Ashton menghilang?Russel segera berlari ke kamarnya dan melihat bahwa sprei tempat tidur telah diikat dan menjulur sampai ke bawah. Apakah setelah melihat Emma, dia bahkan rela melompat keluar dari jendela lantai dua hanya untuk mengikutinya?"Cari!" Russel memerintahkan, "Kerahkan semua orang untuk mencarinya!"Sekarang Emma baru saja pergi, Ashton juga pasti belum jauh.Sementara itu, Vin yang terus bersembunyi di semak-semak, hanya menjulurkan kepalanya setelah mendengar bahwa keadaan sudah tenang. Dia menyadari bahwa orang-orang di depannya sudah tidak ada. Di mana Kak Emma? Di mana pria tampan yang kaya itu?Vin tidak punya pilihan selain keluar dari semak-semak. Baru saja dia bersiap untuk menelepon Emma, tiba-tiba terdengar suara kaget dari belakangnya, "Tuan Russel, Tuan Ashton sudah ditemukan!"Belum sempat Vin bereaksi, banyak sekali pelayan yang berpakaian serupa berlari ke arahnya. Vin kebingungan, apa yang terjadi? Apakah yang mereka sebut Tuan Ashton itu dirinya? Sejak k
Setelah naik taksi bersama Emma, Ashton masih terus gelisah dan melirik ke belakang sesekali. Meskipun berhasil keluar, dia tahu bahwa ayahnya sangat hebat dan mungkin sulit baginya untuk terus bersembunyi."Kak Emma," panggil Ashton."Hmm?""Kamu sayang padaku, 'kan? Nggak peduli apa pun yang terjadi nanti, kamu nggak akan meninggalkanku, 'kan?"Mendengar pertanyaan itu, Emma tersenyum tak berdaya, "Kenapa tiba-tiba tanya begitu, anak nakal? Aku ini ibumu. Kalau bukan sayang kamu, aku mau sayang siapa lagi? Langit runtuh sekalipun, aku nggak akan meninggalkanmu."Mendengar ucapan itu, Ashton merasa sangat tersentuh hingga matanya berkaca-kaca. Sejak kecil, orang yang selama ini dianggapnya sebagai ibu, tidak pernah mengatakan hal seperti itu padanya."Terima kasih, Kak Emma. Aku juga nggak akan meninggalkanmu!"Emma tersenyum dan kemudian mengetuk kepalanya dengan lembut.Setelah turun dari taksi, Emma menggandeng tangan Ashton masuk ke apartemen. Ashton yang sejak kecil selalu diatur
"Kalau aku nggak punya istri, dari mana datangnya kamu?" Russel merasa tak berdaya menanggapi pertanyaan ini.Setelah memastikan pertanyaan ini, Vin mulai berpikir keras. Ini benar-benar nggak masuk logika. Kalau begitu, dia dan Ashton bukan kembaran yang telah lama terpisah? Lalu kenapa mereka bisa semirip ini?"Pertanyaan terakhir," Vin menatap Russel dan bertanya, "Kenapa aku sampai kabur dari rumah?"Kenapa kabur dari rumah? Kelihatannya Ashton benar-benar amnesia sampai tidak ingat hal-hal seperti ini lagi. Bisa jadi, ini adalah hal yang baik. Setidaknya dia sudah lupa tentang Emma. Jika sudah terlupakan, kenapa harus diingat lagi?"Itu karena kamu nggak mau makan teratur dan Papa memarahimu.""Cuma karena itu?"Russel mengangguk.Apakah Ashton benar-benar selemah itu? Kak Emma biasanya bukan cuma memarahinya, entah sudah berapa kali Vin dipukul. Namun, dia tetap saja mengikuti Emma dengan senang hati. Tidak pernah terpikirkan olehnya untuk kabur dari rumah.Ah, anak-anak keluarga
"Ini mamaku?" Saat bertemu dengan Marion, Vin membelalakkan matanya dengan lebar, kemudian mengerutkan alisnya. Dari segi manapun, wanita ini tidak terlihat lebih cantik dari Emma. Selera pria ini buruk sekali."Ya, Ashton. Aku mamamu. Katanya kepalamu terbentur? Buat kaget Mama saja. Gimana keadaanmu sekarang? Masih sakit nggak?" Sambil berkata demikian, Marion hendak mengelus kepalanya, tetapi Vin langsung menghindar."Nggak sakit lagi. Makasih atas perhatian Mama."Mendengar ucapan ini, Russel langsung tersenyum puas. Ternyata bocah ini bisa bicara dengan sesopan ini pada Marion."Baguslah kalau nggak sakit lagi. Kalau begitu, kamu pergi main dulu. Kalau ada masalah, panggil Mama," ucap Marion."Oke!"Vila ini benar-benar besar sekali. Butuh waktu lama untuk bisa mengelilingi semuanya. Jadi, Vin memutuskan untuk berkeliling sampai puas.Yani membawa Vin naik ke lantai atas, sedangkan Marion langsung menoleh pada Russel dengan wajah memikat. "Nggak kusangka Ashton akan menerimaku sua
Sejak kecil, Vin dan Vir memang sangat mandiri. Emma tidak terlalu khawatir jika Vin pergi sendirian ke toilet. Melihat Emma dan Vir masuk ke toko pakaian anak-anak, Ashton berlari keluar dari mal dan masuk ke bank yang ada di seberang.Sekarang sudah dua hari berlalu. Jika ayahnya belum menemukannya, mungkin berita orang hilang sudah tersebar di seluruh kota. Namun, keadaan yang tenang ini hanya bisa berarti bahwa ayahnya salah membawa pulang Vin.Baguslah kalau begitu!Ashton menarik sebagian uang yang disimpan oleh Russel di akunnya. Kemudian, dia kembali ke toko tadi dan membeli pakaian tidak jadi dibeli Emma, serta piama kesukaan Vir yang hanya bisa dibeli di toko tertentu."Kamu ke mana saja? Ke toilet kok lama sekali?" Emma dan Vir sudah menunggunya cukup lama."Sebenarnya aku nggak ke kamar mandi," kata Ashton sambil mengeluarkan sesuatu dari belakang punggungnya, "Kak Emma, Vir, ini untuk kalian."Saat melihat pakaian itu, Emma tidak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya. Vi
Vin buru-buru duduk di lantai dan mulai menangis sekuat-kuatnya. Tangisannya begitu mendadak dan keras sehingga membuat Marion terkejut dan kebingungan. Mendengar tangisan Vin, Russel langsung berlari ke atas tanpa melepas sepatu atau mengganti pakaiannya."Papa, dia benar-benar ibu tiri! Dia baru saja memukulku!" Vin menangis tersedu-sedu sambil menunjuk Marion. Air mata dan ingusnya bercampur menjadi satu saat dia mengadu."Apa yang terjadi?" tanya Russel dengan nada tegas menegur Marion, "Apa yang kukatakan padamu sebelum pergi tadi?""Aku nggak mukul dia! Kapan aku mukul dia?""Kamu menarik pakaianku dan mencekoki obat ke mulutku. Itu bukan pukul namanya? Papa, aku benar-benar ketakutan tadi. Aku juga terjatuh, sakit sekali ...." Tangisan Vin semakin keras dan sedih.Ashton biasanya tidak pernah menangis sampai sehisteris ini. Ledakan emosi yang mendadak ini membuat Russel merasa sangat cemas. "Nggak apa-apa, Ashton. Papa di sini." Russel segera memeluk Vin erat-erat dan menenangka
Keesokan paginya, Vin bangun dengan perasaan senang dari ranjang besar milik Ashton. Rasanya nyaman sekali!"Ashton, bangun dulu untuk minum obat." Kemarin Ashton tidak minum obat sama sekali, sehingga Russel khawatir penyakitnya akan kambuh."Papa, sebenarnya aku sakit apa?" tanya Vin dengan penasaran. Di usia semuda ini, penyakit apa yang bisa diderita Ashton?"Cuma masuk angin sedikit, minum obat saja sudah cukup." Berhubung Ashton sudah kehilangan ingatannya, Russel tidak ingin mengungkit lebih jauh."Papa, menurutmu aku kelihatan seperti orang sakit? Aku sekarang kuat sekali, bahkan bisa mengalahkan sapi dengan tangan kosong!" Vin bahkan sengaja menunjukkan ototnya, "Aku sudah sembuh, nggak perlu minum obat lagi, Papa."Memang sejak kehilangan ingatan, Ashton terasa seperti orang yang berbeda. Kepribadiannya menjadi lebih ceria dan lebih banyak bicara. Apa mungkin dia benar-benar sudah sembuh? Apa mungkin Ashton tidak akan kambuh selama Marion tidak ada?"Baiklah." Sebenarnya, men
Setelah Emma tiba di Hotel Adore, hatinya masih penuh keraguan. Russel sudah mengatakan bahwa dia akan memecatnya, apa Pak Edric berani memberinya kesempatan lagi?Setelah melihat riwayat panggilan, Emma memang melihat ada panggilan dari telepon kantor. Dia benar-benar ingin menelepon balik untuk memastikan. Namun setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk tidak melakukannya.Mana mungkin anak itu berbohong? Emma merasa dirinya memang tidak seharusnya diam-diam menelepon untuk memastikan hal ini di belakang Vin.Kamar nomor 8808?Kamar itu adalah suite presiden di lantai teratas. Orang yang bisa tinggal di sini pasti sangat kaya atau berkuasa. Memang masuk akal jika orang yang punya status setinggi itu tidak ingin mengunjungi rumah sakit dan lebih memilih untuk meminta kunjungan dokter secara rahasia.Emma berjalan ke depan pintu. Baru saja dia hendak mengetuknya, pintu itu tiba-tiba terbuka. Apakah pintu ini sengaja dibuka untuknya? 'Cukup perhatian juga,' pikirnya.Emma melangkah