Di kamar hotel, Russel sudah merasa jauh lebih baik, tetapi wajahnya masih pucat. Melihat ini, Emma bertanya, "Kamu sudah baikan, 'kan?"Russel mendongak menatapnya, lalu berkata dengan tatapan penuh peringatan, "Jangan beri tahu siapa pun tentang masalah tadi. Kalau nggak, aku bisa menghabisimu."Semua orang tahu bahwa Russel pernah koma selama 3 tahun, tetapi tidak ada yang tahu tentang gejala sisa ini.Kini, posisi Russel tinggi sehingga punya banyak musuh. Penyakit semacam ini adalah kelemahannya, jadi tidak boleh ada yang tahu.Biasanya penyakit ini kambuh saat Russel berada di rumah. Dokter pribadinya akan menanganinya. Namun, kali ini malah kambuh saat dia di luar."Kamu ini benar-benar nggak tahu terima kasih ya. Tenang saja, aku dokter profesional. Aku pasti menjaga rahasiamu. Tapi, tolong izinkan aku bekerja kembali di Rumah Sakit Advant," ucap Emma."Boleh saja, tapi aku juga punya syarat. Mulai hari ini, kamu akan menjadi calon istriku," ujar Russel dengan nada memerintah.
"Tenang saja, aku pasti akan menepati janjiku. Besok kamu sudah bisa kembali bekerja di Rumah Sakit Advant. Selain itu, nggak akan ada yang berani mengganggumu." Usai berbicara, Russel pun membuka pintu untuk Emma dan mengusirnya tanpa sungkan sedikit pun. "Pergi sana.""Oke, selamat malam," ucap Emma. Setelah Emma pergi, Russel menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Kenapa penyakitnya tiba-tiba kambuh tadi? Jika tidak ada Emma, dia mungkin sudah mati.Russel sudah lelah. Dia berbaring di ranjang, lalu memejamkan mata dan tidur. Di sisi lain, Vin justru tidak bisa tidur.Tidak peduli Marion adalah ibu kandungnya atau bukan, Vin bertekad akan mengeluarkan wanita ini dari permainan. Dia harus membantu Emma naik takhta! Ya, dia harus menyusun rencana sebaik mungkin.Keesokan pagi, Russel mengemudikan mobil ke rumah Robert untuk menjemput Ashton. Begitu melihat mobil Russel, Marion langsung berlari turun untuk menyambutnya."Russel, selamat pagi," sapa Marion."Mana Ashton?" tan
Apa? Begitu mendengarnya, semua orang sontak tercengang. Russel menyukai wanita lain? Tidak mungkin!"Ini pasti cuma alasanmu untuk mengusirku, 'kan? Aku nggak percaya!" hardik Marion. Dia memang mendengar suara wanita di kamar Russel semalam, tetapi tetap tidak bisa menerima kalimat seperti itu keluar dari mulut Russel."Terserah mau percaya atau nggak." Selesai berbicara, Russel langsung menggendong Vin pergi.Marion hendak mengejar, tetapi Robert menghentikannya. Marion membentak, "Untuk apa kamu menghentikanku? Aku harus mencari tahu siapa wanita yang sudah merayu Russel!""Marion, apa kamu bisa berpikir dengan jernih? Nggak peduli Russel berbohong atau nggak, dia memang nggak pernah mencintaimu. Untuk apa kamu melakukan hal nggak berguna seperti itu?" hardik Robert. Dia benar-benar ingin menampar Marion supaya wanita ini bisa berpikir lebih jernih."Robert, aku adikmu! Masa kamu membelanya?" pekik Marion."Justru karena kamu adikku, aku harus membuatmu sadar. Ada banyak pria di du
"Kalaupun mamamu adalah wanita lain, sekarang kamu sudah berusia 6 tahun dan mamamu itu nggak pernah muncul. Apa gunanya mencarinya?" timpal Russel.Vin tiba-tiba merasa ucapan Russel ini masuk akal. Kemudian, dia bertanya lagi, "Kalau begitu, kamu percaya nggak, ada 2 anak yang wajahnya persis, tapi nggak punya hubungan darah?"Vin tidak bisa memahami hal ini. Dia dan Ashton punya wajah yang sama. Apa ini cuma kebetulan?"Nggak percaya," sahut Russel."Kalau begitu ...." Vin hendak bertanya lagi."Ashton, pertanyaanmu terlalu banyak. Aku lagi bawa mobil. Jangan mengganggu fokusku," nasihat Russel."Oh, baiklah, maaf." Vin menutup mulutnya dengan tangan, lalu bergumam dengan lirih, "Aku nggak akan bicara lagi ...."Russel tidak bisa menahan senyumannya. Anak ini makin menggemaskan. Jika sikap Ashton masih dingin seperti sebelumnya, Russel pasti marah dengan tindakannya. Namun, karena Vin memasang ekspresi sok sedih dan membujuknya, Russel pun tidak marah lagi.Vin memiliki kecerdasan e
[ Vin, kalau ada waktu, telepon aku. Situasi mendesak. ]Setelah mendapat pesan itu, Vin mendongak menatap Russel yang melepaskan jasnya. Selagi Russel tidak memperhatikannya, dia segera menghapus pesan itu."Papa, kamu pasti lelah karena menyetir. Istirahatlah, aku mau ke kamar mandi dulu." Vin langsung pergi ke kamar mandi, lalu mengunci pintu.Ashton terus menunggu dengan gelisah. Begitu mendengar dering ponsel, dia langsung masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu."Ashton, ada apa?" tanya Vin."Kamu pasti belum tahu masalah sebelumnya. Aku akan memberitahumu." Ashton bercerita tentang Emma yang mengiranya adalah Vin dan makan bersamanya, lalu ditangkap oleh polisi. Masalah ini adalah awal kesalahpahaman semuanya. Vin harus memahaminya.Setelah mendengarnya, Vin pun tercengang dan berkata, "Ternyata Kak Emma ditangkap gara-gara kamu. Pantas saja dia memarahiku waktu itu. Aku yang jadi korbannya.""Ini bukan pokok pentingnya. Masalahnya adalah mereka menjadi salah paham setelah masal
Meskipun rasanya tidak selezat masakan koki, Russel merasa sangat senang karena ini pertama kalinya putranya memasak untuknya. Penyakit Ashton tidak pernah kambuh lagi belakangan ini, bahkan Ashton menjadi begitu pengertian. Bagaimana mungkin Russel tidak senang?"Ashton, kapan kamu belajar masak? Aku nggak nyangka kamu bisa masak," tanya Russel."Terkejut, 'kan? Setelah kesehatanku membaik, aku belajar banyak hal. Masak cuma salah satu dari keterampilanku. Papa, kemajuanku jadi begitu pesat setelah mama tiriku itu pergi.""Kalau kamu menikahi mama idamanku, entah jadi sehebat apa aku nanti. Aku sampai nggak berani membayangkannya. Papaku tersayang, gimana kalau kamu mempertimbangkannya lagi?" bujuk Vin.Meskipun terkesan memaksa, Russel tidak marah karena bujukan Vin yang menggemaskan ini. Dia memang terkejut dengan perubahan drastis anak ini. "Dasar kamu ini! Sejak kapan kamu jadi begitu licik?""Hehe." Vin tertawa polos."Sekolah sudah mau dimulai. Kalau kurang sesuatu, cepat beri t
Pada hari masuk sekolah, Russel mengantar Vin ke sekolah. Ketika berdiri di depan gerbang, Vin terkesima. Sekolah ini benar-benar megah. Semua mobil yang mengantar para siswa adalah mobil mewah. Tentunya, tidak ada yang bisa dibandingkan dengan mobil Russel.Vin merasa sangat takjub. Dia membatin, 'Di zaman sekarang, para siswa sekalipun harus bersaing kekayaan orang tua ya?'"Vin, setelah liburan, kamu jadi makin ganteng saja ya," ucap kepala sekolah yang maju membantu mengangkat koper Vin.Ini bukan hanya karena Russel kaya raya, tetapi Ashton juga adalah kehormatan sekolah. Pintar dan pendiam. Ashton menduduki peringkat pertama di kompetisi matematika anak sedunia. Siapa yang tidak mengagumi anak seperti ini? Guru mana yang tidak menyukainya?"Papa, aku sekolah dulu ya. Kamu fokus kerja saja, nggak perlu mencemaskanku. Aku akan pulang waktu akhir pekan," ujar Vin.Ponsel Russel berdering. Ketika melihat nama penelepon, ekspresinya agak berubah. Dia menolak panggilan itu, lalu melamb
Emma bertekad akan bekerja sekeras mungkin supaya pantas menikmati perlakuan istimewa ini.Hari ini, terjadi kecelakaan beruntun. Banyak korban yang terluka. Emma menghabiskan belasan jam di ruang operasi.Setelah keluar dari ruang operasi, Emma merasa sangat lelah hingga tangannya mati rasa. Dia pun melepaskan baju medis steril, lalu mencuci tangan dan duduk di lantai sambil bersandar di dinding."Bu Emma, kamu benar-benar hebat. Jarang sekali ada dokter bedah wanita sehebatmu.""Ya, untung ada kamu. Kalau nggak, kami pasti kewalahan."Meskipun merasa lelah, Emma berhasil menyelamatkan begitu banyak orang, bahkan mendapat pengakuan dari rekannya. Dia merasa usahanya tidak sia-sia.Setelah istirahat sejenak, Emma kembali ke ruang kantornya. Dia mengambil ponselnya, lalu melihat ada panggilan tak terjawab. Karena itu nomor tak dikenal, Emma pun tidak memedulikannya. Dia membaca pesan dari guru.[ Bu Emma, anak-anakmu sangat patuh hari ini. Mereka beradaptasi dengan baik dan sangat pinta