Setelah enam tahun pernikahan, suami Aina marah besar karena baru mengetahui jika buah hati Aina bukanlah anaknya. Bahkan, Fakhri tak mendengar alasan Aina, dan menuduhnya selingkuh, hingga menginginkan cerai. Namun, siapa sangka, jika Aina malah kedapatan hamil anak kedua. Aina sempat bersyukur karena Fakhri berniat menunda perceraian mereka hingga Aina melahirkan. Tapi sayang, bahagia Aina hanya bertahan sementara, karena Fakhri justru menambah sakit hati Aina dengan memadu Aina.
View MoreRabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel
“TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F
“Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri
“Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat
“APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,
“Maaf, Mas. Kami bertamu sepagi ini,” ujar Devi.Keesokan harinya, Devi bersama Amar sengaja datang ke rumah Fakhri. Fakhri yang hendak berangkat kerja terpaksa tertunda dan memilih menemui tamunya.“Iya, gak papa. Ayo, silakan duduk!!”Devi dan Amar duduk di sofa berhadapan dengan Fakhri. Mereka terlihat kikuk dan Fakhri tidak tahu apa yang menyebabkan itu.“Mas … kami sudah tahu mengenai kecelakaan Kak Wulan.” Devi membuka pembicaraannya.Fakhri hanya manggut-manggut sambil menatap sepasang suami istri di depannya.“Sejujurnya kami tidak mengerti mengapa Kak Wulan sampai mengalami kecelakaan di jalur puncak. Padahal setahu kami, dia ada di rumah sakit. Kami sudah berusaha menghubungi pengacaranya, tapi katanya pengacaranya meninggal usai dibunuh oleh orang tidak dikenal. Jadi, saya mohon Mas Fakhri bisa menjelaskan semuanya.”Belum ada jawaban dari Fakhri, hanya helaan napas yan
“APA??? Lumpuh total?? Kak Wulan lumpuh?” ulang Devi.Dokter itu mengangguk sambil menatap Devi dengan sendu.“Iya, tepatnya lumpuh total di tubuh bagian bawah. Itu keadaan sesungguhnya. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Kecelakaannya memang sangat parah. Beruntung Kakak Anda masih diberi umur panjang.”Devi hanya diam membisu tak bisa berkata apa-apa. Dia tidak tahu bagaimana kecelakaan itu terjadi. Namun, yang pasti Devi sudah mencerna semua penjelasan dokter. Bisa jadi semua yang Wulan alami adalah karma dari semua perbuatannya.“Hanya itu yang bisa saya sampaikan.”“Terima kasih, Dok,” ucap Amar.Selanjutnya Amar sudah membimbing Devi keluar dari ruangan dokter. Devi tampak masih shock dan terdiam sejak tadi.“Sayang … kamu baik-baik saja?”Pertanyaan Amar menginterupsi lamunan Devi. Wanita berkulit putih itu menoleh sambil menatap Amar dengan bingung.
“JANGAN TANDA TANGAN DULU!!” seru Pak Hadi.Bu Hadi mendongak, menghentikan gerakannya menoleh ke arah suara. Hal yang sama juga dilakukan Fakhri, Aina dan Robby. Ketiganya kini melihat pria paruh baya itu dengan gelisah.Pak Hadi berjalan dengan langkah mantap menghampiri istrinya. Rautnya terlihat tegang dan sama seperti tadi, tidak ada senyuman di wajahnya. Hanya wajah suram yang tergambar jelas.Berulang jakun Fakhri naik turun menelan saliva. Ia tidak menduga akan serumit ini menyelesaikan status Zafran. Aina yang duduk di sebelahnya hanya diam, memperhatikan Pak Hadi. Berbanding dengan Fakhri dan Robby, Aina malah terlihat lebih tenang.“Ada apa, Pak? Kenapa Ibu dilarang tanda tangan?” Aina memberanikan diri bertanya.Tidak ada jawaban keluar dari bibir pria paruh baya itu, hanya dengusan dengan napas berat yang terdengar. Bu Hadi hanya diam tak bergerak di tempatnya sambil menundukkan kepala. Sepertinya kehadiran Pak
“Tidak,” ucap Robby tak kalah lirih.Fakhri melebarkan matanya sambil menatap Robby. Hal yang sama juga dilakukan Robby. Seolah dua sahabat itu sedang saling menyakinkan.“Silakan duduk!!”Tiba-tiba terdengar wanita paruh baya yang sedari tadi diam di sebelah Pak Hadi bersuara. Fakhri dan Robby menoleh ke arahnya sambil mengangguk. Kemudian ketiganya sudah duduk saling berhadapan dengan Pak Hadi.“Pak … bukannya tadi saya sudah menjelaskan jika ---” Robby kembali bersuara, tapi belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tangan Pak Hadi sudah terangkat ke udara.“Saya tahu. Saya mendengarnya dengan baik. Hanya saja seperti yang saya katakan tadi, saya tidak punya cucu bernama Zafran.”Robby membisu, jakunnya naik turun menelan saliva. Fakhri yang duduk di sampingnya menghela napas sambil menatap Pak Hadi dengan datar.“Lalu apa hubungan Bapak dengan Devi Komalasari? Dia bukan put
“KATAKAN PADAKU SIAPA AYAHNYA? Siapa ayah Zafran, Aina!!” seru Fakhri penuh amarah.Aina hanya diam, menundukkan kepala dan tak bersuara sedikit pun. Dia benar-benar shock saat suaminya bertanya seperti itu. Semua berawal saat Zafran, putra pertama mereka masuk rumah sakit akibat penyakit demam berdarah.Trombosit Zafran turun drastis dan membutuhkan transfusi darah secepatnya. Tadi siang, pihak rumah sakit menghubungi mereka mengatakan jika stock darah golongan B habis dan meminta Fakhri serta Aina segera mendapatkannya di luar sana. Fakhri terkejut mendengar hal itu dan setibanya di rumah, Fakhri malah mencercah pertanyaan seperti ini.“Kenapa diam saja, Aina?? Kamu tidak mau menjawab pertanyaanku?”Aina masih membisu, ia bingung harus menjawab apa. Fakhri pasti terkejut saat tahu golongan darah putra mereka adalah B, sementara kedua orang tuanya bergolongan darah A. Harusnya Zafran memiliki golongan darah A juga atau O. Ini malah berbeda. Tentu saja menimbulkan tanya seperti itu pa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments