Home / Rumah Tangga / Luka Dalam Pernikahan / Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

Share

Luka Dalam Pernikahan
Luka Dalam Pernikahan
Author: Abigail Kusuma

Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

last update Last Updated: 2024-11-27 00:39:25

“Bagaimana hasilnya?”

        Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa.

        “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. 

Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. 

“Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine.

        Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar.”

        “Lupakan saja tentang test kehamilan. Semua hanya sia-sia,” balas Arkan dingin, dan acuh. 

        “Mas Arkan jangan bilang gitu dong. Aku tuh beneran bisa punya anak. Cuma karena kista di rahimku sudah cukup besar, kita harus lebih bersabar untuk memiliki anak,” ucap Andine dengan hati-hati. Dia mengulurkan tangan dan meraih jemari sang suami. Namun, Arkan yang baru merasakan sentuhan langsung menepisnya. 

Arka menatap sang istri dan kembali berucap, “Aku nggak peduli lagi. Terserah kamu hamil atau nggak.” 

Kata-kata Arkan begitu menusuk hati Andine. Air mata wanita cantik itu terus berlinang jatuh membasahi pipinya. Semua berawal dari sebuah perjodohan. Andine menikah dengan Arkan karena sebuah perjodohan. 

Meski hanya berjodohan semata, tapi Andine sangat mencintai Arkan. Mereka sudah satu tahun menikah, dan belum ada tanda-tanda Andine mengandung. Semua disebabkan, karena Andine memiliki kista di rahimnya. 

        Arkan yang melihat Andine menangis, memilih untuk pergi tak mengindahkan istrinya itu lagi. 

        “Mas, tunggu,” panggil Andine.

Arkan tidak mendengarkan sama sekali. Dia terus melangkahkan kaki, meninggalkan Andine yang terus mengejar.

        “Mas, kita pulang bareng,” kata Andine sembari berlari kecil. Wanita cantik itu mengabaikan tataan para pengunjung rumah sakit.

        Hal itu tidak membuat Arkan berhenti. Pria tampan itu masih melangkah, membuat Andine yang mengejar semakin kelelahan. Bahkan sekarang dia melihat Arkan memasuki mobil dan meninggalkan parkiran rumah sakit.

        “Mas,” panggil Andine kembali. Dia bahkan tidak memperhatikan jalanan saat mengejar, membuatnya menginjak batu yang membuat tubuhnya oleng—dan seketikanya terjatuh.

        “Aduh,” gumam Andine, merasakan perih di bagian lutut.

        Andine mendongakkan kepala, berharap sang suami akan kembali dan menolong. Namun, hal itu benar-benar tidak terjadi. Arkan masih terus melaju, membuat Andine hanya mampu menatap mobil yang perlahan menjauh dan tidak terlihat. Air matanya semakin mengalir deras saat mendapati dirinya hanya seorang diri.

        “Mas Arkan pasti nggak melihat. Kalau melihat, dia pasti akan turun membantuku,” gumam Andine sembari mengusap air mata.

        Sementara di tempat lain, Arkan sedang asik dengan ponsel. Jemarinya menari di atas layar, mencari seseorang yang sudah lama dia kagumi. Bibirnya tertarik, membentuk senyum manis saat melihat sosok yang begitu dia dambakan.

        “Pak, Ibu jatuh. Apa kita harus berhenti?”

        Arkan yang mendengar mendongak dan menatap ke belakang, “Biarkan saja. Dia itu terlalu ceroboh.”

***

        Andine mendongakkan kepala dengan napas yang memburu. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, dia tidak melakukan apa pun. Dia seperti tidak memiliki gairah untuk melanjutkan hidupnya. Bagaimana tidak? Sang suami marah dan Andine bisa memakluminya. Arkan sudah lama mengharapkan seorang anak, tetapi karena penyakit yang dideritanya, mereka harus gagal berulang kali.

        Andine kembali menarik napas dalam dan membuang perlahan. Kali ini dia ingin mengistirahatkan tubuh dan pikiran untuk sejenak. Kepalanya juga sedikit sakit karena terus menangis dan memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah. Dia ingin memulihkan tubuh sebelum sang suami kembali. Tidak berselang lama, suara mobil terdengar berhenti didepan rumah, membuat Andine menjadi heran. Dia pun langsung menuju ke asal suara.

        “Mas, kamu sudah pulang? Aku akan buatkan kopi,” kata Andine dengan perhatian, tetapi tidak mendapatkan respon dari sang suami.

        Selesai mengatakan itu, Andine langsung bergegas ke dapur. Di sana dia membuatkan kopi kesukaan sang suami. Bibirnya tersenyum lebar, berharap hal ini bisa meluluhkan hati sang suami. Dia berharap akan luluh dan kembali seperti semula.

        “Diminum, Mas,” kata Andine sembari meletakkan secangkir kopi.

        Arkan hanya diam dan menyesap kopi buatan sang istri. Tidak ada komentar kali ini, tetapi tidak ada pujian juga. Andine sendiri mendambakan pujian dari sang suami. Setiap Arkan meminum atau memakan sesuatu dan itu hasil buatannya, wanita itu selalu menemani—berharap akan mendapatkan sanjungan. Meski itu terkesan biasa, tetapi Andine menginginkannya.

        “Kaki kamu kenapa?” tanya Arkan sembari melirik ke arah kaki Andine.

        “Tadi aku jatuh, tapi sekarang sudah nggak apa-apa,” jawab Andine. Wanita itu menunjukkan ekspresi yang sama dengan apa yang dia katakan.

        Namun, Arkan hanya berkata oh saja. Pria tampan itu tidak lagi mengatakan apa pun dan lebih menikmati waktunya. Sedih sebenarnya melihat tingkah Arkan yang selalu acuh tak acuh, tetapi Andine masih menunjukkan senyum lebar. Dia memilih bangkit dan melangkah ke arah dapur.

        “Aku akan buatkan makanan untuk kamu,” kata Andine lembut. 

        Tetap saja, tidak ada respon. Andine sendiri memilih mengeluarkan bahan makanan yang ada di lemari penyimpanan dan mulai memotong. Sesekali dia menatap ke arah Arkan yang ada di ruang keluarga. Tembok yang tidak sampai atas membuat Andine masih bisa melihat aktivitas di dalam ruang keluarga. Tanpa sadar, dia mengiris tangannya.

        “Aduh,” keluh Andine sembari merintih.

        Arkan yang mendengar terkejut. Dia menoleh ke arah Andine dan bertanya, “Kenapa?”

        “Jariku terkena pisau saja, Mas. Sakit,” jawab Andine dan masih membersihkan darah yang keluar.

        “Apa kamu bisa berhati-hati? Di mana matamu?!” seru Arkan tajam. 

        Andine kembali diam, merasakan luka karena Arkan yang tidak menunjukkan empati sama sekali. Padahal dia menunggu perhatian dari Arkan, tetapi pria itu bahkan tidak mendatangi dan melihat seperti apa lukanya. Setidaknya memastikan bahwa kondisi sang istri baik-baik saja bisa, kan? 

Andine membalik tubuh, tetapi siapa sangka tangannya tanpa sengaja menyenggol panci yang ada di atas kompor. Seketika, kegaduhan terjadi. Tampak Arkan kesal seraya bangkit. Pria itu menuju ke arah Andine yang bingung dan sedang membersihkan lantai, berusaha menahan kekacauan.

        “Apa-apaan sih ini, Andine? Kenapa kamu nggak hati-hati?” Arkan mulai angkat bicara dan berkata dengan ketus.

        Andine yang baru selesai membuang napas lirih dan menyahut, “Maaf, Mas. Tadi aku nggak sengaja nyenggol pancinya. Kepalaku sedikit pusing.”

        “Kalau sakit, ke dokter! Bukan malah membuat kekacauan!” seru Arkan tegas.

        “Kamu bisa antar aku periksa?” tanya Andine penuh harap.

         “Minta antar Asep saja! Aku banyak kerjaan,” jawab Arkan dingin, dan langsung melangkah pergi meninggalkan Andine.

Mata Andine berkaca-kaca menahan air mata melihat kepergian sang suami. Wanita cantik itu berharap paling tidak sang suami mau mengantarnya ke rumah sakit untuk mengantarkan dirinya sakit, tapi yang ada malah sang suami meminta dirinya untuk diantar oleh sopir. 

Related chapters

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

    “Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar

DMCA.com Protection Status