Share

Kontrak Cinta sang Janda
Kontrak Cinta sang Janda
Penulis: Nur Hayati

Bab 1

Air matanya menetes perlahan dari pelupuk mata, hati yang sedari kemarin dipaksa untuk kuat ternyata rapuh juga. Terlebih ketika surat cerai sudah ada di dalam genggaman tangannya. Freya tidak menyangka bahwa pernikahan yang dulu membuatnya bahagia harus kandas juga hanya karena kehadiran orang ketiga. Namun, wanita itu tidak bisa menyalahkan siapa pun selain dirinya yang terlalu mudah percaya akan cinta Barry sewaktu masih SMA.

"Ma, mama kenapa nangis?" tanya Dina, sang anak yang memiliki umur tiga tahun.

Segera Freya menghapus air matanya secara kasar, dia tidak ingin Dina ikut bersedih melihatnya menangis.

"Gapapa, Dina. Mama hanya kelilipan saja." Freya berdusta. "Mending kita masuk yuk!" ajaknya setelah berusaha untuk menetralisir rasa.

Freya menggendong Dina dengan perasaan haru dalam hatinya. Melihat anaknya yang masih kecil, dia tidak tega kalau harus hidup dalam keluarga broken home. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Dia juga tidak bisa berbuat apa pun selain ikhlas, sabar dan menyerahkan semuanya pada yang Maha kuasa. Untuk menenangkan pikiran dan hatinya, Freya menemani Dina bermain di rumah kontrakan yang belum lama ini menjadi tempat tinggalnya bersama kedua putrinya. Meskipun rumah itu tidak seberapa besar, yang terpenting masih bisa membuat Freya, Desi dan Dina merasa nyaman dan aman. Kedua putrinya yang memberikan sumber kekuatan baginya untuk saat ini, juga yang membuat wanita cantik itu masih terus bersyukur di saat hidupnya tidak baik-baik saja.

"Ma, Kak Desi kapan pulang ya?" tanya Dina mulai merasa bosan bermain dengan Freya.

"Sebentar lagi pasti dia pulang, kamu tunggu saja, yang sabar ya." Freya memberikan senyuman.

"Iya, Ma." Dina kembali fokus bermain boneka teddy bear kesukaannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 13.30, seharusnya Desi sudah pulang dari sekolah. Namun, sampai detik ini juga gadis itu belum pulang. Freya sedikit gelisah, jadi dia memutuskan untuk menyusul putrinya.

"Kita jemput kak Desi sekarang ya," ajak Freya membuat aktivitas bermain Dina terhenti.

"Iya, Ma." Dina langsung bergelayut manja kepada mamanya.

Freya menggendong gadis mungilnya itu hingga ke depan teras rumah. Lalu, mulai mengunci pintu kontrakan agar tidak ada yang bisa keluar masuk secara bebas.

"Mama mau ke mana?" tanya Desi yang baru saja tiba di rumah.

Wanita cantik itu langsung memeluk putrinya dengan erat. "Mama mau menjemputmu, Desi. Aku kira ada hal buruk terjadi padamu," kata Freya takut kehilangan. Dia masih takut mertuanya akan mengambil hak asuh Desi, jadi dia harus lebih berwaspada.

"Mama tenang saja, aku sudah bisa jaga diri kok Ma. Sekarang kita masuk yuk!" ajak Desi tidak ingin melihat Freya khawatir.

Ada banyak hal yang diceritakan Desi pada mamanya, terutama perihal Barry yang datang ke sekolah. Alasan papanya itu datang karena memperkenalkan Hera pada gadis kecil yang menjadi korban perceraian.

"Memang Mama dan papa beneran pisah?" tanya gadis yang saat ini duduk di kelas IX smp.

Freya menganggukkan kepala, kali ini dia tidak bisa berbohong lagi pada Desi.

"Mama bilang, kita tinggal di sini cuma sebentar saja karena masih ada problem dengan papa. Kenapa Mama gak jujur dari awal saja kalau kalian sudah berpisah untuk selamanya?" tanya Desi kecewa karena sudah dibohongi orang tuanya.

"Maafin Mama, Desi. Mama gak bermaksud untuk berbohong, cuma Mama gak ingin melihat kamu dan adikmu bersedih. Lagi pula, surat cerai Mama terima hari ini. Mama kira, kalau kita berada di sini akan membuat papamu berubah pikiran, ternyata Mama salah sangka," jelas Freya yang tidak mungkin menyembunyikan fakta lagi. Dia berharap gadis cantiknya akan menerima semua yang terjadi, tanpa merasa kecewa karena sudah dibohongi.

Hati Desi memang kecewa, tapi gadis itu tidak bisa marah pada mamanya. Justru merasa iba karena sakit hati yang diterima oleh Freya.

"Mama yang sabar ya, Ma. Pria seperti papa memang tidak pantas untuk ditangisi, Mama harus kuat. Desi dan Dina akan selalu ada di samping Mama," ujar Desi memeluk erat tubuh Freya.

"Terima kasih, Desi. Kamu sudah mau mengerti keadaan Mama." Freya merasa terharu akan kasih sayang yang diperoleh dari kedua putrinya.

Suasana semakin haru, tapi perut Desi justru keroncongan.

"Kita makan dulu yuk!" ajak Freya mengalihkan pembicaraan.

Dengan senang hati Desi menerima ajakan sang Mama. Mereka pun melangkahkan kaki ke ruang makan yang digabung menjadi satu dengan dapur. Dengan semangat gadis cantik yang masih mengenakan seragam sekolah itu membuka tudung saji di atas meja, ternyata tidak ada makanan di sana.

"Ma, apakah Mama sudah masak?" tanya Desi pelan.

"Oya, Mama lupa kalau belum masak," sahut Freya, memori pikirannya memang semakin penuh dengan semua masalah yang pernah terjadi.

"Kamu ganti baju dulu ya, sementara Mama akan memasak sesuatu untukmu dan adikmu," imbuh Freya.

Desi mengangguk setuju, dia langsung pergi ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Sedangkan Freya mulai berkutat di dapur ditemani Dina yang duduk tenang di atas kursi sembari bermain boneka.

"Bahan makanan semakin menipis, mas Barry juga belum mengirimkan uang untuk anak-anak." Freya mengembuskan napas secara kasar.

Selesai memasak makanan seadanya dan sederhana, mereka bertiga makan bersama.

"Ma, uang ujian di sekolah harus dilunasi besok, Ma." Desi berbicara sedikit ragu, sebab tidak ingin menyusahkan mamanya.

"Besok Mama kasih uangnya ya," ujar Freya sembari menyuapi Dina.

Dalam benaknya sedang berpikir, dari mana dia harus mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Sedangkan di dompetnya hanya sisa uang berwarna coklat beberapa lembar saja. Seketika dia berpikir untuk datang ke Barry dan meminta hak kedua anaknya. Dia harus menyingkirkan rasa malu demi kedua anaknya. Kalau tidak, Desi dan Dina akan hidup kelaparan. Freya tidak mau kalau kedua anaknya harus hidup kesusahan hanya karena pria tidak tahu diri yang menjadi papa kedua anaknya.

Selesai makan, Desi membantu mamanya membersihkan meja makan serta mencuci piring. Selanjutnya, wanita cantik yang memiliki rambut lurus itu izin kepada anaknya untuk keluar sebentar saja. Freya meminta putri sulungnya untuk menjaga adiknya, sedang dia akan pergi ke rumah Barry. Wanita itu sengaja tidak membawa serta kedua anaknya karena tidak ingin mempertemukan mereka dengan selingkuhan mantan suami yang sebentar lagi akan menjadi istri baru Barry.

Baru saja Freya keluar rumah, ternyata pucuk dicinta ulampun tiba. Barry datang bersama Hera dengan senyuman lebar menghiasi bibirnya. Tanpa basa-basi pria itu mendekat serta mengejek Freya.

"Gak salah aku sudah menceraikan mu, ternyata kamu semakin buluk saja." Barry tersenyum ketus.

Freya tidak membalas perkataan Barry, justru wanita itu meminta hak atas kedua putrinya.

"Mulai detik ini, Desi dan Dina tidak akan mendapatkan jatah bulanan dari calon suamiku karena keuangan aku yang pegang. Kalau kamu tidak ingin melihat kedua putrimu sengsara, cari saja pria kaya. Istilahnya jual diri saja sana!" cetus Hera yang membuat Freya naik pitam dengan kalimat yang baru saja dilontarkan selingkuhan mantan suaminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status