Tentang Arkan yang belum bisa melupakan mantan kekasihnya, bahkan di kala telah memiliki seorang istri tetap saja Arkan tak bisa melupakan sosok dari mantan kekasihnya. Kegilaan yang telah menghancurkan Andine, wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya. Andine mencintai Arkan dengan sepenuh hati. Wanita itu selalu setia pada sang suami, tapi kesetiannya harus dibayar dengan sang suami berselingkuh dengan mantan kekasih suaminya sendiri. Lantas, bagaimana kisah Arkan dan Andine? Apakah Andine memang ditakdirkan untuk Arkan? Atau pada akhrinya Andine memilih pergi meninggalkan sang suami yang telah mengkhianatinya?
View MoreArkan tak bisa tenang memikirkan perkataan Dimas. Pria tampan itu sejak tadi mengumpat kesal, karena Dimas terlalu ingin ikut campur dalam urusannya. Jika saja Dimas tak ikut campur, maka dia tidak akan seperti ini. Tatapan Arkan teralih pada foto pernikahannya dengan Andine di atas meja. Dia meraih bingkai foto itu, dan menatap penuh arti foto itu. Rasa kesal semakin timbul di dalam dirinya. Dia segera menyimpan foto itu ke dalam laci meja kerjanya. “Kenapa harus mikirin ucapan Dimas?” gerutu Arkan kesal pada dirinya sendiri. Tanpa mau lagi berpikir lebih, Arkan memutuskan bangkit berdiri seraya menyambar kunci mobil dan ponselnya. Lantas, dia hendak meninggalkan ruang kerjanya, tetapi seketika langkahnya terhenti di kala ada yang menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya. “Pak, maaf, Bu Reva maksa masuk,” ucap sang sekretaris buru-buru, dengan nada panik. Hal yang membuatnya ketakutan adalah karena tadi tepat di kala Dimas pergi, Arkan berpesan padanya agar tidak membiarkan orang
Arkan duduk di kursi kebesarannya seraya membubuhkan tanda tangan yang diberikan oleh asisten pribadinya. Banyak project baru membuatnya harus berhati-hati dalam membaca laporan yang diberikan oleh asistennya itu. Sebab, jika salah langkah sedikit, maka semua akan kacau. “Laporan sudah selesai aku tanda tangani. Kau boleh selesaikan pekerjaanmu yang lain,” ucap Arkan dingin, seraya menyerahkan dokumen di tangannya pada sang asisten. “Baik, Pak. Saya permisi.” Sang asisten menundukkan kepala, lalu pamit undur diri dari hadapan Arkan. Arkan menyandarkan punggungnya seraya memejamkan mata singkat. Umpatan pelan lolos di bibirnya. Pria itu kesal pada diri sendiri yang belakangan ini memikirkan Andine. Entah, dia tak mengerti ada apa dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar, Arkan langsung berdecak tak suka. Padahal dia sudah mengatakan pada sang asisten untuk tidak mengganggunya. Namun, masih saja ada yang mengganggunya. “Masuk!” seru Arkan memberikan perintah
Andine sudah diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit. Beruntung dokter kandungan mengizinkannya. Sungguh, dia tak tahu bagaimana jadinya kalau sampai dokter kandungan tak mengizinkannya pulang. Jika dirinya berada di rumah sakit, maka pasti Arkan akan tahu tentang kondisi yang menimpa dirinya. Andine masih belum ingin menceritakan pada Arkan tentang kehamilannya. Wanita cantik itu ingin tetap merahasiakan lebih dulu. Bukan tak ingin bercerita, tetapi karena dirinya masih memilih untuk merahasiakan semua ini untuk sementara waktu. Andine bersyukur dirinya mendapatkan pertolongan dari Dimas. Dia tak tahu bagaimana dirinya jika tidak ada Dimas yang membantunya. Bukan hanya membantu saja, tetapi Dimas juga merahasiakan kehamilannya sesuai apa yang diinginkannya. Malam itu, Andine berkutat di dapur membuatkan makanan untuk dirinya dan Arkan. Dia tak terlalu banyak memasak, karena takut kelelahan. Menu makanan hanya sederhana. Cukup tiga menu saja, itu pun belum tentu Arkan akan maka
Reva bersembunyi di balik dinding, melihat Dimas yang kini melangkah. Hatinya mulai merasakan penasaran luar biasa. Detik itu juga, yang dilakukannya mengikuti Dimas, mengawasi dari kejauhan agar Dimas tak melihat keberadaannya. Namun, seketika raut wajah Reva berubah melihat Dimas masuk ke dalam ruang dokter kandungan. Kening wanita itu mengerut dalam, penasaran dalam dirinya semakin menjadi, menimbulkan kebingungan yang melanda. “Kenapa Dimas ke dokter kandungan?” gumam Reva bingung. Beberapa menit Reva tetap memilih menunggu di balik dinding, dia ingin menunggu sampai Dimas keluar dari ruang dokter kandungan. Hatinya benar-benar menjadi penasaran. Jika Dimas mememui dokter umum, maka dia tidak akan mungkin sampai menunggu Dimas seperti ini. Tak selang lama, Reva melihat Dimas keluar dari ruang dokter. Buru-buru, dia semakin bersembunyi, agar tidak ketahuan Dimas. Dia tak mau sampai Dimas melihat dirinya. “Pak, kondisi Bu Andine sebenarnya kurang baik. Kandungannya lemah. Teka
Reva mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Kedua tangannya memegang kemudi dengan erat, membuat otot di tangannya tercetak dengan jelas. Emosinya juga meningkat saat tadi Arkan yang awalnya ingin istirahat di rumahnya, malah memilih untuk pergi, dan dia yakin besar kemungkinan Arkan pulang ke rumah bukan ke kantor. Reva masih menatap jalanan dengan tatapan dingin, dan tersirat memancarkan emosi yang berkobar di dalam diri. Sungguh, dia ingin sekali memberi tahu Andine, tentang hubungannya dengan Arkan, tetapi semua itu tidak akan bisa dia lakukan. Bukan karena takut, tapi karena dia tak ingin nanti menimbulkan sebuah masalah. Reva mengumpat dalam hati, dan berusaha untuk tetap berjuang menenangkan emosi di dalam dirinya. Wanita itu terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Emosi di dalam diri, membuatnya memilih untuk mengebut di jalanan. Namun tiba-tiba … Brakkkk … Reva menabrak trotoar di kala dirinya tak mampu mengendalikan kemudi. Dia langsung merutuki d
Arkan mengendarai mobil dengan sangat cepat. Pikirannya cukup kacau karena Andine mulai berani menentang dirinya. Padahal sebelumnya itu istrinya adalah sosok yang sangat penurut, dan tidak berani menentang dirinya. Namun entah kenapa sekarang istrinya mulai berani padanya. Hal paling tergila adalah Arkan mulai memikirkan Andine. Seharusnya dia tak peduli sama sekali pada Andine, tapi dia tak mengerti kenapa belakangan ini dia memikirkan tentang Andine. Bahkan di kala istrinya itu mendiaminya saja, dia sangat tidak suka. “Shit!” umpat Arkan seraya memukul setir mobilnya. Pria tampan itu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, guna menangkan segala pikirannya yang kacau. Tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam benak Arkan. Pria itu langsung memutar balik, dan kini menuju rumah Reva. Dia ingin mencoba menenangkan dirinya dengan bertemu dengan Reva. Dia harap setelah bertemu dengan Reva akan membuat emosi di dalam dirinya terkendali. Tak selang lama, mobil yang dilajukan Arkan mulai tiba
“Pemotretan hari ini selesai. Good job, Reva.” Sang fotografer memuji kinerja Reva. Dia tampak puas dengan hasil foto Reva berpose di kolam renang begitu menakjubkan. Tidak susah untuknya mengatur Reva. Reva tersenyum lega, seraya memakai bathrobe. “Coba aku lihat hasil fotoku. Aku ingin tahu bagaimana hasil foto-fotoku.” Sang fotografer itu langsung menunjukkan foto yang dia ambil pada Reva. “Ini hasilnya sangat bagus. Kamu memang berbakat menjadi seorang model, Reva,” pujinya dengan senyuman bangga. Reva kembali tersenyum, di kala melihat hasil foto-foto yang diambil fotografer tampak menakjubkan. “Tentu saja aku berbakat.” Sang fotografer menurunkan kameranya. “Ngomong-ngomong tadi aku lihat ada seorang pria yang terus melihatmu. Aku rasa dia mengenalmu.” Kening Reva mengerut dalam. “Seorang pria? Siapa?” tanyanya penasaran ingin tahu siapa yang menatapnya. Sang fotografer menunjuk punggung pria yang berjalan pergi menjauh. “Dia. Pria pakai kemeja biru itu terus lihat kamu. A
Andine membuka pintu kamar dan melangkah keluar. Tangannya memegang koper dan menarik koper itu tanpa semangat. Entah kenapa dia merasakan tubuhnya masih terlalu lemah. Perutnya juga masih terasa mual. Padahal dia sudah meminum obat, tapi seperti tidak ada reaksinya sama sekali. Namun, meski demikian dia masih enggan jika harus diperiksa oleh dokter. Dia hanya ingin segera pulang, dan beristirahat di rumah. Langkah kaki Andine terhenti tepat di kala dia hendak menuruni undakan tangga. Tampak jelas raut wajahnya memancarkan kemuraman dan rasa sedih yang menyelimuti dirinya. Dia menarik napas panjang, dan mengembuskan napas pelan—bersiap untuk menuruni undakan tangga sambil mengangkat koper. Namun … “Biar aku yang mengangkat kopermu.” Dimas tiba-tiba muncul, dan mengambil alih koper Andine. Andine sedikit terkejut sambil menatap Dimas yang membantunya. “Dimas? B-biar aku saja. Koperku berat.” Dimas tersenyum. “Karena kopermu berat, aku menawarkan diri untuk membantumu. Kamu kan seor
Andine menuruni satu per satu anak tangga dengan raut wajah muram, dan terlihat jelas menunjukkan perasaan yang ditutupinya. Pikirannya benar-benar kacau. Bahkan semala, dia tidak tidur dengan nyenyak, karena banyak hal yang membebani pikirannya. Andine kini menarik napas dalam dan membuang secara perlahan. Dia mencoba untuk tegang tenang dan bersikap biasa. Dia tidak mau ada yang curiga dengan kondisi hatinya sekarang. Apalagi dirinya masih berada di lingkungan keluarga sang suami. Saat Andine berada di lantai bawah, tatapannya teralih pada Melly yang bercanda dengan Reva. Seperti biasa memang ibu mertuanya itu sangat dekat dengan Reva. Sangat berbeda jauh jika mertuanya itu berada di dekatnya. Hati Andine mendadak merasakan nyeri luar biasa. Dia bukan hanya mendapatkan luka dari suaminya saja, tetapi ibu mertuanya juga memberikan luka padanya seakan dirinya memang benar-benar tidak dianggap. Meski selama ini dia sudah berusaha sangat baik, tetap saja dirinya selalu salah di mata
“Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments