Beranda / Rumah Tangga / Luka Dalam Pernikahan / Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

Share

Luka Dalam Pernikahan
Luka Dalam Pernikahan
Penulis: Abigail Kusuma

Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 00:39:25

“Bagaimana hasilnya?”

        Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa.

        “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. 

Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. 

“Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine.

        Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar.”

        “Lupakan saja tentang test kehamilan. Semua hanya sia-sia,” balas Arkan dingin, dan acuh. 

        “Mas Arkan jangan bilang gitu dong. Aku tuh beneran bisa punya anak. Cuma karena kista di rahimku sudah cukup besar, kita harus lebih bersabar untuk memiliki anak,” ucap Andine dengan hati-hati. Dia mengulurkan tangan dan meraih jemari sang suami. Namun, Arkan yang baru merasakan sentuhan langsung menepisnya. 

Arka menatap sang istri dan kembali berucap, “Aku nggak peduli lagi. Terserah kamu hamil atau nggak.” 

Kata-kata Arkan begitu menusuk hati Andine. Air mata wanita cantik itu terus berlinang jatuh membasahi pipinya. Semua berawal dari sebuah perjodohan. Andine menikah dengan Arkan karena sebuah perjodohan. 

Meski hanya berjodohan semata, tapi Andine sangat mencintai Arkan. Mereka sudah satu tahun menikah, dan belum ada tanda-tanda Andine mengandung. Semua disebabkan, karena Andine memiliki kista di rahimnya. 

        Arkan yang melihat Andine menangis, memilih untuk pergi tak mengindahkan istrinya itu lagi. 

        “Mas, tunggu,” panggil Andine.

Arkan tidak mendengarkan sama sekali. Dia terus melangkahkan kaki, meninggalkan Andine yang terus mengejar.

        “Mas, kita pulang bareng,” kata Andine sembari berlari kecil. Wanita cantik itu mengabaikan tataan para pengunjung rumah sakit.

        Hal itu tidak membuat Arkan berhenti. Pria tampan itu masih melangkah, membuat Andine yang mengejar semakin kelelahan. Bahkan sekarang dia melihat Arkan memasuki mobil dan meninggalkan parkiran rumah sakit.

        “Mas,” panggil Andine kembali. Dia bahkan tidak memperhatikan jalanan saat mengejar, membuatnya menginjak batu yang membuat tubuhnya oleng—dan seketikanya terjatuh.

        “Aduh,” gumam Andine, merasakan perih di bagian lutut.

        Andine mendongakkan kepala, berharap sang suami akan kembali dan menolong. Namun, hal itu benar-benar tidak terjadi. Arkan masih terus melaju, membuat Andine hanya mampu menatap mobil yang perlahan menjauh dan tidak terlihat. Air matanya semakin mengalir deras saat mendapati dirinya hanya seorang diri.

        “Mas Arkan pasti nggak melihat. Kalau melihat, dia pasti akan turun membantuku,” gumam Andine sembari mengusap air mata.

        Sementara di tempat lain, Arkan sedang asik dengan ponsel. Jemarinya menari di atas layar, mencari seseorang yang sudah lama dia kagumi. Bibirnya tertarik, membentuk senyum manis saat melihat sosok yang begitu dia dambakan.

        “Pak, Ibu jatuh. Apa kita harus berhenti?”

        Arkan yang mendengar mendongak dan menatap ke belakang, “Biarkan saja. Dia itu terlalu ceroboh.”

***

        Andine mendongakkan kepala dengan napas yang memburu. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, dia tidak melakukan apa pun. Dia seperti tidak memiliki gairah untuk melanjutkan hidupnya. Bagaimana tidak? Sang suami marah dan Andine bisa memakluminya. Arkan sudah lama mengharapkan seorang anak, tetapi karena penyakit yang dideritanya, mereka harus gagal berulang kali.

        Andine kembali menarik napas dalam dan membuang perlahan. Kali ini dia ingin mengistirahatkan tubuh dan pikiran untuk sejenak. Kepalanya juga sedikit sakit karena terus menangis dan memikirkan cara untuk menyelesaikan masalah. Dia ingin memulihkan tubuh sebelum sang suami kembali. Tidak berselang lama, suara mobil terdengar berhenti didepan rumah, membuat Andine menjadi heran. Dia pun langsung menuju ke asal suara.

        “Mas, kamu sudah pulang? Aku akan buatkan kopi,” kata Andine dengan perhatian, tetapi tidak mendapatkan respon dari sang suami.

        Selesai mengatakan itu, Andine langsung bergegas ke dapur. Di sana dia membuatkan kopi kesukaan sang suami. Bibirnya tersenyum lebar, berharap hal ini bisa meluluhkan hati sang suami. Dia berharap akan luluh dan kembali seperti semula.

        “Diminum, Mas,” kata Andine sembari meletakkan secangkir kopi.

        Arkan hanya diam dan menyesap kopi buatan sang istri. Tidak ada komentar kali ini, tetapi tidak ada pujian juga. Andine sendiri mendambakan pujian dari sang suami. Setiap Arkan meminum atau memakan sesuatu dan itu hasil buatannya, wanita itu selalu menemani—berharap akan mendapatkan sanjungan. Meski itu terkesan biasa, tetapi Andine menginginkannya.

        “Kaki kamu kenapa?” tanya Arkan sembari melirik ke arah kaki Andine.

        “Tadi aku jatuh, tapi sekarang sudah nggak apa-apa,” jawab Andine. Wanita itu menunjukkan ekspresi yang sama dengan apa yang dia katakan.

        Namun, Arkan hanya berkata oh saja. Pria tampan itu tidak lagi mengatakan apa pun dan lebih menikmati waktunya. Sedih sebenarnya melihat tingkah Arkan yang selalu acuh tak acuh, tetapi Andine masih menunjukkan senyum lebar. Dia memilih bangkit dan melangkah ke arah dapur.

        “Aku akan buatkan makanan untuk kamu,” kata Andine lembut. 

        Tetap saja, tidak ada respon. Andine sendiri memilih mengeluarkan bahan makanan yang ada di lemari penyimpanan dan mulai memotong. Sesekali dia menatap ke arah Arkan yang ada di ruang keluarga. Tembok yang tidak sampai atas membuat Andine masih bisa melihat aktivitas di dalam ruang keluarga. Tanpa sadar, dia mengiris tangannya.

        “Aduh,” keluh Andine sembari merintih.

        Arkan yang mendengar terkejut. Dia menoleh ke arah Andine dan bertanya, “Kenapa?”

        “Jariku terkena pisau saja, Mas. Sakit,” jawab Andine dan masih membersihkan darah yang keluar.

        “Apa kamu bisa berhati-hati? Di mana matamu?!” seru Arkan tajam. 

        Andine kembali diam, merasakan luka karena Arkan yang tidak menunjukkan empati sama sekali. Padahal dia menunggu perhatian dari Arkan, tetapi pria itu bahkan tidak mendatangi dan melihat seperti apa lukanya. Setidaknya memastikan bahwa kondisi sang istri baik-baik saja bisa, kan? 

Andine membalik tubuh, tetapi siapa sangka tangannya tanpa sengaja menyenggol panci yang ada di atas kompor. Seketika, kegaduhan terjadi. Tampak Arkan kesal seraya bangkit. Pria itu menuju ke arah Andine yang bingung dan sedang membersihkan lantai, berusaha menahan kekacauan.

        “Apa-apaan sih ini, Andine? Kenapa kamu nggak hati-hati?” Arkan mulai angkat bicara dan berkata dengan ketus.

        Andine yang baru selesai membuang napas lirih dan menyahut, “Maaf, Mas. Tadi aku nggak sengaja nyenggol pancinya. Kepalaku sedikit pusing.”

        “Kalau sakit, ke dokter! Bukan malah membuat kekacauan!” seru Arkan tegas.

        “Kamu bisa antar aku periksa?” tanya Andine penuh harap.

         “Minta antar Asep saja! Aku banyak kerjaan,” jawab Arkan dingin, dan langsung melangkah pergi meninggalkan Andine.

Mata Andine berkaca-kaca menahan air mata melihat kepergian sang suami. Wanita cantik itu berharap paling tidak sang suami mau mengantarnya ke rumah sakit untuk mengantarkan dirinya sakit, tapi yang ada malah sang suami meminta dirinya untuk diantar oleh sopir. 

Bab terkait

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 6. Reva Memancing

    “Kamu sudah cek semua jadwal hari ini, Dew?” tanya Arkan, tanpa menoleh pada karyawannya. Tatapannya fokus pada pekerjaannya yang hari itu cukup banyak. Dewi yang merupakan sekretaris Arkan langsung menjawab, “Sudah, Pak. Semua rapat hari ini sudah selesai.”Arkan yang mendengar, hanya bergumam pelan. Dia kembali tenggelam dalam tumpukan dokumen yang harus diperiksanya. Hari ini banyak sekali rapat yang harus diselesaikan, membuatnya benar-benar sibuk. Ketukan pintu terdengar. Arkan langsung menyuruh seseorang di luar untuk masuk. Saat pintu terbuka, dia dibuat terkejut akan sosok yang baru saja muncul. “Aku boleh masuk, kan?” Arkan yang melihat Reva dengan penampilan seksi hanya diam dan menganggukkan kepala. Jelas Reva yang melihat menjadi bahagia. Dengan langkah anggun, wanita itu mendekat ke arah Arkan berada. Manik matanya tidak beralih sama sekali, memperhatikan setiap gerak pria tersebut. Hingga dia duduk di depan Arkan dan mengulas senyum lebar.“Kenapa kamu masih di sini,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 7. Pagi yang Mengejutkan

    Arkan menggeliat pelan, merasakan tubuh yang terasa kaku. Kedua matanya perlahan terbuka, menatap langit kamar. Keningnya mulai berkerut dalam, merasa aneh karena langit kamar yang berbeda. Aroma di dalam ruangan itu cukup berbeda, membuatnya mulai meneliti setiap ruangan. Hingga saat dia melihat seseorang yang berada di sampingnya, membuat Arkan terkejut luar biasa. “Reva?” Arkan langsung bangkit berdiri. Namun, kepala Arkan terasa berat. Dia menutup mata kembali, mencoba menghilangkan denyutan di kepalanya. Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dalam ingatannya, membuat Arkan mengingat satu per satu memori semalam.“Arkan …” Arkan semakin mencumbu tubuh Reva. Tangannya melepas satu per satu pakaiannya, membuat tubuh bagian atasnya tidak berbusana. Reva yang melihat hal itu pun membalas dengan hal yang sama.Lama keduanya saling bercumbu, mencoba membalas setiap kecupan yang ada. Arkan yang mulia tidak tahan langsung membopong tubuh Reva ke dalam kamar dan meletakkan dengan lembut. T

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 8. Andine yang Sakit

    “Mas, sarapan dulu,” panggil Andine ketika melihat Arkan yang menuruni anak tangga. Namun, Arkan tidak menjawabnya sama sekali. Pria tampan itu masih terus melangkah, menuruni satu per satu anak tangga dengan tangan sibuk merapikan pakaian. Rambutnya bahkan masih terlihat basah, menandakan Arkan tidak sempat mengeringkan kepala. “Mas,” panggil Andine kembali. Wanita itu melangkah lebar, menyamakan langkahnya dengan langkah sang suami. Meski dia harus setengah berlari—sampai dia yang sudah berada di dekat Arkan meraih pergelangan tangan sang suami, membuat langkah suaminya itu terpaksa berhenti.“Ada apa, Andine?” tanya Arkan dengan tatapan lekat.“Mas, kamu belum sarapan. Ayo sarapan dulu,” ajak Andine yang tak ingin sang suami lupa sarapan. Arkan menyingkirkan tangan sang istri dan berkata, “Aku buru-buru. Aku bisa sarapan di kantor.”“Tapi tadi malam kamu nggak pulang, Mas. Kamu juga pasti belum makan, kan? Sekarang kita makan dulu, ya. Aku udah masak kentang balado kesukaan Mas A

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 9. Wanita yang Dipilih Arkan

    Arkan menekan bel dengan raut wajah cemas. Beberapa menit yang lalu, dia harus meninggalkan rumah karena mendengar kabar Reva yang sakit. Melalui panggilan telepon wanita itu terdengar kesakitan dan Arkan menjadi tidak tega sama sekali. Dia bahkan rela meninggalkan sang istri yang saat ini juga sedang demam.Namun, Arkan memiliki pertimbangannya sendiri. Di rumah, Andine banyak yang mengurus. Ada sopir dan pelayan yang akan menjaga. Sementara Reva hanya seorang diri. Hal tersebut yang membuat Arkan lebih memilih menjaga Reva daripada Andine. Tak selang lama, terdengar pintu dibuka, membuat Arkan melirik ke dalam.“Arkan, akhirnya kamu datang juga,” ucap Reva dengan wajah penuh kelegaan, melihat yang datang adalah Arkan. Arkan segera masuk dan memegang tangan Reva. Dia takut wanita itu akan terjatuh. Meski dia tidak melihat wajah pucat, tetapi dia melihat beberapa kali Reva mengaduh dengan tangan memegang perut. Hal yang membuat Arkan yakin Reva sedang tidak baik-baik saja.“Apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 35. Takdir Memihak 

    “Aku saja yang antar kamu ke kantorku, Andine,” kata Dimas saat Andine selesai memasak. Pria tampan itu menawarkan diri untuk mengantarkan Andine ke kantornya. Dia tak tega jika Andine sendiri. “Dimas, aku ke kantormu kan sama Asep,” jawab Andine lagi. “Aku nggak mau repotin kamu, Dimas. Hari ini kamu udah banyak bantuin aku.” “Asep bukannya tadi pergi?” “Eh, iya, Asep pergi. Aku sampai lupa.” “Nah, ya udah, aku ante raja. Biar aku bantuin kamu juga pas nata makanan.” “Tapi—” “Ayolah, Andine. Kita kan teman, kenapa kamu ngerasa nggak enak? Aku cuman pengen anter kamu dan bantuin kamu aja kok.” Andine terdiam mendengar ucapan Dimas. Sebenarnya, wanita cantik itu merasa tidak enak terus menerus merepotkan Dimas. Namun, dia juga akan kerepotkan jika hanya pergi sendirian. Apalagi Asep sedang tidak ada. Detik selanjutnya, Andine mengangguk merespon ucapan Dimas. Dimas tersenyum, dia mulai mengambil satu per satu kardus berisi kotak makan dan memasukkan ke dalam mobil. Dia mengaba

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 34. Memiliki Magnet Kuat 

    Andine dan Dimas duduk di sofa dengan kepala menatap langit rumah. Keduanya tampak lelah karena dari pagi sudah berbelanja. Ditambah keduanya mengangkat belanjaan sendiri setelah sampai rumah, karena Asep yang sedang keluar. “Terima kasih banyak karena sudah membantuku, Dimas,” ucap Andine lembut, dan tulus. “Dari tadi kamu bilang terima kasih. Kalau dihitung-hitung mungkin udah ratusan kali kamu bilang terima kasih,” jawab Dimas dengan senyuman di wajahnya. “Dimas, kamu udah banyak bantu aku, jadi wajar aku bilang terima kasih. Ah, ya gara-gara aku, kamu sampai belum berangkat kerja. Jujur, aku jadi nggak enak.” “Hari ini aku memang nggak ke kantor, Andine. Jadi, kamu nggak perlu merasa bersalah.” “Kamu nggak ke kantor?” Andine tampak terkejut. Dimas mengangguk. “Ya, aku nggak ke kantor. Aku urus pekerjaan dari rumah aja.” Andine tersenyum menanggapi ucapan Dimas. Jujur dalam hati dia ingin sekali Arkan libur bekerja meluangkan waktu untuknya mengajaknya jalan. Namun, itu adal

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 33. Kamu Cemburu? 

    Bibir Andine mengulas senyum manis, merasa lega karena dia sudah mendapatkan semua yang diperlukan. Setelah ini, dia tinggal memasak dan mengantarkan ke kantor Dimas. Membayangkan makanan yang akan dibuatnya hari ini, membuatnya benar-benar senang. “Andine, semua bahan-bahan yang diperlukan sudah kamu beli?” Dimas hangat pada Andine. “Sudah semua, Dimas. Ini juga udah buat dua hari,” jawab Andine sambil memeriksa bahan-bahan yang dia perlukan. Dimas menganggukkan kepala beberapa kali. Pria tampan itu tidak menyangka kalau membantu berbelanja di pasar akan lelah seperti ini. Keringatnya bahkan mulai bercucuran. Selain karena panas, dia juga lelah karena terus berjalan dan membawakan belanjaan Andine. Hal yang serupa pun terjadi dengan Arkan—yang sampai melepas jas akibat panas. Andine yang melihat sang suami berkeringat, dia mendekat ke arah sang suami dan berkata, “Terima kasih karena sudah mau membantuku, Mas.” Andine mengeluarkan tisu, menyeka keringat sang suami. Tampak Arkan

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 32. Mengantar Andine ke Pasar

    Andine terdiam, raut wajahnya menunjukkan tanda-tanda pemikiran yang mendalam. Kenangan tentang Reva yang datang malam sebelumnya, mengantarkan makanan dengan senyum hangat dan perhatian yang tulus, terus berputar dalam benaknya. Wanita itu tidak bisa mengabaikan betapa Reva tampak begitu peduli pada suaminya. Setiap kata yang diucapkan Reva, setiap tatapan yang diberikan, seolah mengisyaratkan sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan.Kecurigaan mulai merayap masuk ke dalam pikirannya. Andine merasa ada sesuatu yang tidak beres. Apakah mungkin Reva menaruh perasaan pada Arkan? Pikiran itu membuat hatinya bergetar, menciptakan gelombang kecemasan yang sulit untuk diabaikan. Dia tidak ingin menjadi wanita yang cemburu, tetapi perasaan itu muncul begitu saja, tak terduga.“Apakah aku terlalu paranoid?” Andine bergumam pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan hati yang bergejolak. Namun, semakin dia berpikir, semakin kuat kecurigaannya. Dia tidak ingin kehilangan Arkan, dan bayanga

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 31. Masakan Buatan Reva 

    Andine sibuk membuat makanan di dapur. Sejak pulang tadi, dia tidak beristirahat sama sekali. Dia takut kalau sang suami akan kelaparan, jadi dia langsung menyiapkan hidangan makan malam. Dia bahkan tidak peduli dengan tubuh yang kelelahan karena sejak tadi sibuk mengerjakan catering dari Dimas. Tak selang lama, Andine selesai membuatkan makanan. Dia segera meletakkan semua masakannya ke meja makan. Hari ini Andine hanya memasak tumis kangkung, ikan bakar, ayam goreng, dan sambal. Tidak terlalu banyak menu, tetapi Andine berharap masakannya bisa membuat sang suami bahagia.Andine mendongakkan kepala, menatap ke arah pintu kamar yang masih tertutup. Dia melangkah ke arah kamar, memanggil sang suami untuk makan malam bersama. Hari ini Arkan pulang lebih awal menandakan suaminya itu belum makan malam. “Mas, ayo makan malam,” ajak Andine lembut, mengajak sang suami untuk makan bersama. Arkan yang sejak tadi sibuk dengan ponsel, melirik ke arah Andine. Di sana sang istri tersenyum manis

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 30. Reva yang Mulai Curiga 

    Arkan duduk di kursi kerjanya, tatapannya kosong menatap layar MacBook-nya yang tidak menyala. Pikiran-pikirannya melayang kembali ke kejadian bodoh yang terjadi malam sebelumnya. Dia menyesali tindakannya yang tidak bisa mengendalikan diri, yang membuatnya terjebak dalam situasi yang rumit. Perasaan bersalah menyelimuti dirinya, seolah-olah ada beban berat yang tak bisa dia lepaskan.Tadi pagi, dia berangkat lebih awal dari biasanya, berusaha menghindari pertemuan dengan Andine. Dia tahu bahwa mereka perlu berbicara, tetapi dia merasa tidak siap untuk menghadapi konsekuensi dari tindakannya. Rasa takut akan reaksi Andine dan keraguan tentang apa yang harus dia katakan membuatnya memilih untuk menghindar.Saat Arkan melamun, suara teleponnya tiba-tiba berbunyi, memecah keheningan di sekelilingnya. Dia terkejut dan langsung meraih ponselnya. Melihat nama yang tertera di layar, jantungnya berdegup kencang. Ternyata yang menghubunginya adalah Reva.Dalam keadaan sedikit ragu, Arkan menja

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 29. Ledakan Gairah Tak Tertahankan 21+

    Suara langkah Arkan yang berat terdengar dari pintu depan. Andine menunggu di ruang tengah, masih mengenakan pakaian santainya. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam, dan Arkan baru saja pulang.Begitu melihat suaminya, Andine bangkit dari sofa. “Mas, kenapa kamu pulang selarut ini?” tanyanya dengan nada khawatir.Arkan meletakkan kunci mobil di meja tanpa menatap Andine. “Karena aku masih kesal sama kamu,” jawabnya dingin, suaranya terkontrol tapi tegas.Jawaban itu membuat Andine terdiam sejenak. Wanita itu tahu masalah sore tadi masih membebani Arkan. “Kita bisa bicarakan ini, Mas. Jangan begini terus,” ucapnya pelan, mencoba meluluhkan hati suaminya.“Aku capek. Nggak usah bahas apa pun.” Arkan memilih untuk melangkah masuk ke dalam kamar, meninggalkan Andine begitu saja. Andine tersentak melihat sang suami yang langsung masuk ke dalam kamar. Detik itu juga Andine memilih mengikuti sang suami ke dalam kamar. Wanita itu ingin menyelesaikan masalahnya dengan sang suami. Dia tak

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 28. Meminta Batasan!

    Dimas tersenyum puas di kala Andine setuju. Setelah diskusi dan negosiasi, akhirnya Andine menyetujui untuk bekerja sama dengan perusahaannya. Keputusan itu seperti angin segar bagi Dimas, karena dia tahu betul betapa pentingnya kolaborasi ini. Dimas yang antusias mengulurkan tangannya. “Selamat bergabung, Andine,” ucapnya, penuh semangat.Andine, dengan senyuman tenang, menyambut uluran tangan itu. “Semoga kerja sama ini membawa banyak keberhasilan,” jawabnya, suaranya mantap ramah.Arkan memperhatikan pemandangan itu dengan tatapan sulit ditebak. Dia menyilangkan tangan di dadanya, mencoba menutupi emosi yang tengah berkecamuk di dalam dirinya. Namun, tatapan matanya yang tajam dan rahangnya yang mengeras mengungkapkan rasa kesal dalam diri yang entah apa diartikan olehnya. Hal yang pasti adalah Arkan tak suka. Dimas, tampaknya, tidak menyadari perubahan ekspresi Arkan. Pria itu terlalu fokus pada euforia kemenangan kecil ini. Sementara itu, Andine, yang selalu peka terhadap suasa

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 27. Kerja Sama dengan Dimas 

    Arkan duduk di kursi kerjanya, dengan raut wajah cemas dan khawatir. Matanya terfokus pada satu titik di depannya, tapi pikirannya jauh dari pekerjaan yang harus dia selesaikan. Cuaca pagi itu cerah, sinar matahari masuk melalui jendela kantor dan menerangi ruangan, tapi tidak dapat menghilangkan kesan cemas di wajah Arkan.Pria tampan itu memegang pena di tangannya, tapi tidak menulis apa-apa. Pikirannya terus-menerus berputar tentang Dimas, temannya yang baru saja datang dari New York dan mengunjunginya di Jakarta. Arkan masih ingat bagaimana Dimas terus-menerus memuji Andine, baik dari masakan maupun penampilannya yang cantik. Dia merasa tidak nyaman dengan pujian-pujian itu, dan sekarang dia tidak dapat menghilangkan perasaan aneh dalam dirinya. Arkan menghela napas panjang, mencoba untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak mengenakkan itu. Namun, pikirannya tetap saja kembali ke Dimas dan Andine. Dia tidak tahu mengapa dia merasa seperti ini, tapi dia tahu bahwa dia tidak s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status