Home / Rumah Tangga / Luka Dalam Pernikahan / Bab 2. Kembali Bertemu 

Share

Bab 2. Kembali Bertemu 

last update Last Updated: 2024-11-27 00:39:41

        Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.

Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya.

        Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. 

  Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. 

Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan. “Mama,” gumamnya langsung bangki dan menuju ke arah mobil yang terletak tidak jauh darinya.

        “Mama dari mana?” tanya Andine saat seorang wanita dengan kacamata bertengger di hidung bangir keluar. Tampilannya yang begitu rapi dan elegan membuat semua orang menjadi segan.

        Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Melly yang merupakan mertua Andine hanya diam dan memilih melangkah masuk. Pandangannya tidak menatap ke arah Andine, seolah sang menantu tidak ada di hadapannya.

        Andine yang melihat tingkah sang mertua hanya diam dan memilih melangkah masuk. Sejak menjadi menantu di keluarga Adiguna, Melly tidak pernah ramah dengannya seperti mertua pada umumnya. 

Sikap Melly kurang lebih sama seperti Arkan yang selalu mengacuhkan Andine. Meski begitu, tentu Andine tidak mempermasalahkan sama sekali. Wanita itu selalu ramah setiap kali sang mertua datang ke rumahnya.

        “Tehnya, Ma,” ucap Andine sembari meletakkan gelas di meja. Dia langsung duduk di sebelah sang mertua dan tersenyum lebar.

        Melly meraih gelas dan menyesap. Sembari meletakkan dia berkata, “Bagaimana hasil tes kamu kemarin?”

        Seketika, Andine terdiam. Mulutnya tertutup rapat dengan jemari yang saling bertaut dan mulai memainkan. Sesekali, dia menggigit bibir bawah untuk meredakan kegugupannya. Beberapa kali juga dia menelan saliva pelan merasa tenggorokan yang mulai terasa mengering.

        “Kenapa diam saja?” tanya Melly dengan tatapan tajam.

        “Mengenai itu—” Lidah Andine tiba-tiba saja kelu. 

        “Kenapa? Negatif lagi?”

        Andine yang  sibuk menyusun kata pun terdiam dan menundukkan kepala. Dia hanya bisa berkata, “Maaf, Ma.” Jawabnya benar-benar merasa takut karena tes kehamilan yang lagi-lagi menunjukkan satu garis.

        Melly mendengkus kecil saat mendengarnya. Dia mengalihkan pandangan. Dengan raut wajah sinis dia berucap, “Selalu saja negatif. Padahal Mama menyetujui kamu dan Arkan karena mau cepat-cepat menimang cucu, Andine. Tapi nyatanya sampai sekarang kamu nggak menunjukkan tanda kehamilan!” 

        Andine yang mendengar kembali dibalut rasa bersalah. Dia hanya bisa menyembunyikan kesedihan. Jemarinya tidak berhenti memainkan dress yang dikenakan, mencoba menghilangkan kegugupan.

        “Ma, aku—”

        “Kalau tahu begini, Mama nggak akan pernah menyetujui perjodohan kamu dan Arkan dulu. Sekarang Mama menyesal, karena sudah menikahkan anak kesayangan Mama dengan wanita mandul seperti kamu. Buat malu keluarga Adiguna saja,” celetuk Melly tanpa memikirkan hati Andine.

        Andine yang mendengar hanya mampu diam dengan kedua mata berkaca. Hatinya kembali teriris ketika mendengar kalimat tajam yang baru saja mertuanya katakan. Dia sendiri bingung, bagaimana menjelaskan mengenai kondisinya? 

Keluarga suaminya seakan tidak pernah mau mendengarkan. Mereka hanya bisa menyalahkan, tetapi Andine juga cukup tau. Orang tua pasti ingin terbaik untuk anaknya. Dalam pernikahan juga, kedua orang tua pasti mengharapkan seorang cucu. Sementara dia, tidak bisa memberikan apa pun untuk mereka semua.

        Melly yang sudah cukup kesal bangkit dan menatap ke arah Andine sembari berkata, “Kalau Mama jadi kamu, Maa akan pergi dan nggak menyusahkan semua orang. Buat apa nikah kalau nggak bisa punya anak. Benar-benar buat kesal saja.”

        Andine masih tetap menutup mulut rapat, tetapi setelah kepergian sang mertua, dia langsung menumpahkan semua rasa sakitnya. Dia menangis sejadi-jadinya, membiarkan semua orang mengetahui sakit hatinya.

***

        Arkan menatap dokumen di tangannya dengan raut wajah serius dan menutup. Pandangannya beralih, menatap ke arah dua pegawai yang tengah berdiri di hadapannya. Wajahnya cukup menakutkan karena Arkan yang tidak pernah menunjukkan senyum di bibir. 

        “Saya cukup suka dengan rancangan kalian. Jadi, kapan kalian akan melakukan rancangan ini?” tanya Arkan serius dan membuat keduanya tersenyum lebar.

        Salah satu dari pegawai Arkan menjawab, “Sebenarnya kami akan melakukannya setelah mendapat persetujuan dari Anda, Pak.”

        “Kalau begitu lakukan saja. Mengenai rencana promosi kita untuk produk yang akan akan segera keluar dalam lima belas hari lagi, apa kalian sudah selesai?” tanya Arkan dingin. 

        “Sebenarnya hari ini akan dilakukan, Pak. Pihak promosi juga sudah menghubungi satu model ternama. Mungkin sebentar lagi akan sampai,” jawab sang pegawai.

        Arkan hanya menganggukkan kepala. Dia menyuruh kedua pegawainya untuk pergi dan kembali fokus dengan dokumen yang lain. Tepat saat itu, dering ponsel terdengar. Arkan yang sibuk hanya melirik dan mendapati nama Andine tertera di layar. Tanpa memedulikan sang istri, Arkan kembali bekerja.

        Beberapa panggilan terus diabaikan. Arkan yang mulai kesal pun mendesah kasar dan memilih untuk menolak panggilan telepon tersebut. Dia memilih untuk tidak menjawab panggilan telepon dari Andine. 

        Beberapa jam menyelesaikan tugas kantor, Arkan mulai merasa lelah. Dia bangkit dan keluar ruangan untuk memantau para pekerjanya. Dia melihat ketekunan dan kegigihan dari semua pegawai. Dia juga melihat ruangan departemen pemasaran yang begitu berantakan dan memilih menuju ke arah yang lain.

        “Di mana bagian syuting hari ini?” tanya Arkan dengan sang sekretaris.

        “Ada di lantai atas, Pak,” jawab sang sekretaris sopan. 

        “Kita ke sana. Saya mau melihat model mana yang kalian pilih,” ucap Arkan dingin, dan tegas. Pria itu tak ingin sembarangan, meski telah percaya pada karyawannya, tapi tetap dia ingin melihat sendiri model yang dipilih oleh para karyawannya. 

Sang sekretaris mengangguk patuh, lalu melangkah Arkan melangkah ke arah lift. Tepat pintu terbuka, di sana, Arkan melihat beberapa karyawan terbaiknya memberikan panduan. Dia hanya mampu melihat punggung sang model, karena wanita itu membelakanginya, tetapi dia merasa cukup mengenal sosok tersebut.

        Arkan melangkah mendekat. Kedua matanya menyipit, memperhatikan dengan saksama. Dia mencoba mengingat, seperti siapa sosok di hadapannya. Saat wanita itu membalikkan tubuh, membuat Arkan seketika itu juga melebarkan kedua mata. 

“Reva?” gumam Arkan, dan saling bertatapan dengan wanita yang bernama ‘Reva’. Tatapan penuh arti yang menunjukkan jelas ada magnet kuat di antara mereka. Mereka seolah merasa hanya berdua. Mereka saling bertatapan dan hanyut satu sama lain. Tatapan bermakna dalam, memiliki jutaan arti yang sangat luas. 

 

Related chapters

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

    Last Updated : 2024-11-27
  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

    “Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 5. Aku Akan Membuatmu Percaya Lagi

    Andine memasuki kamar dan menatap ke arah sang suami yang sedang mengenakan kemeja. Kedua sudut bibirnya langsung tersenyum, membentuk senyum manis dan melangkah mendekat. Dia masih mengamati Arkan yang terus merapikan baju. “Aku bantu, Mas,” kata Andine dengan senyum semeringah. Dia langsung memegang dasi yang tergantung di leher sang suami dan siap mengenakannya.Arkan melangkah mundur. Manik matanya menatap tajam, menunjukkan ketidaksukaannya dengan apa yang Andine lakukan. Entah kenapa, dia merasa begitu kesal setiap kali Andine mendekat ke arahnya. Padahal istrinya selalu melakukan yang terbaik dan dia tahu itu. “Aku bisa sendiri,” ucap Arkan dengan dingin. Dia pun langsung menatap kaca dan merapikan pakaiannya.Hening. Andine yang mendengar pun hanya diam. Mulutnya langsung tertutup rapat dengan senyum yang terasa canggung. Hatinya benar-benar merasa sakit setiap kali mendapat penolakan dari sang suami. Padahal awalnya dia pikir dengan perhatian yang diberikan, Arkan menjadi l

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 4. Lebih Baik Kita Berteman

    Hening. Arkan yang baru saja mendengar ucapan Reva langsung terdiam. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang sulit diartikan. Dia bahkan tidak bereaksi apa pun. Ada hal yang mengganggu dalam pikirannya. Dia masih cukup meragukan apa yang baru saja diucapkan wanita di depannya.Sementara Reva juga terdiam dan terus menatap Arkan lekat. Dia masih menunggu jawaban pria di depannya. Sesekali, dia membasahi bibir, mencoba menenangkan degup jantungnya. Hingga dia kembali menggenggam jemari Arkan, membuat pria itu tersentak.“Arkan, jujur, aku masih mencintaimu. Aku nggak bisa ngelupain kamu. Aku udah berkali-kali nyoba buat lupain kamu, tapi aku nggak bisa,” kata Reva dengan tulus, mengungkapkan semua isi hatinya. Arkan masih saja diam. Dia memperhatikan dalam, mencoba meyakini apa yang baru saja Reva katakan. Sayang, dia masih memiliki trauma tersendiri dengan hal tersebut. Harus dia akui, bahwa dia begitu mencintai Reva. Pertemuannya kali ini adalah hal luar biasa. Sebab, dia yang tidak perna

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 3. Bisakah Kita Kembali Seperti Dulu? 

    “Apa kabar, Arkan? Lama nggak ketemu.” Arkan yang sejak tadi diam, tersentak mendengar suara yang sudah lama tak dia dengar. Manik matanya menatap ke arah wanita yang ada di hadapannya. Rambut lurus panjang. Bibirnya tampak seksi dengan lipstik merah yang membuatnya semakin memesona. Riasan make up tidak terlalu tebal, tapi tetap sangat cantik. Hal yang membuat Arkan hanya ingin menikmati keindahan yang ada di hadapannya. Arkan mengembuskan napas panjang, berusaha mengatur perasaan dalam dirinya. Dia ingin menyangkal sosok yang dia lihat ini, tapi semua itu tidak mungkin. Apa yang dia lihat ini nyata, tidak salah sama sekali. “Jadi, kamu yang menjadi model di sini?” balas Arkan, tak mengindahkan pertanyaan wanita bernama Reva. Reva mengangguk, dan mengulaskan senyuman terbaiknya. “Aku senang kita bertemu lagi, Arkan.” Hening. Suasana kembali sunyi saat keduanya mulai diam dan tidak membuka percakapan sama sekali. Keduanya juga tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu. Arka

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 2. Kembali Bertemu 

    Hening. Andine hanya diam, duduk di ayunan yang terdapat di taman bunga sebelah rumah. Manik matanya tampak kosong dengan raut wajah tidak bersemangat. Pasalnya sejak menikah, Andine merasa sikap Arkan tidak pernah sedikit pun manis padanya.Arkan tidak pernah peduli dengannya. Ke rumah sakit saja dia pergi sendirian. Padahal untuk saat ini dia benar-benar membutuhkan sandaran untuk menguatkan hatinya. Kali ini, dia merasa Arkan tidak pernah mencintainya. Namun, beberapa detik kemudian, Andine menggelengkan kepala. Dia yakin, Arkan bukannya tidak mencintai dirinya. Suaminya itu hanya terlalu sibuk karena sepengetahuannya, Arkan baru akan mengeluarkan sebuah produk baru di perusahaannya. Andine kembali memaklumi sikap yang ada di diri sang suami yang terlalu fokus dengan pekerjaan. Sebelum menikah, Andine diberi tahu mengenai Arkan yang suka sekali menyibukkan diri. Suara mobil mulai terdengar memasuki pelataran rumah, membuat Andine langsung mengalihkan pandangan.

  • Luka Dalam Pernikahan   Bab 1. Kembali Menelan Kekecewaan 

    “Bagaimana hasilnya?” Andine yang sejak tadi memandangi kertas di tangannya mendongakkan kepala. Wanita itu menggigit bibir, merasa ragu untuk mengatakan dengan pria yang ada di hadapannya. Jemarinya bahkan menggenggam erat kertas itu dan berulang kali menelan saliva kasar. Air mata sudah menggenang di pelupuk mata dan siap ditumpahkan. Dia yakin, pria yang sudah satu tahun menikah dengannya akan kembali kecewa. “Negatif lagi?” balas Arkan, sang suami dengan nada dingin. Andine mengangguk, dengan raut wajah muram sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya itu. “Sebenarnya kamu itu bisa punya anak apa nggak sih, Andine? Sudah bertahun-tahun kita menikah, tapi kamu nggak juga mengandung,” kata Arkan dengan tatapan sinis dan melempar hasil pemeriksaan yang baru saja diberikan Andine. Jelas hal itu membuat Andine meneteskan air mata. Wanita itu merasakan sesak di dada, tapi dia berusaha keras untuk menguatkan dirinya. “Mas, aku tuh bisa hamil. Cuma kita harus sabar

DMCA.com Protection Status