"Aku ... nggak bisa ...." Hati Emma juga sangat kacau saat ini."Begini saja kamu nggak bisa?" Russel tampak sangat merendahkannya. "Nggak punya pacar? Bukannya trik kamu untuk naik status biasanya jago sekali?"Dalam hati, Emma mengumpat, 'Pria berengsek. Kenapa mulutnya jahat sekali?!'"Dasar berengsek!" Emosi Emma telah meledak saat ini."Bukannya waktu itu kamu ke rumahku untuk memohon supaya aku memaafkanmu? Ayo teriak sekarang, semakin kuat semakin bagus!" Setelah berkata demikian, Russel menambah kekuatan pada cengkeramannya."Ah! Sakit ....""Ya, teriak seperti itu.""Sakit sekali ... dasar berengsek!"Emma merasa dirinya benar-benar telah bertemu dengan psikopat. Namun, suara teriakan Emma terdengar sangat nyata bagi Marion yang berdiri di luar pintu.Ternyata ada wanita di dalam sana? Kamar Russel ada wanita lain? Mana mungkin? Jangan-jangan, dia mengakhiri hubungan mereka bukan karena Ashton, melainkan karena ada wanita lain?!"Ah ...." Emma merasa pinggangnya sudah hampir p
Wajah Russel memucat, keringat terus bercucuran, napasnya memburu. Dia terlihat sangat tidak nyaman. Apakah ini karena amarahnya berkecamuk? Sepertinya itu terlalu berlebihan."Ka ... kamu sakit?" tanya Emma yang terkejut. Dia mendekat dan ingin memeriksa secara naluriah. Namun, begitu hendak menyentuh Russel, pria itu sontak membentak, "Minggir!"Russel terlihat seperti orang sakit, tetapi masih begitu galak. Emma sampai merinding dibuatnya. Emma berkata lagi, "Aku dokter. Aku bisa membantumu. Beri tahu aku bagian mana yang sakit.""Aku suruh kamu pergi!" bentak Russel dengan suara makin kuat. Dia seperti ingin memakan Emma hidup-hidup.Sikap Russel benar-benar tidak ramah dan tidak tahu diri. Untuk apa Emma meladeni pria semacam ini?Emma berdiri, lalu berjalan pergi. Begitu melangkah keluar, dia tiba-tiba mengurungkan niatnya lagi. Dia adalah seorang dokter. Bagaimana bisa dia mengabaikan seseorang yang terlihat sekarat?Emma kembali lagi. Tubuh Russel makin tidak nyaman sekarang. D
"Nggak kok. Mamamu orangnya memang emosional. Ini bukan salahmu," sahut Robert sambil menggendong Vin.Meskipun ibu Ashton ini terlihat aneh, Vin menyukai Robert. Dia bertanya, "Aku sangat menyukai Paman. Apa aku boleh tidur bersamamu malam ini?""Tentu saja boleh!" Robert merasa sangat senang. Dia berkata, "Aku memang ingin membawamu ke rumahku dan mengajakmu tidur bersama, tapi kamu terus menolakku."'Hah? Ashton sesombong itu? Gimana bisa dia nggak menyukai paman yang begitu baik hati?' batin Vin. Kemudian, dia berujar, "Paman, kamu juga kaya sekali, sama seperti Papa."Vila ini sungguh mewah. Vin benar-benar terkejut dengan semua yang dilihatnya. Bagaimana bisa semua kerabat Ashton sekaya ini?"Dasar kamu ini. Setelah hilang ingatan, sikapmu jadi berubah 180 derajat!" ucap Robert."Kalau begitu, Paman lebih suka aku yang dulu atau yang sekarang?" tanya Vin."Tentu saja yang sekarang. Sekarang kamu terlihat ceria, dulu kamu angkuh dan pendiam," timpal Robert.'Sebenarnya apa masalah
Di kamar hotel, Russel sudah merasa jauh lebih baik, tetapi wajahnya masih pucat. Melihat ini, Emma bertanya, "Kamu sudah baikan, 'kan?"Russel mendongak menatapnya, lalu berkata dengan tatapan penuh peringatan, "Jangan beri tahu siapa pun tentang masalah tadi. Kalau nggak, aku bisa menghabisimu."Semua orang tahu bahwa Russel pernah koma selama 3 tahun, tetapi tidak ada yang tahu tentang gejala sisa ini.Kini, posisi Russel tinggi sehingga punya banyak musuh. Penyakit semacam ini adalah kelemahannya, jadi tidak boleh ada yang tahu.Biasanya penyakit ini kambuh saat Russel berada di rumah. Dokter pribadinya akan menanganinya. Namun, kali ini malah kambuh saat dia di luar."Kamu ini benar-benar nggak tahu terima kasih ya. Tenang saja, aku dokter profesional. Aku pasti menjaga rahasiamu. Tapi, tolong izinkan aku bekerja kembali di Rumah Sakit Advant," ucap Emma."Boleh saja, tapi aku juga punya syarat. Mulai hari ini, kamu akan menjadi calon istriku," ujar Russel dengan nada memerintah.
"Tenang saja, aku pasti akan menepati janjiku. Besok kamu sudah bisa kembali bekerja di Rumah Sakit Advant. Selain itu, nggak akan ada yang berani mengganggumu." Usai berbicara, Russel pun membuka pintu untuk Emma dan mengusirnya tanpa sungkan sedikit pun. "Pergi sana.""Oke, selamat malam," ucap Emma. Setelah Emma pergi, Russel menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Kenapa penyakitnya tiba-tiba kambuh tadi? Jika tidak ada Emma, dia mungkin sudah mati.Russel sudah lelah. Dia berbaring di ranjang, lalu memejamkan mata dan tidur. Di sisi lain, Vin justru tidak bisa tidur.Tidak peduli Marion adalah ibu kandungnya atau bukan, Vin bertekad akan mengeluarkan wanita ini dari permainan. Dia harus membantu Emma naik takhta! Ya, dia harus menyusun rencana sebaik mungkin.Keesokan pagi, Russel mengemudikan mobil ke rumah Robert untuk menjemput Ashton. Begitu melihat mobil Russel, Marion langsung berlari turun untuk menyambutnya."Russel, selamat pagi," sapa Marion."Mana Ashton?" tan
Apa? Begitu mendengarnya, semua orang sontak tercengang. Russel menyukai wanita lain? Tidak mungkin!"Ini pasti cuma alasanmu untuk mengusirku, 'kan? Aku nggak percaya!" hardik Marion. Dia memang mendengar suara wanita di kamar Russel semalam, tetapi tetap tidak bisa menerima kalimat seperti itu keluar dari mulut Russel."Terserah mau percaya atau nggak." Selesai berbicara, Russel langsung menggendong Vin pergi.Marion hendak mengejar, tetapi Robert menghentikannya. Marion membentak, "Untuk apa kamu menghentikanku? Aku harus mencari tahu siapa wanita yang sudah merayu Russel!""Marion, apa kamu bisa berpikir dengan jernih? Nggak peduli Russel berbohong atau nggak, dia memang nggak pernah mencintaimu. Untuk apa kamu melakukan hal nggak berguna seperti itu?" hardik Robert. Dia benar-benar ingin menampar Marion supaya wanita ini bisa berpikir lebih jernih."Robert, aku adikmu! Masa kamu membelanya?" pekik Marion."Justru karena kamu adikku, aku harus membuatmu sadar. Ada banyak pria di du
"Kalaupun mamamu adalah wanita lain, sekarang kamu sudah berusia 6 tahun dan mamamu itu nggak pernah muncul. Apa gunanya mencarinya?" timpal Russel.Vin tiba-tiba merasa ucapan Russel ini masuk akal. Kemudian, dia bertanya lagi, "Kalau begitu, kamu percaya nggak, ada 2 anak yang wajahnya persis, tapi nggak punya hubungan darah?"Vin tidak bisa memahami hal ini. Dia dan Ashton punya wajah yang sama. Apa ini cuma kebetulan?"Nggak percaya," sahut Russel."Kalau begitu ...." Vin hendak bertanya lagi."Ashton, pertanyaanmu terlalu banyak. Aku lagi bawa mobil. Jangan mengganggu fokusku," nasihat Russel."Oh, baiklah, maaf." Vin menutup mulutnya dengan tangan, lalu bergumam dengan lirih, "Aku nggak akan bicara lagi ...."Russel tidak bisa menahan senyumannya. Anak ini makin menggemaskan. Jika sikap Ashton masih dingin seperti sebelumnya, Russel pasti marah dengan tindakannya. Namun, karena Vin memasang ekspresi sok sedih dan membujuknya, Russel pun tidak marah lagi.Vin memiliki kecerdasan e
[ Vin, kalau ada waktu, telepon aku. Situasi mendesak. ]Setelah mendapat pesan itu, Vin mendongak menatap Russel yang melepaskan jasnya. Selagi Russel tidak memperhatikannya, dia segera menghapus pesan itu."Papa, kamu pasti lelah karena menyetir. Istirahatlah, aku mau ke kamar mandi dulu." Vin langsung pergi ke kamar mandi, lalu mengunci pintu.Ashton terus menunggu dengan gelisah. Begitu mendengar dering ponsel, dia langsung masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu."Ashton, ada apa?" tanya Vin."Kamu pasti belum tahu masalah sebelumnya. Aku akan memberitahumu." Ashton bercerita tentang Emma yang mengiranya adalah Vin dan makan bersamanya, lalu ditangkap oleh polisi. Masalah ini adalah awal kesalahpahaman semuanya. Vin harus memahaminya.Setelah mendengarnya, Vin pun tercengang dan berkata, "Ternyata Kak Emma ditangkap gara-gara kamu. Pantas saja dia memarahiku waktu itu. Aku yang jadi korbannya.""Ini bukan pokok pentingnya. Masalahnya adalah mereka menjadi salah paham setelah masal