Share

Bab 8

Menghadapi sikap Russel, Emma benar-benar marah. Dasar maling teriak maling!

"Pak Russel, aku nggak tahu ada kesalahpahaman apa di antara kita, tapi bukankah kamu sudah keterlaluan membuatku dipecat?" Emma berusaha menahan emosinya dan bicara dengan tenang.

Russel melirik ke lantai atas sejenak karena takut Ashton akan mendengar suara wanita ini. Dia bergegas maju untuk mencengkeram tangan Emma dan menariknya keluar dengan kasar.

"Wanita keji yang pura-pura polos setelah melakukan kejahatan sepertimu nggak pantas jadi dokter. Cepat keluar!" Mengingat sikap Ashton yang agresif semalam, ingin sekali rasanya Russel mencekik wanita ini.

"Pak Russel, izinkan aku bertanya, perbuatan jahat apa yang kulakukan?" Awalnya Emma ingin meminta maaf dengan baik dan memohonnya untuk membiarkan Emma kembali ke Rumah Sakit Advant. Tak disangka, mulut pria ini benar-benar busuk.

"Nggak usah pura-pura polos lagi, nggak mempan bagiku!" Pada saat ini, Russel telah menarik Emma ke pintu depan. Baru saja dia ingin melemparkan Emma keluar, Emma malah mencengkeram pegangan pintu dengan erat.

"Setidaknya beri aku penjelasan! Aku belum pernah ketemu Pak Russel sebelumnya, apalagi punya dendam. Perbuatan keji apa yang kulakukan sampai menyinggungmu? Tolong jelaskan!"

Begitu Emma selesai berbicara, terdengar suara dari lantai atas. Setelah kejadian kemarin, Russel benar-benar takut Ashton akan kambuh lagi, jadi dia segera memberi isyarat pada Yani. Yani buru-buru kembali ke kamar dan melihat bahwa Ashton masih tertidur. Kemudian, dia langsung mengunci pintu kamar dari luar.

Setelah Yani turun dengan ekspresi tenang, Russel akhirnya merasa lega. Dia menoleh ke Emma dan berkata, "Aku sudah banyak melihat wanita sepertimu. Kamu kira kamu bisa naik status dengan menyenangkan putraku? Hebat juga perhitunganmu."

"Sayangnya, anakku ini punya ibu. Orang sepertimu nggak pantas!"

Russel benar-benar tidak tahu entah dari segi mana Ashton menyukai wanita ini. Kenapa dia bersikeras ingin wanita ini menjadi ibunya? Sementara itu, Emma yang mendengar perkataan ini merasa sangat kesal!

"Russel, kamu ini punya penyakit delusi ya? Sejak kapan aku menyanjung anakmu? Memangnya siapa anakmu?" Emma merasa bahwa ini adalah lelucon terbesar yang pernah didengarnya seumur hidup.

"Kalau punya penyakit jiwa, cepat berobat. Kusarankan sebaiknya kamu cepat ke rumah sakit supaya cepat sembuh!"

"Emma!" teriak Russel dengan marah. Tidak ada seorang pun yang berani bicara seperti itu padanya sebelumnya.

"Pak Russel bertemu banyak sekali orang setiap harinya. Aku cuma memperkenalkan dirimu sekali padamu, kamu langsung ingat namaku?" Emma membalasnya, "Kalau begitu, apa aku boleh beranggapan bahwa kamu suka padaku? Makanya setiap hari kamu bicara aneh-aneh untuk menarik perhatianku?"

Begitu Emma selesai bicara, dia melihat bahwa tatapan Russel menjadi sangat kelam dan amarah yang tersirat semakin pekat. Russel mencengkeram pergelangan tangan Emma dengan semakin erat, seakan-akan hendak menghancurkannya.

"Wanita nggak tahu diri, cari mati kamu!"

"Kenapa? Karena aku nggak suka padamu, jadi kamu marah?" Emma melanjutkan, "Makanya kamu sampai sepicik itu membuatku kehilangan pekerjaan? Tak tahu malu!"

"Emma, jangan nggak tahu malu. Aku bahkan nggak akan melirik wanita sepertimu sama sekali!"

"Bukannya tadi kamu sudah melirikku beberapa kali?" balas Emma.

Russel terdiam. Di belakangnya, Yani diam-diam menahan tawa. Belum pernah ada yang bisa membuat Russel terlihat marah hingga wajahnya memerah dan tidak bisa berdalih.

Pada saat ini, Ashton yang baru terbangun, samar-samar mendengar suara Emma. Dia turun dari tempat tidur dan menuju pintu kamar. Ketika dia mencoba membuka pintu, ternyata pintu dikunci dari luar.

"Papa!" Ashton menggedor pintu sambil berteriak, "Papa di rumah nggak? Keluarkan aku!"

Yani yang terlebih dahulu mendengar suaranya, lalu dia melapor pada Russel dengan panik, "Tuan Russel ...."

Ashton sudah bangun? Dia tidak boleh membiarkan anak itu bertemu dengan wanita ini. Kalau tidak, anak itu pasti akan kambuh lagi.

Kali ini, Russel semakin kasar menarik Emma keluar dengan paksa. "Kamu nggak disambut di sini! Cepat keluar!"

Russel khawatir bahwa Emma tidak akan pergi jika hanya menguncinya di luar pintu, jadi dia langsung menarik Emma ke halaman dan melemparnya ke luar. Dari kejauhan, Vin yang melihat Emma diseret keluar oleh seorang pria, langsung bersembunyi ke dalam semak-semak.

"Wah, tampan sekali. Kak Emma hebat sekali? Baru pulang saja sudah kenal pria sekaya ini?"

Karena jaraknya agak jauh, Vin sama sekali tidak bisa mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Dia hanya melihat pria itu membawa Emma keluar.

Sementara itu, Ashton yang tidak bisa membuka pintu kamar, langsung berlari ke samping jendela. Dari sana, dia melihat adegan Russel menarik Emma keluar.

"Mama!" Ternyata dia tidak bermimpi tadi, ibunya benar-benar datang ke sini! Ashton terus berteriak memanggil Emma. Emma bisa mendengar suara Ashton dengan samar-samar, sedangkan Russel bisa mendengarnya dengan jelas.

"Kuperingatkan kamu, ini adalah tempat yang nggak boleh kamu datangi seumur hidup!" Russel mempercepat langkahnya untuk menarik Emma. "Kalau kamu berani datang lagi, aku bukan cuma bakal membuatmu kehilangan pekerjaan!"

Russel menariknya keluar dari halaman. Ashton yang menyaksikan hal itu langsung menjadi panik. Selain merasa marah, dia juga kesal dan sakit hati. Meski orang itu adalah ayah yang menyayanginya sejak kecil, Ashton tetap saja merasa kesal melihatnya memperlakukan Emma seperti itu.

Di saat Emma sudah hampir diusir ke luar pintu, Ashton langsung naik pitam. Dia menggulung selimutnya menjadi sebuah tali yang panjang, lalu mengikatnya di ranjang. Setelah itu, dia memanjat turun dari jendela lantai dua sambil memegang tali itu dengan perlahan-lahan. Untungnya, letak lantai dua rumah mereka tidak terlalu tinggi.

Emma benar-benar dikunci di luar oleh Russel dan saat itu Ashton juga sudah berlari keluar dari pintu belakang.

"Russel, kamu ini benar-benar orang licik yang sakit jiwa!"

Sejak masih menjadi Phoebe sampai berganti nama menjadi Emma, Emma telah bertemu banyak sekali orang. Namun, dia tidak pernah melihat orang yang tidak waras seperti Russel.

Awalnya Emma datang untuk memohon padanya agar bisa mempertahankan pekerjaannya. Tak disangka, hasilnya justru menjadi terbalik. Tidak ada gunanya berbicara dengan pria kejam ini, dia harus pulang dan merencanakan langkah selanjutnya.

Emma berjalan perlahan-lahan ke arah luar kawasan vila. Baru berjalan beberapa langkah, dia mendengar seorang anak memanggilnya, "Kak Emma!"

Emma menoleh dan melihat Ashton yang mengenakan piama serta sepasang sandal. Dia mengerutkan alisnya dengan kesal.

"Vin!" Emma membentaknya dengan kesal, "Kenapa kamu masih tetap saja begitu? Sudah kubilang berapa kali, jangan membuntutiku keluar diam-diam!"

"Maaf, Kak Emma. Aku janji, ini terakhir kalinya." Ashton khawatir bahwa Russel akan mengejarnya, sehingga dia menarik Emma dan buru-buru berlari. "Kak Emma, aku lapar. Ayo kita cepat pulang."

Emma yang ditarik oleh anak ini juga merasa kebingungan. Pada saat ini, Yani baru menyadari bahwa Ashton telah menghilang!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status