Home / Rumah Tangga / Luka Dalam Pernikahan / Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

Share

Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

last update Last Updated: 2024-11-27 00:40:24

Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. 

“Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.

Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. 

“Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.

Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi lembut dengannya. Sayang, pria itu seakan tidak memberikan kesempatan sama sekali.

Namun, Andine mencoba menormalkan kembali perasaannya. Dia tidak boleh terbawa suasana hanya karena perlakuan Arkan. Dia yakin, Arkan tidak sengaja melakukannya. Mungkin ada masalah di kantor yang membuatnya banyak pikiran dan enggan diganggu.

Memikirkan semua alasan tersebut, Andine mencoba mengukir senyum tulus. Dia berkata, “Kalau begitu, aku tunggu di bawah. Aku sudah siapkan sarapan untuk kamu.”

Tidak terdengar jawaban, tetapi terdengar gumaman dari arah Arkan. Andine mencoba mengerti dan melangkah pergi. Jika membantu bersiap tidak diperbolehkan, tentu Arkan akan membolehkan membantu menyiapkan makanan. Iya, kan?

Andine yang sudah sampai di lantai dasar segera menuju ke arah meja makan. Di sana, sudah ada banyak makanan tersedia. Begitu sabar, dia menyiapkan makanan, menuangkan satu per satu menu yang sudah dia buat. Sejak pagi dia hanya sibuk di dapur dan menyiapkan makanan untuk sang suami.

Ketukan sepatu terdengar. Andine menolehkan kepala dan mendapati sang suami berjalan ke arahnya. Bibirnya langsung tersenyum manis kala melihat penampilan sang suami yang selalu rapi.

“Sarapannya sudah aku siapkan, Mas,” ucap Andine lembut pada sang suami. 

Namun, lagi-lagi tidak ada jawaban. Arkan hanya duduk dan menyantap makanannya, disusul dengan Andine yang duduk tepat di sebelahnya. Suasana menjadi hening. Andine yang semula ingin mengatakan sesuatu menjadi terhenti. Dia mencoba menimang, apakah dia harus mengatakan atau tidak. Hingga dia menatap sang suami dan berdehem kecil.

“Mas, kemarin Mama kesini,” ucap Andine setengah meragu.

“Lalu?” tanya Arkan tanpa menatap sang istri.

“Mama menanyakan mengenai hasil pemeriksaan. Terus aku merasa Mama sedikit kecewa. Jadi, aku kepikiran, bagaimana kalau kita mencoba bayi tabung saja? Mungkin hal itu akan berhasil,” jelas Andine menyuarakan isi hatinya. 

“Mungkin?” Arkan menghentikan makan dan menatap dingin ke arah Andine, “kamu sendiri saja belum yakin kok malah mau mencoba. Cukup aku mencoba denganmu satu tahun ini, Andine. Aku nggak mau berharap dengan wanita yang jelas-jelas nggak bisa hamil.”

“Mas, tapi—” 

“Aku nggak mau membahas masalah ini lagi. Buat nggak nafsu makan saja,” sela Arkan dengan sorot mata sinis. 

Setelah melontarkan kalimat menyakitkan itu, Arkan langsung bangkit dan meninggalkan sang istri. Sementara Andine yang merasa sakit hati hanya bisa diam dan menggenggam sendok erat. Mulutnya tertutup rapat, mencoba menahan agar air matanya tidak terjatuh. Sayangnya hal itu tidak berlangsung lama karena pada akhirnya, semua air matanya terjatuh dengan tubuh yang bergetar.

***

“Pagi-pagi sudah ngomongin anak. Bikin kesal saja,” gumam Arkan dengan wajah masam. Sejak semalam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan mengenai ucapannya dengan Reva tempo hari. Sementara pagi ini sudah dihebohkan dengan Andine yang meributkan anak. Padahal wanita itu yang mandul, tapi kenapa semua harus menanggung.

Arkan menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia mencoba mengontrol emosinya kali ini. Dia tidak ingin kalau nantinya semua mempengaruhi pekerjaan. Hingga mobil yang dinaikinya berhenti, membuat Arkan segera turun dan melangkah.

“Arkan.”

Arkan yang mendengar hal itu berhenti dan menatap ke asal suara. Di sana terlihat Reva dengan pakaian minim melangkah mendekat. Bibirnya pun mengulas senyum, seperti yang dilakukan wanita di hadapannya.

“Kamu baru berangkat?” tanya Reva basa-basi.

“Iya,” jawab Arkan. “Kamu kenapa di sini? Masih ada pemotretan yang belum selesai?” lanjutnya bertanya. 

“Hari ini pengambilan video. Jadi, aku kesini pagi. Soalnya siang nanti aku ada acara di luar,” jelas Reva.

Arkan hanya menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Dia masih merasa canggung dan tidak enak hati karena ucapannya kemarin, tetapi Arkan bingung harus memulai darimana. Haruskah dia meminta maaf?

“Kopi,” tawar Reva sembari mengulurkan gelas berisi kopi. Hal yang membuat Arkan menaikkan sebelah alis.

“Tadi aku beli untuk temanku, tapi ternyata dia tidak minum kopi. Jadi, daripada terbuang, aku kasih ke kamu saja,” jelas Reva.

Arkan yang mendengar tertawa kecil dan menerima kopi tersebut. Dengan tenang, dia menyeruput minuman di tangannya dan mulai melangkah. Sesekali, Arkan melirik ke arah Reva yang masih berada di sebelahnya. Wanita yang tampak tenang, membuat Arkan mendesah kasar.

“Reva, aku minta maaf,” ucap Arkan setelah yakin dengan keputusannya. Dia tidak mungkin terus-menerus merasa tidak enak hati.

Reva yang sedang meneguk minuman berhenti dan menatap Arkan. Dia bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba minta maaf?”

“Untuk perkataanku kemarin,” jawab Arkan dingin, dan datar. 

Hening. Reva tidak langsung menjawab. Dia memperhatikan Arkan dalam. Sudah lama dia mengenal pria di hadapannya. Bukan hanya satu atau dua bulan, tetapi bertahun-tahun dan dia sangat mengenalnya. Dengan tenang, Reva kembali mengulas senyum. Hanya saja kali ini tampak canggung dan terkesan dibuat-buat.

“Sebenarnya kemarin aku cukup merasa sakit hati, Arkan. Aku kira kamu masih memiliki rasa denganku. Aku kira kamu mau melanjutkan rencana pernikahan kita, tapi siapa sangka kamu menolakku secara terang-terangan,” ucap Reva terdengar memiliki kekecewaan mendalam. 

Arkan tak suka melihat raut wajah kecewa Reva. “Mengenai itu, sebenarnya aku—”

“Tapi nggak masalah sama sekali. Aku akan tetap perjuangkan cintaku. Kamu tahu? Aku bukan orang yang mau menyerah. Jadi, aku akan berjuang lagi,” sela Reva dengan cepat.

Arkan membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu, tetapi hal itu terhenti karena Reva yang tiba-tiba mencium pipinya. Jantungnya berdegup cukup keras karena hal itu, membuat pikiran Arkan buyar seketika. Dia lupa apa yang akan dikatakannya.

Sementara Reva yang melihat respon tersebut malah tersenyum lebar. Tanpa malu dia mendekat ke arah Arkan dan berkata penuh percaya diri yang terlihat jelas. “Aku akan membuat kamu percaya denganku lagi, Arkan. Aku janji akan itu.” 

Related chapters

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

    “Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

    “Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar

DMCA.com Protection Status