telah menjelaskan hingga suaranya hampir habis. Harus bagaimana lagi supaya polisi bisa percaya bahwa mereka ini benar-benar ibu dan anak.

Setelah melakukan pemeriksaan pada foto itu, polisi kembali kebingungan melihat Emma. Semua orang mengetahui bahwa Russel punya seorang putra. Namun, identitas ibu dari anak ini masih menjadi misteri.

Ada rumor yang mengatakan bahwa Russel telah menikahi Marion diam-diam. Namun karena terhalang status, mereka tidak mengumumkannya ke publik.

Lalu sekarang ... ternyata ibu dari anaknya bukan sang artis Marion? Permainan orang kaya benar-benar berbeda ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status