Share

Bab 9

Ashton menghilang?

Russel segera berlari ke kamarnya dan melihat bahwa sprei tempat tidur telah diikat dan menjulur sampai ke bawah. Apakah setelah melihat Emma, dia bahkan rela melompat keluar dari jendela lantai dua hanya untuk mengikutinya?

"Cari!" Russel memerintahkan, "Kerahkan semua orang untuk mencarinya!"

Sekarang Emma baru saja pergi, Ashton juga pasti belum jauh.

Sementara itu, Vin yang terus bersembunyi di semak-semak, hanya menjulurkan kepalanya setelah mendengar bahwa keadaan sudah tenang. Dia menyadari bahwa orang-orang di depannya sudah tidak ada. Di mana Kak Emma? Di mana pria tampan yang kaya itu?

Vin tidak punya pilihan selain keluar dari semak-semak. Baru saja dia bersiap untuk menelepon Emma, tiba-tiba terdengar suara kaget dari belakangnya, "Tuan Russel, Tuan Ashton sudah ditemukan!"

Belum sempat Vin bereaksi, banyak sekali pelayan yang berpakaian serupa berlari ke arahnya. Vin kebingungan, apa yang terjadi? Apakah yang mereka sebut Tuan Ashton itu dirinya? Sejak kapan dia menjadi Ashton?

"Ashton, kamu benar-benar makin nggak tahu aturan!" tegur Russel sambil berjalan mendekat dengan wajah dingin. Vin membelalakkan matanya dengan kebingungan.

"Tuan Ashton, bagaimanapun, kamu nggak boleh keluar sendirian! Ini sangat berbahaya!" Yani juga terkejut ketika melihat kamar tidurnya sudah kosong, "Lain kali jangan lari-lari lagi, ya."

"Kalian ... sedang mencariku?" Vin merasa seperti sedang berada dalam cerita yang tidak masuk akal. Apa-apaan ini?

"Tentu saja kami mencarimu, Tuan Ashton," jawab Yani sambil memeriksa Vin dari atas ke bawah, lalu bertanya, "Sejak kapan kamu menyiapkan pakaian ini? Aku belum pernah melihatnya."

"Sudah lama merencanakan mau kabur dari rumah?" Melihat cara Vin berpakaian, ekspresi Russel semakin dingin.

Vin benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi dan tidak tahu harus bagaimana bereaksi. "Aku benar-benar nggak tahu apa yang kalian bicarakan. Aku bukan Tuan Ashton, aku juga nggak kenal kalian. Aku harus segera pulang untuk cari ibuku. Kalau nggak, dia bakal marahin aku lagi."

Setelah berkata demikian, Vin berbalik hendak pergi. Namun, belum sempat dia melangkah jauh, tubuhnya langsung diangkat oleh pria tinggi itu.

"Kamu benaran mau buat aku mati kesal ya?" Russel sangat marah sekarang, tetapi takut akan memicu kambuhnya penyakit Ashton. Sekesal apa pun dia sekarang, Russel terpaksa menahan emosinya.

"Sudah kubilang berapa kali, wanita itu bukan mamamu, juga nggak akan bisa jadi mamamu selamanya. Kamu dengar itu?"

"Paman, kamu ngomong apa? Aku nggak ngerti," balas Vin.

"Tuan Ashton, kamu nggak boleh ngomong begini. Papamu bisa sedih."

Papa? Maksudnya, pria kaya yang tampan ini adalah ayahnya? Tidak, seharusnya ... dia sedang mencari putranya yang melarikan diri dari rumah, tapi malah menemukan dirinya? Lalu, apa kesimpulannya? Berarti wajah mereka sama persis?!

Apa ada kejadian seperti itu?

Sebelum Vin sempat mengatakan apa pun, dia telah digendong Russel ke ruang tamu. Setelah memasuki ruang tamu, mata Vin membelalak semakin lebar.

Apa ini tempat tinggal manusia? Bukannya ini istana?

Russel mendudukkannya di sofa, lalu berjongkok di hadapannya. Setelah itu dia berkata dengan lembut, "Ashton, apa pun yang terjadi ke depannya, kamu nggak boleh minggat lagi ya? Kamu dengar itu?"

"Namaku Ashton?" Sepertinya tadi dia mendengar nama itu juga.

Mendengar pertanyaan itu dan melihat matanya yang kebingungan, hati Russel langsung berdegup kencang. Dia buru-buru meraba dahinya. Apakah dia demam atau kambuh lagi? Kenapa dia mulai bicara melantur?

"Ashton, jangan buat Papa khawatir. Kamu nggak enak badan?"

Melihat Russel yang cemas, Vin terpaksa mengikuti alurnya untuk menghindari kecurigaan, "Waktu berlari keluar tadi, kepalaku terbentur. Jadi ada beberapa hal yang nggak bisa kuingat ...."

Kepalanya terbentur? Keringat dingin langsung mengucur di dahi Russel. Dia segera memerintahkan Yani, "Cepat panggil Robert dan semua dokter bedah ke sini sekarang juga!"

Dengan cepat, Yani menjalankan perintah dan menelepon orang-orang. Otak Vin juga segera berputar cepat untuk mencari cara. Dunia ini memang penuh kejutan, ternyata ada juga orang yang salah mengenali anak. Kalau dia salah dikenali sebagai anak orang ini, lalu ke mana perginya Ashton yang sebenarnya?

Saat ini, Ashton sedang menarik tangan Emma sambil berlari. Sampai akhirnya, Emma sudah kelelahan untuk terus berlari. "Dasar anak bandel, kamu buat masalah lagi ya?" Emma bertanya dengan curiga, "Kenapa kamu kelihatannya panik sekali?"

Ashton yang merasa bersalah, mulai berkeringat dan buru-buru menjawab, "Aku nggak buat masalah. Aku cuma terlalu lapar. Bukannya sebelumnya Kak Emma bilang mau buatkan pangsit untukku? Sekarang aku ingin makan."

"Cuma karena itu?"

"Ya!" Ashton mengangguk dengan sangat yakin. Emma benar-benar tidak berdaya. Akhirnya dia terpaksa membawa Ashton naik taksi.

Saat ini, suasana di vila sangat heboh. Bahkan di rumah sakit sekalipun, Vin tidak pernah dikelilingi oleh begitu banyak dokter. Hal ini membuatnya merasa cukup tertekan. Lebih parah lagi, mereka melakukan pemeriksaan menyeluruh dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Setelah selesai pemeriksaan, dokter berkata, "Pak Russel, jangan khawatir. Ashton nggak apa-apa."

"Lalu kenapa dia sampai nggak ingat namanya sendiri?" tanya Russel.

Sebelum dokter bisa menjawab, Robert sudah berkata terlebih dahulu, "Dia benar-benar nggak ingat atau cuma pura-pura untuk membuatmu kesal?"

Setelah berkata demikian, Robert mendekat ke wajah Vin dan tersenyum sambil bertanya, "Ashton, siapa aku? Kamu biasanya panggil aku siapa?"

"Paman, kamu siapa?" tanya Vin dengan polos.

Mendengar pertanyaan itu, Robert hampir saja mati kesal. Dia langsung marah, "Aku ini pamanmu, paman sedarah! Masa kamu nggak kenal aku?"

Vin mengatupkan bibirnya. Matanya yang bundar dan polos menatap Robert dengan tanpa ekspresi dan kebingungan.

"Kalian yakin dia nggak ada masalah kesehatan? Kalau begitu, kenapa dia bisa amnesia?" Russel benar-benar cemas.

Beberapa dokter saling berpandangan, lalu menjawab dengan yakin, "Pak Russel, kami sudah periksa dengan teliti, nggak ada masalah sama sekali."

Russel mengerutkan alisnya. Setelah diperiksa oleh sekian banyak dokter, seharusnya memang tidak ada masalah lagi. Namun melihat ekspresi Ashton, sepertinya dia juga tidak berbohong, jadi ....

"Papa!" Saat Russel sedang berpikir, Vin menarik ujung bajunya sambil menatapnya dengan ekspresi patuh dan berkata, "Mungkin kepalaku terbentur, jadi aku cuma bingung sementara. Mungkin sebentar lagi aku akan pulih. Kamu nggak usah khawatir."

Vin baru saja mengambil keputusan, dia akan menyelidiki masalah ini. Lagi pula, masalah ini tidak akan memakan banyak waktu. Dia juga masih punya jam tangan pintar, jadi bisa menghubungi Emma kapan saja.

"Ada bagian yang nggak nyaman?" tanya Russel.

Vin menggelengkan kepala, "Nggak ada, Papa. Ayo ajak aku keliling rumah. Siapa tahu aku bisa mengingat semuanya lebih cepat."

"Oke." Russel kemudian menggendongnya dan membawanya ke kamar Ashton. Melihat hal ini, Vin yakin bahwa anak bernama Ashton itu kabur dari rumah.

Ah, dengan kehidupan semewah ini, ditambah punya ayah yang kaya dan tampan, kenapa dia masih nekat kabur dari rumah? Vin benar-benar tidak mengerti ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status