Share

Bab 2

Freya tidak bisa menerima itu, sebab Barry tetap harus bertanggung jawab atas kedua putrinya sekali pun mereka sudah bercerai. Wanita itu protes dan menegaskan kembali akan melapor ke polisi atas penganiayaan yang diterima dari mantan suaminya sebelum mereka bercerai. Hera tidak ingin calon suaminya berurusan dengan polisi karena sebentar lagi mereka akan menikah, jadi mau tidak mau harus menuruti permintaan Freya.

"Baik, aku tidak akan melarang Barry memberikan jatah bulanan kepada kedua putrinya. Namun, uang yang diberikan hanya separuh dari uang yang biasa kalian terima!" Hera mempertegas kalimatnya karena tidak ingin merugi.

Freya tidak bisa menerima itu, sebab uang yang biasa diberikan saja masih kurang. Bagaimana bisa dia dan kedua putrinya bertahan dengan jatah uang bulanan yang dikurangi separuh?

"Kalau kamu tidak mau, ya sudah. Tidak akan ada jatah lagi untuk kalian," ancam Hera yang memiliki tipu muslihat yang bagus. Dia kemudian mengajak Barry pergi dari rumah kontrakan Freya karena sudah malas berdebat dengan mantan istri calon suaminya itu.

Wanita cantik yang memiliki rambut lurus itu hanya mematung, melihat Barry dan Hera pergi menjauh dari halaman rumahnya.

"Aku gak bisa terus begini, aku akan pergi mencari pekerjaan besok." Freya bermonolog. Dia mulai mencari-cari lowongan pekerjaan dari sosial media, memilih serta memilah pekerjaan apa yang cocok untuknya yang cuma lulusan SMA. Menyesal sudah pasti, sebab dulu memutuskan menikah dengan Barry dibandingkan melanjutkan ke perguruan tinggi. Padahal, dia sudah mendapatkan beasiswa. Malah menyia-nyiakan begitu saja hanya karena mengedepankan perasaannya pada pria yang tidak bertanggung jawab.

Dia datang ke cafe yang membutuhkan pelayan, siapa tahu diterima kerja di sana. Kebetulan cafe elite itu sedang membuka lowongan. Setelah menunggu manajer cafe, ternyata sudah ada orang yang mengisi kekosongan pelayan di sana. Freya menarik napas panjang, lalu mengembuskan secara perlahan.

"Harus ke mana lagi aku mencari pekerjaan?" gumamnya. Dia terus melangkahkan kaki untuk mencari tempat yang terdapat poster lowongan.

Hingga hari mulai gelap, tapi Freya belum juga mendapatkan apa yang dia inginkan. Tubuhnya mulai kelelahan karena berjalan sepanjang hari, jadi dia memutuskan pulang untuk beristirahat. Untuk mencari pekerjaan akan dilanjutkan besok pagi. Dia kembali melangkahkan kakinya untuk sampai di rumah, sebab tidak mungkin wanita itu naik ojek atau kendaraan umum dengan uang yang telah tersisa sedikit.

Jarak yang ditempuh lumayan jauh dari rumah, tapi dia terus melangkahkan kaki. Sesekali berhenti sejenak untuk istirahat jika perlu. Demi kedua anaknya, dia rela hingga seperti itu.

Sesampainya di rumah, Freya disambut baik oleh kedua anaknya yang sedari tadi menunggunya. Desi yang merupakan anak pertama dan tertua langsung menanyakan bagaimana kabar mamanya?

"Mama tidak apa-apa 'kan?" Desi terlihat cemas, pun Dina yang saat ini sudah jatuh ke dalam pelukan Freya.

"Mama gapapa, kalian gak perlu khawatir. Oya, apakah kalian sudah makan malam?" tanya Freya saat teringat kalau dirinya telah meninggalkan kedua anaknya terlalu lama.

"Kita sudah makan roti, Ma." Desi menyahut.

Freya perlahan melangkahkan kaki ke dapur, kemudian dia berkata, "Kalian pasti masih lapar, biarkan Mama memasak nasi goreng untuk kalian."

Sisa nasi tadi siang masih ada, sedangkan lauk pauknya sudah tandas. Jadi, tidak ada pilihan lain yang bisa dilakukan Freya selain memasak nasi goreng untuk kedua anaknya. Dia harus hemat karena untuk berjaga-jaga agar besok masih ada sisa uang yang bisa dibelikan makanan untuk Desi dan Dina.

"Aku akan membantumu, Ma." Desi dengan sigap membantu Freya, memotong bawang putih untuk membuat bumbu nasi goreng.

"Kamu jaga saja adikmu, Desi. Biar Mama yang masak, kasihan adikmu cuma duduk sendiri saja. Ajak main dia agar tidak bosan menunggu," perintah Freya saat melihat anak keduanya cuma memperhatikan saja.

Tanpa berbicara lagi, Desi mematuhi perintah sang Mama. Tanpa sepengetahuan kedua anaknya, air mata Freya mengalir begitu saja. Meskipun di luar terlihat kuat, tetap saja jauh dari dalam hatinya begitu rapuh. Dia bingung memikirkan masa depan yang akan dilaluinya bersama kedua putrinya. Rasanya sudah tidak kuat, tapi wanita itu terus meyakinkan dirinya sendiri. Cuma pengandaian saja yang tersisa dalam benaknya malam ini.

Andai saja dulu tidak terlalu bodoh dalam memilih keputusan, andai saja dulu tidak terlalu diperbudak oleh cinta. Dan masih banyak lagi pengandaian yang terus disesalinya. Freya segera menghapus kasar air mata sebelum dilihat oleh Desi dan Dina. Bagaimanapun, kedua putrinya tidak boleh melihat dirinya dalam keadaan terpuruk seperti ini.

Selesai memasak nasi goreng, Freya dengan wajah gembira menyajikan untuk kedua putrinya.

"Kalian makan yang banyak ya, Mama mau cuci piring dulu di dapur." Freya pamit pergi, tapi dihentikan oleh Desi.

"Mama makan dulu sama kita, Mama pasti belum makan 'kan?" tanya gadis yang masih polos itu.

"Kamu jangan khawatir, Mama sudah makan kok. Mending kalian habiskan saja makanannya, Mama juga sudah kenyang," dusta Freya. Semua dilakukan demi kebaikan kedua putrinya, juga tidak mungkin wanita itu ikutan makan dengan nasi goreng yang cuma cukup untuk dua orang saja.

Desi begitu peka dengan pengorbanan serta dusta yang terlihat dari netra sang Mama. Jadi, dia memilih untuk menganggukkan kepala. Bersedia memakan nasi goreng yang sudah dimasak oleh Freya. Namun, satu hal yang tidak diketahui mamanya bahwa Desi memiliki sebuah rencana.

Freya kemudian pergi ke dapur, mulai mencuci piring kotor yang ada. Selanjutnya, dia kembali memutar otak agar bisa mendapatkan uang untuk kedua putrinya.

"Aku tidak boleh terus terpuruk dengan kondisiku saat ini, harus berupaya agar aku mendapatkan pekerjaan dan membahagiakan mereka berdua." Freya bermonolog.

Dia kembali membuka ponsel yang sudah biasa disimpan dalam saku celananya. Freya kembali mencari lowongan pekerjaan lewat sosial media. Sejauh ini yang ditemukan lowongan pekerjaan sebagai pelayan, jadi dia berpikir mungkin memang pekerjaan itu cocok untuk dirinya yang cuma lulusan SMA.

"Aku tidak boleh menyerah sebelum mendapatkan pekerjaan. Sekalipun aku ditolak berkali-kali, sebab masih banyak kesempatan yang ada." Freya terus menyemangati diri sendiri. Di saat jari jemarinya asik berselancar di sosial media, tiba-tiba saja kedatangan Desi mengangetkannya.

"Desi!" panggilnya kaget.

"Iya, Ma. Aku dan adik sudah makan," kata Desi memberikan piring kepada Freya. Namun, satu piring masih ada sisa nasi goreng di atasnya.

"Kenapa gak dihabiskan?" tanya Freya heran. "Apa nasi gorengnya tidak enak?" timpalnya.

Desi dengan cepat menggelengkan kepala. "Enak kok, Ma. Hanya saja aku sudah kenyang." Gadis itu berdusta, tapi tidak bisa berbohong pada Freya.

"Kenapa kamu melakukan ini, Desi?" tanya wanita cantik berambut cokelat itu.

"Aku gak ingin melihat Mama menahan lapar hanya karena kita. Paling tidak Mama juga harus makan meskipun sedikit, aku tidak mau melihat Mama sakit." Desi berbicara dengan netra berkaca-kaca.

Freya langsung memeluk tubuh putrinya dengan perasaan yang penuh haru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status